Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISS N KOMPETENSI BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL PEB DAN EKLAMSIA PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indikator derajat kesehatan masyarakat, tercermin dalam kondisi angka kematian,

SISTEM RUJUKAN BIDAN DENGAN KASUS PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RSU DR. SAIFUL ANWAR MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 359 kematian ibu per kelahiran hidup. AKI kembali. hidup pada tahun 2015 (Kemenkes, 2015:104).

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMPSIA BERAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. kematian. Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu,

Disusun oleh : Intiyaswati. membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein didalam urine

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Proses kehamilan, persalinan, nifas merupakan suatu proses fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. hidup, dan Singapura 6 per kelahiran hidup. 1 Berdasarkan SDKI. tetapi penurunan tersebut masih sangat lambat.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

PENELITIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TERHADAP HASIL LUARAN JANIN. Idawati*, Mugiati*

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih tinggi

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ARJAWINANGUN TAHUN 2015

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita, dimana kehamilan merupakan proses fertilisasi atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%) merupakan

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGISIAN PARTOGRAF PADA MAHASISWI TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. (Manuaba, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. per kelahiran hidup, AKI yang dicapai masih jauh dari target

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang muncul ditrimester kedua

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas dan aksebilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada 2007 sebesar 228 per kelahiran hidup. Kenyataan

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2014 menyebutkan bahwa Angka kematian ibu (AKI) sebesar per kelahiran hidup, dibanding tahun 2013 sebesar

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB I PENDAHULUAN Dari hasil survei yang telah dilakukan, AKI telah menunjukan

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. dhihitung dari hari perama haid terakhir. Masalah kematian ibu adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan dan persalinan merupakan proses normal, alamiah dan. sehat. Namun bila tidak dipantau secara intensif dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium

HUBUNGAN PARITAS DAN RIWAYAT SC DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN DI RSUD ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PREEKLAMPSI PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS BATURADEN I BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asuhan selama periode masa nifas perlu mendapat perhatian karena sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. mulai masa kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan penggunaan KB

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. normal. Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO tahun 2013, terdapat sekitar kasus kematian ibu

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 102/ kelahiran hidup (Visi Indonesia Sehat 2015). Penyebab tingginya angka

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN Di bawah MDGs, negara-negara berkomitmen untuk mengurangi angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan. Berdasarkan definisi ini kematian

HUBUNGAN USIA, GRAVIDA, DAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN PREEKLAMSIA DI RSUD WONOSARI TAHUN 2015

HUBUNGAN KEJADIAN PRE EKLAMSIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. kontrasepsi merupakan proses fisiologis dan berksinambungan. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMSIA PADA PRIMIGRAVIDA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD CILACAP PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)

Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2015 Angka. Kematian Ibu (AKI) di dunia khususnya bagian ASEAN yaitu 923 per

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. care yang kemudian diubah sedikit oleh WHO Expert Commitee on. apapun dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik

HUBUNGAN KEHAMILAN POSTTERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL MOELOEK

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu disebabkan karena abruptio plasenta, preeklampsia, dan eklampsia.

BAB l PENDAHULUAN. Angka Kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung antara minggu (hamil aterm) dan ini merupakan periode

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Aribul Maftuhah

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dikenal dengan Millennium Development Goals (MDG s) hingga tahun 2015 adalah dengan menurunkan ¾ risiko jumlah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dengan melihat indikator yang tercantum dalam Milenium

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Preeklampsia dan Eklampsia

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut hasil SDKI 2007 yang dikutip Wahdi (2007) Indonesia yaitu 307 per kelahiran hidup, menempatkan upaya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam program

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) ini adalah mengacu pada deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Yeni Yuniarti 2, Suesti 3 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

Transkripsi:

