BAB I PENDAHULUAN. kerusakan kerja insulin dan/atau sekresi insulin (Forbes & Cooper, 2013).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB V PEMBAHASAN. mencapai lebih dari 50% (Tesfaye dan Selvarajah, 2012). Pada penelitian ini,

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 1 I. PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di seluruh dunia. DM juga disebut dengan penyakit kencing manis dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

Diabetes Mellitus Type II

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia.

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. (Awad,

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 adalah suatu kelompok kondisi metabolik yang heterogen dan kompleks ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah akibat kerusakan kerja insulin dan/atau sekresi insulin (Forbes & Cooper, 2013). World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi diabetes melitus (DM) di dunia akan mencapai 300 juta (7,8%) pada tahun 2030. Faktor-faktor gaya hidup saat ini, seperti kurang gerak (sedentary life style), pola makan tidak sehat, etnik, hipertensi, dan obesitas merupakan penyebab utama epidemik ini (WHO, 2006a; Zimmerman, 2014). Diabetes melitus di Indonesia dan di negara-negara berkembang lain merupakan masalah kesehatan serius dengan dampak yang luas. Diabetes melitus yang tidak terkontrol meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderitanya. Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita DM ke-4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta penderita DM dan diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030 (Soewondo et al., 2013). Patofisiologi terjadinya DM tipe 2 erat kaitannya dengan peningkatan leptin, resistensi insulin, dan disfungsi sel-sel β pankreas yang berakibat terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung lama akibat kontrol glikemik yang buruk akan menyebabkan efek toksik pada sel (glucose toxicity) (Campos, 2012; Forbes & Cooper, 2013). Efek ini pada akhirnya akan 1

2 menyebabkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS). Mekanisme terjadinya toksisitas glukosa di atas terjadi melalui peningkatan oksidasi glukosa, peningkatan produksi sorbitol/polyol pathway, aktivasi jalur hexosamine, aktivasi sistem proteine kinase C (PKC), dan peningkatan produk advanced glycation end products (AGEs) yang merupakan hasil akhir dari glikasi protein (Jindal & Gupta, 2012; Bandeira et al., 2013). Pembentukan AGEs merupakan suatu proses reaksi kimia berantai yang diawali oleh reaksi glikasi. Advanced glycation end products ini akan berikatan dengan reseptornya yaitu receptor of advance glycation end product (RAGEs) di permukaan sel-sel endotel, yang selanjutnya akan memicu produksi ROS, terutama anion superoksid oleh aktivitas nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) oksidase. Proses pembentukan AGEs melalui beberapa tahapan, salah satunya adalah pembentukan produk intermediate yaitu, schiff base dan kemudian diikuti amadori products. Amadori products ini pada proses glikasi hemoglobin (Hb) dikenal sebagai hemoglobin adult 1c (HbA1c). Kadar HbA1c mencerminkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama 4 minggu sampai dengan 3 bulan sebelumnya dan berguna untuk penegakan diagnosis dan penentuan kontrol gula darah pada pasien DM tipe 2 (Sack, 2006). Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia menetapkan bahwa sasaran kontrol glikemik yang baik pada penderita DM tipe 2 adalah kadar HbA1c < 7%, sesuai dengan referensi American Diabetes Association (ADA) dan WHO (PERKENI, 2015).

3 Akibat lain dari hiperglikemia, yaitu berupa peningkatan produksi free fatty acid (FFA) di hati. Akumulasi glikogen yang berlebihan menyebabkan terjadinya kejenuhan kadar glikogen di hati sehingga metabolisme glukosa dialihkan menjadi FFA. Selain itu, kondisi defisiensi insulin pada DM tipe 2 juga menyebabkan terjadinya peningkatan lipolisis dan penurunan lipogenesis yang berakibat pada peningkatan kadar FFA di hati maupun di sirkulasi (Hajer et al., 2008; Ganda, 2010). Peningkatan ROS dan FFA yang terjadi pada penderita DM tipe 2 menyebabkan gangguan proses deiodinase hormon tiroid sehingga dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid. Peningkatan produksi leptin juga terjadi pada penderita DM tipe 2. Kondisi ini akan mempengaruhi ekspresi thyroid releasing hormone (TRH) melalui jalur melanokortin sehingga meningkatkan produksi TRH di paraventricular nucleus (PVN) hipotalamus. Kombinasi antara gangguan pada proses deiodinase dan peningkatan ekspresi TRH yang dipengaruhi oleh peningkatan leptin dapat mempengaruhi fungsi tiroid dan menyebabkan disfungsi tiroid (Petrosyan, 2015; Ray & Ghosh, 2016). Kontrol glikemik yang ditandai dengan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 2 berkaitan dengan terjadinya disfungsi tiroid yang ditandai oleh perubahan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan hormon tiroid, thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3). Penelitian sistematic review dan metaanalisis Han et al. (2015) menunjukkan odd ratio (OR) hipotiroid subklinis pada pasien DM tipe 2 adalah 1,93 (95% (confidence interval (CI): 1,66 2,24, p=0,04). Penelitian Cho et al. (2016) di Korea menunjukkan

4 bahwa risiko hipotiroid subklinis meningkat pada kelompok kontrol glikemik buruk; pada kadar HbA1c 9% dibanding kadar HbA1c < 7% didapatkan OR 2,52 (95%CI: 1,09-5,86; p = 0,031). Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penelitian Al-Wazzan et al. (2010) dan Al-Geffari et al. (2013) menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang buruk tidak berhubungan dengan disfungsi tiroid, dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya disfungsi tiroid pada DM tipe 2. Disfungsi tiroid pada DM tipe 2 mempengaruhi komplikasi dan perjalanan penyakit DM tipe 2. Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien DM tipe 2 belum banyak dilakukan secara rutin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol gula darah dengan disfungsi tiroid pada DM tipe 2. Penelitian di berbagai negara mengenai hubungan antara kontrol gula darah dengan disfungsi tiroid pada DM tipe 2 menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara kontrol gula darah dengan disfungsi tiroid pada pasien DM tipe 2 belum pernah dilakukan di Indonesia. Berbagai hal di atas menjadi alasan dilakukannya penelitian ini.

