POTENSI HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL KEDELAI PADA LAHAN SAWAH IRIGASI SETELAH PADI KEDUA DI SULAWESI SELATAN Abd Rahman 1 dan Abdul Fattah 1)* 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl.Perintis Kemerdekaan km 17,5.Makassar, Telp: (0411) 556449, Fax: (0411) 554522 *) E-mail : abdulfattah911@ymail.com ABSTRAK Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting, karena merupakan sumber protein nabati yang banyak dikomsumsi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk mengurangi impor diperlukan pengembangan kedelai di lahan sawah maupun lahan kering. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama pada lahan sawah irigasi setelah padi kedua di Sulawesi Selatan. Pengkajian dilaksanakan di Kab Maros pada bulan Juli 2012 menggunakan rancangan acak kelompok, 12 perlakuan dan tiga ulangan. Varietas yang dikaji adalah Grobogan, Gema, Detam-2, Gepak Kuning, Anjasmoro, Kaba, Gepak Ijo, Argomulyo, Mutiara, Tidar dan Willis. Hasil menunjukkan jumlah polong isi tertinggi dihasilkan Gepak Kuning (162 polong) dan Gepak Ijo (150 polong). Jumlah polong hampa tertinggi pada Tidar (5,3%), bobot 100 biji tertinggi pada varietas Grobogan 17,3 g. Intensitas serangan penggerek polong terendah pada Anjasmoro (6,7%) dan Grobogan (7,1%). Intensitas serangan pengisap polong terendah pada varietas Tidar (3,2%) dan Mutiara (4,75%), sedangkan intensitas serangan ulat grayak terendah pada varietas Tidar (2,3%) dan Mutiara (3,1%). Hasil tertinggi diberikan oleh varietas Gepak Kuning (2,90 t/ha) dan Gepak Ijo (2,67 t/ha) untuk biji kecil, sedangkan untuk biji besar, pada varietas Anjasmoro (2,66 t/ha) dan Grobogan (2,50 t/ha). Hasil terendah ditemukan pada varietas Willis (1,61 t/ha). Kata kunci: kedelai, varietas unggul, lahan sawah, irigasi, hama, intensitas serangan ABSTRACT Several new studies yielding varieties on irrigated soybean after rice in South Sulawesi. Soybean is one of the commodities most important food crops. This is due, soybean is one of the many sources of vegetable protein consumed by people in Indonesia. In the last few years, Indonesia has imported soybeans to meet domestic demand. To reduce the required development of soybean imports in both wetland and dry land. This study aims to find varieties that have high production and tolerance to pests in irrigated land after paddy-ii in South Sulawesi. Activities have been implemented in Maros regency in July 2012 using a randomized block design (RBD), 11 treatments and 3 replications. Varieties that were examined: Grobogan, Gema, Detam-2, Gepak Kuning, Anjasmoro, Kaba, Gepak Ijo, Argomulyo, Mutiara, Tidar and Willis. The results obtained showed that the highest number of pods on Gepak Kuning (162.20 pod) and Ijo Gepak (150.25 pod). Highest number of empty pods on Tidar (5.30%), the highest seed in sizes 100 varieties Grobogan 17.32 g. The intensity of the lowest pod borer attack on Anjasmoro (6.69%) and Grobogan (7.14%). Intensity of the lowest pod sucking on Tidar varieties (3.15%) and Mutiara (4.75%), while the lowest intensity armyworm attack on Tidar varieties (2.34%) and Mutiara (3.10%). Highest production in the Gepak Ijo varieties (2.90 t/ha) and Gepak Ijo (2.67 t/ha) for small grains, while for large seeds, varieties Anjasmoro highest production (2.66 t/ha) and Grobogan (2.50 t/ha). Lowest production was found on Willis varieties (1.61 t/ha). Keywords: Soybean, varieties, low land rice, irrigation, pests, intensity of attacks. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 43
