BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB V MODEL PENGAJARAN CERITA RANDAI SEBAGAI BAHAN MUATAN LOKAL UNTUK SMP DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

BAB I PENDAHULUAN. seni budaya Cina adalah seni pertunjukkan. Seni pertunjukkan di Cina memiliki tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum karya seni sebagai bagian dari ungkapan budaya, terbuka untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sastra mengambil isi sastra tersebut dari kehidupan sehari-hari yang terdapat

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan

menerjemahkan setiap konteks yang ada di dalam suatu karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. unsur tari-tarian dan lagu merupakan tari tradisi dan lagu daerah setempat, musik

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau, daerah di Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

SILABUS MATAKULIAH KAJIAN SASTRA LISAN IN 426 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB III DATA DAN TEORY

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, yang senantiasa berubah. Hubungan antara kebudayaan dalam masyarakat itu amatlah erat, karena kebudayaan itu sendiri adalah cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain (Semi, 1984: 54). Kebudayaan tentulah tidak akan terlepas dari sastra, begitu juga sebaliknya, sastra akan maju bila ditunjang oleh kebudayaan yang kuat dan mengakar di kalangan masyarakat kita. Keduanya, sastra dan budaya, saling mendukung. Lebih lanjut Atar Semi (1984) mengatakan kesusastraan itu pada dasarnya bukan saja mempunyai fungsi dalam masyarakat, tetapi juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas terlihat dalam masyarakat. Sebagaimana juga dengan karya seni yang lain, sastra mempunyai fungsi sosial dan fungsi estetika. Memperhatikan fungsi sosial dan estetika dalam suatu karya sastra sebaiknya kita hubungkan dengan ciri-ciri simbolisme atau perlambangan dalam sastra. Kalau kita perhatikan cerita rakyat, misalnya, mungkin kita tidak dapat menerimanya sebagai suatu pencerminan kehidupan nyata, kita anggap sebagai dongeng 1

2 semata, kalau hal itu tidak kita lihat dalam konteks tata nilai yang berlaku di masyarakat tempat kesusastraan itu tumbuh dan berkembang. Sastra lisan adalah bagian dari khazanah pengungkapan dunia sastra tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai baru yang hidup dan berkembang pada masyarakat. Banyak sastra tradisi lisan tidak lagi dikenal masyarakat, padahal bentuk sastra ini dipandang secara antropologis dibentuk oleh tradisi masyarakat. Ini berarti pula bahwa terdapat nilai-nilai yang pernah dianut oleh masyarakat penciptanya. Bahkan, banyak di antara bentuk sastra lisan itu yang memiliki mitos. Finnegan (dalam Tuloli, 1991: 1) berpendapat sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan tiap-tiap ragam mempunyai variasi yang sangat banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut. Dalam khazanah sastra tradisional, sastra yang unggul adalah sastra yang memiliki nilai rasa metafisik atau keterkaitannya dengan realitas hakiki masyarakat. Oleh karena itu, sastra tradisional bukan saja ekspresi subjektif pengalaman keseharian individu, melainkan hasil pengolahan yang mendalam terhadap realitas yang mengatasi dirinya atau transenden sifatnya. Tradisi sastra semacam itu telah menjadi pegangan masyarakat di nusantara. Dalam bentuk seperti ini, misalnya, kita mengenal kentrung, madihin, randai, didong dan sebagainya. 2

