BAB I KETENTUAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Contoh A : PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL NOMOR '6 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Kepala Badan di Lingkunga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

2017, No tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Keputusan Presiden

PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Perumahan Rakyat tentang Pembentukan Dan Evaluasi Produk Hukum Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2 Rancangan Peraturan Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Ne

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

Yth.: 1. Pimpinan Tinggi Madya; dan 2. Pimpinan Tinggi Pratama.

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan (Lembaran Negara

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PRT/M/2015 TENTANG

SURAT EDARAN Nomor: 17 /SE/M/2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PRODUK HUKUM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERATURAN NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

2016, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga P

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 06 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratu

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 / HUK / 2011 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN NASKAH HUKUM DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

2017, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 N

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR: KEP. 04 TAHUN 2012 TENTANG

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN MENTERI PADA KEMENTERIAN AGAMA.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

, No.2010 Indonesia Nomor 5234); 3. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tent

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 36 Tahun 2017 Seri E Nomor 27 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

2011, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR: KEP. 02 TAHUN 2011 SK.lll/Kp.l005/KB/BMG TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13 / HUK / 2011 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN NASKAH HUKUM DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

2017, No sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huru

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

2017, No Eselon I, dan Keputusan Pimpinan Unit OrganisasiEselon I di Lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah tidak sesuai dengan tata

2011, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009

284 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 16/2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR: KEP. 08 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 42

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Tata Cara.

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia T

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 69/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

3. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 tentang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; 4. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden; 5. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 6. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01-HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 7. Keputusan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Nomor KEP.005 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi, Stasiun Klimatologi, dan Stasiun Geofisika sebagaimana diubah dengan Peraturan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Nomor: 007/ PKBMG.01/2006; 8. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor KEP.03 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. -2-

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. 2. Peraturan adalah pengaturan tertulis yang dibentuk oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau pejabat yang berwenang. 3. Keputusan adalah penetapan tertulis yang dibentuk oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau pejabat yang berwenang. 4. Prakarsa adalah usulan untuk mengajukan pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 5. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang selanjutnya disebut Badan adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang bertanggung jawab di bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 6. Kepala Badan adalah Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 7. Sekretaris Utama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. 8. Deputi adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. 9. Inspektorat adalah unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. 10. Pusat Penelitian dan Pengembangan yang selanjutnya disebut Puslitbang, adalah unsur penunjang tugas dan fungsi Badan di bidang penelitian dan pengembangan meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika. -3-

11. Pusat Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut Pusdiklat adalah unsur penunjang di bidang pendidikan dan pelatihan di lingkungan Badan. 12. Biro Hukum dan Organisasi adalah unit kerja eselon II di lingkungan Sekretariat Utama yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pembinaan, koordinasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di lingkungan Badan. 13. Unit Kerja Terkait adalah unit kerja di lingkungan Badan yang terkait dengan materi yang diatur dalam peraturan perundangundangan. 14. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundangundangan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. BAB II BENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 (1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di lingkungan Badan terdiri atas : a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden. (2) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh : a. Kepala Badan; atau b. Pejabat Eselon I. -4-

(3) Dalam rangka membentuk kebijakan yang bersifat menetapkan dan tidak bersifat mengatur, maka dapat disusun peraturan perundang-undangan berupa : a. Keputusan Presiden; b. Keputusan Kepala Badan; atau c. Keputusan Pejabat Eselon I. Pasal 3 (1) Selain bentuk peraturan perundang-undangan yang bersifat menetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk peraturan perundang-undangan lain. (2) Peraturan perundang-undangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. Keputusan Kepala Satuan Kerja Mandiri; b. Keputusan Kepala Unit Pelaksana Teknis; c. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran; d. Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan; atau e. Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen. Pasal 4 Keputusan yang berkaitan dengan pembentukan tim, kelompok kerja, panitia, atau pelaksana kegiatan swakelola yang tidak melibatkan instansi lain harus ditetapkan dengan Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran. Pasal 5 (1) Keputusan dilingkungan Badan yang terkait dengan kepegawaian akan diatur dengan Peraturan Kepala Badan tersendiri. (2) Selain peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dapat dibentuk Standard Operating Procedures (SOP) yang diatur dengan Peraturan Kepala Badan tersendiri. -5-

