BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota besar lahan-lahan tersedia sangat terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut mau tak mau pembangunan harus dilakukan di atas tanah yang sangat lunak bahkan terkadang harus mereklamasi pantai. Lapisan tanah lunak (soft clay) maupun yang sangat lunak (very soft clay) memiliki sifatsifat antara lain cenderung sangat compressible (mudah memampat), tahanan geser tanah rendah, permeabilitas rendah, dan mempunyai daya dukung yang rendah. Sifat-sifat inilah yang menjadi permasalahan utama perencana jika akan membangun suatu struktur di atasnya. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, perencana biasanya menggunakan tiang pancang end bearing untuk konstruksi pondasinya. Penggunaan tiang pancang ini umum digunakan untuk mengatasi ketidakmungkinan penggunaan pondasi dangkal dan mengatasi penurunan tanah (settlement) yang tinggi. Selain itu alasan lain penggunaan tiang pancang adalah pengerjaannya yang mudah, persediaan di pabrik yang banyak, dan perumusan daya dukung yang dapat diperkirakan dengan rumus rumus yang ada. Banyak daerah di Indonesia, misalnya kota Banjarmasin Kalimantan Selatan yang memiliki lapisan tanah lunak dengan kedalaman tanah keras jauh dari permukaan tanah. Tanah keras di kota tersebut baru ditemui pada kedalaman sekitar 40 m dari permukaan tanah. Kondisi seperti ini menyebabkan pilihan penggunaan tiang pancang end bearing tidak ekonomis karena akan menghabiskan biaya yang sangat besar untuk pengadaan tiangnya. Untuk itu, perlu dipikirkan penggunaan pondasi lain yaitu pondasi rakit bertiang (pile raft). Pondasi rakit bertiang (pile raft) adalah pondasi yang menggabungkan 2 macam bentuk pondasi yaitu pondasi rakit (raft) dan pondasi tiang pancang dalam hal ini friction pile. 1
Pondasi rakit bertiang (pile raft) ini merupakan solusi ekonomi yang praktis untuk bangunan karena baik bearing capacity dari raft dan bearing capacity dari tiang pancang, keduanya sama-sama bekerja (lihat Gambar 1). Pondasi pile raft berperan sebagai konstruksi gabungan yang terdiri dari 3 element penahan yaitu friction pile, raft, dan tanah. Jika dibandingkan dengan pondasi konvensional (tiang pancang end bearing), desain dari pondasi pile raft ini membentuk dimensi baru struktur interaksi dari partikel tanah dikarenakan desain filosofi yang baru menggunakan tiang yang dimaksimalkan sampai batas bearing capacity berdasarkan interaksi tanah dan tiangnya. Pondasi pile raft ini mengarah ke pondasi yang ekonomis dengan sedikit penurunan, apabila tanah itu mempunyai soil modulus yang bertambah sebanding dengan kedalaman. (Katzenbach, 1993). Gambar 1.1. Prinsip kerja dari pile raft (Mossallamy 2008) Pondasi raft adalah kombinasi dari pondasi footing yang mencakup seluruh area dibawah struktur dan menyokong semua dinding dan kolom walupun beban bangunan sangat berat atau tegangan ijin tanah yang kecil. Pada desain pondasi untuk bangunan besar di tanah compressible yang dalam, bisa ditemui bahwa pondasi raft akan memberikan faktor keamanan yang memadai dalam menghadapi masalah kegagalan bearing-capacity ultimate, namun pemampatan yang terjadi akan berlebihan. Ketika tanah bagian atas menunjukkan nilai 2
compressibility yang sangat tinggi dan shear strength yang rendah, maka permukaan pondasi raft akan mengalami penurunan yang besar, bahkan lebih besar dari penurunan yang diijinkan untuk pondasi itu. Untuk menanggulangi permasalahan itu perlu kiranya ditambah beberapa friction pile pada pondasi raft tersebut. Friction pile digunakan untuk membantu meningkatkan angka kepadatan tanah untuk membantu kerja pondasi raft dan mengurangi differential dan total settlement. Friction pile terbukti efisien ketika shear strength meningkat seiring dengan kedalaman dan berkurangnya compressibility tanah. Friction pile ini menghasilkan 2 aksi penting dalam soil mass : pertama, friction piles berguna untuk membatasi perubahan bentuk dari tanah, mengurangi compressibility dan