3 Jika dilihat dari laras pengucapannya, sastra lisan merupakan ciri umum sastra tradisional. Jauh sebelum ekspresi tulis berkembang amat pesatnya, opini yang disebarkan melalui tradisi lisan amat sukar tergeser. Oleh karena itu, nilai tradisinya amat kuat dirasakan di tengah masyarakat. Tidak jarang, sastra lisan sebagai bagian dari sistem komunikasi itu merupakan proses pematangan pola pikir secara alamiah yang berlaku di tengah masyarakat tertentu (Jarkasi dkk, 1997: 1-2). Kedudukan dan fungsi sastra lisan dalam dekade terakhir tampaknya semakin tergeser akibat kemajuan zaman yang memasuki segala sendisendi kehidupan di masyarakat kita. Akibatnya banyak di kalangan generasi muda yang tidak lagi mengetahui dan bahkan mencemooh sama sekali terhadap budaya bangsanya yang mereka katakan ketinggalan zaman. Nilai-nilai yang terkandung dalam sastra daerah tidaklah jauh berbeda dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra Indonesia, bahkan dapat dikatakan sederajat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rusyana (1997: 6) sebagai berikut. Nampak bahwa dalam sastra-sastra daerah terkandung muatan nilainilai moral. Dalam sastra-sastra daerah, dalam wujud ekspresi estetik itu tersaji pula nilai-nilai etik. Dari percobaan terhadap cerita rakyat, berupa mite, legenda, dan dongeng, kita dapat mengapresiasi nilainilai moral yang terpadu secara halus di dalamnya. Begitu pula dalam hikayat, syair, pantun serta jenis sastra lama lainnya serta selanjutnya dalam novel, cerita pendek, drama dan fuisi modern. Nilai-nilai moral itu terungkap. Begitu pula halnya dengan pendapat Ratna (2005: 12-13) peranan sastra, baik fiksi maupun nonfiksi, dalam mengungkapkan aspek-aspek kebudayaan, hampir sama dengan disiplin yang lain, seperti: antropologi, 3

4 sosiologi, psikologi, arkeologi, sejarah, dan ilmu bahasa. Artinya, relevansi masing-masing disiplin tergantung dari tujuan penelitian, objek yang dikaji, teori dan metode yang dimanfaatkan. Sastra modern, seperti: novel, pusi, dan drama, demikian juga sastra lama, seperti: kakawin, babad, dongeng, dan cerita rakyat, termasuk peribahasa, gosip, humor, dan berbagai tradisi lisan yang lain, merupakan objek studi kultural yang kaya dengan nilai. Menurut Ikram (1997: 11) peristiwa kelahiran sastra lama atau tradisional berbeda sekali dengan kelahiran suatu cipta karya sastra modern. Dalam dunia tradisional, hubungan antara sastra dan masyarakat tempat sastra itu lahir, amat erat. Sastra itu beredar di masyarakat dan menjadi miliknya selama beberapa waktu sebelum dicatat. Jelaslah bahwa batas antara sastra lisan dan tulisan sangat samar. Jika pada suatu saat seorang penulis mencatatnya, membukukannya atau mengolahnya dalam bentuk yang tradisional, maka ia tidak merasakan dirinya sebagai penciptanya, sehingga ia takkan menyebut dirinya demikian. Oleh sebab itulah, sebagian besar sastra tradisional bersifat anonim. Demikian juga halnya dengan pendapat Ratna (2005: 18) yang mengatakan bahwa dalam sastra lama, misalnya, pengarang pada umumnya tidak mencantumkan namanya sebab karya seni dianggap sebagai milik bersama, milik masyarakat. Pada bagian lain Ratna (2004: 310-311) juga menyebutkan anonimitas sastra lama memiliki implikasi lain. Cerita bisa diceritakan kembali, bahkan dimiliki oleh orang lain sebab setiap penceritaan kembali merupakan karya sastra baru. Di sinilah terkandung solidaritas sekaligus 4

5 demokratisasi masyarakat lama yang jelas tidak ada dalam masyarakat modern. Hakikat kolektivitas membawa karya sebagai milik bersama. Dengan menganggap pengarang tidak ada, maka karya seolah-olah menjadi menjadi milik komunal, suatu paradigma yang memberikan kemungkinan seluas-luasnya untuk menganalisisnya, tanpa perlu harus disesuaikan dengan pendapat penulis asli. Begitu juga halnya dengan tradisi sastra lisan randai ini, cerita yang dibawakan oleh tukang cerita, begitu biasanya masyarakat Rantau Kuantan Singingi menyebutnya, sama sekali cerita yang dibawakan tersebut banyak yang tidak diketahui pengarangnya. Saat ini kehidupan dan keberadaan sastra lisan randai di Rantau Kuantan Singingi sangat jarang sekali dihadirkan pada pesta perkawinan, pesta panen, sunatan atau hajatan. Hal ini disebabkan banyaknya grup musik organ tunggal atau band yang disewa masyarakat dan mereka (para penyewa) nampaknya enggan menggunakan alat hiburan randai, karena sudah dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Padahal organ tunggal, band dan sejenisnya nyata-nyatanya adalah produk Barat yang banyak tak sesuai lagi dengan budaya bangsa kita, walaupun masih ada sisi positifnya. Yang membuat lebih mirisnya hati adalah para penyewa randai hanyalah dari kalangan orang yang tidak berduit karena bayarannya tidaklah terlalu mahal. Akibatnya derajat kehidupan para pemain randai boleh dikatakan gali lubang tutup lubang dan sangat jauh dari tingkat kesejahteraan yang diharapkan. 5

