BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologis atau mental seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai. salah satunya adalah pembangunan dibidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan.kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

Syarniah 1, Akhmad Rizani 2, Elprida Sirait 3 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

1

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Secara umum timbulnya gangguan jiwa pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa gangguan jiwa yang terjadi dari tahun ke tahun dan dari. waktu ke waktu akan berdampak negatif pada setiap individu yang

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik (Bustan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BEBAS PASUNG PUSKESMAS TELUK LUBUK

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUARGA MELAKUKAN PEMASUNGAN PADA ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI DESA BANARAN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

KECENDERUNGAN ATAU SIKAP KELUARGA PENDERITA GANGGUAN JIWA TERHADAP TINDAKAN PASUNG (STUDI KASUS DI RSJ AMINO GONDHO HUTOMO SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologis atau mental seseorang kurang berfungsi dengan baik sehingga mengganggu dalam fungsi sehari-hari. Gangguan ini juga sering disebut gangguan psikiatri atau gangguan mental dan dalam masyarakat umum kadang disebut sebagai gangguan saraf. Gangguan jiwa yang dimiliki oleh seseorang bisa memiliki bermacam-macam gejala, baik yang tampak jelas maupun yang hanya terdapat dalam pikirannya. Mulai dari perilaku menghindar dari lingkungan, tidak mau berhubungan atau berbicara dengan orang lain dan tidak mau makan hingga yang mengamuk dengan tanpa sebab yang jelas. Mulai dari diam saja hingga yang berbicara dengan tidak jelas. Ada pula yang dapat diajak bicara hingga yang tidak perhatian sama sekali dengan lingkungannya. Dampak gangguan jiwa antara lain gangguan dalam aktifitas sehari-hari, gangguan hubungan interpersonal dan gangguan fungsi dan peran sosial (Lestari, Choirriyah, & Mathafi, 2014). Ganguan jiwa bukan suatu keadaan yang mudah untuk ditentukan penyebabnya. Banyak faktor yang saling berkaitan yang dapat menimbulkan ganguan jiwa pada seseorang. Faktor kejiwaan (kepribadian), pola pikir dan kemampuan untuk mengatasi masalah, adanya gangguan otak adanya gangguan bicara, adanya kondisi salah asuh, tidak diterima di masyarakat, serta adanya 1

2 masalah dan kegagalan dalam kehidupan mungkin menjadi faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya gangguan jiwa. Faktor-faktor diatas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi dapat menjadi satu kesatuan yang secara bersama-sama menimbulkan gangguan jiwa. Karena banyak sekali faktor yang dapat mencetus gangguan jiwa (Lestari, Choirriyah, & Mathafi, 2014). Menurut data dari Word Health Organisation (WHO) 2011, masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius, bahkan berdasarkan data dari study word Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) disebabkan oleh masalah gangguan jiwa yang menunjukan dampak lebih besar dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) (Arini, 2013). Berdasarkan UU No.18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa menerangkan bahwa pemerintah memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi orang dengan kejiwaan dan oreng dengan gangguan jiwa berdasarkan hak asasi manusia. Penanggulangan pasung adalah upaya yang terdiri dari aspek pencegahan, peningkatan pelayanan kesehatan, rehabilitasi dan pengobatan rutin. Orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah istilah resmi bagi penyandang gangguan jiwa berdasarkan undang-undang kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014, ODGJ khususnya para penderita gangguan jiwa berat skizofrenia dan posikosis belum sepenuhnya mendapat perlakuan baik serta memenuhi hak asasi manusia. Hasil survei kesehatan di Indonesia tahun 2013 menyebutkan terdapat 1,7 per 1000 penduduk Indonesia yang menderita skizofrenia atau psikosis. Diantara

