BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi penduduk sebesar jiwa pada data

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu jenis penyakit yang belum diketahui secara pasti faktor penyebab ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. dari panca indera lain. Dengan demikian, dapat dipahami bila seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Olahraga merupakan suatu kegiatan yang melibatkan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut berdampak pada rendahnya angka partisipasi pendidikan (APK)

BAB I PENDAHULUAN. Namun, terkadang terdapat keadaan yang membuat manusia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit tertua di dunia yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peran dalam kehidupannya, seperti menjadi suami atau istri bagi

BAB I PENDAHULUAN. Francisca, Miss Indonesia 2005 menganggap pendidikan adalah hal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ilmu yang saat ini berkembang dengan pesat, baik secara teoritis

BAB I PENDAHULUAN. pula dengan individu saat memasuki masa dewasa dini. Menurut Harlock (1980),

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kedua subyek sama-sama menunjukkan kemampuan problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dengan pengaruh perubahan perilaku yang tidak disadari. Pola

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang tidak dapat mereka atasi. Masalah yang sering membuat

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dilihat berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dapat berubah melalui pendidikan baik melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, tapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan perempuan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Juga

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN jiwa, yang terdiri dari tuna netra jiwa, tuna daksa

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami istri, dengan harapan anak mereka akan menjadi anak yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. dibangun oleh suami dan istri. Ketika anak lahir ada perasaan senang, bahagia

BAB I PENDAHULUAN. memerhatikan kesehatannya, padahal kesehatan itu penting dan. memengaruhi seseorang untuk dapat menjalani kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas individual

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit pemerintah, fungsi sosial inilah yang paling menonjol. Menurut WHO,

BAB I PENDAHULUAN. memasuki suatu era yang cukup memprihatinkan, khususnya bidang pendidikan. Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang tidak mencerminkan kehidupan keluarga yang utuh dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. Ketika dua orang memasuki perkawinan, mereka mengikat komitmen untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah individu yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman, tidak dapat dimungkiri bahwa jumlah

Abstrak. Kata Kunci : Resiliensi, Faktor-faktor Proteksi, Keluarga, Komunitas. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I. Sehat adalah anugerah Tuhan yang tidak ternilai harganya dan tetap dalam

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan akhir kehidupan. Dalam proses tersebut, manusia akan mengalami tahap

BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua berharap dapat melahirkan anak dengan selamat dan

BAB I PENDAHULUAN. hatinya lahir dalam keadaan yang sehat, dari segi fisik maupun secara psikis atau

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya manusia akan tertarik baik secara fisik maupun psikis pada

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan tingkat persaingan

Menurut data National Fire Protection Association (NFPA) di U.S Tahun

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resiliensi yang berdasarkan (Benard, Bonnie 2004) dalam buku Resiliency : What

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan makanan bayi yang terkontaminasi oleh bakteri sampai penyakitpenyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. di kota-kota lain di Indonesia. Tidak memandang dari status sosial mana individu

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gadis Novianita,2013

BAB I PENDAHULUAN. kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah pun semakin kompleks, mulai

BAB I. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit sehingga membuat. banyak orang merasa cemas. Salah satu jenis penyakit tersebut adalah

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan (Stress) merupakan suatu tanggapan adaptif, diperantarai oleh

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan keberhasilan itulah, individu berharap memiliki masa depan cerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan, keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Semua ini bisa

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

Social competence. Ps tinggi. W tinggi. Kyi tinggi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Keselamatan dan kesehatan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Masyarakat berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar

BAB I PENDAHULUAN. tidak berfungsi dan dapat menyebabkan kematian. Menurut Organisasi Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bukunya Resiliency : What We Have Learned. Teori ini digunakan karena sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia maka gerak-gerik, tingkah

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

BAB I PENDAHULUAN. optimal apabila besar bersama keluarga. Intinya dalam keluarga yang harmonis,

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu hal atau peristiwa yang baru saja atau sedang terjadi. Orang tersebut

BAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

HUBUNGAN PROTECTIVE FACTORS, BASIC NEEDS, DAN DERAJAT RESILIENSI PADA WARAKAWURI DI KOTA BANDUNG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah sebuah provinsi di Republik Indonesia dengan populasi penduduk sebesar 10. 187. 595 jiwa pada data tahun 2011, (dki.kependudukancapil.go.id, 2014). DKI Jakarta adalah sebuah kota yang memiliki struktur kota yang beragam dan serta tidak merata. Struktur kota di DKI Jakarta meliputi bangunan-bangunan tinggi, bangunan bertingkat, perumahan dan pemukiman padat. Dengan banyaknya pemukiman padat, DKI Jakarta merupakan kota yang memiliki intensitas ancaman kebakaran yang tinggi (www.uph.edu, 2009). Berdasarkan sebuah artikel, data statistik kebakaran di Jakarta pada 2011 hingga tahun 2012 meningkat cukup drastis. Dari awal tahun 2011 hingga 13 Oktober 2011, terlihat bahwa DKI Jakarta total mengalami kasus kebakaran sebanyak 779 kasus (m.news.viva.co.id, 2011). Data terkini per 27 Desember 2012, dilaporkan telah terjadi kebakaran sebanyak 1.008 kasus (kompas.com, 2012). Hal ini menunjukkan peningkatan kasus kebakaran yang signifikan dari tahun 2011 hingga 2012. Penyebab kebakaran adalah multifaktor, antara lain disebabkan oleh arus pendek listrik, LPG meledak, rokok dan juga oleh berbagai faktor lain seperti kebakaran kendaraan dan sebagainya. 1

