AGROFORESTRI TANAMAN KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DI BAWAH TEGAKAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) MUHAMMAD RIPQI LUBIS

dokumen-dokumen yang mirip
2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

III. MATERI DAN METODE

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. MATERI DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

3. METODE DAN PELAKSANAAN

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi, adapun kombinasi perlakuannya sebagai berikut:

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

I. BAHAN DAN METODE. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pemupukan lanjutan

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TAUGE DAN DUA MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON (Anthocephalus cadama Miq)

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. MATERI DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, terletak dijalan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian

III. MATERI DAN WAKTU

Transkripsi:

AGROFORESTRI TANAMAN KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DI BAWAH TEGAKAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) MUHAMMAD RIPQI LUBIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Agroforestri Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.) di Bawah Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Muhammad Ripqi Lubis NIM E451110141

RINGKASAN MUHAMMAD RIPQI LUBIS. Agroforestri Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.) di Bawah Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR dan NURHENI WIJAYANTO. Penanaman pohon jabon (A. cadamba) banyak diminati masyarakat saat ini, karena jabon merupakan jenis pohon cepat tumbuh, berbatang silindris dengan tingkat kelurusan sangat baik, dan memiliki kemampuan pemangkasan alami. Pohon jabon juga memiliki bebas cabang tinggi memungkinkan cahaya masuk dari samping, sehingga tanaman bawah masih dapat tumbuh. Untuk mengoptimalkan lahan hutan jabon dapat dikembangkan pola agroforestri. Agroforestri memberikan penghasilan harian, mingguan, bulanan dan tahunan bahkan jangka waktu yang lebih panjang bagi petani. Oleh karena itu, untuk pengembangan agroforestri jabon diperlukan jenis tanaman yang tahan terhadap naungan. Kunyit (C. domestica) dapat dijadikan pilihan tanaman untuk agroforestri jabon karena kunyit dapat tumbuh pada kondisi naungan. Disamping itu, kunyit banyak manfaatnya. Penggunaannya tidak sebatas rimpangnya, daun kunyit juga dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak untuk menambah rasa. Rimpang kunyit juga digunakan sebagai bahan minuman penyegar, bahan pengawet alami, bahan obat (penyakit anti Alzheimer, anti tumor, anti diabetes), bahan konsumsi hewan ternak dan digunakan sebagai bahan forensik (visualisasi sidik jari). Hasil penelitian perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon menunjukkan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan tanaman kunyit. Aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon juga tidak menurunkan produksi rimpang dan tidak menurunkan kandungan kurkumin pada umur 6 bulan setelah tanam. Di mana bahan ekstrak daun dan ranting jabon tidak terdapat kandungan alelopati. Penelitian agroforestri dilakukan pada tegakan jabon berumur 3 tahun 9 bulan dengan tingkat naungan berkisar 73.7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk J3 (Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masingmasing 250 kg ha -1 menghasilkan produksi lebih tinggi dari perlakuan dosis pupuk J2 (Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg ha -1 ) dan perlakuan dosis pupuk J1 (Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg ha -1 ) terhadap bobot rimpang. Produksi kunyit pada umur 6 bulan setelah tanam (BST) berkisar 7.4-11.9 ton ha -1, dan pada umur 8 BST menghasilkan produksi kunyit 9.9-16.4 ton ha -1. Kandungan kurkumin pada umur 6 BST adalah 6% telah memenuhi standar MMI 5%. Kata kunci: agroforestri, jabon, kunyit, kurkumin, alelopati

SUMMARY MUHAMMAD RIPQI LUBIS. Turmeric (Curcuma domestica Val.) Plants Under Agroforestry Stands Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Supervised by IRDIKA MANSUR and NURHENI WIJAYANTO Planting of jabon (A. cadamba) tree species have attracted many people in recent times due to its fast growing ability, cylindrical trunk with a good level of alignment, and the ability of natural pruning. Jabon tree branches arevalso high allowing light in from the side, to enhance natural regeneration. To optimize jabon forests, land can be developed through agroforestry systems. Agroforestry provides income daily, weekly, monthly and even yearly longer period for farmers. Therefore, it is necessary for the development of agroforestry jabon plant types that are resistant to shade. Turmeric (C. domestica) may be an option for agroforestry crop jabon as turmeric can be grown in shade conditions. In addition, turmeric has many benefits, thus, its use is not limited to the rhizome and the leaves can also be used as a spice in cooking to add flavor. Turmeric is also used as a refreshing drink, a natural preservative, medicinal materials (anti-alzheimer's disease, anti-tumor, anti-diabetic), fodder for livestock and also for forensic purposes (fingerprint visualization). The results of the study treatments extract of leaves and twigs jabon shows extracts of leaves and twigs application Jabon not inhibit the growth of turmeric plants. The applications extraction of leaves and twigs of jabon showed no allelopathic effect, wherein the extract of leaves and twigs treatment of white Jabon did not inhibit the growth of turmeric plants, decrease the production of rhizomes and reduce the content of curcumin at the of age 6 BST. Agroforestry research conducted at the 3.9-year old jabon stands average shade level of 73.7% shade. The results showed that treatment J3 (Urea, SP-36, and KCl with each dose of 250 kg ha -1 ) was high in production from treatments J2 (Urea, SP-36, and KCl with each dose of 200 kg ha -1 ) and as well as treatment J1 (Urea, SP-36, and KCl with each dose of 150 kg ha -1 ) to the weight of the rhizome. Production of turmeric at the age of 6 months after planting (BST) ranged between 7.4 and 11.9 tons ha -1 and producing 9.9-16.4 tons ha -1 at the age of 8 BST. The content of curcumin at age 6 BST is 6% has met the standard MMI 5%. Keywords: agroforestry, jabon, turmeric, curcumin, residues

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AGROFORESTRI TANAMAN KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DI BAWAH TEGAKAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) MUHAMMAD RIPQI LUBIS Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Silvikultur Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Otih Rostiana, MSc

PRAKATA Alhamdulillahi Rabbil alamin. Tuhan seru sekalian alam, puji syukur hanya untuk Allah Subhanahu wata ala, karena atas nikmat dan karunia-nya yang masih memberikan kesempatatan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini, dengan judul agroforestri tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon (A. cadamba) yang dilaksanakan mulai bulan September 2012 sampai bulan Agustus 2013. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada makhluk seru sekalian alam sebagai teladan bagi kehidupan kita yakni Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Semoga dengan selalu bershalawat bisa menjadikan hidup lebih dekat dengan akhlak yang beliau ajarkan kepada umatnya di dunia. Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis penulis selalu mendapatkan bimbingan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langasung. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Irdika Mansur, MForSc dan Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, kritikan dan masukan selama penelitian hingga penulisan tesis. Semua itu diberikan dengan dedikasi yang tinggi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pedidikan Provinsi Riau yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pelalawan Cq Bupati Pelalawan yang memberikan izin tugas belajar. Dr Otih Rostiana, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis atas saran dan arahannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda dan ibunda yang membesarkan dan mendidik ananda, istri tercinta dan kedua mertua atas doa dan kasih sayangnya. Anak-anak tercinta, seluruh keluarga, dan teman-teman seperjuangan (PBT 2011 dan Silvikultur Tropika 2011) atas segala motivasi dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Muhammad Ripqi Lubis

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis 3 Manfaat Penelitian 4 2 METODE PENELITIAN 5 Waktu dan Tempat Penelitian 5 Alat dan Bahan 5 Analisis Data 10 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Pengaruh Alelopati Daun dan Ranting Jabon terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang dan Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit 11 Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang, Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit di Bawah Tegakan Jabon 16 Arsitektur Perakaran Pohon Jabon 25 vi vi vi 4 SIMPULAN DAN SARAN 27 Simpulan 27 Saran 27 DAFTAR PUSTAKA 28 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 37

DAFTAR TABEL 1 Tingkat deforestasi di Indonesia 1 2 Penggunaan kayu hutan rakyat 2 3 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam parameter tanaman kunyit (C. domestica) 11 4 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap tinggi tanaman kunyit (C. domestica) 12 5 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah daun tanaman kunyit (C. domestica) 13 6 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah anakan tanaman kunyit (C. domestica) 14 7 Pertumbuhan diameter batang, lebar dan panjang daun tanaman kunyit (C. domestica) 15 8 Pengaruh perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap kandungan kurkumin rimpang kunyit (C. domestica) 16 9 Rekapitulasi hasil analisi sidik ragam parameter tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 17 10 Pengaruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 18 11 Pengruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tajuk tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 18 12 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemupukan terhadap parameter tanaman kunyit ((C. domestica) 19 13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap komponen pertumbuhan diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit (C. domestica) 22 14 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis pupuk dan umur panen terhadap produksi tanaman kunyit (C. domestica) 22 15 Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) 23 16 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) 24 17 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kandungan kurkumin rimpang kunyit (C. domestica) 26 18 Parameter perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 27