6 Penelitian tentang randai ini pernah dilakukan oleh UU. Hamidy pada tahun 1971 yang berjudul Randai Rantau Kuantan. Tulisan ini mengemukakan tentang fungsi dan nilai estetika dalam randai. Lagipula penelitian yang dilakukan oleh UU. Hamidy sudah hampir 34 tahun lamanya dilakukan. Tentu format dan ide cerita sudah berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Akan tetapi, tulisan yang hendak penulis paparkan ini adalah mengamati struktur randai secara intrinsik yang meliputi tema, alur, penokohan, dan amanat. Kemudian keterkaitan tradisi lisan randai ini dengan fungsinya yang dikaitkan dengan nilai budaya dan konteksnya. Struktur intrinsik atau isi cerita dalam kisah randai adalah bagian yang esensial dan sangat mendasar dari sistem yang membentuk kesenian randai. Isinya inilah yang mencerminkan keterkaitan cerita ini antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Isinya ini banyak memiliki simbol sebagai transformasi nilai yang ditawarkan kepada pendengar. Simbol di sini dipandang sebagai sesuatu yang dianggap dengan persetujuan bersama, suatu yang memberikan sifat alamiah, mewakili atau mengingatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau membayangkan dalam kenyataan atau pikiran (Turner dalam Jarkasi, dkk, 1997: 4). Nilai-nilai ini banyak berkaitan dengan moral atau pengajaran yang disampaikan melalui cerita yang dibawakan. Berangkat dari kegelisahan inilah, penulis mencoba mengung-kapkan salah satu tradisi lisan yang masih eksis sampai sekarang di Indonesia. Tradisi lisan ini tentulah bagian dari kebudayaan bangsa yang walau pun 6

7 kurang begitu digandrungi oleh kalangan muda, namun dengan idealisme yang ada dalam masyarakat yang melakukannya masih hidup sampai kini. Pengkajiannya lebih memfokuskan pada telaahan struktur instrinsik, nilai budaya dan konteksnya bagi masyarakat Rantau Kuantan Singingi. 1.2 Pembatasan Masalah Berdasarkan paparan yang dikemukakan pada bagian Latar Belakang Penelitian, rupanya cakupan terhadap sastra lisan begitu banyak kajian yang akan dilakukan. Oleh sebab itu, agar penelitian ini lebih terfokus dan mendalam, maka penelitian ini hanyalah akan mengkaji struktur pembentuk randai tersebut. Unsur-unsur pembentuk itu terbagi atas 2 macam, yaitu struktur intrinsik (internal) yang meliputi: bagian dasar dari sistem yang membentuk kesenian randai seperti: tempat pagelaran, penyajian, alat musik, unsur sastra dan struktur cerita. Dalam penelitian ini hanya unsur struktur cerita yang menjadi bahan kajian yaitu; tema, alur, penokohan/ perwatakan, latar (setting) dan motif. Berikutnya kajian nilai budaya apa saja yang terdapat dalam tradisi lisan randai ini berupa teks dan konteks kalimat serta tema dari sebuah cerita yang ada dalam randai. Nilai budaya dan konteks tersebut biasanya terdapat dalam teks cerita randai yang disampaikan oleh tukang cerita. 1.3 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas, penelitian ini secara lebih khusus dapat dirumuskan sebagai berikut: 7

