BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AIDS adalah salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dunia. Penyakit HIV/AIDS sampai sekarang masih dianggap sebagai penyakit yang menakutkan. Ketakutan akan penyakit HIV/AIDS yang menyebar di masyarakat membuat penyakit ini simpang siur. Tak heran, mitos-mitos tentang penyakit AIDS ini semakin merebak tidak tentu arah. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS merupakan kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Infeksi virus HIV inilah yang secara perlahan menyebabkan tubuh kehilangan kekebalannya sehingga berbagai penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh. Akibatnya, penyakit-penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi berbahaya bagi tubuh. Seseorang yang sudah terkena virus HIV tidak bisa disembuhkan. 1 AIDS merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai bayi sampai dewasa baik laki-laki maupun perempuan. 1 Sarjani Jamal, Pengetahuan Masyarakat Tentang HIV/AIDS, Jurnal Kedokteran YARSI, 13 (2) 2005, hal 218-226.
Langkah-langkah klasik yang umum di ambil untuk menanggulangi penyakit menular hanya penemuan penderita, pelaporan dan pencatatan penderita dan isolasi serta pengobatan penderita untuk menanggulangi AIDS. Sifat pelaporan dengan tetap merahasiakan identitas penderita. Hal ini diperkuat dengan adanya Instruksi Menteri Kesehatan No.72/MenKes/Inst/1988 tentang Kewajiban Melaporkan Penderita Dengan Gejala AIDS. Ketentuan tersebut hanya ditujukan kepada petugas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan saja. Tindakan yang diambil pada saat ditemuinya seseorang dengan gejala AIDS hanyalah pelaporan kepada Dirjen P2MPLP (Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman) saja dengan memperhatikan kerahasiaan pribadi pasien sementara lingkungan tidak diberitahu kalau ada pasien penderita HIV/AIDS. Di Indonesia, perkembangan jumlah kasus penyakit AIDS maupun HIV cenderung meningkat pada setiap tahunnya. Menurut data Kementerian Kesehatan di tahun 2011 sebanyak 15.509 orang dinyatakan positif HIV dan jumlah penderita AIDS tercatat sebanyak 1805 orang. 2 Setiap pasien HIV/AIDS yang meminta pertolongan kepada dokter harus merasa aman dan bebas. Pasien harus dapat menceritakan dengan hati 2 Dirjen Bina Pelayanan Medis Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Skrining HIV di Rumah Sakit Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran HIV (Hasil Kajian Tahun 2010), hal 29.
terbuka segala keluhan yang mengganggu keadaan jasmani dan rohaninya, dengan keyakinan bahwa hak itu berguna untuk menyembuhkan dirinya. Pasien tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaan dirinya akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya. 3 Aturan yang di adopsi oleh Pemerintah Indonesia pun mengatur bahwa pemeriksaan HIV/AIDS pada setiap orang dengan azas sukarela dan rahasia (Keputusan Menteri No. 9/KEP/MENKO/KESRA/VI/1994 tentang Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia) artinya tidak dapat diwajibkan karena bertentangan dengan HAM sehingga perlu ada informed consent (persetujuan tindakan medik) terlebih dahulu baik pemeriksaannya maupun membuka untuk diberitahukan kepada orang lain. 4 Agar terjadi hubungan yang baik antara dokter atau tenaga kesehatan dan pasien HIV/AIDS, perlu memperhatikan hak-hak dan kewajiban pasien HIV/AIDS khususnya. 3 4 Suriadi Gunawan, Perkembangan Masalah AIDS, Journal Cermin Dunia Kedokteran, No. 75, 1992, Jakarta, hal 1. Margarita M. Maramis, 2007, Konseling dan tes Sukarela Untuk Penderita HIV & AIDS dalam Nasronudin & Margarita M. Maramis (editor), Konseling, Dukungan, Perawatan & Pengobatann ODMA, Airlangga University Press, Surabaya, hal 7; Hargianti Dini Iswandari, op.cit, hal 55.
Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy (berarti menghormati hak privacy pasien), convidentiality (berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia), fidelity (berarti kesetiaan) dan veracity (berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran). 5 Kewajiban utama dari seorang dokter sebagai tenaga kesehatan adalah melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan medis pasien HIV/AIDS. Rahasia medis adalah segala sesuatu yang dianggap rahasia oleh pasien yang terungkap dalam hubungan medis dokter-pasien. Rahasia medis ini juga sering disebut sebagai rahasia jabatan dokter yang timbul karena menjalankan tugas profesionalnya sebagai dokter. Masalah HIV/AIDS banyak sangkut pautnya dengan rahasia medis sehingga penangannya pun harus berhati-hati. Dokter sebagai pemegang peran dalam pelayanan wajib menghormati kebebasan pasien HIV/AIDS untuk menentukan kehendak. Walaupun kadang dalam situasi tertentu, seorang dokter bisa berada dalam keadaan dilema jika penyakit yang diderita pasien itu membahayakan masyarakat sekitarnya. Tambah lagi jika pasien tidak memberikan persetujuannya untuk diungkapkan rahasianya. Kecuali kalau memang sudah diwajibkan oleh Undang Undang atau Peraturan yang lebih tinggi tingkatnya, maka dokter itu wajib untuk melaporkan. 5 Samsi Jacobalis, 2005, Pengantar Tentang Perkembangan Ilmu Kedokteran, Etika Medis, dan Bioetika, CV Sagung Seto bekerjasama dengan Universitas Tarumanegara, Jakarta, hal 75-76.
Saat ini masalah kedokteran sering kali dihubungkan dengan hukum. Adanya kebutuhan yang mendesak akan adanya perlindungan untuk pasien maupun dokternya, menyebabkan bidang kedokteran yang dianggap sebagai profesi mulia dan tidak tersentuh oleh orang awam kini mulai dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau deklarasi atau kode etik kesehatan adalah untuk melindungi kepentingan pasien di samping mengembangkan kualitas profesi dokter atau tenaga kesehatan sehingga diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang optimal untuk keserasian kepentingan dokter dan pasien. Dalam pelayanan kesehatan, seorang dokter haruslah memperlihatkan tanggung jawab etis kepada pasien. Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter, dimana dokter wajib menyimpan rahasia medis pasien. Dokter diberi kepercayaan penuh oleh pasien, haruslah memperhatikan baik buruknya tindakan dan selalu berhati-hati di dalam menyimpan rahasia medis pasien sebagai bentuk tanggung jawab profesi dokter. Munculnya kasus-kasus atau gugatan dari pihak pasien merupakan indikasi bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat. Semakin sadar pasien akan hukum, semakin mengetahui pula mereka akan hak dan kewajibannya sehingga dapat menuntut agar hukum memainkan peranannya di bidang kesehatan. Hal ini pula yang menyebabkan pasien HIV/AIDS tidak mau dirugikan atas apa yang dia kemukakan tentang penyakitnya
kepada dokter di beritahukan tanpa seizin dirinya sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum oleh dokter. Akibat dari kesalahan atau kelalaian dari pihak dokter sebagai tenaga kesehatan tersebut diancam hukuman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perlindungan terhadap hak rahasia medis dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan antara lain berdasarkan Undang Undang Praktik kedokteran No.29 Tahun 2004 Pasal 48 tentang Rahasia Kedokteran, yaitu: Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan. Dan Pasal 51 huruf c Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Membuka rahasia pasien HIV/AIDS berarti melanggar sumpah jabatan dan wajib simpan rahasia kedokteran. Adanya pelanggaran terhadap hak pasien tersebut merupakan sebuah kejahatan yang dapat diminta pertanggung jawaban hukum dari profesi kedokteran. Pasal 48 UU No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, menjadikan pedoman hukum terhadap hak pasien dimana dokter atau tenaga kesehatan harus menyimpan rahasia medis pasien dan tidak boleh membuka rahasia medis pasien tanpa seizin dari pasien itu sendiri. Seorang dokter yang melanggar kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tanpa alasan-alasan yang dapat dibenarkan dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dan tak ketinggalan pula akan mendapat sanksi administratif. B. Rumusan Permasalah Adapun pokok permasalahan yang akan penulis gambarkan adalah berkaitan dengan Analisa Ketentuan Mengenai Pertanggung jawaban Dokter Terhadap Rahasia Medis Pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu Ditinjau Dari UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yaitu : 1. Apakah ketentuan mengenai pertanggung jawaban dokter terhadap rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu sudah dilakukan sesuai dengan UU No. 29 tahun 2004? 2. Apakah ketentuan mengenai sanksi terhadap dokter sebagai tenaga kesehatan apabila memberitahukan rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu sudah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku?
C. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai penulis melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ketentuan mengenai pertanggung jawaban dokter dalam menindaklanjuti UU No.29 tahun 2004 terhadap rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu. 2. Untuk mengetahui ketentuan mengenai sanksi yang diberikan kepada dokter apabila memberitahukan rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu. D. Kegunaan Penulisan Setiap penelitian dalam penulisan karya ilmiah diharapkan akan adanya manfaat dari penelitian tersebut, yaitu: 1. Manfaat secara praktis dari skripsi ini, diharapkan semakin menumbuhkan kesadaran bagi dokter sebagai tenaga kesehatan dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap rahasia medis bagi pasien HIV/AIDS. 2. Manfaat secara teoritis adalah dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya yang berkaitan dengan rahasia medis pasien dan guna melengkapi pengetahuan dan menambah wawasan penulis.
