BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor industri menjadi salah satu motor penggerak perekonomian Indonesia. Bangsa yang berada di posisi sebagai negara berkembang ini memiliki target untuk menjadi negara industri baru. Hal tersebut membuka kesempatan yang luas untuk perkembangan berbagai sektor industri agar dapat menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar global. Perkembangan industri memberikan dampak positif antara lain berupa kenaikan devisa negara, transfer teknologi, dan penyerapan tenaga kerja. Pada sisi lain, perkembangan sektor industri juga memberikan dampak negatif, yaitu berupa limbah industri yang bila tidak dikelola dengan baik dan benar akan mengganggu keseimbangan lingkungan sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak tercapai. Salah satu permasalahan klasik yang dihadapi hingga saat ini adalah komitmen dan kepatuhan industri dalam mengikuti ketentuan terkait penanganan limbah dari aktivitas industrinya. Seringkali dijumpai kasus dan temuan adanya industri yang masih menghasilkan limbah cair yang kandungannya belum memenuhi ketentuan undang-undang. Terdapat pula kasus industri yang secara diam-diam membuang limbahnya ke lingkungan tempat tinggal masyarakat melalui saluran buangan rahasia yang dilakukan saat dini hari atau ketika masyarakat sekitar sedang lalai. Sejatinya, pemerintah telah membuat regulasi dan ketentuan tentang kewajiban industri dalam melakukan pengolahan limbah, diantaranya yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pencemaran yang biasanya terjadi adalah pencemaran akibat logam berat. Pencemaran ini merupakan permasalahan lingkungan yang tidak bisa dianggap remeh karena kemampuan logam berat untuk mengakumulasi dan menyebabkan toksisitas dalam sistem biologi manusia, hewan, mikroorganisme, dan tanaman 1
2 telah banyak diteliti (Sun, dkk., 2006; D amore dkk., 2005). Sebagai bahan kimia berbahaya, logam berat adalah zat yang tidak dapat diuraikan dan tetap tertinggal dalam jangka waktu yang lama dalam tanah. Di sisi lain, ketersediaan logam berat untuk biota dapat berubah bergantung pada spesiasi kimianya dalam tanah (Nouri dkk., 2008; Nwachukwu dkk., 2010). Hal ini sangat disayangkan karena sebenarnya logam berat juga merupakan unsur alami dari batu dan tanah dalam konsentrasi yang tidak mengakibatkan risiko negatif untuk hewan atau tanaman. Beberapa kegiatan antropogenik seperti penyebaran lumpur limbah atau pupuk dan pembuangan limbah domestik serta industri ke tanah maupun atmosfer mengakibatkan peningkatan konsentrasi logam berat di lingkungan hingga tingkat beracun (Serrano dkk., 2005). Beberapa industri seperti elektroplating, kegiatan penyamakan kulit hewan, dan galvanisasi merupakan sumber penting kontaminasi logam berat salah satunya adalah kromium (Cr) (Wittbrodt dan Palmer, 1995). Salah satu industri yang berkembang pesat adalah industri penyamakan kulit hewan. Hal ini didasari dengan gaya hidup masyarakat yang senantiasa mengikuti perkembangan gaya pakaian dan aksesoris pelengkapnya, khususnya produk-produk dari bahan dasar kulit hewan masih sangat diminati. Sundar dkk. (2002) menyatakan bahwa 90 % dari 18 milyar kaki persegi produksi barang berbahan dasar kulit hewan dihasilkan melalui proses penyamakan dengan menggunakan garam Cr(III). Produksi barang berbahan dasar kulit hewan di Indonesia sendiri mencapai 57 juta kaki persegi (Anonim, 2007). Permasalahan penting yang timbul dari industri penyamakan kulit hewan adalah pembuangan limbah cair maupun lumpur terkontaminasi Cr yang dihasilkan sebagai hasil sampingan dari pengolahan limbah cair. Kontaminasi ini telah menjadi permasalahan serius di beberapa negara. Bari dkk. (2015) dalam penelitiannya menemukan adanya kontaminasi Cr, Pb, dan Cd dari limbah industri penyamakan kulit hewan di Bangladesh dalam penggunaan pakan ternak. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Deepari dan Gangwar (2010) diperoleh hasil bahwa konsentrasi logam Cr, Fe, Mn, Cu, Pb and Cd dalam aliran limbah industri penyamakan kulit hewan di India telah melampui ambang batas yang