3 para penderita tersebut, kurang lebig 14,8% pernah di pasung dalam masa hidupnya (Laporan Riskesdas, 2013). Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam bidang kesehatan jiwa di Indonesia oleh karena sesungguhnya pemasungan tidak di perkenankan dengan alasan apapun. Beberapa daerah di Indonesia, pasung digunakan sebagai alat untuk menangani klien gangguan jiwa di rumah. Saat ini, masih banyak klien gangguan jiwa yang didiskriminasi haknya oleh keluarga maupun masyarakat sekitar melalui pemasungan. Sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan larangan tradisi memasung klien gangguan jiwa berat yang kerap dilakukan penduduk yang berdomisili di pedesaan dan pedalaman terus berupaya dilakukan antara lain dengan memberdayakan petugas kesehatan ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Kata pasung mengacu kepada pengekangan fisik atau pengurungan terhadap pelaku kejahatan, orang-orang dengan gangguan jiwa yang melakukan tindak kekerasan yang dianggap berbahaya (Minas & Diatri, 2008). Pemasungan penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasan menjadi hilang. Pasung merupakan salah satu perlakuan yang merampas kebebasan dan kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga mengabaikan martabat mereka sebagai manusia. Berdasarkan data yang di peroleh (Word Health Organisation dalam Widiyanto, 2015) bahwa 41 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Diantaranya penyalahgunaan obat (44,0%), keterbelakangan mental (34,9%),

4 disfungsi mental (16,2%), dan disintegrasi mental (5,8%). The Indonesian Psychiatric Epidemiologic Network menyatakan bahwa 11 kota di Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita gagguan jiwa Jawa Tengah menepati urutan ke-6 daerah yang mengalami gangguan jiwa berat, diperkirakan 20.000 hingga 30.000 jiwa dan terdapat perlakuan secara tidak berprikemanusiaan salah satunya dengan cara di pasung. Menurut tim pengara pengarah kesehatan jiwa masyarakan provinsi Jawa Tengah, menyatakan penderita gangguan jiwa masih tergolong cukup tinggi 2,3% dari jumlah penduduk. Dinas kesehatan provinsi Jawa Tengah mendapatkan temuan sebanyak1.091 kasus pemasungan mulai bulan januari sampai November (Widiyanto, 2015). Sebuah penelitian antropologi mengenai pasung pada penderita gangguan jiwa dilakukan di Bireuen Aceh pada tahun 2008. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa alasan keluarga melakukan pemasungan pada keluarganya yang mengalami gangguan jiwa adalah untuk menghindari dampak buruk yang ditimbulkan. Hal ini disebabkan penderita gangguan jiwa kerap melakukan kekerasan, bersikap agresif serta membahayakan orang lain dan benda-benda disekitarnya (Tyas, 2008). Pada penelitian lain di Samosir Sumatra utara disebutkan bahwa alasan keluarga melakukan pemasungan adalah karena ketiadaan fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Keluarga terpaksa melakukan pemasungan pada keluarganya yang mengalami gangguan jiwa karena tidak dapat menjangkau sasilitas kesehatan karena letak geografis pilau Samosir yang cukup jauh dari ibukota kabupaten dan provinsi.

5 Keluarga melakukan pemasungan pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa dikarenakan ketidaktahuan atau pemahaman yang salah (Minas dan Diantri, 2008). Menurut servei kementrian sosial pada 2008, dari sekitar 650 ribu penderita gangguan jiwa berat di Indonesia, setidaknya 30 ribu di pasung. Alasan pemasungan agar si penderita tak membahayakan orang lain dan menimpakan aib kepada keluarga. Padahal memasung itu melanggar hukum. Hal itu diatur dalam Undang- Undang No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa. Pemerintah menanggapi dengan serius masalah pemasungan dengan mencanangkan Indonesia bebas pasung 2017. Korban terpasung yang marah merupakan emosi diluar normal. Ada kasus seorang penderita berteriak-teriak setiap malam. Pada akhirnya kemarahan akan reda, penderita merasa letih dan memilih diam. Keadaan memang menjadi tenang, tapi justru dalam kondisi diam ini pengobatan makin sulit dilakukan, karena semangat hidup mulai redup. gejala yang paling sulit diobati adalah hilangnya semangat dalam diri, obat tidak akan membantu banyak. Ketika masih dalam kondisi meluapluap, penanganannya justru relatif lebih mudah dengan mengeluarkan emosi itu sembari melakukan pengobatan berjalan (Lestari, Choirriyah, & Mathafi, 2014). Gangguan jiwa akan menetap seumur hidup dan bersifat kronik. Besar kemungkinan akan kambuh, meskipun mereka telah menjalani perawatan di RS jiwa. Namun ada kemungkinann jika nantinya akan kembali,menjadi korban pemasungan pasung. Hal ini menunjukan bahwa sangat penting adanya peran dan pemahaman keluarga mengenai kesalahan tindakan pemasangan pasung dan pemberian motivasi kepada keluarga (Keliat, 2011)