DAFTAR GAMBAR 1 Alur kegiatan penelitian agroforestri tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon (A. cadamba) 4 2 Tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon (A. cadamba) 8 3 Bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 26 MST dan 35 MST 15 4 Pengaruh dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman kunyit (C. domestica) 20 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun tanaman kunyit (C. domestica) 20 6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah anakan tanaman kunyit (C. domestica) 21 7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) 23 8 Pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 8 BST dengan intensitas naungan 73.7% 25 9 Arsitektur perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Diskripsi kunyit varietas Turina-2 32 2 Hasil analisi daun jabon 33 3 Jenis-jenis pohon berefek alelopati 35 4 Data iklim bulan Desember 2012 sampai bulan Agustus2013, Lintang 06 0 31' LS, Bujur 106 0 44' BT, Elevasi 207 m 36

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi kayu dari hutan alam tidak cukup memenuhi kebutuhan industri kayu di Indonesia. Pasokan bahan baku dari hutan alam semakin menurun disebabkan deforestasi dan degradasi sebagai akibat kurang baiknya manajemen hutan oleh pemegang izin hutan alam dan semakin maraknya penjarahan hutan (Kemenhut 2011a; Tabel 1). Masalah ini dikeluhkan pengelola industri kayu dalam memenuhi kebutuhan produksinya. Kekurangan bahan baku dapat diatasi dengan pasokan kayu dari hutan rakyat. Hutan rakyat merupakan salah satu alternatif pengganti kayu hutan alam untuk kebutuhan industri (Kemenhut 2011b; Tabel 2). Tabel 1 Tingkat deforestasi di Indonesia (1990 2009) Juta ha tahun -1 1990-1996- 2000-1996 2000 2003 2003-2006 2006-2009 Indonesia 1.87 3.51 1.08 1.17 0.83 Kawasan Hutan 1.37 2.83 0.78 0.76 0.61 Non Kawasan 0.50 0.68 0.30 0.41 0.22 Sumber : Kemenhut (2011a) Pengembangan hutan rakyat selain bertujuan untuk memperbaiki lingkungan, juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Produktivitas hutan rakyat dapat ditingkatkan dengan penerapan teknik sistem silvikultur yang tepat dan pola agroforestri. Pemilihan pola tanam dan jenis pohon perlu dilakukan guna tercapainya hutan rakyat yang diinginkan. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dapat dikembangkan untuk pembangunan hutan rakyat. Menurut Mansur (2012) jabon memiliki kelebihan dari pohon pionir lainnya, antara lain: jenis pohon asli Indonesia dengan penyebaran luas, mudah diperbanyak baik secara generatif maupun vegetatif, informasi teknik budidaya mudah didapat, kayunya dapat digunakan untuk keperluan industri, akar dan kulit batang dapat digunakan sebagai obat. Risasmoko (2012) menambahkan diameter batang dapat tumbuh berkisar 10 cm tahun -1, berbatang silindris dengan tingkat kelurusan sangat bagus, memiliki kemampuan pemangkasan alami, masa produksi singkat, sehingga pada usia 4-6 tahun pohon dapat dipanen. Pemilihan pola tanam diperlukan dalam pengembangan hutan jabon sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Agroforestri merupakan solusi yang tepat karena menurut Hairiah et al. (2003), agroforestri merupakan pola penanaman yang dengan sengaja dan mengelola pohon bersamasama dengan tanaman pertanian, dan atau pakan ternak dalam sistem yang berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu usaha yang dinilai layak secara finansial (Wijayanto 2001) dan dapat

2 menghasilkan panen harian, mingguan, bulanan, dan tahunan, bahkan untuk jangka waktu yang lebih panjang (Darusman 2012). Pola agroforestri pohon dan tanaman pertanian atau pakan ternak akan berkompetisi untuk mendapatkan cahaya, unsur hara dan saling mempengaruhi disebut dengan interaksi. Interaksi terjadi bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan tanaman lain. Hambatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Hairiah et al. 2002). Oleh karena itu, perlu dicari tanaman yang dapat dipadukan dengan jabon pada sistem agroforestri, yaitu tanaman yang toleran terhadap naungan. Tabel 2 Penggunaan kayu hutan rakyat Jenis Industri Kebutuhan (%) Kayu bangunan 29.40% Kayu lapis 2.90% Kayu pertukangan/kerajian 15% Penggergajian kayu 47.10% Veneer 2.90% Lainya 2.90% Sumber: Kemenhut (2011b) Kunyit (Curcuma domestica Val.) tumbuh baik dengan kondisi naungan sekitar 30 % (Syahid et al. 2010) sehingga berpotensi untuk dibudidayakan pada sistem agoforestri. Tanaman ini memiliki banyak manfaat dan berkhasiat sebagai obat. Penggunaannya tidak hanya sebatas sebagai obat dan bumbu masak, tetapi dapat juga diolah sebagai bahan minuman penyegar (Winarti dan Nurdjanah 2005), bahan pengawet alami (Sugiarti et al. 2008), bahan baku industri kosmetik, bahan konsumsi hewan ternak (Pratikno 2010) dan digunakan sebagai bahan forensik (visualisasi sidik jari) (Rakesh et al. 2011). Manoi (2009) menambahkan kunyit dapat diolah menjadi produk rimpang kering (kunyit gelondongan), irisan kunyit kering, tepung, minyak atsiri, oleoresin, dan zat warna kurkuminoid. Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit dan temulawak. Senyawa kurkumin ini, seperti juga senyawa kimia lain seperti anti-biotik, alkaloid, steroid, minyak atsiri, resin, fenol merupakan hasil metabolit sekunder suatu tanaman. Menurut Joe et al. (2004) kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi berbagai penyakit. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki kedua jenis tersebut, maka perlu dikembangkan agroforestri jabon untuk pendapatan jangka panjang dengan kunyit yang tahan naungan untuk pendapatan jangka pendek. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian agroforestri jabon dan kunyit untuk mengetahui pengaruh dosis pemupukan anorganik untuk pertumbuhan dan produksi kunyit di bawah tegakan jabon. Kombinasi kedua jenis tersebut diharapkan akan meningkatkan

produktivitas sistem agroforestri dan memberikan pengaruh positif terhadap sosial ekonomi dan lingkungan. 3 Perumusan Masalah Pohon jabon dapat dikembangkan sebagai hutan rakyat sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan industri kayu, karena dapat dikembangkan secara generatif maupun vegetatif, benihnya mudah didapat, teknik budidaya murah, dan memiliki sifat pertumbuhan relatif cepat sehingga masa produksinya singkat. Pertumbuhan jabon yang cepat dan bertajuk rapat menghasilkan intensitas naungan berat sehingga menghalangi cahaya mencapai lantai hutan, tetapi memungkinkan cahaya masuk dari samping karena memiliki bebas cabang yang tinggi. Untuk mengoptimalkan lahan hutan rakyat jabon, perlu dikembangkan pola agroforestri. Pengembangan agroforestri jabon diperlukan jenis tanaman yang tahan naungan. Kunyit dapat dijadikan pilihan tanaman untuk agroforestri jabon karena dapat tumbuh baik pada kondisi naungan sekitar 30%, disamping itu tanaman ini banyak manfaatnya. Penggunaannya tidak sebatas rimpang, daun kunyit dapat digunakan sebagai bumbu masak untuk menambah rasa dan memberi warna. Rimpang kunyit dapat digunakan sebagai bahan minuman penyegar, bahan kosmetik dan pengawet alami, dan bahan forensik (visualisasi sidik jari). Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui interaksi antara jabon dengan kunyit dalam penanaman pola agroforestri. Varietas kunyit yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Turina-2 hasil pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO 2007). Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan tanaman kunyit 2. Menganalisis pertumbuhan jabon yang ditanam dengan kunyit 3. Menganalisis pertumbuhan kunyit di bawah tegakan jabon 4. Produksi kunyit dan kandungan kurkumin dipengaruhi dosis pupuk dan umur panen 5. Mengetahui pengaruh tegakan jabon terhadap kandungan kurkumin rimpang kunyit 6. Menganalisis arsitektur akar pohon jabon Hipotesis 1. Daun dan ranting jabon tidak bersifat alelopati terhadap tanaman kunyit dan kandungan kurkumin 2. Penanaman kunyit berpengaruh terhadap pertumbuhan jabon

4 3. Pertumbuhan jabon tidak mempengaruhi tanaman kunyit 4. Produksi kunyit dan kandungan kurkumin dipengaruhi dosis pupuk dan umur panen 5. Tegakan jabon mempengaruhi kandungan kurkumin kunyit 6. Jabon memiliki system perakaran yang dalam Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada masyarakat dan pengembang (pengusaha) tanaman jabon potensi pemanfaatan lahan di bawah tegakan jabon untuk penanaman kunyit dengan pola agroforestri dan memberikan gambaran pemupukan yang optimal untuk produksi kunyit di lahan agroforestri jabon. Alur Kegiatan Penelitian Secara ringkas, alur dari penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 1. Hutan Jabon Pemanfaatan Hutan Rakyat Serasah dan Ranting Agroforestri Perakaran Jabon Alelopati Tanaman Kunyit varietas Turina-2 Pertumbuhan Tanaman Kunyit Produksi Rimpang Kunyit Kandungan Kurkumin Kebutuhan Industri Tambahan Pendapatan Petani Kesejahteraan Petani Gambar 1 Alur kegiatan penelitian agroforestri tanaman kunyit (C domestica) di bawah tegakan jabon (A. cadamba.)