8 1. Struktur intrinsik apa sajakah yang terdapat dalam teks dan konteks pada tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi? 2. Nilai budaya apa sajakah yang terkandung dalam tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi? 3. Apa yang menjadi ciri ketradisian dan kelisanan dalam teks dan konteks tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi? 4. Genre cerita apa saja yang terdapat dalam tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi? 1.4 Tujuan Penelitian Sesuatu yang kita lakukan tentulah mempunyai tujuan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1. Mentranskripsikan rekaman teks cerita dan konteks kalimat ke dalam bahasa Melayu Riau Daratan (agak mirip dengan bahasa Minangkabau) dan mengalihbahasakannya ke dalam bahasa Indonesia. 2. Menganalisis struktur intrinsik (internal) teks cerita randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi. 3. Menganalisis dan mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung dalam tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi. 4. Mengelompokkan jenis cerita sesuai dengan genrenya. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi: 8

9 1. Ilmu Sastra Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu sastra lisan, agar pola ceritanya menjadi lebih bervariasi dan menimbulkan kisah yang menarik bagi pendengar atau penikmatnya. Kemudian juga dapat dijadikan sumber inspirasi penulisan sastra modern yang saat ini banyak digandrungi kawula muda, dan bacaan relevan sebagai khazanah pengetahuan tradisi lama yang baik banyak diketahui generasi muda sekarang. 2. Kurikulum Muatan Lokal Hasil penelitian tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi ini juga diharapkan bermanfaat sebagai bahan muatan lokal tentang tradisi dan adat istiadat yang perlu diajarkan bagi siswa SMP, SMA/MA, terutama di daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya sebagai muatan lokal pada mata pelajaran Kesenian Daerah yang diajarkan di SMP pada Kabupaten Kuantan Singingi. 3. Pembangunan dan pendidikan Nilai-nilai budaya yang ada dalam tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi dapat diambil manfaat dan nilai positifnya dalam pembangunan terhadap daerah, khususnya di sektor kebudayaan dan diimplimentasikan dalam pendidikan di sekolah maupun pementasan di kalangan masyarakat yang disampaikan melalui acara-acara pembangunan. Kedua hal ini bila disatukan sangat baik bagi pembangunan mental dan budaya bangsa yang bermartabat. 9

10 4. Para Peneliti Suatu saat nanti apabila ada peneliti lain yang berminat meneliti tentang tradisi lisan ini, dapat dijadikan bahan perbandingan dan dasar bagi peneliti selanjutnya. 1.6 Asumsi Penelitian Menurut Winarno Surakmad (dalam Arikunto, 2002: 58) anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Dalam penelitian ini asumsi peneliti adalah: 1) randai mempunyai struktur cerita yang baik. 2) randai mempunyai nilai budaya bagi kehidupan masyarakat. 1.7 Definisi Operasional 1. Struktur Struktur penulis artikan sebagai unsur yang membangun cerita yang membentuk dan membangun sebuah cerita tersebut dan mempunyai keterkaitan serta jalinan kisah/cerita, sehingga mempunyai makna yang menyeluruh pada cerita tersebut. Dengan kata lain, hanya unsur instrinsik dari tradisi lisan randai masyarakat Rantau Kuantan Singingi. 2. Nilai Budaya Nilai budaya yang ditelitii dan peneliti bahas dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita randai berupa nilainilai tolong-menolong antarsesama manusia, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, hubungan manusia dengan sesamanya. 10

11 3. Tradisi Lisan Pengertian tradisi lisan dalam penelitian ini lebih dititikberatkan pada pendapat Danandjaja (2002: 5) yaitu tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat. Walau pun pada istilah selanjutnya Danandjaja lebih sering menyebutkan sebagai folklor. Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada cerita rakyatnya yang disampaikan melalui cerita randai. 4. Cerita Rakyat Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional (2001: 211) bahwa cerita rakyat adalah cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan. Dalam penelitian ini, cerita rakyat yang diambil dan diteliti adalah cerita rakyat yang terdapat di kalangan masyarakat Rantau Kuantan Singingi Provinsi Riau. 5. Teks Naskah yang berupa cerita rakyat masyarakat Rantau Kuantan Singingi yang disampaikan melalui kesenian randai. 6. Konteks Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional (2001: 591) konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. 11