kedua, friction pile meneruskan tegangan ke lapisan tanah yang lebih dalam dengan compressibility yang lebih kecil. Kedua aksi ini diartikan bahwa friction pile mengurangi penurunan walaupun ketika pondasi menerima beban yang tinggi dan otomatis daya dukung dari pondasi juga akan bertambah bila beban disalurkan ke dalam tanah yang memiliki shear strength tinggi yang berada di bawah tiang. Beberapa penelitian tentang sistem pile raft ini telah dilakukan, diantaranya adalah Poulos (1976). Penelitian beliau menggunakan sebuah metode yang disederhankan untuk mendapatkan kurva beban-settlement terhadap kegagalan pada pondasi tiang pancang atau sistem pile raft. Metodenya serupa dengan prinsip yang digunakan untuk tiang pancang diameter besar dan dengan mengasumsikan bahwa untuk pembebanan dibawah kondisi undrained, kondisi elastis dapat mempengaruhi beban dimana tiang pancang akan mengalami kegagalan bila tidak dipasangi cap (penutup tiang pancang). Selanjutnya, diasumsikan bahwa setiap penambahan beban ditanggung oleh raft atau cap, dan bahwa penambahan settlement dari sistem diberikan oleh settlement dari raft saja. Oleh karena itu, merujuk pada Gambar 2, kurva beban-settlement dalam kondisi undrained dari sistem pile raft terdiri atas dua bagian linear, yaitu : 1. Garis 0A, dari beban nol hingga beban ultimate PA dari tiang pancang sendiri, sedangkan settlement dikalkulasi dari persamaan settlement pada metode Poulos. 3
2. Garis AB dari beban PA hingga beban ultimate PB dari keseluruhan sistem (tiang pancang dan raft), settlement dikalkulasi dari persamaan untuk settlement pada perilaku raft sendiri tanpa tiang pancang. Load Undrained (Immediate Settlement) Gambar 1.2. Pendekatan yang disederhanakan dari grafik perhitungan beban dengan settlement (Poulos, 1980) Dimanaa bagian pertama merepresentasikan settlement sistem pile raft, dikalkulasikan pada sebuah dasar elastis untuk vs = 0,5 dan pada bagian kedua merepresentasikan settlement dari perilaku raft itu sendiri. Bagian kedua akan berlaku hanya jika Pw>PA, hal ini jika beban kegagalan dari tiang pancang terjadi secara berlebihan. Disini ditekankan bahwa hasil perhitungan beban ultimate PB dari sistem sebagai penjumlahan kapasitas tiang pancang dan raft di atas, hanya berlaku ketika sejumlah tiang pancang ditambahkan padaa cap atau raft (yakni dimana unit pile cap berjarak cukup lebar untuk berperilaku secara tunggal). Jika jarak tiang pancang lebih mendekati terjadinya kegagalan blok daripada kegagalan unit individu, maka beban ultimate dari grup harus diperhitungkan pada basis ini. Poulos juga membahas bagaimana pengaruh kekakuan raft maupun tiang, jarak antar tiang, banyak tiang, kekakuan tiang terhadap perilaku penurunan (settlement) pile raft, dan lain-lain, tetapi belum pernah membahas bagaimana perilaku sistem pile raft di berbagai medium tanah yang berbeda. Sampai dimana sistem pile raft ini masih bisa berfungsi. Apakah sistem ini bisa berfungsi dimedia tanah lempung lunak saja atau sampai lempung keras, atau bahkan masih dapat 4
berfungsi di media tanah pasir dengan kepadatan yang cukup, hal ini masih menjadi pertanyaan besar. Prosedur perhitungan untuk perilaku model dari beberapa permasalahan 3D yang kompleks telah dikembangkan sejak awal tahun 1970 (contohnya Butterfield dan Banerjee 1971, Poulos dan Davis 1980 dan Randolph 1993). Tetapi beberapa aspek penting yang berkenaan dengan kekakuan raft, perilaku non linier yang disumbangkan tiang, dan keruntuhan yang terjadi disepanjang tiang yang berada di bawah beban kerja tidak cukup diperhatikan pada analisa ini. Untuk alasan ini, maka diperlukan perbaikkan model numerik pada finite element 3D digunakan dalam memperkirakan semua efek yang telah disebut di atas (El- Mossallamy 1996). Sebuah teknik finite element 3D sederhana dengan ketentuan tanah hadir sebagai perangkat yang berpengaruh untuk memodelkan permasalahan interaksi yang komplek antara tanah dengan struktur. Sekalipun demikian, kekurangan utama penggunaan analisa finite element 3D adalah kebutuhan dari elemen volume yang besar yang dapat melampaui kapasitas computer pengguna. Untuk mengatasi permasalahan ini, sebuah teknik baru dikombinasikan yang selanjutnya disebut pemodelan tiang terbenam dengan model finite element 3D oleh Plaxis B.V hadir dibawah program pondasi Plaxis 3D. Di bab berikutnya ditampilkan sebuah contoh yang menggambarkan kehandalan program ini dengan membandingkan perhitungannya dengan metode lainnya untuk membenarkan prinsip perhitungan program dengan pile raft yang komplek. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa perhitungan menggunakan Plaxis adalah hampir sama dengan metode lainnya, sehingga diputuskan sebagai pembanding perhitungan manual pada penelitian tesis ini menggunakan bantuan program Plaxis 3D versi 1.6. Plaxis 3D versi 1.6 merupakan sofeware yang mempunyai kemampuan untuk menganalisa deformasi dan stabilitas tanah dengan dilengkapi pemodelan terhadap waktu. Plaxis menggunakan metode finite element yang telah dikembangkan secara khusus untuk menganalisa deformasi dan stabilitas tanah dalam suatu proyek geoteknik. Plaxis menyediakan prosedur input yang sederhana sehingga mampu menjalankan model finite element yang komplek secara cepat 5
dan juga menyediakan fasilitas output dengan hasil perhitungan yang detail. Hasil perhitungan ini sendiri otomatis dijalankan oleh prosedur numerik yang terstruktur. Plaxis juga menjelaskan variasi model tanah secara terperinci yang memungkinkan input data tanah yang lebih akurat. Beberapa analisa perbandingan juga telah dilakukan salah satunya oleh Dian (2008). Peneliti tersebut membandingkan penggunaan sistem pile raft dengan penggunaan pondasi tiang pancang biasa. Hasil yang diperoleh, untuk merencanakan struktur gedung antara 5-8 lantai, dengan ketebalan raft 1 meter dan jumlah tiang yang sama, dengan metode konvensional biasa diperlukan pemancangan sampai sekitar 29.5 meter. Sedangkan jika menggunakan sistem pile raft ini hanya diperlukan pemancangan maksimal 19 meter. Penghematan tiang dapat dilakukan sampai 10 meter tiap titiknya. Ini berarti penggunaan sistem ini sangatlah ekonomis. Karena mengingat begitu ekonomisnya serta belum adanya informasi mengenai batasan penggunaan sistem pile raft ini, maka perlu adanya penelitian dasar untuk mengetahui lebih dalam dan mencari batasan agar pile raft berfungsi dalam segi daya dukung dan penurunan (settlement), seperti bagaimana pengaruh bantuan tiang terhadap penurunan pada pondasi pile raft, bagaimana pengaruh kekakuan raft terhadap penurunannya, bagaimana pengaruh jarak antar tiang terhadap penurunannya, bagaimana pengaruh jenis tanah agar sistem pile raft ini berfungsi, dan bagaimana pola keruntuhannya, sehingga nantinya didapatkan batasan-batasan yang menentukan sampai dimana sistem pile raft dapat berlaku. 1.2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah : Secara umum: Bagaimana mencari batasan agar pile raft berfungsi dalam segi daya dukung dan penurunan. Secara khusus: 1. Bagaimana pengaruh bantuan tiang terhadap penurunan pada pondasi pile raft agar sistem pile raft ini berfungsi. 6
2. Bagaimana pengaruh kekakuan raft terhadap penurunan pada pondasi pile raft agar sistem pile raft ini berfungsi. 3. Bagaimana pengaruh jarak antar tiang terhadap penurunan pondasi pile raft agar sistem pile raft ini berfungsi. 4. Bagaimana pengaruh jenis tanah agar sistem pile raft ini berfungsi. 1.3. Tujuan Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mendapatkan batasan agar pile raft berfungsi dalam segi daya dukung dan penurunan. 1.4. Batasan Masalah Cakupan penelitian ini dibatasi pada penggunaan data n-spt. 1. Penggunaan data tanah sekunder; 2. Data tanah adalah satu lapisan; 3. Friction pile yang dipakai adalah driven pile; 4. Friction pile yang dipakai hanya menerima beban vertikal saja; 5. Friction pile yang dipakai berbentuk bulat dengan diameter 50 cm; 6. Hanya menganalisa penempatan tiang yang simetris. 7
Halaman ini sengaja dikosongkan. 8