2 Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak terduga serta dapat menimbulkan berbagai macam kerugian baik secara material, fisik maupun psikologis. Secara material, seseorang dapat mengalami kehilangan tempat tinggal, pekerjaan dan harta benda; Secara fisik, kebakaran dapat menyebabkan luka dikarenakan terkena kobaran api, menghirup terlalu banyak asap yang menyebabkan gangguan pernafasan, dan risiko yang terbesar adalah kematian. Secara psikologis, kebakaran dapat meninggalkan suatu pengalaman buruk yang membekas dalam jiwa serta dampaknya antara lain menyebabkan trauma dan depresi yang mendalam, yang terkadang dalam usaha penyembuhan pasca kebakaran pun masih sulit dilakukan intervensi untuk memperbaiki keyakinan, persepsi dan berbagai hal yang terkait dengan kebakaran tersebut (Fatturochman, 2009:1). Ancaman bencana kebakaran yang tinggi menyebabkan diperlukannya suatu dinas yang secara khusus menangani kasus-kasus kebakaran di DKI Jakarta. Instansi telah memiliki kompetensi untuk menangani permasalahanpermasalahan tersebut adalah Dinas X DKI Jakarta. Sejarah pembentukan dinas X diawali pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang pada tahun 1879 membentuk satu brigade khusus untuk mengatasi ancaman kebakaran. Pada awal kemunculannya, dinas ini disebut dengan Brandweer Batavia, yang merupakan respon setelah terjadinya kebakaran besar di kampung Kramat- Kwitang yang tidak teratasi oleh petugas pemerintah pada saat itu. Selama masa baktinya sepanjang 103 tahun, Dinas X telah mengalami banyak transformasi baik secara struktural, nama, serta tugas-tugas yang dibebankan.

3 Dinas X berada langsung di bawah arahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Profil Damkar DKI, 2012). Tugas-tugas utama dari dinas pemadam kebakaran secara organisasi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 9 tahun 2002, tentang Tata Kerja dan Struktur Organisasi Dinas X DKI Jakarta, mempunyai tugas pokok; pertama, pencegahan kebakaran; kedua adalah pemadaman kebakaran; serta ketiga adalah penyelamatan jiwa dari ancaman kebakaran dan bencana lain (jakartafire.net, 2013). Secara lebih mendetail, tugas-tugas tersebut adalah penanganan terhadap bencana kebakaran (baik gedung, maupun daerah perkampungan padat), banjir, bangunan runtuh, tumpahan bahan-bahan berbahaya, kecelakaan transportasi, dan lain sebagainya (kebakaran.jakarta.go.id, 2011). Melalui pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan, petugas pemadam kebakaran dipersiapkan secara teknik dalam melakukan tugas pemadaman dan penyelamatan. Namun, lewat hasil wawancara dengan beberapa petugas didapatkan data bahwa para petugas kurang dipersiapkan secara psikologis dalam menghadapi berbagai macam bencana yang akan dihadapi selama masa kerjanya ke depan. Lingkungan kerja yang penuh dengan tekanan membuat pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran dikategorikan sebagai salah satu pekerjaan yang berbahaya (www.apa.org, 2013). Tuntutan pekerjaan membuat seorang pemadam kebakaran harus berhadapan dengan berbagai situasi yang adverse dan menekan yang disebabkan oleh pekerjaan yang membutuhkan