12 7. Randai Salah satu kesenian tradisional masyarakat Rantau Kuantan Singingi, Provinsi Riau yang disampaikan dalam bentuk cerita dan diiringi dengan musik dan tarian. Personil terdiri atas: tukang cerita (pencerita), tukang gendang (pemukul gendang), pemain biola, dan para penari berjumlah 6-30 orang. Musik pengiringnya berupa: gendang, biola, saluang dan peluit. Kesenian ini menurut sejarah berasal dari daerah Minangkabau, Sumatera Barat, seperti yang dikemukakan Djamaris (2002: 183) randai adalah drama pentas tradisional Minangkabau, seperti makyong di Riau dan di Sumatra Utara, mamanda di Kalimantan, dan lenong di Jakarta. 8. Masyarakat Rantau Kuantan Singingi Masyarakat di daerah (rantau) lebih sering menyebut diri mereka orang Kuantan, hal ini disebutkan di sepanjang daerah ini mengalir sebuah sungai yang bernama Kuantan. Daerah ini merupakan sebuah kabupaten yang berdiri pada bulan Oktober 2000, dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. UU. Hamidy (1995: 1-2) mengatakan bahwa: Rantau Kuantan merupakan suatu daerah kesatuan adat pada zaman dahulu yang berada di bawah pemerintahan para datuk sebagai pemegang teraju adat untuk mengatur kehidupan masyarakat. Daerah ini pernah juga disebut Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua artinya rantau yang kurang satu dari dua puluh; jadi ada 19 rantau yang tercakup di dalamnya. Adapun rantau yang 19 itu meliputi kenegerian (yang sekarang sudah dibagi-bagi menjadi sejumlah desa) sepanjang aliran batang (sungai) Kuantan, kira-kira dari Lubuk Ambacang di Hulu sampai ke Cerenti di hilir. 12

13 1.8 Sepintas tentang Randai Rantau Kuantan Singingi Masuknya tradisi lisan randai ini ke Rantau (daerah) Rantau Kuantan Singingi belum ada data yang pasti. Kesenian drama tradisional ini yang jelas dibawa oleh para perantau Minangkabau. Masyarakat Rantau Kuantan Singingi yang adat-istiadatnya sama dengan masyarakat Minangkabau yang memakai sistem matrilineal (berdasarkan garis keturunan ibu) mulai mengadopsinya dan juga sudah ada yang mempunyai grup dan mereka mengambil cerita dari kalangan masyarakat atau cerita rakyat dari daerah tempat mereka (grup) tadi tinggal. Berdasarkan percakapan peneliti dengan salah seorang pimpinan grup randai Pancang Kuantan yaitu Drs. Hamsirman, cerita yang sering mereka bawakan dalam pementasan adalah cerita yang berasal dari daerah Kecamatan Kuantan Tengah tempat mereka berdiam. Cerita yang berjudul Dang Gedunai dan Niniak Jiruhun inilah nantinya yang akan peneliti ambil sebagai sampel penelitian dan dianalisis. Menurut Djamaris (2002: 183) randai dimainkan di lapangan terbuka (open air theatre) dalam bentuk arena. Randai tergolong sendratari, yaitu seni drama tari. Randai mengandung unsur dialog, tuturan, tari (gerak silat), lagu, dan musik (saluang, talempong). Cerita yang dipertunjukkan pada umumnya adalah cerita kaba atau cerita kehidupan yang popular di daerah itu. Kaba yang dilakonkan disebut randai. Semua peran dalam randai dimainkan oleh pria. Peran wanita dimainkan oleh pria yang didandani seperti wanita. Inti cerita dilakonkan oleh beberapa tokoh di tengah lingkaran pada waktu-waktu tertentu menurut jalan 13

14 cerita. Bagian-bagian cerita yang melukiskan suasana, tempat, waktu kejadian, peralihan cerita atau alur didendangkan oleh semua peserta secara bersahut-sahutan sambil membuat gerak dasar pencak silat dalam beberapa kali putaran. Ketika pelaku harus berdialog atau berlakon secara khusus pada adegan-adegan tertentu, peserta-peserta yang lain segera mengambil posisi duduk, tetap dalam satu bentuk lingkaran. Cakapan dalam randai disusun dalam bentuk prosa berirama. Pemain terdiri dari 6 sampai 30 orang bergantung dari kebutuhan cerita. 14