E. Metode Penulisan 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode pendekatan hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dari masing-masing hukum normatif. Bahanbahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang di teliti. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analisis yaitu untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis tentang ketentuan mengenai pertanggung jawaban dokter terhadap rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu ditinjau dari UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 3. Lokasi Penelitian Penelitian berlokasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cepu, hal tersebut di pilih penulis didasarkan beberapa pertimbangan yaitu:
Terdapat pasien yang menderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Cepu dan memudahkan penulis melakukan penelitian dikarenakan sudah cukup mengenal daerah Cepu. 4. Sumber Data dan Jenis Data Pada penelitian normatif, data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan perundang-undangan, yang meliputi: 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan; 3) Pasal 1365-1367 KUHPerdata; 4) Pasal 322 KUHP b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer atau yang dapat membantu dalam menganalisa bahan hukum primer, yang berupa bahan pustaka, pendapat para ahli, dokumen atau seminar dan pemberitaan media massa. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk untuk penjelasan bahan hukum primer ataupun bahan hhukum sekunder atau bahan-bahan lain. Bahan hukum tersier
meliputi kasus hukum, kamus Inggris-Indonesia serta Kamus Besar Bahasa Indonesia. Untuk mendukung penelitian ini, penulis melakukan wawancara mendalam dalam bentuk tanya jawab untuk mendapatkan keterangan para ahli yaitu kepada 10 (sepuluh) dokter yang pernah menangani pasien HIV/AIDS terhadap permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu yang berkaitan dengan analisa ketentuan mengenai pertanggung jawaban dokter terhadap rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu ditinjau dari UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Nama 10 Dokter RSUD Cepu yang pernah menangani pasien HIV/AIDS, yaitu: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Nama Dokter dr. Radik S. Handoko dr. Rusnandar, SpKK dr. Fahmi, SpKK dr. Reni dr. Marzuki dr. Arief dr. Faisal Y, SpOG dr. Priyanto, SpA dr. Anton dr. Suwaryo
5. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam skripsi ini adalah: a. Penelitian Kepustakaan, dilakukan untuk memperoleh data sekunder guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapatpendapat para ahli atau pihak-pihak yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk-bentuk ketentuan formal maupun data, melalui naskah resmi yang ada atau pun bahan hukum yang berupa Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, buku-buku hasil penelitian, dokumentasi, majalah, jurnal, surat kabar, internet dan sumber lainnya dengan masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. b. Penelitian Lapangan, untuk mendapatkan data primer dengan cara melakukan wawancara secara mendalam dengan berpedoman yang terkait dengan permasalahan ini. 6. Teknik Analisa Data Analisis data yang ditempuh dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menggunakan metode penguraian deskritif analisis. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan survey lapangan di kumpulkan selanjutnya di analisis. Penggalian informasi secara mendalam, menyeluruh dan lengkap dari masing-masing subjek penelitian akan memberikan hasil penelitian kualitatif. Dari hasil analisa kemudian di tarik suatu kesimpulan yang pada dasarnya
merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memberikan secara garis besar tentang apa yang peneliti kemukakan pada tiap-tiap BAB dari skripsi ini dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Pada Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, kegunaan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Pada Bab ini merupakan uraian mengenai permasalahan dalam penelitian, yang meliputi : Pengertian, Kewajiban dan Hak Dokter, Sumpah Jabatan dan Rahasia Kedokteran, Pengertian dan Tujuan Rekam Medis, Tanggung jawab Hukum Dokter, Sanksi Pelanggaran Membuka Rahasia Medis, Pengertian, Hak dan Kewajiban Pasien. BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada Bab ini merupakan inti dari penelitian yang berisikan mengenai hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan dan pembahasannya terutama menyangkut tentang analisa ketentuan mengenai pertanggung jawaban
dokter terhadap rahasia medis pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cepu sudah dilaksanakan sesuai dengan UU No. 29 tahun 2004. BAB IV : Penutup Pada Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan yang merupakan kesimpulan dan saran dalam penulisan ini. Kesimpulan-kesimpulan ini merupakan kristalisasi hasil penelitian, sedangkan saran-saran merupakan sumbangan pemikiran penulis yang berkaitan dengan hasil penelitian tersebut.