PENDAHULUAN Kedelai umumnya diusahakan pada lahan sawah setelah panen padi. Potensi pengembangan kedelai di Sulawesi Selatan cukup tinggi dengan tersedianya lahan sawah seluas 586.987 ha, 347.932 ha di antaranya lahan sawah irigasi yang umumnya ditanami padi dua kali (Distan Provinsi Sulawesi Selatan 2007). Setelah padi kedua dipanen lahan sawah irigasi sebagian ditanami palawija yang berumur genjah termasuk kedelai dan kacang hijau dan sisa bera. Kendala utama yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan sawah irigasi setelah padi kedua adalah keterbatasan waktu (75 80 hari) kemudian petani memasuki lagi persiapan penanaman padi berikutnya. Selain dari itu, masalah lain yang sering dialami petani kedelai setelah padi kedua adalah tingginya serangan hama dan penyakit. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan sawah setelah padi diperlukan kedelai genjah, produksi tinggi, dan tahan hama penyakit. Pada tahun 2003 sampai 2008, Balitkabi telah menghasilkan beberapa varietas unggul baru kedelai umur genjah (70 85 hari) dan produktivitas tinggi (2,21 3,40 t/ha) seperti Gepak Ijo, Gepak Kuning, Grobogan, Arjasari, Gumitir, Argopuro, Baluran, dan Kipas Merah (Balitkabi 2008). Selain itu, beberapa varietas toleran kekeringan dan kemasaman tanah serta berdaya hasil tinggi (2,5 t/ha) seperti varietas Tanggamus, Sibayak, Nanti, Rata, dan Seulawan (Balitkabi 2004). Hasil pengkajian BPTP Sulsel (2010) menunjukkan dari 11 varietas unggul kedelai yang dikaji, varietas Argomulyo memberi hasil tertinggi (1,96 t/ha), kemudian disusul oleh Ijen (1,83 t/ha), Anjasmoro (1,65 t/ha), dan Grobogan (1,64 t/ha). Hasil terendah ditemukan pada varietas Sinabung (0,77 t/ha) dan Willis (0,94 t/ha). Serangan ulat grayak terendah ditemukan pada varietas Grobogan (8,6%) dan tertinggi pada Mahameru (17,3%). Umur genjah ditunjukkan oleh varietas Grobogan dan Argomulyo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hasil beberapa varietas unggul kedelai yang ditanam setelah padi kedua pada lahan sawah irigasi di Sulawesi Selatan. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Maros pada bulan Juli (MK II) pada lahan sawah irigasi pada 2012. Kajian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 12 perlakuan (varietas) dan tiga ulangan. Varietas kedelai yang dikaji adalah Grobogan, Gema, Detam-1, Detam-2, Gepak Kuning, Anjasmoro, Kaba, Gepak Ijo, Argomulyo, Tidar, Mutiara, dan Wilis. Setiap varietas ditanam pada plot yang berukuran 3 m x 5 m dua biji per lubang, dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Pupuk yang digunakan adalah NPK dengan dosis 250 kg/ha, diaplikasikan pada umur tujuh hari setelah tanam (HST). Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, bobot 100 biji, tingkat serangan penggerek polong, pengisap polong, ulat grayak, dan hasil kedelai. Tingkat serangan ulat grayak pada daun dihitung berdasarkan rumus: z {n1 x v 1} I=0 x 100% Z x N 44 Rahman dan Fattah: Hasil kedelai pada lahan sawah irigasi setelah padi di Sulawesi Selatan
I = Intensitas serangan n1 = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala v1 v1= Nilai skala kerusakan contoh ke- i N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang diamati Z = Nilai skala kerusakan tertinggi Nilai Skala: 0 = tidak ada kerusakan pada daun 1 = Kerusakan daun >1 20% 3 = Kerusakan daun >20 40% 5 = Kerusakan daun >40 60% 7 = Kerusakan daun >60 80% 9 = Kerusakan daun >80 100% Tingkat serangan penggerek polong dan pengisap polong dihitung berdasarkan rumus: a I = x 100% a + b I = Intensitas serangan (%) a = Jumlah polong terserang b = Jumlah polong sehat Data pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan, sedangkan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antarperlakuan digunakan uji DMRT pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman tertinggi ditemukan pada varietas Kaba, diikuti Detam-2, Gepak Kuning, dan Argomulyo. Sedangkan terendah ditemukan pada varietas Mutiara. Jumlah cabang per tanaman dari beberapa varietas yang dikaji, tertinggi ditemukan pada varietas Gepak Ijo, kemudian disusul varietas Gepak Kuning dan Gema (Tabel 1). Jumlah polong isi tertinggi ditemukan pada varietas Gepak Kuning, kemudian disusul oleh varietas Gepak Ijo, Tidar dan Anjasmoro. Jumlah polong isi terendah ditemukan pada varietas Mutiara, kemudian disusul Grobogan, dan Detam-2 (Tabel 2). Jumlah polong hampa terendah ditemukan pada varietas Kaba, Anjasmoro, Willis, dan Mutiara, sedangkan tertinggi ditemukan pada