PENELITIAN KOMPETENSI BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL PEB DAN EKLAMSIA PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI Yeyen Putriana*, Risneni* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Penyebab kematian ibu akibat hamil, bersalin dan nifas, di Indonesia telah bergeser. 10 tahun sebelumnya didominasi oleh perdarahan, saat ini adalah akibat Pre eklamsia dan eklamsia. Bidan sebagai pemberi pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan lini pertama dalam memberikan pelayanan dasar kepada ibu diberikan kewenangan untuk melayani ibu dalam kondisi gawat darurat untuk kemudian di rujuk kerumah sakit yang lebih lengkap sarananya. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kompetensi bidan dalam penanganan awal PEB dan Eklamsia di Bidan Praktik Mandiri apakah sudah sesuai dengan standar Pelayanan Kebidanan. Penelitian ini adalah penelitian survey.populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan di kota Bandar Lampung yang melayanani praktik mandiri. Besar sampel ditentukan sebanyak 25 % dari total populasi yaitu sebanyak 42 orang, tehnik sampling yang digunakan adalah tehnik sampling proporsional. pengambilan data dengan kuesioner, analisis menggunakan univariat. Hasil penelitian ditemukan kompetensi bidan dalam kategori baik ada 9 orang (21%), kategori cukup 25 orang (60%), kategori kurang baik 8 orang (19%). Saran kepada Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung dan IBI untuk mengadakan pelatihan kegawatdarutan bagi bidan praktik mandiri. Kata Kunci: Kompetensi, PEB, Eklamsia LATAR BELAKANG Untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak telah menjadi prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Milenium Development Goal s 2015 di tetapkan. Angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara. AKI dan AKB juga mengindikasikan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial budaya serta hambatandalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan (BPS, 2012). Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, di tandai dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). (BPS, 2012) Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 didapatkan data angka kematian ibu(aki) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. (BPS, 2007). Mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka kematian ibu (AKI) tahun 2002 yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2012). Data AKI tersebut membuat Indonesia mulai optimis bahwa target MDGs untuk AKI tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dapat tercapai (BPS, 2012). Sehingga tidak ada lagi sebutan sebagai Negara yang memiliki AKI tertinggi dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia (62 per 100.000 kelahiran penduduk, Srilanka (58 per 100.000 kelahiran hidup), dan Philipina (230 per 100.000 kelahiran hidup) 9BPS, 2012). Optimisme tersebut menjadi kecemasan setelah melihat hasil SDKI 2012 bahwa AKI tercatat mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2012). Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian ibu, meskipun banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah AKI (BPS, 2012). Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim, yakni perdarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi dan infeksi (Manuaba, 1998). Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi [101]

faktor penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang yang merupakan faktor utama utama kematian ibu. Persentase tertingi kedua penyebab kematian ibu adalah eklamsia (24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol saat persalinan (Manuaba, 1998). Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007). Beberapa faktor penyebab dari PEB dan Eklamsia adalah; riwayat keluarga bila anggota keluarga ibu hamil ada yang mengidap penyakit ini risiko ibu hamil akan semakin besar, umur ; risiko PEB dan Eklamsia pada hamil usia muda lebih tinggi di bandingkan dengan wanita yang usianya lebih dari 40 tahun, banyaknya bayi yang dikandung; PEB dan Eklamsia sering terjadi pada wanita yang mengandung bayi kembar, kembar tiga atau kelipatannya, obesitas;apabila ibu hamil mengalami kegemukan maka risiko preeklamsia akan semakin meningkat, kurang vitamin D; beberapa bukti menunjukkan bahwa PEB dan Eklamsia akan timbul bila ibu hamil kekurangan vitamin D, memiliki kadar protein tinggi; ibu hamil yang memiliki kandungan protein tinggi dalam darah ataupun urine memiliki risiko lebih besar untuk mengidap PEB dan Eklamsia, pertumbuhan dan fungsi dari pembuluh darah akan terganggu oleh kandungan protein ini, mempunyai riwayat penyakit diabetes; ibu hamil yang menderita penyakit diabetes gestasional memiliki risiko lebih tinggi terkena preeklamsia pada kehamilannya. (Prawirohardjo, 2006) PEB dan Eklamsia ini timbul setelah 20 minggu usia kehamilan. Apabila tidak mendapatkan penanganan yang standar, akan dapat menimbulkan komplikasi bagi ibu dan janin seperti ; aliran darah ke plasenta berkurang akibatnya janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi. Untuk ibu akibat dari preeklamsi berat adalah perdarahan otak, payah jantung atau ginjal dan aspirasi cairan lambung atau edema paru. Pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian (Manuaba, 1998). Kurang sempurnanya pengawasan antenatal, ibu dengan dan PEB Eklamsia sering terlambat mendapatkan pengobatan yang tepat. (Prawirohardjo, 2006). Pada tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi kasus kematian ibu dengan penyebab kematian PEB dan eklamsia 59 kasus, perdarahan 40 kasus, infeksi 4 kasus dan sebab lain 71 kasus (Dinkes Provinsi Lampung, 2013). Data tersebut mengambarkan telah terjadi perubahan penyebab kematian ibu yang sebelumnya karena perdarahan akibat anemia dan KEK. Hal itu sesuai dengan data evaluasi kegiatan Ruang kebidanan, angka kejadian pre eklamsi berat di RSU Abdoel Moeloek Bandar Lampung mengalami peningkatan, berturut-turut dari tahun 2010 terdapat kematian ibu karena PEB dan Eklamsia sebanyak 37 kasus, pada tahun 2011 menurun 17 kasus, dan pada tahun 2012 meningkat lagi sebanyak 40 kasus kematian akibat PEBdan Eklamsi, pada tahun 2013 penyebab kematian ibu karena Peb dan Eklamsia yaitu sebesar 23 orang (9%) merupakan penyebab kematian terbesar diikuti dengan perdarahan yaitu sebesar 7%. Selain itu berdasarkan data pre survey diketahui bahwa sebagian besar pasien yang PEB dan Eklamsia yang dirujuk oleh bidan belum mendapatkan terapi yang sesuai standar sebelum dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan uraian di atas diagnosis dini dan penanganan standar dapat mengurangi angka kejadian dan menurunkan angka kesakitan ibu PEB dan Eklamsia, bidan praktik mandiri sebagai petugas pelayanan di lini pertama idealnya mampu mengenali secara dini serta memberikan pertolongan pertama yang sesuai standar pelayanan kebidanan kepada pasien PEB dan Eklamsia sebelum di rujuk ke rumah sakit dengan [102]