6 Indonesia mencanangkan bebas pasung 2017, sebagaimana di sampaikan mentri sosial Khofifah Indar Parawansa bahwa, hingga Desember 2017 Indonesia akan bebas kasus pasung orang sakit jiwa. Semua dinas sosial di kawasan yang terdapat banyak kasus pemasungan sudah diperintahkan untuk menggiatkan upaya ini. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingginya angka pasung di Indonesia. Dengan memperhatikan kebijakan bebas pasung 2017 dan masih tingginya kasus pemasungan gangguan jiwa di Indonesia, maka di butuhkan trobosan dalam mencapainya. Beberapa pemerintah daerah telah membuat trobosan dalam penanganan ODGJ, sehingga sangat penting dan membantu dalam membuat system penanganan bebas pasung secara nasional. Pemodelan inovasi ini sangat penting untuk menjadi referensi bagi pemerintah daerah yang belum melaksanakan bebas pemasungan. (Suripto & Alfiah, 2016) Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan adalah perasaan sehat dan serta mampu melewati tantangan hidup, dapat menerima orang lain dan mampu melewati tantangan hidup (Depkes RI, 2002). Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif sangat berperan penting dalam proses-proses pengambilan keputusan (Fitriani, 2011). Model promosi kesehatan dan pencegahan penyakit telah mengalami banyak perubahan dari generasi ke generasi. Dari mencoba menakut nakuti orang jika mengalami sakit hingga saat ini kami mencoba untuk memberi penghargaan kepada masyarakat yang dapat menerapkan hidup sehat, dengan cara memberikan promosipromosi kesehatan, dan keterampilan untuk menjalankan hidup sehat. Untuk

7 mendukung keberhasilan promosi kesehatan, dukungan sosial masyarakat sangat dibutuhkan. Promosi kesehatan sangat berperan penting dalam menggubah praktekpraktek kebiasaan turun temurun atau yang sering dilakukan warga sekitar yang memiliki efek merugikan pada kesehatan, promosi kesehatan juga dapat mengubah kebiasaan buruk masyarakat secara permanen (Bandura, 2007) Upaya agar berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat, akan memakan waktu lama. Namun demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup akan dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatau bentuk intervensi atau upaya peningkatan pengetahuan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeloiharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuann sangat berperan penting dalam meningkatkan norma subjektif keluarga dalam memulai usaha merubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Norma subjjektif yaitu keyakinan individu untuk mematuhi arahan atau anjuran orang di sekitar untukturut dalam melakukan aktifitas (Ramayah & Harun, 2005) Dari uraian data dan fenomena tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Promosi Kesehatan Pencegahan Pemasungan

8 Untuk Meningkatkan Pengetauan Dan Norma Subjektif Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinom Klaten. B. Rumusan masalah Berdasarkan dari latar belakang yang di uraikan diatas dapat disimpulkan rumusan masalah pada penelitian ini apakah promosi kesehatan pemasungan dapat meningkatkan pengetahuan dan norma subjektif keluarga di wilayah kerja puskesmas jatinom klaten? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengukur pengetahuan dan norma subjektif keluarga sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Jatinom Kabupaten Klaten. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan norma subjektif keluarga sebelum dilakukan promosi kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Jatinom Kabupaten Klaten. b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan norma subjektif keluarga setelah dilakukan promosi kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Jatinom Kabupaten Klaten