5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang, kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon, 3) Arsitektur perakaran pohon jabon. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2012 sampai bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, selama empat bulan dilaksanakan di Rumah Kaca Bagian Ekologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang, kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon dan Arsitektur perakaran pohon jabon dilaksanakan di Dusun Tawakal RT/RW 01/ 05, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Analisis kurkumin dengan uji Spektrofotometri di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) dan analisis bahan kimia serasah jabon dengan uji GC-MS Pirolisis di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH) Gunung Batu, Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah tegakan jabon umur 3 tahun 9 bulan, rimpang kunyit varietas Turina-2, pupuk anorganik (Urea, SP-36, dan KCl), pupuk kandang, tanah dari lokasi agroforestri tanaman kunyit di bawah tegakan jabon dengan tekstur clay, daun (serasah) dan ranting jabon. Alat yang digunakan timbangan, blender, gelas ukur, kain halus (planel), jangka sorong digital, meteran, polybag ukuran 40 cm x 40 cm, plastik putih ukuran 40 cm x 60 dengan tebal 8 mm, garpu, toples plastik, kompas, pita ukur, bak plastik, haga hypsometer, Lux meter dan spherical densiometer. Rancangan penelitian ini terdiri atas: Rancangan Penelitian 1. Penelitian Pengaruh Alelopati Daun dan Ranting Jabon Terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang dan Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit Penelitian disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial (dua faktor), dengan tiga ulangan, 12 kombinasi perlakuan, 36 satuan

6 percobaan, dan 72 satuan amatan. Faktor pertama ekstrak serasah jabon (D0) 0 g l-1, (D1) 3 g l-1, (D2) 6 g l-1, (D3) 9 g l-1, faktor kedua ekstrak ranting jabon (R0) 0 g l-1, (R1) 3 g l-1dan (R2) 6 g l-1. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + Ԑ ijk Keterangan : Yijk = Pengamatan pada faktor daun taraf ke-i faktor ranting taraf ke-j dan kelompok ke-k µ = Rataan umum αi = Pengaruh utama faktor daun βj = Pengaruh utama faktor ranting (αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor daun dan faktor ranting ρk = Pengaruh dari kelompok εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal Pelaksanaan Penelitian Penanaman Polybag ukuran 40 cm x 40 cm diisi tanah sebanyak 10 kg polybag-1. Tiap polybag ditanam satu rumpun kunyit berumur 18 minggu setelah tanam (MST). Polibag ukuran 40 cm x 40 cm dengan tanaman kunyit dimasukkan ke dalam kantong plastik putih berukuran 40 cm x 60 cm, bertujuan untuk menampung sisa ekstrak dan ranting jabon. Persiapan bahan ekstraksi Ranting dan serasah jabon diambil dari lokasi penelitian agroforestri. Ranting jabon dipotong kecil-kecil dengan panjang 0.5 cm kemudian dijemur hingga kadar airnya 10%. Potongan ranting digiling menjadi serbuk dengan ukuran 80 mesh, penggilingan dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakutas Kehutanan IPB. Serasah diambil tiap minggu, dibersihkan dengan aquades kemudian diblender hingga halus (Hilwan 1993; Walalangi 1994; Daryono 1998; Achmad dan Suryana 2009). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Bahan serbuk ranting dan hasil blenderan serasah direndam dengan aquades dingin selama 24 jam sesuai perlakuan. Perlakuan serasah adalah (D0) 0 g l-1, (D1) 3 g l-1, (D2) 6 g l-1, dan (D3) 9 g l-1, dan perlakuan ranting adalah (R1) 0 g l-1, (R1) 3 g l -1 dan (R2) 6 g l-1. Aplikasi ekstraksi Ekstrak serasah dan ranting jabon disaring menggunakan kain planel. Hasil saringan ekstrak disiramkan pada satuan amatan sebanyak 150 ml rumpun-1 sesuai perlakuan. Aplikasi ekstrak serasah dan ranting jabon dilakukan empat kali pada tanaman kunyit berumur 22 MST, 23 MST, 24 MST dan 25 MST.

7 2. Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang, Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit di Bawah Tegakan Jabon Parameter pertumbuhan tanaman kunyit disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan empat perlakuan dan masing-masing perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas: (J0) jabon tidak agroforestri, (J1) jabon agroforestri (ada kunyit dan diberikan pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg ha-1, (J2) jabon agroforestri (ada kunyit dan diberikan pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg ha-1 sebagai pupuk anjuran pada cahaya penuh (Rahardjo dan Rostiana 2009), dan (J3) jabon agroforestri (ada kunyit dan diberikan pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 250 kg ha-1. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Yij = µ + τi + βj + Ԑ ij Keterangan : Yij = Pengamatan dosis pupuk ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan dosis duduk βj = Pengaruh kelompok ulangan (blok) Ԑ ij = Pengaruh acak yang menyebar normal Parameter produksi kunyit (bobot rimpang kunyit dan kandungan kurkumin) dianalisis menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial (dua faktor), yaitu: faktor pertama dosis pupuk (J1) pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg ha-1, (J2) pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg ha-1 sebagai pupuk anjuran pada cahaya penuh (Rahardjo dan Rostiana 2009), dan (J3) pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 250 kg ha-1, faktor kedua umur panen (U1) umur 6 BST, (U2) umur 7 BST dan (U3) umur 8 BST. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez 2007). Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + Ԑ ijk Keterangan : Yijk = Pengamatan pada faktor dosis pupuk taraf ke-i faktor umur panen taraf ke-j dan kelompok ke-k µ = Rataan umum αi = Pengaruh utama faktor dosis pupuk βj = Pengaruh utama faktor umur panen (αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor dosis pupuk dan faktor umur panen ρk = Pengaruh dari kelompok εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal

8 Pelaksanaan Penelitian Persiapan bibit Rimpang kunyit induk dipotong empat bagian, rimpang anakan dipilih dengan berat 15-20 g, kemudian disemai dalam bak plastik yang berisi coco peat selama 30-45 hari. Penyiraman dilakukan pada waktu pagi dan sore untuk menjaga kelembaban sehingga mata rimpang bertunas. Rimpang dengan tinggi tunas 5 cm sudah dapat dipindahkan ke lapangan. Persiapan lahan Gulma di bawah tegakan jabon berumur 3 tahun 9 bulan dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dicangkul sampai gembur dan dibuat petakan dengan ukuran 3 m x 3.5 m. Tiap petak terdapat 4 pohon jabon yang memiliki rata-rata diameter batang 8.0-19.0 cm dan tinggi total pohon jabon 11.0-17.9 m. Penanaman Bibit kunyit ditanam dengan jarak 50 cm x 50 cm berjumlah 24 tanaman per petak. Pertumbuhan bibit kunyit tidak seragam sehingga masing-masing blok ditanam bibit kunyit dengan tinggi berbeda. Blok satu ditanam bibit kunyit dengan tinggi rata-rata 30.2 cm, blok dua rata-rata tinggi 10.4 cm dan blok tiga tinggi rata-rata 6.7 cm. Waktu penanaman bibit kunyit dilakukan secara hati-hati agar mata tunas tidak terpisah dengan rimpang kunyit (patah). Pemupukan Gambar 2 Tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon A. cadamba) Pupuk kandang diberikan dua minggu sebelum penanaman kunyit dengan takaran 500 g lubang -1 (setara 20 ton ha -1 ). Pupuk SP-36 dan KCl diberikan bersamaan penanaman kunyit masing-masing perlakuan J1 3.75 g lubang -1 (setara 150 kg ha -1 ), perlakuan J2 5 g lubang -1 (setara 200 kg ha -1 ) dan perlakuan J3 6.25 g lubang -1 (setara 250 kg ha -1 ). Dosis pupuk Urea pada perlakuan J1 3.75 g lubang -1 (setara 150 kg ha -1 ), perlakuan J2 5 g lubang -1 (setara 200 kg ha -1 ) dan perlakuan J3 6.25 g lubang 1 (setara 250 kg ha -1 ) diberikan menjadi dua bagian pada umur 1 bulan setelah tanam (BST) dan 3 BST. Teknik pemupukan dengan cara dialur melingkari tanaman (Helmi et al. 2004).