Bagian Kedua Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Atau Keputusan Presiden Pasal 6 (1) Pemrakarsa usulan penyusunan undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau keputusan presiden adalah Kepala Badan dan pejabat eselon I di lingkungan Badan. (2) Usulan penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh pejabat eselon I disampaikan kepada Kepala Badan dengan menyertakan : a. urgensi dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang diatur; dan d. rancangan undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau keputusan presiden. Pasal 7 (1) Rancangan undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau keputusan presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sebelum dibahas dengan unit kerja terkait di lingkungan Badan dan/atau Instansi lain harus disampaikan kepada Biro Hukum dan Organisasi terlebih dahulu untuk diteliti: a. urgensi dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang diatur; dan d. jangkauan serta arah pengaturan. -6-

(2) Rancangan yang telah diteliti oleh Biro Hukum dan Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan pembahasan internal Badan bersama unit kerja terkait. (3) Terhadap hasil final pembahasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), akan ditindaklanjuti oleh Biro Hukum dan Organisasi dengan melakukan pembahasan antar kementerian/lembaga terkait. Pasal 8 (1) Guna pelaksanaan pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Biro Hukum dan Organisasi membentuk panitia pembahasan antar kementerian/lembaga. (2) Pembentukan panitia pembahasan antar kementerian/lembaga ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan. (3) Rancangan final hasil pembahasan antar kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan melalui Surat Kepala Badan. Bagian Ketiga Peraturan Kepala Badan dan Keputusan Kepala Badan Paragraf 1 Umum Pasal 9 Kepala Badan berwenang untuk menetapkan : a. Peraturan Kepala Badan; dan b. Keputusan Kepala Badan. -7-

Pasal 10 (1) Peraturan Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dibentuk untuk peraturan yang bersifat delegasi atau atribusi. (2) Materi muatan peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi pelaksanaan : a. kebijakan atau kepentingan umum dalam bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; b. kebijakan dalam melaksanakan tugas dan fungsi Badan; dan/atau c. prosedur atau tata cara yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam bidang teknis operasional atau administrasi. Pasal 11 (1) Keputusan Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dibentuk untuk penetapan yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan kegiatan baik yang terkait dengan anggaran ataupun tidak terkait dengan anggaran. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pembentukan tim, kelompok kerja, panitia, atau pelaksana kegiatan yang melibatkan instansi lain atau bersifat strategis harus ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan. Paragraf 2 Prakarsa dan Proses Penyusunan Pasal 12 Peraturan Kepala Badan atau Keputusan Kepala Badan dapat diprakarsai oleh pemrakarsa: a. Kepala Badan; b. Sekretaris Utama; c. Deputi; d. Inspektur; e. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan; dan/atau f. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan. -8-

Pasal 13 (1) Pemrakarsa menugaskan unit kerja terkait untuk menyiapkan rancangan Peraturan Kepala Badan atau Keputusan Kepala Badan. (2) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pemrakarsa kepada Sekretaris Utama melalui surat usulan penyusunan peraturan perundangundangan yang disertai dengan soft copy rancangan. Pasal 14 (1) Rancangan Peraturan Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang disampaikan kepada Sekretaris Utama harus disertai dengan uraian penyusunan yang menjelaskan : a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; dan c. jangkauan dan arah pengaturan. (2) Rancangan Peraturan Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah memuat substansi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (1) Rancangan Keputusan Kepala Badan yang disampaikan kepada Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang terkait dengan pelaksanaan anggaran harus disertai dengan kerangka acuan kerja (KAK) atau Term of Referance (TOR) yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). (2) Rancangan Keputusan Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan pembentukan tim, kelompok kerja, panitia, atau pelaksana kegiatan harus mencantumkan nama sesuai dengan ketentuan berikut : a. nama merupakan nama lengkap yang dilengkapi dengan gelar dan NIP; b. dilengkapi dengan instansi asal (untuk nama yang berasal dari instansi luar Badan); dan c. disusun sesuai dengan urutan eselon (untuk anggota). -9-