4 kecepatan dan rawan bahaya. Kondisi-kondisi yang harus dihadapi petugas pemadam kebakaran memiliki berbagai ancaman baik secara fisik maupun psikologis. Oleh Benard (2004:7) kondisi ini disebut sebagai adversity. Lewat observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada dua orang petugas, tekanan pekerjaan sudah muncul sejak petugas harus berangkat untuk merespon panggilan darurat. Tugas pemadaman dengan panggilan yang tidak terduga mewajibkan seorang petugas harus selalu siap sedia dalam shift kerja selama 1 x 24 jam dan 3 jam saat giliran cadangan. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti dan wawancara, situasi berbahaya sudah harus dihadapi saat petugas keluar dengan kendaraan dari dinas, karena kendaraan harus melaju dengan kecepatan tinggi dan tidak jarang harus menembus kondisi lalu lintas yang padat sehingga berpotensi untuk menyebabkan kecelakaan. Tekanan lain disebabkan oleh kondisi berbahaya lainnya yang harus dihadapi di tempat kejadian yaitu lingkungan yang berasap dan terbakar, bangunan runtuh, masuk ke dalam sumur, memasuki kawasan rawan sengatan listrik ataupun terekspos secara langsung dengan substansi atau barang-barang berbahaya. Dalam wawancara dengan tiga orang petugas pemadam kebakaran, para petugas mengatakan bahwa dalam jangka panjang petugas memiliki tiga risiko besar terhadap kondisi fisik. Pertama, risiko pada sistem pernafasan karena sering menghirup asap; kedua, berdampak pada risiko penglihatan yang menyebabkan penyakit katarak. Risiko ketiga yang harus dihadapi oleh petugas pemadam kebakaran adalah kematian karena kecelakaan kerja.

5 Risiko-risiko tersebut dapat berdampak secara psikologis pada petugas pemadam kebakaran, antara lain adalah petugas pemadam kebakaran menjadi terhambat dalam menyelesaikan tugas dan menderita kelelahan emosional. Pemandangan-pemandangan stressful yang dialami secara berulang-ulang ditengarai menyebabkan risiko gangguan koneksi diri ke dalam lingkungan, gejala PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan stres traumatis. (Wagner, Figley. 1998, 2009;1-2). Selain itu, kekurangan informasi, manajemen yang buruk juga berkontribusi secara negatif pada keadaan psikologis petugas pemadam kebakaran (Durkin & Bekerian 2000;10-11). Lewat wawancara dengan lima orang petugas pemadam kebakaran, peneliti mendapatkan fenomena yang relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wagner dan Figley. Dalam penugasan, seorang pemadam kebakaran harus mengangkat mayat, melihat rekan kerja yang terluka maupun tewas, melihat kehancuran akibat kebakaran dan sebagainya. Warga yang panik dan mengamuk juga dianggap sebagai sumber tekanan yang besar bagi petugas. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan perasaan ngeri, penyesalan dan bayangan tidak mengenakkan yang muncul secara terus menerus di dalam benak petugas. Perasaan-perasaan takut, penyesalan dan bayangan tidak mengenakkan secara tidak langsung memberikan kontribusi negatif ke dalam pelaksanaan tugas terutama dalam efektivitas kerja pemadaman. Berdasarkan wawancara dengan seorang kepala regu dan seorang anggotanya, mereka menyatakan adanya perubahan perilaku pada beberapa anak buah maupun teman sejawat

6 pasca terjadinya sebuah kecelakaan kerja fatal yang berakibat kematian kepada seorang petugas di tahun 2009 silam. Kejadian tersebut menyebabkan beberapa petugas yang menjadi saksi dalam kejadian tersebut lebih memilih untuk mundur dan membantu di unit kendaraan saja daripada maju untuk memadamkan api dalam kasus-kasus kebakaran selanjutnya. Perilaku tersebut dimaknakan oleh petugas pemadam kebakaran sebagai nyali yang ciut disebabkan oleh memori buruk mengenai kecelakaan kerja tersebut. Medan kerja petugas pemadam kebakaran yang berbahaya, dinamis, dan berisiko tinggi rawan memunculkan pengalaman yang traumatis, sehingga membuat seorang petugas pemadam kebakaran membutuhkan kualitas kekuatan di dalam dirinya sendiri supaya tetap mampu berfungsi dengan optimal. Kualitas kekuatan diri ini disebut resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri secara positif dan mampu berfungsi baik di tengah situasi yang menekan, memiliki banyak halangan serta rintangan (Benard, 2004:13). Menurut Benard, resiliensi dapat ditampilkan dalam empat aspek, yaitu social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose (Benard, 2004:13). Social competence adalah kemampuan petugas pemadam kebakaran dalam mendapatkan dan menanggapi orang lain secara positif. Problem solving adalah kemampuan petugas pemadam kebakaran untuk menyelesaikan masalah yang datang dan beradaptasi pada lingkungan sekitarnya walaupun menekan. Autonomy adalah kemampuan petugas pemadam kebakaran untuk mandiri dan merasa dirinya mampu mengontrol keadaan lingkungannya.