varietas Tidar (Tabel 2). Jumlah polong isi dan polong hampa ditentukan oleh faktor genotipe. Varietas yang mempunyai genotipe dengan jumlah polong yang tinggi akan menampakkan jumlah polong yang tinggi di lapangan. Laju pengisian biji yang tinggi dan berlangsung relatif lama akan menghasilkan bobot biji yang tinggi selama biji sebagai sink yang dapat menampung hasil asimilat. Sebaliknya, bila sink cukup banyak tetapi hasil asimilat rendah maka tingkat kehampaan biji tinggi. Keterbatasan source sering terjadi pada periode pengisian biji dan keterbatasan sink terjadi dalam kondisi tanpa cekaman. Daun tanaman kedelai sebagai source sering diukur karakteristiknya melalui indeks luas daun (LAI). LAI yang rendah menghasilkan bobot biji yang rendah, karena hasil fotosintesis rendah. LAI yang optimum dapat menghasilkan biji tinggi. Karakteristik daun seperti SLA (berat spesifik daun) dapat mempengaruhi produktivitas tanaman (Sutoro et al. 2008). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 45
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah polong isi beberapa varietas kedelai di Kabupaten Maros, MKII, 2012. Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Jumlah polong isi (plg) Grobogan 77,2 c 4,8 d 95,4 b Gema 78,9 d 6,5 h 105,3 d Detam-1 82,4 f 5,2 ef 110,0 e Detam-2 102,8 j 4,0 c 104,5 c Gepak Kuning 75,9 b 7,2 i 162,2 k Anjasmoro 81,6 e 5,4 fg 135,8 h Kaba 108,1 k 5,0 de 125,0 g Gepak Ijo 88,8 h 9,1 j 150,3 j Argomulyo 86,8 g 5,6 g 124,1 f Willis 101,9 i 4,9 d 105,4 d Tidar 75,9 b 3,9 b 139,3 i Mutiara 73,7 a 3,0 a 93,7 a Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT. Tabel 2. Rata-rata jumlah polong hampa, bobot 100 biji, dan tingkat serangan penggerek polong pada beberapa varietas unggul kedelai di Kab. Maros, MK. 2012. Varietas Jumlah polong hampa (%) Bobot 100 biji (g/100) Intensitas serangan penggerek polong (%) Grobogan 2,7 c 17,3 i 7,1 b Gema 4,1 de 11,6 c 10,6 e Detam-1 4,4 e 14,5 f 14,5 h Detam-2 4,1 d 12,5 d 9,2 d Gepak Kuning 2,1 b 8,4 a 10,5 f Anjasmoro 1,6 a 16,2 h 6,7 a Kaba 1,3 a 13,0 e 11,3 g Gepak Ijo 2,2 b 8,4 a 10,6 f Argomulyo 2,0 b 15,5 g 8,2 c Willis 1,6 a 11,5 c 15,7 i Tidar 5,3 f 9,4 b 9,1 d Mutiara 1,6 a 11,6 c 8,2 c Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT. Bobot 100 biji tertinggi ditemukan pada varietas Grobogan, kemudian disusul Anjasmoro dan Argomulyo. Sedangkan terendah ditemukan pada varietas Gepak Ijo dan Gepak Kuning (Tabel 2). Berat 100 biji yang dicapai dari ketiga varietas tersebut hampir sama dengan yang dicapai dari hasil Balitkabi Malang (2008), Grobogan (18,00 g) dan Gepak Kuning (8,30 g). Jenis hama yang banyak menyerang tanaman kedelai antara lain penggerek polong, pengisap polong, ulat grayak, dan belalang. Pada kegiatan ini, intensitas serangan penggerek polong terendah ditemukan pada Anjasmoro, kemudian disusul Grobogan, sedangkan tertinggi ditemukan pada varietas Detam-1. Tinggi-rendahnya intensitas penggerek polong yang berperan adalah morfologi genotipe dari masing-masing varietas termasuk trikoma. Menurut Susanto dan Adie (2008), kerapatan trikoma berkorelasi positif dengan jumlah telur yang diletakkan oleh penggerek polong. Semakin banyak atau padat trikoma yang dimiliki oleh suatu genotipe atau varietas, semakin banyak jumlah telur yang 46 Rahman dan Fattah: Hasil kedelai pada lahan sawah irigasi setelah padi di Sulawesi Selatan
diletakkan oleh hama penggerek polong kedelai. Persentase polong terserang diikuti dengan persentase biji terserang oleh penggerek polong. Imago penggerek polong lebih menyukai genotipe yang memilki lebih banyak trikoma sebagai tempat untuk meletakkan telur. Polong kedelai tanpa trikoma berindikasi tahan terhadap penggerek batang. Intensitas serangan pengisap polong terendah ditemukan pada varietas Tidar, kemudian disusul Mutiara. Sedangkan tertinggi ditemukan varietas Gema dan Detam-1 (Tabel 3). Tinggi-rendahnya serangan pengisap polong tergantung sifat morfologi dan sifat kimia yang dimiliki oleh genotipe. Selain itu, intensitas serangan