9 Pemeliharaan Gulma dibersihkan untuk menghindari adanya kompetisi unsur hara dan air. Serasah, ranting, cabang jabon yang gugur di plot penelitian dibersihkan dan dilakukan pengamatan hama dan penyakit secara rutin. Pengendalian hama daun dengan cara mekanis, ulat tanah pengendalian dengan pemberian pestisida. 3. Arsitektur Perakaran Pohon Jabon Penggalian dilakukan pada lingkaran tegakan jabon sampai didapatkan akar horizontal. Panjang akar horizontal diukur dari batang utama sampai ujung akar dan ke dalaman akar horizontal dari permukaan tanah sampai ke akar horizontal. Tujuan penggalian akar adalah melihat arsitektur perakaran pohon jabon. Parameter pengamatan akar jabon adalah jumlah akar primer, panjang akar horinzontal dan ke dalaman akar horizontal. Pengamatan terdiri atas: 1. Parameter pertumbuhan jabon Pengamatan 1.1. Perhitungan Riap Pohon: Riap pohon dipakai untuk menyatakan pertambahan dimensi (diameter batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total) pohon atau tegakan per satuan luas pada waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum penanaman kunyit sampai panen kunyit terakhir (umur 8 BST). Pendekatan perhitungan riap rata-rata berjalan (Susila 2010) rumus : dimana: CAI = riap rata-rata berjalan (current annual increment) D t = diameter (cm) atau tinggi pohon saat pengamatan (m) Dt-1 = diameter (cm) atau tinggi pohon sebelumnya (m) T = jarak waktu pengukuran (bulan) 1.2. Pengukuran Tajuk: Pengukuran luasan tajuk dilakukan dengan cara mengukur diameter tajuk menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan sebelum penanaman hingga panen kunyit terakhir (umur 8 BST). 1.3. Intensitas Naungan: Persentase penutupan tajuk diukur untuk menduga besarnya jumlah radiasi sinar matahari yang menembus sampai ke tanah. Pendugaan penutupan cahaya matahari oleh tajuk tegakan dilakukan dengan menggunakan alat sphericle densiometer (Supriyanto dan Kasno 2001), penghitungan dengan rumus:

10 Keterangan; Ti = Keterbukaan tajuk Tn = Bobot pada masing-masing titik pengukuran N = Jumlah titik pengukuran 1.4. Pengukuran intensitas cahaya matahari: Pengukuran intensitas cahaya matahari menggunakan Lux meter dengan 3 waktu yaitu; pagi (pukul 07.00-08.00), siang (pukul 12.00-13.00) dan sore (pukul 16.00-17.00) selama tiga hari. Lux meter diletak diatas permukaan tanah setinggi 75 cm. 2. Parameter pertumbuhan tanaman kunyit 2.1. Parameter pertumbuhan tanaman kunyit pada penelitian pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, terdiri atas: 2.1.1 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun dari umur 22-26 minggu setelah tanam (MST) 2.1.2 Diameter batang, lebar daun, dan panjang daun pada umur 23 MST 2.1.3 Bobot rimpang dan kandungan kurkumin pada umur 26 MST dan 35 MST 2.2. Parameter pertumbuhan tanaman kunyit pada penelitian pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang, kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon, terdiri atas: 2.2.1 Tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun dari umur 1-5 BST 2.2.2 Diameter batang, lebar daun dan panjang daun pada umur 5 BST 2.2.3 Bobot rimpang pada umur 6 BST, 7 BST, dan 8 BST 2.2.4 Kandungan kurkumin pada umur 6 BST, 7 BST, dan 8 BST Analisis Data Hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan menggunakan program SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1 sehingga diperoleh analisis keragamannya. Apabila dalam sidik ragam pada taraf α 0.05 perlakuan menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan nilai rata-rata perlakuan. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian agroforestri tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon (A. cadamba) terdiri atas : pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang, kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon, dan arsitektur perakaran pohon jabon memberikan beberapa hasil penelitian.

3.1 Pengaruh Alelopati Daun dan Ranting Jabon Terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang dan Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit Pertumbuhan tanaman kunyit Hasil analisis sidik ragam perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, lingkar batang, lebar daun, panjang daun, dan berat rimpang tanaman kunyit pada umur 26 MST dan umur 35 MST disajikan pada Tabel 3. Perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, lingkar batang, lebar daun, panjang daun, dan berat rimpang tanaman kunyit pada umur 26 MST dan umur 35 MST menunjukkan semua aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon ke tanaman kunyit tidak pengaruh nyata, diduga kandungan kimia daun dan ranting jabon tidak bersifat senyawa alelopati. Tabel 3 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam parameter tanaman kunyit (C. domestica) Parameter Perlakuan F hitung KK Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah anakan Lingkar batang Panjang daun Lebar daun Berat rimpang umur 6 BST Berat rimpang umur 8 BST Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Ekstrak daun Ekstrak Ranting Interaksi daun dan ranting Keterangan : tn : tidak nyata pada taraf 5%, KK : koefisien keragaman 0.89 tn 0.85 tn 3.61 0.06 tn 11 0.47 tn 0.82 tn 10.80 0.35 tn 0.76 tn 0.64 tn 14.87 0.22 tn 0.94 tn 0.84 tn 7.24 0.35 tn 0.64 tn 0.83 tn 4.43 0.56 tn 0.63 tn 0.79 tn 5.55 0.61 tn 0.58 tn 0.97 tn 22.26 0.94 tn 0.77 tn 0.36 tn 0.73 tn 21.87 Tanaman berkayu yang dilaporkan bersifat alelopati antara lain: Acasia spp., Albizzia lebbeck, Eucalyptus spp., Grewia optiva, Glirycidia sepium, Leucaena leucocephala, Moringa oleifera, Populus deltoides, Abies balsamea, Picea mariana, Pinus divaricata, P. recinosa, dan Thuja occidentalis disajikan

12 pada Lampiran 3 ( Coder dan Warnell 1999). Menurut Junaedi et al. (2006) alelopati yang dihasilkan dari tanaman berkayu dapat dimanfaatkan dalam pertanaman sistem wanatani (agroforestry) serta dalam pengendalian gulma, patogen, ataupun hama. Hasil pengamatan parameter pertumbuhan tanaman kunyit perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon disajikan pada Tabel 4, 5, dan 6. Pada Tabel 4 terlihat semua perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon tidak beda nyata dengan kontrol. Rata-rata tinggi tanaman kunyit perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon pada pengamtan 1-5 MSA berkisar 112-123 cm. Data Tabel 4 memperlihatkan ekstrak daun jabon dengan konsentrasi tinggi 9 g l -1 (D3) masih menunjukkan kecenderungan positif terhadap tinggi tanaman kunyit. Hasil analisis daun jabon diduga tidak terdapat kandungan kimiawi yang bersifat alelopati. Kandungan kimiawi daun jabon terbesar adalah Limonene dan Spiroandrost dengan konsentrasi masing-masing 12.5% 10.5% (Lampiran 2). Kandungan kimiawi tersebut digunakan sebagai bahan antibiotik. Menurut Krisnawati et al. (2007) ekstrak daun jabon dapat digunakan dan berfungsi sebagai obat kumur. Data Tabel 4 juga memperlihatkan interaksi serasah dan ranting jabon dengan konsentrasi tinggi (D3R2) terdapat kecenderungan positif pada pertumbuhan tanaman kunyit. Pelakuan ekstrak daun dan ranting jabon menunjukkan tidak terdapat pengaruh penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman kunyit. Pengamatan 3 minggu setelah aplikasi (MSA) pertumbuhan tinggi tanaman kunyit bertambah pada semua perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon. Tidak terdapat pertumbuhan tinggi tanaman kunyit pada pengamatan 4 MSA, karena 4 MSA tanaman kunyit telah masuk fase pembentukan rimpang. Tabel 4 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap tinggi tanaman kunyit (C. domestica) Tinggi tanaman (cm) Perlakuan MSA 0 1 2 3 4 5 a D0R0 115.2 a 116.8 a 115.2 a 117.5 a 121.0 a 121.0 a D0R1 116.7 a 118.6 a 116.9 a 118.4 a 120.6 a 120.6 a D0R2 117.3 a 119.5 a 117.3 a 119.2 a 119.4 a 119.4 a D1R0 116.4 a 118.3 a 116.5 a 118.3 a 120.3 a 120.3 a D1R1 117.0 a 118.7 a 117.8 a 121.2 a 121.4 a 121.4 a D1R2 115.0 a 117.8 a 115.3 a 114.0 a 114.8 a 114.8 a D2R0 118.0 a 119.2 a 118.8 a 118.8 a 120.8 a 120.8 a D2R1 117.0 a 115.3 a 113.8 a 116.5 a 115.7 a 115.7 a D2R2 116.7 a 117.4 a 116.0 a 116.4 a 117.1 a 117.1 a D3R0 113.2 a 115.2 a 112.2 a 111.8 a 113.8 a 113.8 a D3R1 120.3 a 123.0 a 121.2 a 122.2 a 122.3 a 122.3 a D3R2 116.0 a 118.7 a 116.3 a 118.0 a 119.3 a 119.3 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Jumlah daun dihitung pada batang utama tanaman kunyit, jumlah daun disajikan pada Tabel 5. Data Tabel 5 menunjukkan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan daun tanaman kunyit. Aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon pada perlakuan D1R2 menunjukkan konsentrasi yang baik untuk pertumbuhan daun tanaman kunyit. Pengamatan jumlah daun tanaman kunyit dari 1 MSA sampai 5 MSA memperlihatkan pertumbuhan daun tanaman kunyit terus bertambah. Pertumbuhan daun tanaman kunyit terus bertambah diduga kandungan kimiawi daun dan ranting jabon tidak bersifat alelopati. Rata-rata jumlah daun tanaman kunyit pada 5 MSA berkisar 7.0-8.1 lembar tanaman -1. Jumlah daun tanaman kunyit pada perlakuan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon tidak berbeda dengan jumlah daun tanaman kunyit tanpa perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Parameter jumlah anakan tanaman kunyit perlakuan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon memberikan respon yang sama terhadap tanaman kunyit tanpa aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Hal ini diduga ekstrak daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan anakan tanaman kunyit (Tabel 6). Pertumbuhan anakan tanaman kunyit tidak terhambat diduga ekstrak daun dan ranting jabon mengandung bahan kimiawi yang tidak bersifat alelopati. Jumlah anakan tanaman kunyit umur 5 MSA berkisar 5.5-7.2 tunas tanaman -1. Jumlah anakan berkorelasi dengan jumlah rimpang yang terbentuk, makin bertambah anakan yang tumbuh, makin besar produkivitas rimpang kunyit terbentuk. Tabel 5 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah daun tanaman kunyit (C. domestia) Perlakuan Jumlah daun (MSA) 0 1 2 3 4 5 D0R0 5.5a a 6.2 a 7.0 a 7.2 a 7.8 a 8.0 a D0R1 4.7 a 5.3 a 5.8 a 6.0 a 6.3 a 6.5 a D0R2 5.3 a 6.3 a 6.2 a 6.8 a 7.3 a 7.5 a D1R0 5.0 a 5.8 a 6.7 a 7.0 a 7.3 a 7.5 a D1R1 5.3 a 6.7 a 6.8 a 7.5 a 7.8 a 8.0 a D1R2 5.5 a 6.5 a 7.2 a 7.7 a 8.0 a 8.2 a D2R0 5.2 a 6.0 a 6.7 a 7.0 a 7.5 a 7.7 a D2R1 4.5 a 5.8 a 6.8 a 7.0 a 7.7 a 7.7 a D2R2 5.8 a 6.5 a 6.7 a 7.0 a 7.5 a 7.5 a D3R0 5.0 a 5.7 a 6.0 a 6.5 a 6.8 a 7.0 a D3R1 5.2 a 6.2 a 6.5 a 7.2 a 7.7 a 7.7 a D3R2 5.0 a 6.3 a 6.5 a 7.2 a 7.0 a 7.5 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% 13