7 Aspek yang terakhir adalah sense of purpose and bright future adalah kemampuan seorang petugas pemadam kebakaran untuk tetap merasa berarti dan dihargai oleh lingkungan sekitarnya baik keluarga maupun rekan-rekan dalam lingkungan petugas pemadam kebakaran. Adapun faktor-faktor yang ada di lingkungan petugas yang bisa melindungi petugas pemadam kebakaran dari risk sehingga dapat memperkuat resiliensi ialah protective factors atau faktor proteksi. Bonnie Benard (2004:44-46) mengemukakan bahwa terdapat tiga kategori faktor proteksi yaitu caring relationships, high expectations dan opportunities for participation and contribution yang muncul pada keluarga dan komunitas. Dari survei awal yang dilakukan terhadap sepuluh orang pemadam kebakaran diperoleh data bahwa sebanyak 50% (lima orang) petugas menghayati bahwa mereka mendapatkan dukungan dari keluarga, temanteman lingkungan pemadam kebakaran serta mendapatkan alat perlindungan diri yang memadai. Hal ini dihayati dari keluarga yang memberikan dukungan berupa menyiapkan makanan, mengucapkan doa terlebih dahulu sebelum mereka berangkat bertugas dan mengingatkan sang petugas untuk berhati-hati (caring relationship/ kasih sayang). Mereka juga mendapatkan kepercayaan dari keluarga dan lingkungan pemadam kebakaran dalam melaksanakan kegiatan pemadaman (high expectation/ harapan yang tinggi). Para pemadam kebakaran juga diberikan kesempatan oleh keluarga dan lingkungan kantor pemadam kebakaran untuk berlatih serta belajar di bangku perguruan tinggi (opportunities to contribution and participate/ pemberian kesempatan untuk

8 berkontribusi). Para petugas menghayati dukungann dari lingkungan, memiliki gambaran resiliensi sebagai berikut : para petugas ini menghayati relasi yang baik dengan keluarga, teman-teman dan lingkungan sekitarnya (social competence). Mereka juga mampu menyelesaikan sendiri berbagai masalah baik dalam situasi kerja dan pribadi (problem solving). Mereka juga yakin dengan kemampuan dirinya sendiri dalam menghadapi masalah (autonomy) dan merasa memiliki arti serta menghayati keberadaan dirinya dihargai oleh lingkungan sekitarnya (sense of purpose and bright future). Sementara itu, sebanyak tiga orang petugas pemadam kebakaran (30%), menghayati bahwa mereka mendapatkan kasih sayang dari keluarga, lingkungan pemadam kebakaran dan merasa yakin dengan Alat Perlindungan Pribadi yang dikenakannya. Hal ini dihayati dari dukungan keluarga yang mengingatkan untuk selalu berhati-hati, ditanyakan kabarnya oleh rekan kerja bila tidak dikarenakan sakit dan berbagai hal lainnya (kasih sayang). Kepercayaan juga diberikan sepenuhnya untuk bekerja sebagai sumber nafkah keluarga (harapan yang tinggi). Kesempatan juga dihayati selalu disediakan oleh lingkungan kantor pemadam untuk berkuliah dan untuk berlatih pada waktu bebas tugas (pemberian kesempatan untuk berkontribusi). Gambaran dari para petugas yang menghayati dukungan dari lingkungan memiliki gambaran resiliensi sebagai berikut : petugas pemadam kebakaran yang pertama (10%) kurang bisa berinteraksi baik dengan orang lain. Hal ini ditunjukkan pada saat menghadapi warga yang dianggap menghambat penugasan dengan cara marah (social competence). Petugas ini

9 juga lebih memilih untuk menyelesaikan permasalahan dengan meminta tolong kepada orang lain terlebih dahulu (problem solving). Namun, di sisi lain petugas ini merasa yakin dengan kemampuannya sendiri (autonomy) dan merasa memiliki arti di dalam lingkungan baik keluarga maupun di antara para pemadam kebakaran lainnya (sense of purpose and bright future). Seorang petugas yang lain (10%) menghayati bahwa dirinya bisa berinteraksi baik dengan siapa saja (social competence). Petugas ini juga menghayati bahwa dirinya dihargai oleh keluarga, rekan sejawat dan lingkungan (sense of purpose). Namun, petugas ini memilih untuk membicarakan permasalahnnya dengan orang lain seperti keluarga untuk mencari solusi (problem solving). Petugas ini terkadang tidak sepenuhnya yakin dengan kemampuan dirinya sendiri dalam menghadapi situasi menghambat dan menyatakan keyakinan dirinya sebagai fifty-fifty atau tidak sepenuhnya yakin pada kemampuannya sendiri (autonomy). Petugas ketiga (10%) menyatakan bahwa dirinya menghayati interaksi yang baik namun tergantung dengan rasa cocok atau tidak dengan orang yang diajak berinteraksi dengannya (social competence). Pada saat tugas pemadaman, petugas ini terkadang mengekspresikan rasa kesalnya dengan terlibat dalam adu mulut dengan warga. Petugas ini memilih untuk berdiskusi terlebih dahulu dalam menyelesaikan suatu permasalahan (problem solving) Petugas ini terkadang juga kurang yakin dengan kemampuan dirinya dalam situasi-situasi yang menekan di dalam tugas pemadaman (autonomy). Petugas