sarana yang lebih lengkap. Maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah kompetensi pelayanan bidan dalam penanganan awal pasien PEB dan Eklamsi sebelum dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasi Masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya kompetensi pelayanan bidan praktik mandiri dalam penanganan pasien PEB dan Eklamsia sebelum di rujuk ke rumah sakit. Penelitian ini adalah menganalisis kompetensi pelayanan bidan praktik mandiri dalam penanganan pasien PEB dan Eklamsia sebelum dirujuk ke rumah sakit. METODE Jenis penelitian ini merupakan analisis deskriptif dengan pendekatan metode survei yaitu setiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter/variabel subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini berarti obyek penelitian diamati dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005) Populasi dalam penelitian ini adalah bidan yang melaksanakan praktik mandiri di wilayah kota Bandar Lampung. Besar populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 168 bidan. Sedangkan sampel penelitian adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut. Besarnya sampel dalam penelitian ini sebesar 25 % dari 168 bidan yaitu sebanyak 42 orang bidan. Penelitian mengenai kompetensi bidan praktek mandiri dalam penanganan awal PEB dan Eklamsia sebelum dirujuk ke rumah sakit, dilakukan di tempat pelayanan bidan mandiri di wilayah kota Bandar Lampung pada bulan September sampai dengan bulan Oktober 2014, jumlah subyek penelitian 40 bidan yang seluruhnya membuka praktek pelayanan mandiri. Kuesioner diberikan kepada bidan yang telah dirandom sebagai sampel. Para responden diberikan kuesioner untuk menilai kompetensi dirinya dalam melaksanakan penanganan awal paisen PEB dan Eklamsi sebelum dirujuk ke rumah sakit. Pengolahan data dilakukan sebelum peneliti melakukan analisa data. Analisa data dilakukan dengan analisis univariat dan Bivariat. HASIL Karakteristik Responden Karakteristik subyek penelitian ini meliputi usia, pendidikan, lama praktik, jumlah asisten, pelatihan gawat darurat, jumlah rata-rata pasien PEB dan eklamsi dalam setahun disajikan pada Tabel 1. Tabel 1: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Karakteristik f % Usia reponden 20-40 tahun 0 41-60 tahun 41 98 >60 tahun 1 2 Lama praktik >10 tahun 13 30 11 20 tahun 27 67 >30 tahun 2 3 Pendidikan Bidan 1 2 D1 3 8 D3 Kebidanan 24 56 D4 Kebidanan 14 24 Jumlah asisten bidan Tidak ada 5 11 < 3 orang 23 54 > 3 orang 14 35 Pelatihan Gadar Belum pernah 16 40 Sudah pernah 26 60 Rata-rata PEB dan Eklamsi /tahun Belum pernah 2 5 Pernah 6 15 1-2 17 40 >3 17 40 Merujuk pasien PEB dan Eklamsia Ya selalu merujuk 42 100 Tidak merujuk 0 0 Analisis Univariat PEB dan Eklamsia Kompetensi bidan [103]