3 sangat terkait dengan pencemaran tanah. Limbah industri ini pun telah berperan dalam kontaminasi lahan pertanian produktif di Australia dengan kadar Cr total dari 1-50 g kg -1 pada tanah permukaan. Kontaminan Cr(VI) ditemukan pula pada sampel air permukaan dan subpermukaan (Naidu dkk., 2000). Bahaya pengendapan limbah industri penyamakan kulit hewan dalam tanah tidak dapat diabaikan. Beberapa tahun belakangan ini, terjadi peningkatan pengendapan logam berat dalam tanah dari berbagai sumber antara lain pupuk, pestisida, limbah air, endapan lumpur, atau emisi industri (Sparks, 2002) telah menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap lingkungan dan manusia secara umum (Qin dkk., 2004), khususnya dalam hal pencemaran air tanah (Alloway, 1995). Serapan logam berat oleh partikel tanah dapat meminimalkan perpindahannya ke air permukaan dan bawah tanah, tetapi pada saat yang sama menciptakan kemungkinan perubahan kondisi tanah yaitu dapat mengakibatkan pelepasan logam berat yang terakumulasi ke dalam larutan tanah. Pada kondisi selanjutnya, dapat menyebabkan pencemaran tanah dan/atau kontaminasi tanaman (Karathanasis, 1999). Hal ini diperkuat dengan penelitian Wallschläger dkk. (1998) yang menyatakan bahwa tertinggalnya logam berat dalam tanah pada jangka waktu yang lama memungkinkan masuknya logam berat tersebut ke rantai makanan dan menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia. Contoh dampak spesifik yang ditimbulkan akibat pencemaran limbah industri penyamakan kulit hewan yang tak terkendali adalah mempengaruhi proses mitosis dan mengurangi perkecambahan biji tanaman (Altaf dkk., 2008). Berdasar pemaparan di atas, penelitian ini berfokus pada pencemaran logam berat Cr dalam tanah. Sejatinya, tanah adalah salah satu elemen kunci yang berperan dalam kelangsungan hidup manusia dan dapat dideskripsikan menurut berbagai definisi menurut utilitas utamanya. Tanah merupakan media heterogen yang sangat kompleks yang terdiri dari fase padat yang mengandung mineral, bahan organik, dan larutan tanah yang didefinisikan sebagai fase cairan di mana reaksi tanah, transportasi, dan adsorpsi terjadi (Alloway, 1995). Mekanisme reaksi logam berat dengan low molecular weight organic acid (LMWOA) atau asam organik dengan berat molekul rendah telah dipelajari
4 sebagai alternatif untuk mengatasi pencemaran dalam tanah. Hal ini didasari kemampuan LMWOA untuk meningkatkan desorpsi logam-logam berat (Bassi dkk., 2000; Qin dkk., 2004; Yuan dkk., 2007) dan efisiensi remediasi tanah tercemar (Giannis dan Gidarakos 2005, Gu dan Yeung, 2011). LMWOA terutama ada di dalam tanah sebagai produk alami dari eksudat akar, sekresi mikroba, dan dekomposisi residu tanaman serta hewan. Adanya sifat kelasi dan kompleksasi menyebabkan LMWOA merupakan zat yang penting dalam mengendalikan mobilitas logam berat dalam tanah (Jiang dkk., 2012). Penggunaan LMWOA memiliki keuntungan yaitu ekstraktan yang ramah lingkungan, tidak beracun, sudah tersedia di alam, dan relatif terjangkau secara ekonomi untuk remediasi in situ tanah terkominasi logam berat (Xin dkk., 2006). LMWOA terlibat dalam banyak interaksi dalam larutan tanah dan mampu membentuk senyawa kompleks dengan logam (Mench dan Martin, 1991; Lu dkk., 2007; Wang dkk., 2009). Beberapa penelitian telah mempelajari bahwa LMWOA dapat mengubah bioavailabilitas logam-logam berat dalam tanah yang terkontaminasi dan memainkan peranan penting dalam detoksifikasi atau fitoekstraksi unsur-unsur yang potensial berbahaya seperti Al (Xu dkk., 2003), Cd (Zhou dkk., 2001; Liao dan Xie, 2004; Dytrtová dkk., 2009), Cu, Pb, (Evangelou dkk., 2006; Dytrtová dkk., 2009) dan Zn (Khan dkk., 2000). Pada molaritas sekecil 0,1 mol L -1, LMWOA mampu untuk mendesorpsi lebih dari 85% dari logam-logam berat diantaranya Pb, Cd, dan Zn, namun tetap meninggalkan makronutrien (Ca, Na, Mg) terikat dengan tanah (Wasay dkk., 1998). Salah satu jenis LMWOA adalah asam tartarat yang telah menunjukkan pemisahan logam berat dari tanah tercemar dengan berbagai tekstur secara efektif, selain asam sitrat dan oksalat (Wasay dkk., 1998, Khodadoust dkk., 2005). Berdasar latar belakang tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan karakterisasi sampel tanah tercemar limbah industri penyamakan kulit hewan dan studi desorpsi logam berat pencemar yaitu Cr pada sampel tanah tersebut dengan menggunakan salah satu LMWOA yaitu asam tartarat. Karakterisasi dan remediasi tanah yang terkontaminasi dengan logam berat dibutuhkan untuk usaha perlindungan dan pemulihan ekosistem tanah.
5 I.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengkarakterisasi tanah sekitar industri penyamakan kulit hewan yang diduga tercemar limbah logam berat yang mencakup sifat fisikokimia dan kandungan logam berat. 2. Mengetahui kapasitas adsorpsi tanah sekitar industri penyamakan kulit hewan terhadap logam berat khususnya Cr dengan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom (SSA). 3. Mempelajari desorpsi Cr pada tanah sekitar industri penyamakan kulit hewan dengan larutan pendesorpsi asam tartarat. I.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang industri terkait permasalahan pencemaran logam berat dalam tanah dan salah satu solusi penanganannya sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut ke arah remediasi tanah tercemar secara fitoremediasi.