Pasal 16 (1) Rancangan Peraturan Kepala Badan yang disampaikan kepada Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditindaklanjuti oleh Biro Hukum dan Organisasi untuk dilakukan penelaahan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk rancangan Peraturan Kepala Badan melalui rapat koordinasi antara Biro Hukum dan Organisasi dengan pemrakarsa untuk melakukan penyusunan. (3) Rapat koordinasi pertama atas rancangan Peraturan Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Organisasi paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Biro Hukum dan Organisasi menerima surat usulan penyusunan peraturan perundang-undangan dan uraian penyusunan melalui Sekretaris Utama. (4) Jika dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat substansi yang harus dilengkapi oleh pemrakarsa, maka pemrakarsa harus segera melengkapi substansi terkait dan menyampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berakhirnya rapat koordinasi pertama. (5) Jika dalam waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemrakarsa tidak menyampaikan kelengkapan substansi yang disepakati dalam rapat koordinasi, maka Kepala Biro Hukum dan Organisasi dapat menyampaikan pengembalian sementara atas rancangan Peraturan Kepala Badan kepada Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa dengan tembusan pemrakarsa dan Sekretaris Utama. (6) Penyampaian substansi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis oleh Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa kepada Kepala Biro Hukum dan Organisasi. -10-

(7) Dalam hal diperlukan, Biro Hukum dan Organisasi dapat melaksanakan rapat koordinasi kedua untuk membahas substansi tambahan yang disampaikan oleh pemrakarsa. (8) Pelaksanaan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus sudah dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya substansi tambahan dari pemrakarsa. (9) Rancangan Peraturan Kepala Badan final hasil koordinasi dengan pemrakarsa diharmonisasikan oleh Biro Hukum dan Organisasi dengan unit kerja terkait. (10) Harmonisasi harus dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Organisasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diperolehnya rancangan Peraturan Kepala Badan final hasil koordinasi. (11) Rancangan Peraturan Kepala Badan hasil final harmonisasi dibubuhi paraf setiap lembar oleh unit kerja terkait, pemrakarsa atau wakil pemrakarsa, dan Biro Hukum dan Organisasi. (12) Rancangan Peraturan Kepala Badan final hasil harmonisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dibubuhi paraf persetujuan Kepala Biro Hukum dan Organisasi dan disampaikan kepada pemrakarsa untuk dibubuhi paraf persetujuan. (13) Rancangan Peraturan Kepala Badan final hasil harmonisasi yang telah dibubuhi paraf persetujuan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (12), disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi untuk proses penetapan oleh Kepala Badan melalui Sekretaris Utama. (14) Setelah proses penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (13), Peraturan Kepala Badan disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi melalui Sekretaris Utama untuk penomoran, pengundangan dan dokumentasi hukum. -11-

Pasal 17 (1) Rancangan Keputusan Kepala Badan yang disampaikan kepada Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditindaklanjuti oleh Biro Hukum dan Organisasi untuk penelaahan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui koordinasi untuk melakukan penyusunan. (3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak Biro Hukum dan Organisasi menerima surat usulan penyusunan peraturan perundang-undangan dan kelengkapan dari pemrakarsa yang disampaikan melalui Sekretaris Utama. (4) Jika dalam koordinasi diperlukan substansi tambahan, maka pemrakarsa melalui harus segera menyampaikan substansi tambahan paling lama 2 (dua) hari kerja. (5) Jika dalam waktu 2 (dua) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pemrakarsa belum menyampaikan substansi tambahan yang diperlukan, maka Kepala Biro Hukum dan Organisasi dapat menyampaikan surat pengembalian sementara kepada Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa dengan tembusan pemrakarsa dan Sekretaris Utama. (6) Penyampaian substansi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis oleh Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa kepada Biro Hukum dan Organisasi. (7) Rancangan Keputusan Kepala Badan yang telah disepakati substansinya dan dibubuhi paraf persetujuan Kepala Biro Hukum dan Organisasi disampaikan kepada pemrakarsa untuk dibubuhi paraf persetujuan. (8) Setelah pembubuhan paraf persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), rancangan Peraturan Kepala Badan disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi untuk penetapan oleh Kepala Badan melalui Sekretaris Utama. -12-

