PERATURAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 812/MENKES/PER/VII/2010 TENT ANG

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Lamongan, Penyusun

REGULASI UNIT HEMODIALISIS DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 003/MENKES/PER/I/2010 TENTANG SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

GUBERNUR SUMATERA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negar

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENYELENGGARAAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS PERLINDUNGAN HUKUM

SIMPOSIUM DIALISIS 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERSETUJUAN ALIH ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN/KEDOKTERAN GIGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT KELAS C DAN D

7. Peraturan Pemerintah...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan.

SIMPOSIUM DIALISIS 2015

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN ASISTEN TENAGA KESEHATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 364/MENKES/SK/III/2003 TENTANG LABORATORIUM KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1173/MENKES/PER/X/2004 TENTANG RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR1438/MENKES/PER/IX/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PRAKTEK TENAGA MEDIS DAN TENAGA KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 92 Tahun 2016 Seri E Nomor 44 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG KLINIK

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG KERANGKA KERJA MUTU PELAYANAN KESEHATAN WALIKOTA YOGYAKARTA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK

Nomor 9 Tahun 2015; 5. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan; 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 Tentang

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

TATA KELOLA PELAYANAN DI RUANG HEMODIALISA. Ispriyatiningsih, S.Kep., Ns IPDI Yogyakarta

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/MENKES/PER/I/2010 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTER! KESEHATAN NOMOR 812/MENKES/PER/VII/2010 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN DIALISIS PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendekatkan akses dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, perlu membuka kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta aktif dalam pembangunan kesehatan diantaranya melalui penyelenggaraan pelayanan dialisis; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu mengatur Penyelenggaran Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Peraturan Menteri Kesehatan; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 N omor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 1

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 5. Keputusan Menteri 1333/Menkes/SK/XII/ 1999 Pelayanan Rumah Sakit; Kesehatan ten tang Nomor Standar 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/Xl/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 439 / Menkes /Per/VI/ 2009; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran/Kedokteran Gigi; 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 /Menkes/SK/II/2008 ten tang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; 10. P~raturan Menteri Kesehatan Nomor 2,90 / Menkes/Per /III/2008 ten tang Persetujuan T:indakan Kedokteran; Menetapkan I MEMUTUSKAN: PERA TORAN MENTER! KESEHA TAN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN DIALISIS PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Dialisis adalah tindakan medis pem berian pelayanan terapi pengganti fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya mempertahankan kualitas hidup yang optimal yang terdiri dari dialisis peritoneal dan hemodialisis. 2

REPUBLIK INOONESIA 2. Dialisis Peritoneal adalah salah satu terapi pengganti fungsi ginjal yang mempergunakan peritoneum pasien yang bersangkutan sebagai membran semipermeabel antara lain Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Ambulatory Peritoneal Dialysis (APD). 3. Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan, elektrolit tubuh. 4. Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih ber upa abnormalitas struktural atau fungsional ginjal dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urin serta ada atau tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan; atau suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih berupa Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang kurang dari 60mL/menit/ 1,73 m lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. 5. Dialisis Krenik adalah dialisis atau terapi yang dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronik sebagai pengobatan pengganti ginjal. 6. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun] rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah dan/ a tau masyarakat. 7. Fasilitas pelayanan dialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan dialisis, baik di dalam maupun di luar rumah sakit. 8. Unit Pelayanan dialisis adalah fasilitas pelayanan dialisis di rumah sakit. 9. Klinik Dialisis adalah faslitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan dialisis kronik di luar rumah sakit secara rawat jalan dan mempunyai kerja sama dengan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan dialisis se bagai sarana pelayanan kesehatan rujukarmya. 10. Perawat mahir adalah perawat yang memiliki sertifikat pelatihan hemodialisis di pusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh organisasi pnofesi. 11. Organisasi profesi adalah Perhimpunan Nefrologi Indonesia, yang selanjutnya disebut PERNEFRI. 11. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan. 3

BAB II PENYELENGGARAAN PELAYANAN HEMODIALISIS Bagian Kesatu Umum Pasal 2 (1) Penyelenggaraan pelayanan hemodialisis hanya dapat dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan dialisis harus memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bagian Kedua Persyaratan Penyelenggaraan Pasal 3 Pelayanan Hemodialisis ( 1) Setiap penyelenggaraan pelayanan hemodialisis harus memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sarana dan prasarana, peralatan, serta ketenagaan. Pasal 4 (1) Persyaratan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi : a. ruang peralatan mesin hemodialisis untuk kapasitas 4 (empat) mesin hemodialisis; b. ruang pemeriksaan dokter /konsultasi; c. ruang tindakan; d. ruang perawatan, ruang sterilisasi, ruang penyimpanan obat dan ruang penunjang medik; e. ruang administrasi dan ruang tunggu pasien; dan f. ruangan lainnya sesuai kebutuhan. (2) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi : a. 4 (empat) mesin hemodialisis siap pakai; b. peralatan medik standar sesuai kebutuhan; c. peralatan reuse dialiser manual atau otomatik; d. peralatan sterilisasi alat medis; e. peralatan pengolahan air untuk dialisis yang memenuhi standar; dan f. kelengkapan peralatan lain sesuai kebutuhan. 4