14 Data Tabel 6 juga memperlihatkan ekstrak daun jabon konsentrasi tinggi anakan tanaman kunyit masih dapat tumbuh. Anakan tanaman kunyit dapat tumbuh pada 4 MSA diduga ekstrak daun jabon mengandung unsur hara. Atunnisa (2013) daun jabon yang telah terdekomposisi akan mensubsidi unsur hara ke dalam tanah, unsur hara serasah jabon terdekomposisi adalah unsur N, P, K, Ca dan Mg kandungan masing-masing unsur hara adalah 230 kg ha -1 th -1, 44 kg ha -1 th -1, 110 kg ha -1 th -1, 238 kg ha -1 th -1 dan 151 kg ha -1 th -1. Tabel 6 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah anakan tanaman kunyit (C. domestica) Perlakuan Jumlah anakan (MSA) 0 1 2 3 4 5 D0R0 3.3 a 4.7 a 5.5 a 5.4 a 6.0 a 6.0 a D0R1 4.0 a 5.7 a 6.0 a 6.2 a 6.7 a 6.8 a D0R2 4.0 a 4.7 a 4.7 a 5.2 a 5.7 a 5.8 a D1R0 4.0 a 5.8 a 6.8 a 6.8 a 6.8 a 7.0 a D1R1 4.0 a 4.3 a 5.2 a 5.5 a 5.7 a 5.8 a D1R2 4.3 a 5.2 a 6.3 a 6.5 a 6.8 a 7.0 a D2R0 4.0 a 5.2 a 6.2 a 6.3 a 6.5 a 6.5 a D2R1 4.0 a 5.2 a 6.0 a 6.2 a 6.5 a 6.5 a D2R2 4.0 a 5.0 a 6.0 a 5.9 a 6.3 a 6.3 a D3R0 3.3 a 5.2 a 4.8 a 5.2 a 5.3 a 5.5 a D3R1 4.7 a 6.0 a 6.8 a 6.9 a 7.2 a 7.2 a D3R2 3.7 a 5.0 a 5.5 a 5.9 a 5.7 a 6.0 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Hasil pengukuran diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan perlakuan pemberian ekstrak daun dan ranting jabon terhadap parameter pertumbuhan diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit tidak beda nyata dengan tanaman kunyit tanpa perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon konsentrasi tinggi (D3R2) tidak beda nyata dengan ekstrak daun dan ranting jabon konsentrasi rendah (D1R1). Perlakuan pemberian ekstrak daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit.

Tabel 7 Pertumbuhan diameter batang, lebar dan panjang daun tanaman kunyit (C. domestica) Parameter Perlakuan Diameter Batang (mm) Lebar Daun (cm) Panjang Daun (cm) D0R0 21.7 a 17.3 a 57.2 a D0R1 22.9 a 16.9 a 56.3 a D0R2 22.2 a 16.2 a 56.7 a D1R0 23.6 a 16.7 a 58.2 a D1R1 21.9 a 17.2 a 57.7 a D1R2 22.0 a 16.5 a 58.0 a D2R0 22.5 a 17.2 a 58.2 a D2R1 23.3 a 16.6 a 56.0 a D2R2 22.2 a 16.7 a 59.0 a D3R0 21.4 a 16.9 a 56.3 a D3R1 22.5 a 17.2 a 59.8 a D3R2 24.0 a 17.8 a 58.3 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Bobot rimpang kunyit Perlakuan pemberian ekstrak daun dan ranting jabon terhadap bobot rimpang kunyit tidak berbeda nyata dengan bobot rimpang kunyit tanpa perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Bobot rimpang kunyit umur 26 umur 35 MST disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bobot rimpang kunyit umur 26 MST dari 205.6 g rumpun -1 sampai 246.6 g rumpun -1. Ekstrak daun dan ranting jabon dengan konsentrasi tinggi tidak menurunkan bobot rimpang kunyit. Gambar 3 juga menunjukkan bobot rimpang kunyit umur 35 MST berkisar 201.0 g rumpun -1 hingga 256.0 g rumpun -1. Perlakuan esktrak daun dan ranting jabon terhadap bobot rimpang umur 35 MST tidak beda nyata dengan bobot rimpang kunyit tanpa perlakuan (D0R0). Perlakuan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon tidak mempengaruhi bobot rimpang pada umur 35 MST. Esktrak daun dan ranting jabon konsentrasi tinggi tidak mempengaruhi bobot rimpang kunyit. 15 Gambar 3 Bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 26 MST dan 35 MST

16 Kandungan kurkumin Hasil analisis kandungan kurkumin rimpang kunyit pada perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon tidak mempengaruhi kandungan kurkumin pada umur 26 MST. Kandungan kurkumin yang dihasilkan pada umur 26 MST adalah 5-6% tidak berkurang dari kandungan kurkumin pada umur 20 MST sebesar 5%. Perlakuan aplikasi ekstrak daun jabon (D3R0) tidak mempengaruhi kandungan kurkumin pada umur 26 MST. Ekstrak ranting jabon (D0R2) juga tidak mempengaruhi kandungan kurkumin pada umur 26 MST. Perlakuan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon (D2R2) tidak mempengaruhi kandungan kurkumin pada umur 26 MST. Kandungan kurkumin yang dihasilkan pada perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon lebih rendah dari penelitian sebelumnya sebesar 10.16% (Syukur 2010). Perlakuan ekstraksi daun dan ranting jabon pada umur 26 MST menghasilkan kandungan kurkumin telah mencapai standar mutu Materia Medika Indonesia (MMI) 5%. Tabel 8 juga menunjukkan hasil analisis kandungan kurkumin rimpang kunyit pada umur 35 MST adalah 4-6%. Perlakuan aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon (D0R2) menghasilkan kandungan kurkumin sebesar 6% mencapai standar mutu MMI 5%. Perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D2R2) kandungan kurkumin berada dibatas mutu MMI (5%), kandungan kurkumin pada perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0 dan D3R0) di bawah mutu MMI. Tabel 8 Pengaruh perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap kandungan kurkumin rimpang kunyit (C. domestica Val) Umur Perlakuan tanaman Pupuk anjuran (Urea, SP-36, kunyit KCl masing-masing 200 kg ha -1 ) D0R0 D3R0 D0R2 D2R2 Kandungan kurkumin (%) 20 MST 5 26 MST 5 6 5 5 35 MST 4 4 6 5 Hasil analisis daun jabon dengan metoda GC-MS Pirolisis menghasilkan kandungan kimiawi adalah I-Limonene 12.51%, Spiroandrost-5-ene 10.53%, Acetic acid 7.94%, Benzenediol 5.05% dan kandungan kimiawi lainnya dibawah 5% (Lampiran 2). Kandungan kimiawi daun jabon yang dihasilkan tidak terdapat sifat yang mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan tanaman kunyit, dan mengurangi bobot rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit. 3.2 Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang, Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit di Bawah Tegakan Jabon Pertumbuhan jabon Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk terhadap diameter batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan

disajikan pada Tabel 9. Perlakuan dosis pupuk terhadap diameter batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total menunjukkan sistem agroforestri dengan tidak agroforestri menunjukkan tidak pengaruh nyata. Tabel 9 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam parameter tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan Parameter F hit KK Diameter batang 0.18 tn 36.29 Tinggi bebas cabang 0.45 tn 16.67 Tinggi total 0.58 tn 15.33 Keterangan : tn : tidak nyata pada taraf 5%, KK : koefisien keragaman Hasil pengukuran tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan diperoleh nilai riap rata-rata berjalan (current annual increment) (CAI) adalah diameter pohon, tinggi bebas cabang dan tinggi total dengan nilai 5.0 cm, 4.4 m dan 3.1 m pada perlakuan tidak agroforestri (J0). Nilai riap rata-rata diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total pada perlakuan agroforestri (J2) adalah 3.9 cm, 3.8 m dan 4.2 m (Tabel 10). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai riap rata-rata berjalan sama dengan penelitian sebelumnya. Krisnawati et al. (2011) menyatakan tegakan jabon berumur hingga 5 tahun memiliki riap diameter rata-rata 1.2-11 cm tahun -1 dan riap tinggi rata-rata 0.8-7.9 m tahun -1. Data Tabel 10 juga menunjukkan semua perlakuan agroforestri (J1, J2 dan J3) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tidak agroforestri (J0). Pertumbuhan riap rata-rata berjalan tegakan jabon sistem agroforestri dengan kunyit yang diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl (J1, J2 dan J3) tidak berbeda nyata dengan jabon tidak agroforesti (tanpa kunyit). Sistem agroforestri tidak menunjukkan interaksi yang menghambat pertumbuhan jabon. Menurut Huxley (1999) interaksi dibagi tiga zona, yaitu: 1) zona A interaksi di atas tanah (kompetisi akan cahaya), 2) zona B interaksi lapisan tanah atas yang merupakan interaksi antara beberapa akar tanaman, 3) zona C interaksi lapisan tanah bawah yang didominasi oleh akar dari satu macam tanaman. Pada lapisan tanah atas (zona B) perlakuan dosis pupuk pada tanaman kunyit diduga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan riap rata-rata tegakan jabon. Hasil penelitian Seo (2010) membandingkan pertumbuhan tegakan jabon pada lokasi yang berbeda menyatakan pertumbuhan tegakan jabon dipengaruhi oleh kondisi lokasi dan kesuburan tanah dibandingkan dengan praktek silvikultur seperti pemupukan dan pemeliharaan. Kesuburan tanah dapat ditandai dengan jumlah mikroorganisme tanah. Jumlah mikroorganisme tanah di bawah tegakan jabon pada lokasi penelitian ini digolong besar yaitu 49 x 10-6 SPK/g (Atunnisa 2013). 17

18 Tabel 10 Pengaruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan Perlakuan Parameter DB (cm) TBC (m) TT (m) J0 (jabon tidak agroforestri) 5.0 a 4.4 a 3.1 a J1 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 150 kg ha -1 ) 2.8 a 3.8 a 4.4 a J2 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 200 kg ha -1 ) 3.9 a 3.8 a 4.2 a J3 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha -1 ) 3.5 a 3.3 a 2.5 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%, (DB) diameter batang, (TBC) tinggi bebas cabang, (TT) tinggi total Pertumbuhan suatu tegakan merupakan proses terjadinya peningkatan jumlah serta ukuran daun dan pertumbuhan batang. Dengan bertambah besarnya nilai rata-rata riap suatu tegakan akan bertambah pula luas tajuk (Tabel 11). Ukuran tajuk juga menentukan tingkat kompetisi antar pohon, yaitu kompetisi ruang untuk mendapatkan unsur hara, air dan mendapatkan cahaya (Hairiah et al. 2002; Helmi et al. 2004; Mawazin dan Suhaendi 2008). Data Tabel 8 menunjukkan pertumbuhan luas tajuk perlakuan agroforestri dengan kunyit (J1, J2 dan J3) tidak berbeda nyata dengan jabon tidak agroforestri (jabon tanpa kunyit). Luas tajuk berfungsi untuk mengetahui intensitas naugan yang dihasilkan suatu tegakan. Semakin luas tajuk akan bertambah besar pula intensitas naugan. Tabel 11 Pengaruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tajuk tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan Parameter Perlakuan Luas Tajuk Pohon (m 2 ) Intensitas Naungan (%) J0 (jabon tidak agroforestri) 0.34 a 76.1 J1 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 150 kg ha -1 ) 0.24 a 73.0 J2 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 200 kg ha -1 ) 0.33 a 76.8 J3 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha -1 ) 0.25 a 71.2 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Pertumbuhan tanaman kunyit Tanaman kunyit tumbuh baik pada intensitas cahaya penuh, juga dapat tumbuh di bawah naungan dengan intensitas cahaya matahari 70%, curah hujan 2000-4000 mm tahun -1 dengan ketinggian tempat 240-1200 m di atas permukaan laut (dpl) (Rahardjo dan Rostiana 2009). Pertumbuhan tanaman kunyit paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang optimum bagi

tanaman kunyit antara 19-30 0 C. Jenis tanah tanaman kunyit adalah jenis latosol, aluvial dan regosol. Tanah lokasi penelitian di bawah tegakan jabon umur 3 tahun tahun 5 bulan bertekstur liat, ph bersifat masam, dengan kandungan C organik rendah, hara N dan P tanah rendah, namun hara K sangat tinggi (Seo 2013). Curah hujan, kelembaban dan suhu selama pelaksanaan penelitian disajikan pada Lampiran 3. Intensitas naungan di bawah tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan adalah sebesar 73.7%. Pengukuran Intensitas cahaya matahari dengan Lux diperoleh intensitas cahaya sebesar 49.100 1 Lux. Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk terhadap pertumbuhan tanaman kunyit (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun) tanaman kunyit disajikan pada Tabel 12. Perlakuan dosis pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun tanaman kunyit menunjukkan semua perlakuan dosis pupuk tidak pengaruh nyata. Tabel 12 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemupukan terhadap parameter tanaman kunyit (C. domestica) Parameter KT Perlakuan F hit KK Tingggi tanaman 332.61 3.48 tn 9.11 Jumlah daun 0.39 0.41 tn 11.59 Jumlah anakan 0.09 1.38 tn 24.29 Lingkar batang 32.35 3.15 tn 14.42 Lebar daun 3.28 2.08 tn 8.71 Panjang daun 82.28 2.74 tn 11.26 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%, KK: koefisien keragaman Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman kunyit disajikan pada Gambar 4, 5, dan 6. Pada Gambar 4 memperlihatkan perlakuan penambahan dosis pupuk J3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J2 dan perlakuan dosis pupuk J1 terhadap tinggi tanaman kunyit dari umur 1 BST sampai umur 5 BST. Pelakuan dosis pupuk terhadap tinggi tanaman umur 1 BST masing-masing adalah 52.2 cm (J1), 49.7 cm (J2) dan 55.8 cm (J3). Tinggi tanaman kunyit pada umur 5 BST adalah 102.9 (J1), 108.3 (J2) dan 119.3 cm. Tinggi tanaman hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian sebelumya, dimana tinggi tanaman kunyit varietas Turina-2 pada cahaya penuh 150-200 cm (BALITTRO 2007). Hasil penelitian Yusron (2009) tanaman temulawak di bawah tegakan jati umur 3 tahun dan di bawah tegakan sengon umur 5 tahun dengan intensitas cahaya 60% dan 40% dengan dosis pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing 200 kg ha -1 tinggi tanaman meningkat dengan penambahan pupuk bio 45 dan 90 kg ha -1. 19