Pasal 18 (1) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (13) dan Pasal 17 ayat (8) berupa pembubuhan penandatangan oleh Kepala Badan. (2) Penulisan Nama Kepala Badan guna pembubuhan penandatanganan tanpa gelar dan nomor induk pegawai. Pasal 19 (1) Dalam hal hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1) tidak memenuhi syarat untuk dibentuk rancangan, maka Biro Hukum dan Organisasi menyampaikan alasan-alasannya kepada Kepala Badan melalui Sekretaris Utama. (2) Penyampaian alasan sebagaiamana dimaksud harus sudah disampaikan Sekretaris Utama paling lama 9 (sembilan) hari kerja untuk Rancangan Peraturan Kepala Badan atau paling lama 2 (dua) hari kerja untuk Rancangan Keputusan Kepala Badan terhitung sejak Kepala Biro Hukum dan Organisasi menerima : a. rancangan Peraturan Kepala Badan atau rancangan Keputusan Kepala Badan; b. surat usulan penyusunan peraturan perundangundangan; dan c. uraian penyusunan atau kelengkapan. melalui Sekretaris Utama. Pasal 20 Proses pembentukan Peraturan Kepala Badan dan Keputusan Kepala Badan dilakukan sesuai Contoh A sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Kepala Badan ini. -13-

Bagian Keempat Peraturan Eselon I dan Keputusan Eselon I Paragraf 1 Umum Pasal 21 Pejabat eselon I dapat menetapkan: a. peraturan eselon I; dan b. keputusan eselon I. Pasal 22 (1) Peraturan eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a berupa Peraturan Deputi. (2) Peraturan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibentuk dengan ketentuan sebagai berikut : a. pelaksanaa lebih lanjut dari pendelegasian yang terdapat di dalam Peraturan Kepala Badan; b. bersifat teknis operasional sesuai bidang tugas dan kewenangannya; dan c. tidak bertentangan dengan substansi yang terdapat di dalam Peraturan Kepala Badan. Pasal 23 (1) Keputusan eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b berupa Keputusan Sekretaris Utama atau Keputusan Deputi. (2) Keputusan Sekretaris Utama atau Keputusan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dibentuk untuk penetapan yang : a. tidak berkaitan dengan pembentukan tim, kelompok kerja, panitia, atau pelaksana kegiatan swakelola; dan/atau b. teknis operasional. -14-

Paragraf 2 Prakarsa dan Proses Penyusunan Pasal 24 Peratuan eselon I atau Keputusan eselon I dapat diprakarsai oleh pemrakarsa: a. Sekretaris Utama; b. Deputi; dan/atau c. eselon II terkait. Pasal 25 (1) Pemrakarsa menugaskan unit kerja terkait untuk menyiapkan rancangan Peraturan Deputi, Keputusan Sekretaris Utama, atau Keputusan Deputi. (2) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris Utama melalui surat usulan penyusunan peraturan perundang-undangan yang disertai dengan soft copy rancangan. Pasal 26 (1) Rancangan Peraturan Deputi yang disampaikan kepada Sekretaris Utama harus disertai dengan uraian penyusunan yang menjelaskan : a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; dan c. jangkauan dan arah pengaturan. (2) Rancangan Peraturan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah memuat substansi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Rancangan Keputusan Sekrertaris Utama atau Keputusan Deputi yang terkait dengan pembentukan tim, kelompok kerja, panitia, atau pelaksana kegiatan harus mencantumkan nama sesuai dengan ketentuan berikut : -15-

a. nama merupakan nama lengkap yang dilengkapi dengan gelar dan NIP; dan b. untuk anggota disusun sesuai dengan urutan eselonisasi. Pasal 28 (1) Rancangan Peraturan Deputi yang disampaikan kepada Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ditindaklanjuti oleh Biro Hukum dan Organisasi untuk dilakukan penelaahan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk rancangan Peraturan Deputi melalui rapat koordinasi antara Biro Hukum dan Organisasi dengan pemrakarsa untuk melakukan penyusunan. (3) Rapat koordinasi pertama atas rancangan Peraturan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Organisasi paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Biro Hukum dan Organisasi menerima surat usulan penyusunan peraturan perundang-undangan dan uraian penyusunan dari pemrakarsa yang disampaikan melalui Sekretaris Utama. (4) Jika dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat substansi yang harus dilengkapi oleh pemrakarsa, maka pemrakarsa harus segera melengkapi substansi terkait dan menyampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berakhirnya rapat koordinasi pertama. (5) Jika dalam waktu 2 (dua) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pemrakarsa belum menyampaikan substansi tambahan yang diperlukan, maka Kepala Biro Hukum dan Organisasi dapat menyampaikan surat pengembalian sementara kepada Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa dengan tembusan pemrakarsa dan Sekretaris Utama. -16-