ditentukan juga oleh tenggi-rendahnya populasi. Semakin tinggi populasi hama semakin tinggi serangan yang ditimbulkan. Hal ini sesuai Arifin dan Tengkano (2008), semakin tinggi populasi kepik coklat semakin tinggi kerusakan polong. Intensitas serangan ulat grayak terendah ditemukan pada varietas Tidar, disusul Mutiara, Gepak Kuning dan varietas Gepak Ijo, sedangkan tertinggi pada varietas Detam-2 dan Detam-1 (Tabel 3). Hal ini sesuai hasil penelitian Balitkabi (2008), varietas Gepak Ijo dan Gepak Kuning tahan terhadap ulat grayak sedangkan Detam-1 dan Detam-2 peka. Tabel 3. Rata-rata intensitas serangan pengisap polong, ulat grayak, dan hasil beberapa varietas kedelai di Kabupaten Maros, MK 2012. Varietas Intensitas serangan pengisap polong (%) Intensitas serangan ulat grayak (%) Hasil biji (t/ha) Grobogan 8,5 de 11,6 e 2,50 c Gema 12,5 i 13,3 g 2,00 b Detam-1 10,5 h 15,2 i 1,94 b Detam-2 9,0 f 16,2 j 2,11 b Gepak Kuning 8,4 d 9,2 c 2,90 d Anjasmoro 7,7 c 11,2 d 2,66 c Kaba 7,8 c 14,3 h 1,94 b Gepak Ijo 13,2 j 9,2 c 2,67 c Argomulyo 9,4 g 12,7 f 2,00 b Willis 8,8 ef 15,5 i 1,61 a Tidar 3,2 a 2,3 a 1,91 b Mutiara 4,8 b 3,1 b 1,98 b Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT. Hasil biji tertinggi ditemukan pada varietas Gepak Kuning, kemudian disusul Gepak Ijo, Anjasmoro, dan Grobogan. Sedangkan terendah ditemukan pada varietas Willis (Tabel 3). Tingginya hasil biji yang dicapai pada varietas Gepak Kuning dan Gepak Ijo didukung oleh tingginya jumlah polong, sedangkan Anjasmoro dan Grobogan didukung oleh ukuran biji yang besar. Jumlah polong dan besar biji yang dicapai oleh suatu varietas sangat ditentukan oleh faktor genotipe. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanto dan Adie (2010) bahwa potensi genotipee yang dimiliki galur/varietas turut menentukan hasil yang dicapai. KESIMPULAN 1. Jumlah polong isi tertinggi dihasilkan oleh varietas Gepak Kuning (162,2 plg) dan Gepak Ijo (150 polong). Jumlah polong hampa tertinggi pada Tidar (5,3%), dan bobot 100 biji tertinggi pada varietas Grobogan 17,3 g. 2. Intensitas serangan penggerek polong terendah terdapat pada varietas Anjasmoro Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 47
(6,7%) dan Grobogan (7,1%). Intensitas serangan pengisap polong terendah pada varietas Tidar (3,2%) dan Mutiara (4,8%), sedangkan intensitas serangan ulat grayak terendah pada varietas Tidar (2,3%) dan Mutiara (3,1%). 3. Hasil biji tertinggi ditunjukkan oleh varietas Gepak Kuning (2,90 t/ha) dan Gepak Ijo (2,67 t/ha) untuk biji kecil, sedangkan untuk biji besar, pada varietas Anjasmoro (2,66 t/ha) dan Grobogan (2,50 t/ha). DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. dan W.Tengkano. 2008. Tingkat kerusakan ekonomi hama kepik coklat pada kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(1) :47 54. Balitkabi Malang. 2004. Pemuliaan Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Balitkabi Malang.2008. Budidaya Kedelai di Berbagai Agroekosistem. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Balitkabi Malang.2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balitkabi Malang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan. 2010. Laporan Hasil Penelitian dan Pengkajian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan. 2007. Laporan Tahunan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Panduan Teknis Budidaya Kedelai di Berbagai Agroekosistem. Badan Litbang Pertanian. Susanto, G.W.A. dan M.M. Adie. 2008. Penciri ketahanan morfologi genotype kedelai terhadap hama penggerek polong.jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27(2): 95 100. Susanto, G.W.A. dan M. Muchlish. 2010. Adaptasi galur harapan kedelai di lingkungan yang beragam. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29(3): 166 170. Sutoro, N. Dewi, dan M. Setyowati. 2008. Hubungan sifat morfologis tanaman dengan hasil kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(3): 185 190. 48 Rahman dan Fattah: Hasil kedelai pada lahan sawah irigasi setelah padi di Sulawesi Selatan