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang merupakan salah satu masalah utama kesehatan di Indonesia. 2. Kontrol glikemik yang ditandai dengan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 2 berkaitan dengan terjadinya disfungsi tiroid yang ditandai oleh perubahan kadar TSH dan hormon tiroid (T4 dan T3). Buruknya kontrol glikemik pada pasien DM tipe 2 mengakibatkan timbulnya gangguan pada aksis hipotalamus hipofise yang mengatur fungsi dan aktivitas hormon tiroid. Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien DM tipe 2 belum banyak dilakukan secara rutin. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat hubungan antara kontrol glikemik dengan disfungsi tiroid pada pasien DM tipe 2? D. Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan antara kontrol glikemik dengan disfungsi tiroid pada pasien DM tipe 2.

6 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara kontrol glikemik dengan disfungsi tiroid pada penderita DM tipe 2. 2. Manfaat aplikatif a. Sebagai masukan mengenai pentingnya pemeriksaan kontrol glikemik untuk mengetahui risiko terjadinya disfungsi tiroid pada penderita DM tipe 2 b. Dalam bidang akademik, dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara kontrol glikemik dengan disfungsi tiroid pada penderita DM tipe 2. c. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian kontrol glikemik dan disfungsi tiroid selanjutnya.

7 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian No. Peneliti dan Judul Penelitian 1. Cho et al. Poor glycemic control is associated with the risk of subclinical hypothyroidism in patients with type 2 diabetes melitus. (Korean J Intern Med. 2016. 31:703-711) 2 Han et al. Subclinical hypothyroidism and type 2 diabetes: A systematic review and meta-analysis (PLoS ONE. 2015. 10(8):1-22) 3. Al-Wazzan et al. Prevalence and associated factors of thyroid dysfunction among type 2 diabetic patients, Kuwait. (Bull.Alex.Fac.Med. 2010. 46(2): 141-148) Jumlah Tujuan dan Subjek Hasil Penelitian 8.528 Menilai hubungan antara hipotiroid subklinis dan kontrol glikemik pada DM tipe 2. Risiko hipotiroid subklinis meningkat pada kelompok kontrol glikemik buruk; pada kadar HbA1c 9% dibanding kadar HbA1c < 7% didapatkan OR 2,52 (95%CI: 1,09-5,86; p = 0,031) dan jenis kelamin wanita OR 4,58 (95%CI:1,41-14,87; p = 0,011). 36 artikel, Menilai apakah DM tipe 2 61 meningkatkan risiko terjadinya penelitian hipotoroid subklinis, serta menilai apakah hipotiroid subklinis berhubungan dengan komplikasi DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan hipotiroid subklinis dengan OR 1,93 (95%CI:1,66-2,24). Hipotiroid subklinis meningkatkan risiko komplikasi DM tipe 2: Nefropati diabetik OR 1,74 (95%CI:1,34-2,28), retinopati diabetik OR 1,42 (95%CI:1,21-1,67), penyakit arteri perifer OR 1,85 (95%CI:1,35-2,54), neuropati perifer OR 1,87 (95%CI:1,06-3,28). 1.580 Menilai prevalensi dan faktorfaktor yang berhubungan dengan disfungsi tiroid pada DM tipe 2. Prevalensi disfungsi tiroid pada DM tipe 2: 12,9%. Faktor risiko disfungsi tiroid pada DM tipe 2 adalah jenis kelamin perempuan OR 1,7 (95%CI:1,2-2,9), Kewarganegaraan Kuwait OR 2,3 (95%CI:1,3-4,1), merokok OR 18,1 (95%CI:10,1-32,5), riwayat penyakit autoimun OR 3,8 (95%CI:1,2-14,1).

8 Sepengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara kontrol glikemik dengan disfungsi tiroid pada pasien DM tipe 2 belum pernah dilakukan di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah: pada penelitian ini, diambil subjek DM tipe 2 tanpa komplikasi. Lamanya menderita DM pada subjek penelitian ini diambil lebih dari 5 tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya disfungsi tiroid sebelum onset DM tipe 2, terutama disfungsi tiroid subklinis yang biasanya tidak menunjukkan gejala klinis. Penelitian ini menggunakan cut off HbA1c 7 untuk menentukan kontrol glikemik buruk. Penelitian ini juga akan melakukan analisis regresi logistik dengan memperhitungkan variabel-variabel lain yaitu umur, jenis kelamin, indeks masa tubuh (IMT), lama DM, dan dislipidemia, sehingga dapat diketahui kekuatan hubungan tiap variabel dengan disfungsi tiroid, serta mengetahui persamaan regresi untuk menentukan probabilitas terjadinya disfungsi tiroid pada DM tipe 2.