(6) Penyampaian substansi tambahan sebagaimana dimaksud pada dan ayat (5) disampaikan secara tertulis oleh Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa kepada Kepala Biro Hukum dan Organisasi. (7) Dalam hal diperlukan, Biro Hukum dan Organisasi dapat melaksanakan rapat koordinasi kedua untuk membahas substansi tambahan yang disampaikan oleh pemrakarsa. (8) Pelaksanaan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus sudah dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya substansi tambahan dari pemrakarsa. (9) Rancangan Peraturan Deputi final hasil koordinasi dengan pemrakarsa, diharmonisasikan oleh Biro Hukum dan Organisasi dengan unit kerja terkait. (10) Harmonisasi harus dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Organisasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diperolehnya rancangan Peraturan Kepala Badan final hasil koordinasi. (11) Rancangan Peraturan Deputi hasil final harmonisasi dibubuhi paraf setiap lembar oleh Biro Hukum dan Organisasi. (12) Rancangan Peraturan Deputi final hasil harmonisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dibubuhi paraf persetujuan Kepala Biro Hukum dan Organisasi dan disampaikan kepada pemrakarsa untuk dibubuhi paraf persetujuan. (13) Rancangan Peraturan Deputi final hasil harmonisasi yang sudah dibubuhi paraf persetujuan Kepala Biro Hukum dan Organisasi disampaikan kepada Sekretaris Utama untuk dibubuhi paraf persetujuan. (14) Rancangan Peraturan Deputi final hasil harmonisasi yang telah dibubuhi paraf persetujuan oleh Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (13), disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi untuk proses penetapan oleh pemrakarsa. (15) Peraturan Deputi yang telah ditetapkan disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi untuk dokumentasi hukum. -17-

Pasal 29 (1) Rancangan Keputusan Sekretaris Utama atau rancangan Keputusan Deputi yang disampaikan kepada Sekretaris Utama ditindaklanjuti oleh Biro Hukum dan Organisasi untuk penelaahan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui koordinasi untuk melakukan penyusunan. (3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak Biro Hukum dan Organisasi menerima surat usulan penyusunan peraturan perundang-undangan dan kelengkapan melalui Sekretaris Utama. (4) Jika dalam koordinasi diperlukan substansi tambahan, maka pemrakarsa harus segera menyampaikan substansi tambahan paling lama 2 (dua) hari kerja. (5) Jika dalam waktu 2 (dua) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pemrakarsa belum menyampaikan substansi tambahan yang diperlukan, maka Kepala Biro Hukum dan Organisasi dapat menyampaikan surat pengembalian sementara kepada Eselon II yang terkait dengan substansi dari pemrakarsa dengan tembusan pemrakarsa dan Sekretaris Utama. (6) Rancangan keputusan yang telah disepakati substansinya dan dibubuhi paraf persetujuan Kepala Biro Hukum dan Organisasi disampaikan kepada Sekretaris Utama untuk : a. penetapan atas rancangan Keputusan Sekretaris Utama; atau b. dibubuhi persetujuan (paraf) atas rancangan Keputusan Deputi. (7) Penyampaian rancangan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus sudah dilakukan paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak disepakatinya substansi hasil koordinasi. (8) Rancangan Keputusan Deputi yang telah dibubuhi paraf persetujuan Sekretaris Utama disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi dan disampaikan kepada pemrakarsa untuk penetapan. -18-