10 ini merasakan penghargaan dan memiliki arti di antara rekan-rekan sekerja dan keluarganya (sense of purpose). Sebanyak dua orang (20%), menghayati bahwa dirinya mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman sejawat di dalam lingkungan kerja pemadam kebakaran serta merasa yakin dengan menggunakan Alat Perlindungan Pribadi untuk menjamin keselamatannya dalam bekerja. Dukungan yang dirasakan dihayati dengan keluarga yang mengingatkan untuk waspada serta mendoakan dirinya sebelum berangkat bertugas (kasih sayang). Sementara itu, dukungan dari teman-teman dirasakan dalam bentuk pendekatan dari anak buah kepada dirinya sebagai seorang kepala regu Harapan dan kepercayaan juga diberikan dalam bentuk harapan untuk menjadi lebih baik di dalam tempat kerja (kenaikan jabatan), pulang dalam keadaan selamat (harapan yang tinggi). Kesempatan dihayati dengan kesempatan untuk mencari pekerjaan sampingan untuk menambah nafkah (pemberian kesempatan). Para petugas yang menghayati dukungan dari lingkungannya memiliki Gambaran resiliensi sebagai berikut yaitu mereka kurang mampu berelasi secara positif seperti beradu mulut dengan warga yang ribut ataupun terpancing emosi dan siap bertengkar dengan warga yang dianggap menghambat kinerja (social competence). Selain itu mereka terkadang merasa kurang mampu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya dengan terlebih dahulu mencari bantuan orang lain atau hanya mendiamkan masalah tersebut dan percaya bahwa masalah tersebut akan selesai dengan sendirinya (problem solving). Mereka juga terkadang tidak yakin dengan kemampuan dirinya

11 sendiri dan baru merasa yakin bila ada rekan kerja bersama-sama dengan dirinya (autonomy). Namun di sisi lain, mereka merasa dihargai dan memiliki arti baik bagi keluarga maupun teman-temannya di dalam lingkungan pemadam kebakaran (sense of purpose). Berdasarkan pemaparan data di atas ditemukan bahwa setiap pemadam kebakaran menghayati bahwa masing-masing dari mereka mendapatkan faktor proteksi yang sama. Namun setiap pemadam kebakaran menampilkan resiliensinya secara berbeda-beda. Oleh karena hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti Kontribusi faktor-faktor proteksi terhadap resiliensi dan aspek-aspeknya pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui seberapa besar kontribusi protective factors (faktor proteksi) terhadap resiliensi dari petugas pemadam kebakaran di X DKI Jakarta beserta aspek-aspeknya. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Untuk memperoleh gambaran mengenai faktor proteksi dan resiliensi beserta aspek-aspeknya pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta.

12 1.3.2 Tujuan Untuk memperoleh gambaran mengenai seberapa besar kontribusi faktor-faktor proteksi terhadap resiliensi beserta aspek-aspeknya pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Memberikan informasi kepada peneliti lain yang tertarik meneliti lebih lanjut mengenai kontribusi faktor proteksi terhadap resiliensi serta aspek-aspeknya pada petugas pemadam kebakaran. Memberikan informasi mengenai kontribusi faktor proteksi terhadap resiliensi dan aspek-aspeknya terutama pada petugas pemadam kebakaran, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi terutama psikologi positif. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan masukan kepada keluarga dan teman-teman dari petugas pemadam kebakaran mengenai peranan keluarga dan dinas dalam membantu petugas dalam menghadapi tekanan situasi pekerjaan menekan yang terjadi secara berulang-ulang. Memberikan masukan kepada petugas pemadam kebakaran khususnya bagi pada kantor Dinas X DKI Jakarta mengenai

13 pentingnya resiliensi untuk bertahan dan berkembang di tengahtengah situasi kerja menekan yang terjadi berulang-ulang. Memberikan informasi bagi konselor atau pembimbing rohani dalam memberikan konsultasi kepada petugas pemadam kebakaran dan dengan memperhatikan resiliensi dan faktor proteksi pada diri petugas pemadam kebakaran. 1.5 Kerangka Pikir Petugas pemadam kebakaran adalah tenaga kerja yang bertugas untuk memadamkan kebakaran, mencegah bahaya kebakaran dan melindungi harta milik di tempat kebakaran (Klasifikasi Jabatan Indonesia, 1982). Tugas-tugas petugas pemadam kebakaran di DKI Jakarta diatur melalui Surat Keputusan Gubernur no 9 tahun 2002. Tugas yang harus dilaksanakan oleh petugas pemadam kebakaran antara lain adalah pertama, pencegahan kebakaran; kedua adalah pemadaman kebakaran; serta ketiga adalah penyelamatan jiwa dari ancaman kebakaran dan bencana lain (www.jakartafire.net, 2013) Petugas pemadam kebakaran berada dalam rentang usia perkembangan 21-55 tahun atau berada di dalam dua rentang usia perkembangan sekaligus yaitu dewasa awal (usia 20-40 tahun) dan dewasa tengah (usia 35-45 dan 60an awal) (Santrock, 1999). Petugas pemadam kebakaran yang berada dalam usia dewasa awal sedang berada di dalam usia dimana mencapai puncak kesehatan secara prima. Hal ini sangat membantu petugas pemadam kebakaran dalam menyelesaikan berbagai penugasan yang memiliki tuntutan fisik yang tinggi.