20 Gambar 4 Pengaruh dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman kunyit (C domestica) Penghitungan jumlah daun dilakukan pada batang utama tanaman kunyit (tunas pertama tumbuh). Jumlah daun tanaman kunyit disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 menunjukkan pengurangan dosis pupuk J1 tidak menurunkan jumlah daun yang terbentuk. Perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun umur 1 BST adalah 4.3 lembar tanaman -1 (J1), 4.5 tanaman rumpun -1 (J2) dan 4.5 lembar tanaman -1 (J3). Jumlah daun pada umur 4 BST adalah 9.9 lembar tanaman -1 (J1), 9.9 lembar tanaman -1 (J2) dan 10.4 lembar tanaman -1 (J3). Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun pada umur 5 BST memperlihatkan jumlah daun berkurang dengan nilai 8.1 lembar tanaman -1 (J1), 9.2 lembar tanaman -1 (J2) dan 8.8 lembar tanaman -1 (J3). Menurut Li et al. (2010) tanaman umur 130-160 hari setelah tanam (HST) memasuki tahap perkembangan rimpang. Penelitian Syahid et al. (2010) pada sembilan aksesi kunyit menghasilkan jumlah daun kunyit berkisar 6.0-8.0 lembar tanaman -1 di bawah tegakan jati dengan intensitas naungan 30%. Data Gambar 5 juga menunjukkan perlakuan dosis pupuk (J3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk (J2) dan perlakuan dosis pupuk (J1). Gambar 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun tanaman kunyit (C. domestica)

Parameter pengamatan jumlah anakan tanaman kunyit umur 1 BST sampai 5 BST disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan tanaman kunyit bertunas pada umur 2 BST, jumlah anakan kunyit pada masing-masing perlakuan dosis pupuk adalah 0.4 anakan tanaman -1 (J1), 0.4 anakan tanaman -1 (J2) dan 0.6 anakan tanaman -1 (J3). Pertumbuhan anakan kunyit terus bertambah sampai tanaman berumur 5 BST. Hasil penghitungan jumlah anakan kunyit pada umur 5 BST masing-masing perlakuan dosis pupuk adalah anakan 3.6 anakan tanaman -1 (J1), 3.2 anakan tanaman -1 (J2) dan 3.7 anakan tanaman -1 (J3). Gambar 6 juga menunjukkan perlakuan dosis pupuk (J3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk (J2) dan pelakuan dosis pupuk (J1). 21 Gambar 6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah anakan tanaman kunyit (C. domestica) Komponen pertumbuhan diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit disajikan pada Tabel 13. Data Tabel 13 menunjukkan perlakuan penambahan dosis pupuk J3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan J2 dan perlakuan J1. Hasil pengukuran diameter batang pada umur 5 BST adalah 22.7 mm (J1), 19.1 mm (J2) dan 25.2 mm (J3). Hasil penelitian Syahid et al. (2010) tanaman kunyit di bawah tegakan jati dengan intesitas naungan 30% diperoleh diameter batang 11.30-14.39 mm. Hasil pengukuran lebar dan panjang daun tanaman kunyit penelitian ini berbeda dari hasil penelitian sebelumnya. Lebar dan panjang daun tanaman kunyit di bawah tegakan jati dengan intensitas naungan 30% masing-masing adalah 9.17-10.23 cm dan 35.96-40.27 cm (Syahid et al. 2010). Lebar dan panjangnya daun dipengaruhi oleh tingginya intensitas naungan. Menurut Sukarjo (2004) tanaman yang mendapat naungan yang lama ada kecenderungan tanaman memperluas individu daun. Daun sebagai organ penting pada tanaman yang berfungsi sebagai alat fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat.

22 Tabel 13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap komponen pertumbuhan diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit (C. domestica) Perlakuan J1 (pupuk Urea, SP-36, KCl masingmasing 150 kg ha -1 ) J2 (pupuk Urea, SP-36, KCl masingmasing 200 kg ha -1 ) J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl masingmasing 250 kg ha -1 ) Diameter Batang (mm) Parameter Lebar Daun (cm) Panjang Daun (cm) 22.7 a 14.1 a 47.7 a 19.1 a 13.4 a 43.7 a 25.2 a 15.5 a 54.2 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Produksi tanaman kunyit (bobot rimpang dan kandungan kurkunin) Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap produksi tanaman kunyit (bobot rimpang dan kandungan kurkumin) disajikan pada Tabel 14. Perlakuan dosis pupuk menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot rimpang kunyit, tapi perlakuan umur panen tidak berpengaruh terhadap bobot rimpang kunyit. Perlakuan umur panen menujukkan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin, namun perlakuan dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkuin. Interaksi dosis pupuk dan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap bobot rimpang dan kandungan kurkumin. Tabel 14 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis pupuk dan umur panen terhadap produksi tanaman kunyit (C. domestica) F Hitung Parameter Dosis pupuk Umur panen Interaksi dosis pupuk dan umur panen KK Bobot rimpang 5.13 ** 2.17 tn 0.14 tn 36.99 Kurkumin 3.71 tn 19.52 ** 1.43 tn 8.93 Keterangan : ** : pengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn : tidak nyata pada taraf 5%, KK : koefisien keragaman Perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang tanaman kunyit disajikan pada Gambar 7. Pada Gambar 7 menunjukkan perlakuan dosis pupuk pada umur 6 BST menghasilkan bobot rimpang seberat 339.9 g rumpun -1 (J1), 265.3 g rumpun -1 (J2) dan 424.6 g rumpun -1 (J3). Perlakuan dosis pupuk pada umur 7 BST menghasilkan bobot rimpang 301.4 g rumpun -1 (J1), 216.9 g rumpun -1 (J2) dan 427.8 g rumpun -1 (J3). Bobot rimpang umur 8 BST pada masing-masing perlakuan dosis pupuk adalah 388.4 g rumpun -1, 382.8 g rumpun -1 dan 585.4 g rumpun -1. Perlakuan dosis pupuk J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha -1 ) berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J1 dan J2 (Tabel 15).

Tabel 15 Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) Perlakuan Bobot rimpang kunyit (g rumpun -1 ) J1 (pupuk Urea, SP-36, KCl masingmasing 150 kg ha -1 ) 278.32 b J2 (pupuk Urea, SP-36, KCl masingmasing 200 kg ha -1 ) 343.27 b J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl masingmasing 250 kg ha -1 ) 479.23 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1% Perlakuan dosis pupuk J3 berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J1 dan J2 diduga penggunaan pupuk dengan dosis tinggi akan meningkatkan bobot rimpang kunyit. Menurut Rahardjo dan Pribadi (2010) penggunaan pupuk urea yang semakin tinggi dosisnya berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman temulawak, sehingga dapat menghasilkan produksi rimpang 25.46 ton ha -1 dengan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 300 kg ha -1, 200 kg ha -1 dan 200 kg ha -1. Rahardjo (2012) menambahkan semakin tinggi dosis pupuk KCl diberikan bertambah meningkat produksi rimpang jahe yang dihasilkan, bobot rimpang jahe adalah 271.51 g rumpun -1 dengan pemberian dosis pupuk Urea, SP-36, dan KCl masing-masing 200 kg ha -1, 200 kg ha -1 dan 350 kg ha -1. Menurut Yusron et al. (2012) penurunan dosis pupuk anjuran akan mengakibatkan penurunan hasil jahe cukup besar. 23 Gambar 7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) Gambar 7 juga menunjukkan umur panen 8 BST tidak berbeda nyata dengan umur panen 6 BST dan 7 BST terhadap bobot rimpang kunyit. Bobot rimpang kunyit umur panen 8 BST tidak berbeda nyata dengan umur panen 6 dan 7 BST disajika pada Tabel 16. Bobot rimpang pada umur panen 6 dan 7 BST tidak berbeda nyata dengan umur panen 8 BST diduga berkaitan dengan distribusi unsur hara dalam pengisian rimpang. Di mana, mulai pada umur 6 BST unsur