(9) Keputusan Sekretaris Utama atau Keputusan Deputi yang telah ditetapkan disampaikan kembali kepada Biro Hukum dan Organisasi untuk dokumentasi. Pasal 30 (1) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (14) dan Pasal 29 ayat (8) berupa pembubuhan penandatangan oleh Pemrakarsa. (2) Penulisan nama penandatangan guna pembubuhan penandatanganan tanpa gelar dan nomor induk pegawai. Pasal 31 (1) Dalam hal hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (1) tidak memenuhi syarat untuk dibentuk rancangan, maka Biro Hukum dan Organisasi menyampaikan alasan-alasannya kepada pemrakarsa melalui Sekretaris Utama dengan tembusan Kepala Badan. (2) Penyampaian alasan sebagaiamana dimaksud ada ayat (1) harus sudah disampaikan kepada Sekretaris Utama paling lama 9 (sembilan) hari kerja untuk rancangan Peraturan Deputi terhitung sejak Kepala Biro Hukum dan Organisasi menerima dari Sekretaris Utama: a. rancangan Peraturan Deputi; b. surat usulan penyusunan peraturan perundangundangan; dan c. uraian penyusunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). (3) Penyampaian alasan sebagaiamana dimaksud ada ayat (1) harus sudah disampaikan kepada Sekretaris Utama paling lama 3 (tiga) hari kerja untuk rancangan Keputusan Sekretaris Utama atau rancangan Keputusan Deputi terhitung sejak Kepala Biro Hukum dan Organisasi menerima dari Sekretaris Utama: a. rancangan Keputusan Sekretaris Utama, atau rancangan Keputusan Deputi; dan b. surat usulan penyusunan peraturan perundangundangan. -19-

Pasal 32 Proses pembentukan rancangan Peraturan Deputi, Keputusan Sekretaris Utama, atau Keputusan Deputi dilakukan sesuai dengan Contoh B sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Kepala Badan ini. BAB III PENGUNDANGAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGANDAAN Pasal 33 (1) Peraturan Kepala Badan wajib disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak ditetapkan. (2) Penyampaian Peraturan Kepala Badan kepada Menteri Hukum dan HAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Organisasi. Pasal 34 (1) Keputusan Kepala Badan dan Peraturan Kepala Badan yang telah diundangkan, disebarluaskan dalam bentuk salinan oleh Biro Hukum dan Organisasi. (2) Salinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Biro Hukum dan Organisasi. (3) Dalam hal Keputusan Kepala Badan yang terkait dengan pelaksanaan anggaran dan akan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, penyebarluasannya tidak dalam bentuk salinan. Pasal 35 (1) Penyebarluasan yang dilakukan oleh Biro Hukum dan Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat melalui : a. media elektronik; b. penyampaian langsung; dan/atau c. sosialisasi. -20-

(2) Setiap sosialisasi peraturan perundang-undangan dan/atau penggandaan peraturan perundang-undangan guna penyampaian langsung di lingkungan Badan dapat dilakukan oleh Biro Umum dan/atau pemrakarsa setelah berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Organisasi. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 36 (1) Setiap halaman pertama dari peraturan perundang-undangan dicetak diatas kertas kop tanpa alamat, kode pos, nomor telepon dan fax, P.O Box, serta alamat Website. (2) Kop surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak sesuai Contoh Kop Surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Kepala Badan ini. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 37 Semua Peraturan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika atau Keputusan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika yang sudah ada sebelum Peraturan ini berlaku, harus dimaknai sebagai Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau Keputusan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Dengan berlakunya Peraturan Kepala Badan ini, maka : a. Peraturan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Nomor HK.003/A.1/KB/BMG-2006 tentang Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Badan Meteorologi dan Geofisika; dan -21-