14 Petugas pemadam kebakaran yang berada dalam usia ini biasanya baru memulai rumah tangga dan memiliki anak. Dalam fase ini, para beberapa petugas pemadam kebakaran terkadang mengalami stress yang secara spesifik yang disebabkan oleh ketakutan mengalami cacat fisik ataupun meninggal dalam tugas dan akhirnya berakibat tidak dapat menafkahi keluarga. Sementara itu, petugas pemadam kebakaran yang berada di dalam usia perkembangan dewasa tengah berada di dalam fase dimana kesehatan dan kondisi tubuh menurun. Kesehatan menjadi isu utama di mana dalam usia ini petugas banyak mengalami penurunan baik dari kesehatan jantung, penglihatan dan pendengaran (Santrock, 1999). Dalam usia dewasa tengah seharusnya seorang petugas pemadam kebakaran telah memasuki waktu istirahat dan lebih banyak menikmati waktu luang. Namun, dalam kenyataannya petugas pemadam kebakaran dalam usia ini masih harus mengerjakan tugas yang berat serta diiringi dengan keadaan kesehatan yang menurun. Hal ini juga dapat dihayati sebagai peristiwa yang menekan dan stressful. Kondisi pekerjaan yang tidak pasti, berbahaya, serta mengancam nyawa, ketakutan untuk tidak mampu menafkahi keluarga karena resiko kecelakaan serta kondisi fisik yang menurun dapat dihayati sebagai situasi yang stressful dan menekan bagi petugas. Keadaan yang penuh tekanan ini disebut sebagai adversity (Benard, 2004:19). Meskipun mengalami tekanan dalam pekerjaannya, dinas X menuntut para petugas untuk tetap bekerja dengan profesional untuk memenuhi tugas-tugas yang dibebankan. Demikian juga di dalam lingkungan kehidupannya para petugas pemadam kebakaran diharapkan tetap dapat menjalankan peran

15 mereka selain sebagai petugas pemadam kebakaran baik sebagai ayah, anggota keluarga, kepala rumah tangga dan sebagainya. Untuk bisa tetap berfungsi dalam pekerjaan dan lingkungan, seorang petugas pemadam kebakaran membutuhkan resiliensi. Benard (1991 dalam Benard, 2004) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berfungsi dengan baik di tengah situasi yang menekan serta banyak halangan dan rintangan. Resiliensi bersifat inborn, atau dengan kata lain dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir. Kemampuan ini akan berkembang jika ada dukungan dari lingkungannya. Petugas pemadam kebakaran yang resilient, tidak hanya dapat sekedar bertahan dari tekanan pekerjaan, namun mereka juga mampu berkembang secara positif dan hal tersebut dapat melindungi mereka dari efek negatif yang mereka hayati, seperti merasa gagal, merasa dikucilkan, depresi dan sebagainya. Resiliensi memiliki empat aspek di dalamnya yaitu : social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose and bright future (Benard, 2004:13). Social competence adalah kemampuan seorang petugas pemadam kebakaran dalam membangun suatu relasi dan kedekatan positif dengan orang lain, diantaranya ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku seorang petugas untuk membangun relasi dengan rekan sejawatnya di dalam kompi tempatnya bekerja atau berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan masyarakat yang dilayaninya. Problem solving adalah kemampuan dari petugas pemadam kebakaran berpikir abstrak, reflektif serta fleksibel dalam melaksanakan tugas pemadaman. Autonomy adalah suatu kemauan yang kuat serta kemampuan seorang petugas pemadam kebakaran untuk mempunyai kontrol terhadap lingkungannya. Aspek keempat