dalam penanganan PEB dan Eklamsia berdasarkan Standar Pelayanan Kebidanan sebagai berikut. Tabel 2: Rekapitulasi Kompetensi Bidan dalam Pengenalan Tanda, Gejala PEB dan Eklamsia Kompetensi Bidan f % Baik 9 21% Cukup 25 60% Kurang baik 8 19% Tidak baik 0 0 Jumlah 42 100 Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa sebagian besar responden kompetensinya berada dalam kategori cukup yaitu sebanyak 25 orang (60%). PEMBAHASAN PEB berdasarkan Standar Pelayanan Kebidanan adalah pengenalan gejala dan Tanda PEB, berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kompetensi responden sebagian besar 25 orang (60%) dalam kategori cukup. Temuan ini tidak sesuai dengan karakteristik responden yang menyatakan sudah 60% pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan. Sebagian besar responden sudah mengenal dan gejala PEB, yaitu sebesar 35 orang (83%). Temuan ini menunjukkan masih ada 7 responden yang harus di tingkatkan kompetensinya. Untuk kompetensi pengenalan gejala dan tanda eklamsia, berdasarkan hasil analisis data sebagian besar responden 38 orang (95%) telah mengetahui gejala dan tanda eklamsia, temuan ini menunjukkan masih ada 4 orang (5%) yang harus ditingkatkan kompetensinya. Untuk menemukan tanda dan gejala PEB dan Eklamsia harus diupayakan ANC secara teratur dan terarah, untuk menghindari tingginya AKI dan AKB karena PEB dan Eklamsia (Manuaba, 1998) awal PEB dan Eklamsia pemberian infus berdasarkan Standar Pelayanan Kebidanan darianalisis data dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan memilih memberikan infus Ringer Laktat, 26 orang (61%), sebagian lagi memilih selain Ringer Laktat. Sedangkan untuk penanganan kasus eklamsia, ditemukan bahwa ada 16orang (39%) yang memberikan infus RL, selebihnya tidak memilih infus RL. Temuan ini menunjukkan bahwa kompetensi responden masih rendah dan perlu ditingkatkan melalui pelatihan kegawatdaruratan maternal neonatal. Infus RL selain murah mudah di dapat, memiliki komposisi elektrolit dan konsentrasinya sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraselular.natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotic, klorida merupakan anion utama di plasma darah, kalium merupakan kation terpenting di intraselular dan berfungsi untuk konduksi syaraf dan otot. Pada pasien PEB dan eklamsia mengalami gangguan keseimbangan cairan elektrolit yang ditandai dengan adanya protein urin, untuk itu lebih disarankan untuk menggunakan cairan RL sebagai penanganan awal.(leksana, 2006) Kompetensi bidan dalam pemeriksaan protein urin, pemeriksaan protein urin merupakan pemeriksaan yang penting dalam menegakkan diagnose PEB dan Eklamsia untuk menyingkirkan kasus lain yang mungkin terjadi pada pasien kebidanan, terdapatnya proteinuria mengubah diagnosis hypertensi dalam kehamilan menjadi pre eklamsia (Saifudin AB, 2002). Berdasarkan hasil analisis data seluruh responden menyatakan memilih memeriksa protein urin sebagai tindakan penunjang yang dalam menegakkan diagnosa PEB dan eklamsia. awal PEB dan Eklamsia, Penanganan awal PEB dan Eklamsia yang tepat menentukan prognosis pasien tersebut, berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa sebagian besar responden 36 orang (86%) memilih pernyataan pemberian Magnesium sulfat, infus dan merujuk ke rumah sakit. Hal ini menunjukkan perlu pelatihan yang sesuai bagi yang sudah [104]