Contoh A : LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GOFISIKA PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA Penyampaian Rancangan Peraturan Kepala Badan melalui surat usulan penyusunan dilengkapi dengan soft copy dan uraian penyusuan Kepada Sestama. Sestama meneruskan Rancangan Peraturan Kepala Badan, surat usulan, soft copy dan uraian penyusuan kepada Karo. Paraf Kepala Biro Paraf Pemrakarsa Melalui Biro dan Sestama Max : 5 Hari Kerja Max : 14 hari kerja Harmonisasi Penelaahan Tidak Memenuhi Syarat Penelaahan Memenuhi Syarat Max : 7 Hari Kerja Rapat Koordinasi dengan Pemrakarsa Belum Lengkap Sudah Lengkap Lebih dari 5 Hari Kerja Max : 9 Hari Kerja Pengembalian sementara kepada Eselon II Terkait Lebih dari 5 hari Kurang dari 5 hari Max : 5 Hari Kerja Pengembalian kepada pemrakarsa melalui Sestama Melalui Surat dari Eselon II terkait Penyampaian kelengkapan substansi oleh pemrakarsa Kepada Kepala Biro Max : 5 hari kerja Rapat Koordinasi Kedua (Bila Perlu) Penetapan Kepala Badan Melalui Sestama dan Biro Pengundangan dan dokumentasi Hukum 1

PROSES PEMBENTUKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA Penyampaian Rancangan Keputusan Kepala Badan melalui surat usulan penyusunan dilengkapi dengan soft copy dan KAK/TOR Kepada Sestama. Sestama meneruskan Rancangan Peraturan Kepala Badan surat usulan penyusunan, soft copy, dan KAK/TOR kepada Karo. Max : 3 hari kerja Penelaahan Tidak Memenuhi Syarat Penelaahan Memenuhi Syarat Koordinasi dengan Pemrakarsa Max : 2 Hari Kerja Pengembalian Kepada Pemrakarsa melalui Sestama Pengembalian sementara kepada Eselon III Terkait Lebih dari 2Hari Kerja Secara tertulis Paraf Kepala Biro Max : 3 Hari Kerja Belum Lengkap Sudah Lengkap Max : 2 Hari Kerja Penyampaian kelengkapan substansi oleh pemrakarsa Kepada Kepala Biro Paraf Pemrakarsa Melalui Biro dan Sestama Penetapan Kepala Badan Melalui Sestama dan Biro Dokumentasi Hukum dan Penyebar Luasan 2

Contoh B PERATURAN PERATURAN DEPUTI Penyampaian rancangan Peraturan Eselon I melalui surat usulan penyusunan dilengkapi dengan soft copy dan uraian penyusuan Kepada Sestama. Sestama meneruskan rancangan peraturan eselon I, surat usulan penyusunan, soft copy, dan uraian penyusuan kepada Karo. Max : 5 Hari Kerja Paraf Kepala Biro Paraf Pemrakarsa Melalui Biro dan Sestama Bukan Delegasi Max : 5 Hari Kerja Max : 14 hari kerja Merupakan Delegasi Harmonisasi Penelaahan Tidak Memenuhi Syarat Penelaahan Memenuhi Syarat Max : 7 Hari Kerja Rapat Koordinasi dengan Pemrakarsa Belum Lengkap Sudah Lengkap Lebih dari 5Hari Kerja Max : 9 Hari Kerja Pengembalian sementara kepada Eselon II Terkait Max : 5 Hari Kerja Pengembalian kepada pemrakarsa melalui Sestama Melalui Surat dari Eselon II terkait Penyampaian kelengkapan substansi oleh pemrakarsa Kepada Kepala Biro Max : 5 hari kerja Rapat Koordinasi Kedua (Bila Perlu) Penetapan Eselon I Melalui Sestama dan Biro Pengundangan dan dokumentasi Hukum 3

LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : 6 TAHUN 2013 TANGGAL TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GOFISIKA CONTOH A. PERATURAN PERATURAN... 1) NOMOR... 2) TAHUN... 3) TENTANG... 4) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA... 1), Menimbang : a. bahwa... 5) ; b. bahwa... 5) ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan... 6) tentang... 7) ; Mengingat : 1.... 8) ; 2.... 8) ; 3.... 8) ; MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN... 1) TENTANG... 4). 1

BAB I... 9) Pasal 1... BAB II... (dan seterusnya) Pasal... Peraturan... 6) ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. *)Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal... 10)... 1) 11).. 12) *)Diundangkan di Jakarta Pada tanggal... 13) MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,... 14)... 15) BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... 16) NOMOR... 17) Catatan : *) hanya untuk peraturan Kepala BMKG 2