16 dalam resiliensi adalah sense of purpose and bright future. Sense of purpose and bright future menghubungkan beberapa kekuatan dalam petugas pemadam kebakaran yang dimulai dari memiliki tujuan menuju optimisme untuk merasa hidup berarti. Perkembangan resiliensi dalam diri individu dipengaruhi oleh adanya protective factors. Protective factors (faktor proteksi) dimaknakan sebagai suatu kapasitas yang dapat melindungi individu dari risk atau situasi yang menekan individu. Menurut Benard (2004:108), faktor proteksi memiliki kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu need for love, belongingness, respect, identity, mastery, challenge dan meaning. Pemenuhan kebutuhan dasar ini akan meningkatkan resilience strengths dalam diri individu, yang selanjutnya akan menghasilkan perkembangan individu dalam kemampuan sosial, kesehatan, akademik, dan berkurangnya perilaku berisiko. Faktor proteksi berasal dari lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan kerja (dalam penelitian ini secara spesifik Dinas X ). Faktor proteksi melindungi dengan memanifestasikan caring relationships, high expectations, serta opportunities to participate and contribute kepada individu. Caring relationships dihayati sebagai bentuk kehadiran, perhatian dan kasih sayang serta dukungan yang diberikan kepada petugas. Dalam derajat yang tinggi akan dihayati dengan adanya bentuk perhatian baik dari keluarga dengan mendoakan, mengurus keperluan seorang petugas. Perhatian dari Dinas X akan dihayati dengan pemberian APD (Alat Perlindungan Diri), pemberian standar operasi serta komando yang jelas. Perhatian ini akan menimbulkan rasa

17 diperhatikan, mendapatkan feedback dan rasa dikasihi oleh rekan kerja petugas. Dalam derajat rendah akan menurunkan kepercayaan diri dan munculnya rasa tersisihkan dari lingkungan sekitarnya. High expectations dihayati sebagai kepercayaan yang diberikan oleh caregivers bahwa petugas pemadam kebakaran dapat menjadi orang yang mampu menjadi apa yang dicita-citakan dan dan sukses dalam mencapai tujuannya. Dalam derajat tinggi, kepercayaan dan harapan yang tinggi akan diberikan oleh keluarga dan dinas akan menimbulkan rasa aman, dan memacu mereka untuk bekerja dengan lebih baik serta berfungsi sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam derajat yang rendah akan menimbulkan perasaan insecure (tidak aman), merasa lingkungan kerja tidak kooperatif dan menurunkan kinerja sehingga dapat mengurangi profesionalitas dalam bekerja. Opportunities to participate and contribution diberikan oleh keluarga dan lingkungan serta dihayati sebagai bentuk penyediaan kesempatan untuk bisa mengikuti kegiatan yang menantang, menarik serta bermakna. Dalam derajat yang tinggi kesempatan ini akan memberikan kesempatan bagi para petugas untuk meningkatkan kemampuan melalui latihan-latihan di dalam dinas yang memberikan mereka penghayatan sebagai bagian dari kelompok. Dalam derajat rendah akan muncul dalam bentuk kurangnya kesempatan dalam mengembangkan diri di dalam lingkungan tempatnya berada. Petugas pemadam kebakaran yang menghayati caring relationships dari keluarga maupun dinas akan terpenuhi kebutuhan safety, love dan respect-nya, dan selanjutnya akan meningkatkan kemampuan diri petugas dalam membangun

18 relasi secara positif dengan orang lain (social competence). Individu yang menghayati high expectations dari keluarga dan dinas, akan menghayati kebutuhan safety, autonomy dan masterynya terpenuhi, dan selanjutnya akan meningkatkan kemampuan petugas dalam menyelesaikan permasalahan atau hambatan yang merintanginya dan bertindak secara mandiri (autonomy), serta memiliki tujuan hidup atau goal jelas yang ingin dicapai dalam hidupnya (sense of purpose and bright future). Individu yang menghayati opportunities to participate and contribute dari keluarga dan komunitas, kebutuhan respect dan meaningnya akan terpenuhi, dan selanjutnya akan meningkatkan kemampuan individu dalam melakukan pemecahan masalah (problem solving). Dengan dihayatinya caring relationships, high expectations dan opportunities to participate and contribute dari lingkungan keluarga, teman dan lingkungan bekerja petugas pemadam kebakaran, akan menimbulkan penghayatan dalam diri mereka bahwa kebutuhan dasar mereka seperti need for love, belongingness, respect, identity, mastery, challenge dan meaning terpenuhi. Hal ini akan membuat petugas pemadam kebakaran memiliki resiliensi yang tinggi, yang ditandai dengan kemampuan untuk mendapat respon secara positif dari orang lain, tidak mudah terpancing emosinya dalam situasi negatif, mampu menjalin hubungan positif dengan orang lain, melihat dari sudut pandang orang lain dan peduli pada sudut pandang tersebut, serta berusaha memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai kebutuhannya (social competence). Mereka juga akan mampu untuk menghadapi dan menyelesaikan masalahnya dengan baik, melalui kemampuannya melakukan perencanaan dalam melakukan tugas, berpikir