pernah maupun yang belum pernah, karena pelatihan dan penyegaran yang berulang akan lebih meningkatkan kompetensi bidan. Pemberian obat anti kejang Magnesium sulfat mengenai dosis dan cara pemberiannya. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memberikan Magnesium sufat untuk pasien PEB 17 orang (40%) sesuai standar. Untuk pasien eklamsia sebanyak 25 orang (60%) yang memilih cara dan pemberian secara standar. Magnesium sulfat terbukti secara klinis mampu menurunkan angka kematian ibu akibat PEB dan eklamsi, dan juga mampu menurunkan insiden kejang berulang pada pasien eklamsia (Manuaba, 1998). Untuk dosis awal diberikan secara intravena agar obat dapat bekerja cepat untuk mencegah infark cerebral dan perdarahan. (Lukas, 1995) Pemberian obat antihypertensi sesuai standar untuk penanganan awal PEB dan Eklamsia.Kompetensi responden dalam pemberian obat antihypertensi berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa sebagian besar 40 orang (99%) responden belum memahami obat hypertensi yang efektif untuk pasien PEB, sedangkan untuk pasien eklamsia hampir seluruh responden 41 orang (99%) mengetahui obat untuk antihypertensi. Obat hypertensi yang efektif untuk PEB adalah metildopa, karena efeksamping yang minimal terhadap ginjal janin (Manuaba, 1998). Sedangkan pada kasus eklamsia obat antihypertensi adalah nifedipin diberikan secara sublingual untuk mendapatkan efek vasodilatasi secara cepat dan mengurangi efek kerusakan hepar akibat syndrome HELLP (Manuaba 1998). Syarat-syarat pemberian anti kejang Magnesium sulfat, kompetensi responden dalam syarat syarat pemberian obat anti kejang Magnesiumsulfat. Berdasarkan hasil analisis data, dapat dilihat bahwa sebagian besar 38 orang (91%), telah mengetahui syarat- syarat pemberian obat anti kejang Magnesium sulfat. Magnesium sulfat tidak dapat diberikan bila syaratsyarat tersebut diatas tidak terpenuhi karena magnesium sulfat menyebabkan gagal nafas dan gagal ginjal (Saifudin BA, 2002). Dosis oksigen yang diberikan selama proses rujukan, kompetensi responden dalam dosis pemberian oksigen sesuai standar, berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa ada 10 orang responden (24%) yang mengetahui dosis oksigen sesuai standar. Pasien PEB dan eklamsia mengalami iskemik uteroplasenter mengakibatkan ketidakseimbangan antara masa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang, hipoferfusi darah sirkulasi yang berkurang, hipoperfusi uterus menjadi ransangan produksi renin di utero plasenta mengakibatkan vasokonstriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi (Manuaba, 1998). Oleh karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenta ini, terjadi penurunan suplay darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke janin.diberikan oksigen tambahan untuk mencegah defek yang lebih berat pada janin (Manuaba, 1998). Posisi miring kiri selama proses rujukan, kompetensi responden dalam pengarahan posisi pasien selama proses rujukan, berdasarkan hasil analisis data di ketahui bahwa sebagian besar responden 29 orang (70%) telah memahami guna posisi miring bagi pasien PEB dan Eklamsia. Posisi miring pada pasien PEB bermanfaat untuk meningkatkan aliran balik vena, curah jantung dan perfusi ginjal/plasenta.pada pasien eklamsia, posisi miring dapat mencegah terjadi aspirasi cairan ke paru-paru akibat kejang (Saifudin BA, 2002). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian, maka peneliti menyimpulkan Kompetensi bidan dalam penanganan awal PEB dan Eklamsia pada pelayanan praktik mandiri sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 25 orang (60%). Selanjutnya berdasarkan [105]

kesimpulan penulis menyarankan kepada Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung dan IBI untuk mengadakan pelatihan kegawatdarutan bagi bidan praktik mandiri. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2012. Survey Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta:BPS. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2013, Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Leksana E.SIRS. 2006. Sepsis, Keseimbangan Asam-basa, Syok dan Terapi Cairan, Semarang. Manuaba I.B.G. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC. Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifudin BA, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. [106]