(3) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi: a. Seorang Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH) sebagai Supervisor Unit Dialisis yang bertugas membina, mengawasi, dan bertanggung jawab dalam kualitas pelayanan Dialisis suatu unit dialisis yang menjadi afiliasinya. b. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Sp.PD KGH) yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang terlatih bersertifikat pelatihan hemodialisis yang dikeluarkan oleh organisasi profesi, sebagai penanggung jawab; c. Perawat mahir hemodialisis minimal se ban yak 3 orang perawat untuk 4 mesin hemodialisis dari organisasi profesi; d. Teknisi elektromedik dengan pelatihan khusus mesin dialisis; dan e. Tenaga administrasi serta tenaga lainnya sesuai kebutuhan. (4) Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan dokter yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan pemberi pelayanan dialisis. (5) Dalam hal tidak ada tenaga Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH) yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan pemberi pelayanan dialisis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dapat menunjuk Konsultan Ginjal.Hipertensi (KGH) dari fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai pembina mutu. (6) Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertugas untuk melatih Dokter Spesialis Penyakit Dalam pada fasilitas pelayanan kesehatan yang men unjuknya. Pasal 5 Setiap fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan dialisis wajib memiliki sistem pengelolaan limbah yang baik. Pasal 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis sarana dan prasarana, peralatan, dan ketenagaan serta pengelolaan limbah dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. 5

MENTER! REPUBUK KESEHATAN INDONESIA BAB III PERIZINAN PENYELENGGARAAN PELAY ANAN HEMODIALISIS Bagian Kesatu Penyelenggaraan Klinik Pelayanan Hemodialisis Pasal 7 (1) Izin penyelenggaraan klinik dialisis diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan yang berlaku. (3) Izin penyelenggaraan klinik pelayanan hemodialisis harus disertai dengan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan organisasi profesi sebagai kelayakan fasilitas pelayanan dialisis. Bagian Kedua Penyelenggaraan Unit Pelayanan Hemodialisis Pasal 8 (1) Izin penyelenggaraan unit pelayanan dialisis melekat dan menjadi bagian dari izin penyelenggaraan Rumah Saki t. (2) Penyelenggaraan unit pelayanan dialisis di Rumah Sakit yang merupakan pengembangan pelayanan setelah beroperasinya rumah sakit harus terlebih dahulu mendapat izin Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan. Pelayanan Bagian Ketiga Hemodialisis Pasal 9 (1) Pelayanan dialisis hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) yang telah memiliki izin praktik sesuai kompetensi yang dimiliki. (2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan standar profesi, standar operasional prosedur yang ditetapkan dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan pasien. 6

REPUBUK INDONESIA Pasal 10 ( 1) Setiap pelaksanaan pelayanan dialisis harus mendapat persetujuan pasien. (2) Pelaksanaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan dialisis harus melakukan pencatatan dalam rekam medis. (2) Ketentuan pencatatan dalam rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penzman penyelenggaraan klinik hemodialisis dan unit pelayanan dialisis dan keselamatan pasien dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. BAB IV PELAYANAN DIALISIS PERITONEAL Pasal 13 (1) Pelayanan dialisis peritoneal hanya clapat dilakukan pada pasien dengan diagnosis penyakit ginjal kronik tahap 5 (lima) dan mampu melaksanakan dialisis peritoneal secara mandiri. (2) Pelaksanaan dialisis peritoneal secara mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasien setelah mendapat persetujuan dokter dan didahului dengan informed consent. (3) Pasien sebagaimana dimaksud pelatihan intensif mengenai komplikasinya. pada ayat (1) harus telah mengikuti prosedur dialisis peritoneal dan Pasal 14 ( 1) Pemasangan dan pelepasan kateter tenckhoff hanya dapat dilakukan di unit pelayanan dialisis rumah sakit oleh Dokter Spesialis Bedah, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Sp.PD KGH) yang terlatih, atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam terlatih. (2) Dialisis peritoneal dapat dilakukan dengan manual atau dengan bantuan alat (mesin khusus dialisis peritoneal). 7

Pasal 15 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan dialisis peritoneal wajib melakukan kunjungan rumah untuk pasien dialisis peritoneal dalam rangka edukasi dan pemantauan. (2) Dalam hal terjadi penemuan komplikasi pada pasien dialisis peritoneal pada saat kunjungan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan yang bertugas harus segera merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan pasien dialisis peritoneal dan pelaksanaan dialisis peritoneal dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. BABV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 17 (1) Setiap penanggung jawab klinik dialisis harus melakukan pelaporan atas pelayanan dialisis yang diselenggarakannya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 1 (satu) tahun. (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jumlah pasien, jenis penyakit dan pelayanan dialisis yang diberikan serta juirrilah rujukan yang dilakukan. Pasal 18 (1) Setiap pasien dialisis peritoneal harus membuat catatan terapi yang dijalaninya meliputi jumlah cairan masuk dan keluar, masalah yang terjadi dalam prosedur yang dijalaninya, kejernihan cairan yang keluar, kelainan pada dialisat dan tanda-tanda infeksi. (2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperlihatkan pada Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Sp.PD KGH) atau dokter yang merawatnya pada setiap konsultasi. 8

ij 11 MENTERIKESEHATAN BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 (1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-rnasing. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diarahkan un tuk: a. melindungi pasien dalam penyelenggaraan pelayanan dialisis yang dilakukan tenaga kesehatan; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan dialisis sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran; dan c. memberikan kepastian hukum bagi pasien dan tenaga kesehatan. Pasal 20 (1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap fasilitas pelayanan dialisis dan tenaga kesehatan. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan surat izin praktik; dan/ a tau d. izin penyelenggaraan fasilitas pelayanan dialisis. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, fasilitas pelayanan kesehatan yang telah memperoleh izin penyelenggaraan pelayanan dialisis dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya. (2) Penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan ini dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu 1 {satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan ini. 9

REPUBLIK INOONESIA BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2010 10