19 fleksibel saat mengalami hambatan dengan memperhitungkan solusi lain dan bisa berpikir kritis (problem solving). Selain itu, mereka juga bisa menunjukkan rasa percaya diri, tidak bergantung pada orang lain, tidak mudah terpengaruh situasi yang tidak enak dan menekan (autonomy); serta memiliki tujuan hidup yang jelas, keyakinan dalam mencapai tujuan dan menunjukkan bentuk kepercayaan kepada Tuhan (sense of purpose and bright future). Sebaliknya, pada petugas yang tidak menghayati caring relationships, high expectations dan opportunities to participate and contribute dari lingkungan teman dan dinas akan merespon situasi-situasi yang berada di luar dirinya secara negatif. Kebutuhan-kebutuhan dasar yang meliputi need for love, belongingness, respect, identity, mastery, challenge dan meaning tidak terpenuhi. Keadaan tersebut akan membuat petugas pemadam kebakaran memiliki resiliensi yang rendah yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk meresponi orang lain secara positif, mudah terpancing emosinya, sulit untuk memahami sudut pandang orang lain (social competence). Mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahannya, banyak mengandalkan orang lain, ataupun menghindari masalah atau malah mendiamkannya tanpa melakukan aksi apa-apa, sulit mengambil keputusacreated by Putra Prathama Nugraha Egamn (problem solving). Selain itu mereka cenderung menarik diri, menghindari tugas dan mudah terintimidasi oleh keadaan yang tidak menyenangkan (autonomy); Selain itu mereka tidak memiliki tujuan akhir yang jelas dalam pekerjaannya (sense of purpose and bright future).

20 ADVERSITY: Tekanan Pekerjaan Resiko Pekerjaan Faktor Proteksi Caring Relationships o Family o Community High Expectations o Family o Community Opportunities to contribute and participate o Family o Community PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN DKI JAKARTA Basic Needs Safety Love/Belonging Respect Autonomy/Power Challenge/Master y Meaning Skema 1.5 Resilience Social Competence Problem Solving skills Autonomy Sense of purpose and bright future Skema Kerangka Pikir Kontribusi Faktor Proteksi terhadap Resiliensi

21 1.6 Asumsi Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dapat diasumsikan beberapa hal sebagai berikut: Petugas pemadam kebakaran menyadari bahwa pekerjaannya adalah stressful, berbahaya dan beresiko tinggi sehingga memerlukan resiliensi untuk menyesuaikan diri ditengah situasi yang menekan. Petugas pemadam kebakaran yang menghayati dirinya mendapatkan faktor proteksi dari keluarga, lingkungan kerja mendapatkan tiga hal yaitu caring relationships, high expectations dan, opportunities for participation and contribution. Penghayatan akan faktor pelindung yang diberikan oleh lingkungan akan memberikan pemenuhan terhadap basic needs pada petugas pemadam kebakaran kemudian memperngaruhi resiliensi. Derajat resiliensi seseorang dapat diketahui dari personal strength (social competence, problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future) yang ada di dalam diri petugas pemadam kebakaran.

22 1.7 Hipotesis Penelitian o Terdapat kontribusi faktor-faktor proteksi terhadap resiliensi pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. o Terdapat kontribusi caring relationships terhadap resiliensi pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Terdapat kontribusi high expectations terhadap resiliensi pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Terdapat kontribusi opportunities to participate and contribute terhadap resiliensi pada petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Family caring relationships memberikan kontribusi pada terhadap resiliensi petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family caring relationships memberikan kontribusi terhadap social competence petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family caring relationships memberikan kontribusi terhadap problem solving petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family caring relationships memberikan kontribusi terhadap autonomy petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family caring relationships memberikan kontribusi terhadap sense of purpose and bright future petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta

23 o Family high expectations memberikan kontribusi pada tinggi terhadap resiliensi petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family high expectations memberikan kontribusi terhadap social competence petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family high expectations memberikan kontribusi terhadap problem solving petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family high expectations memberikan kontribusi terhadap autonomy petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family high expectations memberikan kontribusi terhadap sense of purpose and bright future petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Family opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi pada terhadap resiliensi petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap social competence petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap problem solving petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta.

24 Family opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap autonomy petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Family opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap sense of purpose and bright future petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Community caring relationships memberikan kontribusi terhadap resiliensi petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community caring relationships memberikan kontribusi terhadap social competence petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community caring relationships memberikan kontribusi terhadap problem solving petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community caring relationships memberikan kontribusi terhadap autonomy petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community caring relationships memberikan kontribusi terhadap sense of purpose and bright future petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Community high expectations memberikan kontribusi terhadap resiliensi petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta.

25 Community high expectations memberikan kontribusi terhadap social competence petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community high expectations memberikan kontribusi terhadap problem solving petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community high expectations memberikan kontribusi terhadap autonomy petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community high expectations memberikan kontribusi terhadap sense of purpose and bright future petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta o Community opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap resiliensi petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap social competence petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap problem solving petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta. Community opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap autonomy petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta.

26 Community opportunities to participate and contribute memberikan kontribusi terhadap sense of purpose and bright future petugas pemadam kebakaran di Dinas X DKI Jakarta