KETERANGAN PENGISIAN No. Keterangan Pengisian 1) Diisi dengan Nama Jabatan yang menetapkan peraturan dan ditulis dengan huruf kapital, misalnya : KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA atau DEPUTI BIDANG GEOFISIKA 2) Diisi dengan nomor dari peraturan yang ditetapkan 3) Diisi dengan tahun ditetapkannya peraturan 4) Diisi dengan judul peraturan yang akan ditetapkan dan ditulis dengan huruf kapital. Judul harus mencerminkan substansi dari peraturan yang akan ditetapkan, misalnya : PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 5) Diisi dengan unsur filosofis, sosiologis, dan/atau yuridis dari disusunya peraturan. 6) Diisi dengan Nama Jabatan yang mentapkan peraturan dan penulisan setiap kata diawali dengan huruf kapital, contoh : Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika atau Deputi Bidang Geofisika 7) Diisi dengan judul peraturan yang penulisan setiap kata diawali dengan huruf kapital, contoh : Pembentukan Peraturan Perundang - Undangan di Lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan geofisika 8) Diisi dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar disusunnya peraturan dan tingkatannya lebih tinggi dari peraturan yang akan ditetapkan. Peraturan perundang-undangan disusun sesuai dengan hierarki dan tahun penetapan. 9) Diisi dengan judul bab. 10) Diisi dengan tanggal ditetapkannya peraturan. 11) Diisi dengan tandan tangan pejabat yang menetapkan peraturan. 3

12) Diisi dengan nama dari perjabat yang menetapkan dan ditulis tanpa gelar serta dengan huruf kapital, contoh : SRI WORO B. HARIJONO atau P. J. PRIH HARJADI 13) Diisi oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan tanggal diundangkan. 14) Diisi dengan tandatangan Menteri Hukum dan HAM. 15) Diisi dengan Nama Menteri Hukum dan HAM yang ditulis dengan huruf kapital. 16) Diisi oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan Tahun Pengundangan 17) Diisi oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor Berita Negara 4

CONTOH KEPUTUSAN : KEPUTUSAN... 1) NOMOR :... 2) TENTANG... 3)... 1), Menimbang : a. bahwa... 4) ; b. bahwa... 4) ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan... 5) tentang... 6) ; Mengingat : 1.... 7) ; 2.... 7) ; 3.... 7) ; MEMUTUSKAN : Menetapkan: KEPUTUSAN... 1) TENTANG... 2). KESATU :... KEDUA :... KETIGA : dan seterusnya... 5

KEEMPAT : Keputusan... 5) ini mulai berlaku pada tangal ditetapkan. SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada : 1.... 11) ; 2.... 11) ; 3. dan seterusnya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal... 8)... 1) 9).. 10) 6

No. Keterangan Pengisian 1) Diisi dengan Nama Jabatan yang menetapkan keputusan dan ditulis dengan huruf kapital, contoh : KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA atau KUASA PENGGUNA ANGGARAN SEKRETARIAT UTAMA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 2) Diisi dengan nomor dari keputusan yang ditetapkan Diisi dengan tahun ditetapkannya peraturan 3) Diisi dengan judul dari keputusan yang akan ditetapkan yang ditulis dengan huruf kapital. Judul harus mencerminkan substansi dari peraturan yang akan ditetapkan, contoh : PEMBENTUKAN PANITIAN ANTAR KEMETERIAN PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 4) Diisi dengan unsur filosofis, sosiologis, dan/atau yuridis dari disusunya peraturan. 5) Diisi dengan Nama Jabatan yang mentapkan keputusan dan penulisan setiap kata diawali dengan huruf kapital, contoh : Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Atau Kuasa Pengguna Anggaran Sekretariat Utama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 6) Diisi dengan judul peraturan yang penulisan setiap kata diawali dengan huruf kapital, contoh : Pembentukan Panitian Antar Kemeterian Penyusunan Rancangan Undang- Undang Tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 7) Diisi dengan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku dan menjadi dasar disusunnya peraturan dan tingkatannya lebih tinggi dari peraturan yang akan ditetapkan. Peraturan perundang-undangan disusun sesuai dengan hierarki dan tahun penetapan. 8) Diisi dengan tanggal ditetapkannya keputusan. 9) Diisi dengan tanda tangan pejabat yang menetapkan keputusan. 7