24 hara yang diserap akan banyak didistribusikan ke bagaian rimpang, sehingga rimpang terbentuk dengan baik. Tabel 16 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) Perlakuan Bobot rimpang kunyit (g rumpun -1 ) Umur panen 6 BST 343.26 a Umur panen 7 BST 315.35 a Umur panen 8 BST 442.21 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Hasil dari pengukuran intensitas naungan di bawah tegakan jabon berumur 4 tahun 5 bulan diperoleh intensitas naungan rata-rata adalah sebesar 73.7%. Bobot rimpang kunyit umur 8 BST pada tingkat naungan disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bobot rimpang kunyit pada tingkat naungan 73.7% adalah 388.4 g rumpun -1 (J1), 352.8 g rumpun -1 (J2) dan 585.4 g rumpun -1 (J3). Perlakuan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 150 kg ha -1 (J1) dan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 200 kg ha -1 (J2) menghasilkan bobot rimpang kunyit di bawah batas hasil rimpang pada cahaya penuh. Bobot rimpang kunyit yang dihasilkan pada cahaya penuh adalah 500-2500 g rumpun -1 (BALITTRO 2007). Yusron (2009) menyatakan produksi rimpang temulawak akan menurun dengan meningkatnya intensitas naungan. Perlakuan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha -1 (J3) menghasilkan produksi rimpang kunyit masuk pada batas hasil bobot rimpang kunyit pada cahaya penuh. Di mana, perlakuan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha -1 (J3) cenderung meningkatkan jumlah anakan dan luas daun, karena jumlah anakan berkorelasi terhadap bobot rimpang kunyit. Hasil bobot rimpang pada penelitian ini tidak berbeda dari hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Syahid et al. (2010) sembilan aksesi di bawah tegakan jati intensitas naungan 30% dengan dosis pupuk anjuran menghasilkan berat rimpang 321.2-434.8 g rumpun -1. Pembentukan rimpang memerlukan unsur hara N dan K. Menurut Rosita et al. (2005) unsur hara K dan N merupakan salah satu unsur hara makro yang banyak diserap tanaman temu-temuan. Unsur hara K berfungsi sebagai ion transpor hara, air dan hasil fotosintesis, maka dengan peningkatan dosis pupuk KCl maka hasil fotosintesis yang dikirim ke rimpang juga meningkat. Menurut Sulaeman et al. (2005) dari hasil analisis tanah terdapat kandungan unsur hara K kategori sangat tinggi. Unsur K mempunyai fungsi penting dalam proses fotosintesis, aktifitas enzim, metabolisme karbohidrat, protein dan sebagai transport ion. Menurut Rahardjo (2012) peningkatan produksi rimpang mempunyai kecenderungan positif terhadap meningkatnya dosis pupuk KCl. Menurut Rosita dan Nurhayati (2007) pemberian dosis anjuran (NPK 200 kg ha -1 ) pada tiga nomor harapan meningkatkan produksi rimpang kunyit. Kombinasi pemberian pupuk N dan K yang optimal mampu meningkatkan produksi dan mutu rimpang kunyit (Rahardjo 2012).

25 Gambar 8 Pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 8 BST dengan intensitas naugan 73.7% Produksi rimpang pada umur 6 BST sebesar 7.4-11.9 ton ha -1, umur 7 BST 6.1-12.0 ton ha -1 dan umur 8 BST sebesar 9.9-16.4 ton ha -1 (28.000 populasi kunyit ha -1 ). Produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan pertanaman pada cahaya penuh 30 ton ha -1. Namun, produksi rimpang kunyit berbeda dari rata-rata produksi aksesi kunyit di bawah tegakan jati dengan intensitas naungan 30% pada umur panen 9 bulan sebesar 7.2-9.5 ton ha -1 dan variets Turina-3 mencapai 8.1 ton ha -1 (Syahid et al. 2012), pada cahaya penuh produksi rimpang varietas Turina-3 mencapai 30 ton -1. Kandungan kurkumin (%) Perlakuan dosis pupuk, interaksi dosis pupuk dan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin. Namun, umur panen menunjukkan berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin (Tabel 17). Hasil analisis kandungan kurkumin (%) umur 6 BST adalah 6% (J1), 6% (J2) dan 5% (J3). Meskipun belum ada standar SNI atau mutu Materia Medika Indonesia (MMI) atau Farmakope Indonesia, kandungan kurkumin pada perlakuan dosis pupuk (J1), perlakuan dosis pupuk (J2) dan perlakuan dosis pupuk (J3) telah mencapai minimun 5%. Kandungan kurkumin pada umur 8 BST adalah 5% (J1), 4% (J2) dan 4% (J3). Perlakuan umur panen 6 BST berbeda nyata dengan umur panen 7 dan 8 BST terhadap kandungan kurkumin disajikan pada Tabel 17. Kandungan kurkumin berbeda pada umur panen diduga umur 7 dan 8 BST tanaman telah memasuki fase penuaan sehingga kadar air rimpang rendah dan rimpang lebih padat berisi pati maupun kandungan protein lebih maksimal. Menurut Rostiana et al. (1990) kurkumin yang baik pada umur 5-6 bulan setelah tanam dengan kisaran 11.32-11.95%, pada cahaya penuh. Perlakuan dosis tidak berpengaruh nyata tarhadap kandungan kurkumin tanaman kunyit. Hasil penelitian Rahardjo dan Pribadi (2010) perlakuan pemupukan urea, SP36 dan KCl tidak ada pengaruh terhadap kadar xanthorhizol dan kurkuminoid simplisia temulawak.

26 Tabel 17 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kandungan kurkumin rimpang kunyit (C. domestica) Perlakuan Kandungan kurkumin (%) Umur panen 6 BST 5.6 a Umur panen 7 BST 4.5 b Umur panen 8 BST 4.1 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Kandungan kurkumin yang dihasilkan lebih rendah dari hasil penelitian Syahid et al. (2012) dengan kandungan kurkumin 6.43-7.05% pada nomor sembilan aksesi di bawah tegakan jati intensitas naungan 30%. Menurut Rahardjo dan Rosita (2003) tanaman menerima cahaya yang berkurang sampai pada tingkat tertentu maka produktivitas dan mutunya menurun. Rendahnya kandungan kurkumin di duga tingginya intensitas naungan. Menurut Joe et al. (2004) kurkumin merupakan kelompok senyawa fenolik yang dihasilkan dari rimpang kunyit. Secara umum, biosintesis fenol berhubungan dengan cahaya matahari. Tingkat naungan tertentu mempengaruhi senyawa metabolit sekunder seperti halnya senyawa fenolik, fenolat dan flavanoid. Senyawa fenolik dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Liu et al. 2005). Menurut Ghasemzadeh dan Ghasemzadeh (2011) intensitas naungan lebih dari 60% dapat menurunkan kandungan fenol dan flavonoid pada rimpang jahe. Oktavidiati et al. (2011) menambahkan dengan tingkat naungan 50% dapat menurunkan kandungan total filantin tetapi meningkatkan kandungan total hipofilantin pada tanaman meniran. 3.3 Arsitektur Perakaran Pohon Jabon Hasil pengukuran perakaran tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan disajikan pada Tabel 18. Penggalian akar tegakan jabon dilakukan pada tegakan jabon tidak agroforestri (jabon tidak ada kunyit) J0 dan perlakuan jabon agroforestri (kunyit diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing 250 kg ha -1 ) J3. Data Tabel 18 menunjukkan panjang akar horizontal pada sistem agroforestri (J3) adalah 121.5 cm dengan kedalaman akar horizontal sebesar 32.7 cm. Pada tegakan jabon tidak agroforestri (J0) panjang akar horizontal sebesar 141.6 cm dengan kedalaman akar horizontal adalah 24.8 cm. Panjang akar horizontal tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan berkisar 0.61-2.30 m dengan kedalaman akar horizontal sebesar 23-36 cm. Hasil penghitungan jumlah akar primer pada jabon berumur 4 tahun 5 bulan adalah 12.5 buah per pohon. Tumbuhan dapat tumbuh baik apabila jumlah akarnya banyak. Karena, akar berfungsi memperkuat berdirinya tumbuhan dan akar juga berfungsi sebagai organ penyerap. Akar yang panjang dan banyak dapat menyerap air dan unsurunsur hara yang terlarut didalamnya lebih banyak dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman, terutama daun melalui pembuluh xylem. Pembuluh xylem pada akar, batang dan daun merupakan suatu sistem kontinunberhubungan satu sama lain (Lakitan 2011). Jumlah akar primer banyak sehingga tegakan dapat berdiri dengan kuat.

Tabel 18 Parameter perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan Parameter pengmatan Perlakuan DB TBC TT PAH KAH (cm) (m) (m) (cm) (cm) JAP Jabon tidak agroforestri (J0) 18.9 15.8 19.5 141.6 24.8 13.5 Jabon agroforestri (J3) 13.7 12.9 16.0 121.5 32.8 11.5 Keterangan : DB (diameter batang), TBC ( tinggi bebas cabang), TT (tinggi total), PAH (panjang akar horizontal), KAH (kedalaman akar horinzontal), JAP (jumlah akar primer Jabon merupakan pohon tropis cepat tumbuh yang mempunyai perakaran dalam sehingga unsur hara yang jauh di dalam masih dapat terambil. Perakaran jabon akan semakin dalam dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 9). Sistem tumpangsari dapat diatur berdasarkan sifat-sifat perakaran dan waktu penanaman. Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari persaingan unsur hara dan air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakal dangkal (Wijayanto dan Nurunnajah 2012). 27 Gambar 9 Arsitektur perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan Simpulan SIMPULAN DAN SARAN 1 Pemberian ekstrak daun dan ranting jabon dengan konsentrasi tinggi tidak menghambat pertumbuhan tanaman kunyit 2 Penanaman kunyit sistem agroforestri tidak mempengaruhi pertumbuhan jabon 3 Pertumbuhan jabon tidak mempengaruhi tanaman kunyit 4 Pemberian pupuk anorganik dosis tinggi menghasilkan produksi kunyit dan kandungan kurkumin tinggi pada umur muda (6 BST) 5 Penanaman kunyit di bawah tegakan jabon menghasilkan kandungan kurkumin sesuai standar Mutu MMI (6.1%) 6 Perakaran jabon yang dalam dapat dikombinasikan dengan tanaman kunyit atau tanaman pertanian yang berakar dangkal