9 D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan atau Teori Dapat menambah ilmu pengetahuan terutama dalam pemasungan pasien gangguan jiwa di Kabupaten Klaten. 2. Instansi Pendidikan Bagi pendidikan ilmu keperawatan yaitu sebagai sumber dan bahan bacaan serta wawasan bagi mahasiswa terutama mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal mengenai promosi kesehatan pencegahan pemasungan untuk meningkatkan pengetahuan dan norma subjektif keluarga di Kabupaten Klaten. 3. Keluarga Bagi keluarga dapat menjadi acuan dalam merawat pasien pasca pasung. 4. Peneliti Untuk memperoleh pengalaman dalam hal penelitian sehingga dapat menambah ilmu dan terpacu untuk dapat lebih meningkatkan potensi diri dalam mengetahui promosi kesehatan pencegaan pemasungan pada pasien pasca pasung. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penelitian, penelitian dengan judul promosi kesehatan pencegahan pemasungan untuk meningkatkan pengetahuan dan norma subjektif

10 keluarga di kabupaten Klaten belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian yang menyerupai dengan penelitian tersebud diantaranya sebagai berikut: 1. (Aji, 2016) Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dan Masyarakat Yang Terdapat Pasien Pasca Pasung Di Tawangsari. Metode penelitian yang di gunakan adalah kuantitatif yaitu data yang berbentuk bilangan/angka, dengan menggunakan metode quasi experiment atau sering disebut eksperimen semu. Penelitian ini mengambil sempel menggunakan batas minimal sebanyak 37 sampel. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, penyuluhan dengan media power point dan leaflet. Hasil yang didapat yaitu menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap dan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan promosi kesehatan. Perbedaan penelitianj sebelumnya dengan penelitian ini friabel penelitian yang di teliti adalah pengetahuan dan sikap keluarga yang ada di Tawangsari. Dengan menggunakan metode quasi experiment. Sedangkan pada penelitian ini fariabel penelitian yang akan di teliti adalah pengetahuan dan norma subjektif keluarga yang ada di wilayah kerja puskesmas Jatinom klaten, dan menggunakan metode pre-eksperimen 2. (Arini, 2016) Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Dukungan Sosial Pada Keluarga di Desa Sriharjo Imogiri Bantul. Metode penelitian ini menggunakan desain Pre Eksperimen dengan rancangan one groupsigned rank test.penelitian ini dilakukan di desa Sriharjo Imogiri

11 Bantul Yogyakarta dengan mengambil 26 sample menggunakan total sampling. Instrument menggunakan kuesioner sebanyak 20 pertanyaan. Hasil dari penelitian ini ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang gangguan jiwa terhadap dukungan keluarga di desa Sriharjo Imogiri Bantul Yogyakarta. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah fariabel penelitian yang di teliti adalah Dukungan Sosial Pada Keluarga di Desa Sriharjo Imogiri Bantul. Sedangkan pada penelitian ini fariabel penelitian yang di teliti adalah pengetahuan dan norma subjektif keluarga yang ada di wilayah kerja puskesmas Jatinom klaten 3. (Hartanto, 2014) Gambaran Sikap dan Dukungan Keluarga Terhadap Penderita Gangguan Jiwa di Kecamatan Kertasura. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sampel diambil menggunakann teknik purposive sampling dengan jumlah 5 sampel dengan kriteria keluarga dari penderita gangguan jiwa. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa: (1) sikap keluarga kepada penderita gangguan jiwa sebagian besar baik, (2) sikap keluarga secara efektif kepada penderita gangguan jiwa adalah sebagian besar baik, (3) sikap keluarga secara kecenderungan untuk bertindak terhadap penderita gangguan jiwa adalah baik, (4) dukungan keluarga yang diberikan (a) dukungan informasional (b) dukungan penilaian (c) dukungan instrumental (d) dukungan

12 emosional. Dukungan tersebut semuanya baik, (5) sikap dan dukungan keluarga terhadappenderita gangguan jiwa di kecamatan Kartasura adalah baik. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah fariabel penelitiann yang di teliti adalah Gambaran Sikap dan Dukungan Keluarga di Kecamatan Kertasura, menggunakan metode kualitatif. Sedangkan pada penelitian ini fariabel penelitian yang di teliti adalah pengetahuan dan norma subjektif keluarga yang ada di wilayah kerja puskesmas Jatinom klaten, dengan metode penelitian kuantitatif.