HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI. Diajukan oleh : Teguh Kurniawan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. diawali dengan matangnya organ organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mampu membersihkan ketimpangan ketimpangan sosial yang ada, juga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alat-alat reproduksi tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Perubahan

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Teguh Kurniawan F. 100 030 146 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Santrock (2002) mempertegas bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai saat anak menunjukkan tanda-tanda pubertas dan dilanjutkan dengan terjadinya perubahanperubahan dari yang bukan seksual menjadi seksual pada individu. Pada masa ini remaja mempunyai keinginan besar sekali terutama dalam masalah seksualitas. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong remaja untuk mencari informasi tentang seksualitas. Dorongan rasa ingin tahu ini, kalau tidak terpenuhi dengan bimbingan dan penerangan yang benar, dikhawatirkan mereka memiliki anggapan yang salah mengenai masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, lebih dikhawatirkan lagi, jika para remaja memperoleh pengetahuan dan pemahaman seksnya dari cerita-cerita kotor dan cabul. Kalau keadaan mereka ini dibiarkan, tanpa ada usaha untuk memberikan pemahaman pendidikan seks yang sesuai dengan agama, tidak mustahil akan tercipta keadaan yang amoral; mereka memandang seks hanya sebagai nafsu kebinatangan Basri (2000) menyatakan bahwa masa remaja yang dilalui tidak ubahnya sebagai suatu jembatan penghubung antara masa tenang yang selalu bergantung pada pertolongan dan perlindungan dari orang tua dengan masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berpikir matang. Permasalahan yang menyebabkan mereka bingung dan menderita serta tidak mengerti secara pasti tentang apa yang seharusnya dilakukan adalah dorongan seks yang sedang muncul dan melanda kehidupannya.

Berkaitan dengan permasalahan seks yang diungkapkan di atas, Sarwono (1994) menyatakan bahwa secara psikologis bentuk perilaku seks remaja pada dasarnya adalah normal sebab prosesnya memang dimulai dari rasa tertarik kepada orang lain, muncul gairah diikuti puncak kepuasan dan diakhiri dengan penenangan. Ukuran normal ini akan menjadi berbeda ketika norma masyarakat dan norma agama ikut terlibat. Norma masyarakat Indonesia belum mengizinkan adanya perilaku seksual remaja yang mengarah kepada hubungan seksual pranikah (sexual intercourse extra marital), demikian pula norma agama-agama di Indonesia ini Gejala terjadinya hubungan seks sebelum menikah sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan fenomena tersebut tidak hanya terjadi di kota-kota besar namun sudah mulai merambah ke kota-kota kecil. Banyak praktik pada zaman dahulu terkesan sangat tabu, seperti semakin maraknya seks di kos-kosan atau ayam kampus, sekarang sudah menjadi menu media masa sehari-hari. Berita lain menyebut adanya mahasiswa di kota Malang yang mempunyai prinsip sex just for fun atau sex in the car, yaitu hubungan seks yang dilakukan di dalam mobil (Jawa Pos, 3 Januari 2004). Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum menikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi dari fakta tersebut menunjukan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya, bujukan atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan hubungan seksual dan hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, agama atau keimanan yang kurang kuat serta terinspirasi dari film dan media massa (Laily dan Matulessy, 2004). Hasil riset yang telah dilakukan oleh BKKBN (2007) menyatakan bahwa 40% remaja berusia 15-24 tahun telah mempraktikkan seks pranikah. Hasil survei tersebut dikutip dilakukan pada rentang tahun 2002-2006 terhadap 2.880 remaja. Dan bisa dipastikan tahun 2007 akan meningkat. Prediksi tersebut, juga diperkuat hasil survei

Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 di Jabodetabek didapatkan hasil lebih dari 80% anak-anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi. Ditambah lagi, saat ini paling tidak ada 4,2 juta situs porno di dunia maya. Mencermati berbagai fenomena yang telah dijelaskan di atas jika perilaku seksual pranikah terutama di kalangan remaja tidak ditangani dengan segera dapat menjadi pemicu berkembangnya prostitusi yang sudah semakin menjamur. Seperti diungkapkan Prasetyaningrum (1999) searah dengan semakin majunya teknologi dan informasi serta kecenderungan masyarakat yang semakin pragmatis untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, maka industri seks komersial semakin kompleks dengan pengelolaan semakin profesional. Perputaran jual beli seks ini cukup menggiurkan yaitu US $ 3 Milyar. Namun yang paling memprihatinkan dari semua itu adalah semakin banyaknya pelacur remaja yang ditemukan. Kekeliruan remaja yang masuk ke dunia seks bebas (free sex) sebenarnya tidak sepenuhnya berasal dari diri mereka sendiri. Iklim yang mendukung menyebabkan remaja banyak bertindak di luar batas. Situasi kondusif itu di antaranya adalah toleransi yang longgar dari masyarakat terhadap perilaku yang melanggar moral dan kebebasan teknologi informasi yang semakin tidak terbendung. Menurut Przybyla (Hidayah, 1992), masyarakat sering kali disuguhi majalah, film, acara televisi, lagu, iklan, dan produk-produk yang berdaya khayal dan mengandung pesan ke arah seksual yang merupakan pelengkap konsep realita masyarakat yang dikenal dengan istilah pornografi, merangsang gairah seksual, mendorong orang gila seks, meruntuhkan nilai-nilai moral. Hasil studi Puska Komunikasi FISIP UI pada tahun 2005 di 3 kota (Palembang, Menado dan Sumenep) menunjukkan bahwa ketersediaan dan kemudahan menjangkau produk media pornografis merupakan faktor stimulan utama bagi remaja untuk melakukan perilaku seksual pranikah dan faktor kedua adalah pengaruh lingkungan teman sebaya.

Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan remaja. Lingkungan sosial sebagai bagian dari komunitas sosial memegang peranan yang strategis bagi kehidupan sosial masyarakat. Pada masa remaja lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan teman sebaya. Menurut Mappiare (1982) kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama di mana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut melakukan penyimpangan, maka remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma kelompok. Remaja tidak peduli dianggap nakal karena bagi mereka penerimaan kelompok lebih penting, mereka tidak ingin kehilangan dukungan kelompok dan tidak ingin dikucilkan dari pergaulan. Sebagian dari remaja mengambil jalan pintas untuk menghindarkan diri dari masalah sehingga cenderung untuk keluyuran dan melakukan tindakan pergaulan yang salah dengan teman-temannya. Akibatnya banyak yang terjerumus dalam tindak kenakalan seperti menipu, berkelahi, mencuri dan sebagainya. Kehadiran teman dan keterlibatannya di dalam suatu kelompok membawa pengaruh tertentu, baik dalam arti positif maupun dalam arti negatif. Adapun yang dimaksud pengaruh negatif yaitu apabila seseorang dari kelompoknya senang dengan acara disko, ia tentu akan terpengaruh pula untuk ikut dalam acara tersebut. Bila temantemannya adalah perokok, mungkin ia akan menjadi perokok pula. Demikian juga bila teman-temannya senang minum-minuman keras sampai mabuk atau senang pergi ke tempat WTS, dia dapat meniru dan melakukan hal yang sama. Umumnya pengaruh teman dan kelompok sangat besar. Seseorang yang telah merasa cocok dengan teman atau kelompoknya, tentu cenderung untuk mengikuti gaya teman atau kelompok tersebut. Adalah sangat sulit bila dia tidak mau mengikuti gaya kelompoknya yang dirasanya buruk,

sambil tetap mempertahankan diri di dalam kelompok itu. Dia akan diasingkan sebab tidak mau mengikuti gaya hidup mereka (Mulyono, 1985). Remaja kadang bertingkah laku di luar kewajaran seperti minum-minuman keras, terjerumus dalam perkara kriminal atau perilaku seks pranikah. Perilaku yang masuk dalam anti sosial ini sering terjadi karena dipengaruhi perilaku teman-temannya untuk melakukan tindakan yang tidak baik. Remaja cenderung untuk mengikuti kemauan temantemannya agar tidak merasa ditolak atau diabaikan oleh kelompok teman sebayanya (Prasetyo, 2001). Selain faktor interaksi teman sebaya, faktor karakteristik individu yaitu yang dapat berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah yaitu konsep diri. Stuart dan Sundeen (Keliat, 1992) menyebutkan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Beck,dkk (Keliat, 1992) menjelaskan konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh: fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Perilaku seksual yang menyimpang, seperti perilaku seks pranikah, pada umumnya merupakan kegagalan sistem kontrol diri terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongandorongan instinktif. Remaja tidak mampu mengendalikan naluri (instink) dan dorongan seksualnya, dan tidak bisa menyalurkannya ke dalam perbuatan yang bermanfaat dan lebih berbudaya. Oleh karena itu diperlukan oleh suatu mekanisme yang dapat mengatur dan mengarahkannya perilakunya menuju kebaikan. Salah satu mekanisme yang perlu dimiliki adalah konsep diri yang positif. Konsep diri yang dimiliki remaja akan mempengaruhi perilakunya dalam hubungan sosial dengan individu lain. Konsep diri tinggi atau positif akan berpengaruh pada perilaku positif. Sebaliknya Konsep diri rendah atau negatif akan membawa pengaruh yang kurang

baik bagi perilaku individu. Dijelaskan oleh Daradjat (1983) bahwa perilaku individu yang mempunyai konsep diri negatif adalah cenderung tidak berani, cepat tersinggung, dan cepat marah. Ditambahkan oleh Rogers (2000) bahwa konsep diri yang negatif akan ditunjukkan dengan perilaku negatif, pengetahuan yang tidak tepat tentang diri, pengharapan yang tidak realistis, harga diri yang rendah, takut tidak berhasil atau pesimis. Kondisi ini menunjukan bahwa remaja memiliki kepribadian yang belum matang dan emosi yang labil, sehingga mudah terpengaruh melakukan hal-hal negatif, misalnya yaitu melakukan hubungan seks pranikah. Manakala berinteraksi dengan lingkungan individu mempunyai penilaian tentang diri sendiri itu disebut konsep diri. Seluruh sikap, pandangan serta keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh perilakunya, bila individu mamandang bahwa dirinya sebagai orang yang tidak mampu maka perilakunya akan menunjukkan ketidakmapuannya tersebut. Apalagi pada usia remaja, yang kondisi psikisnya masih belum mantap sehingga sangat mudah untuk dipengaruhi. Salah satunya adalah pergaulan dengan lawan jenis. Remaja dapat mengembangkan konsep diri yang negatif karena pengaruh dari lingkungan pergaulan teman sebaya. Seperti dikemukakan oleh Monks (1995) individu yang mempunyai konsep diri negatif cenderung lebih mudah untuk mengikuti kelompoknya hal ini dikarenakan individu tersebut merasa kurang nyaman dengan dirinya dan individu tersebut tidak ingin ditolak oleh lingkungan hal ini nantinya akan menimbulkan sifat konformitas dalam diri individu untuk melakukan perbuatan yang dilakukan juga oleh kelompoknya. Melihat fenomena seks pranikah yang banyak terjadi di masyarakat khususnya pada remaja saat ini, maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah tersebut dengan membuat suatu rumusan masalah penelitian. Apakah ada hubungan antara interaksi teman sebaya dan konsep diri dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja?.

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara interaksi teman sebaya dan konsep diri dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja 2. Hubungan antara interaksi teman sebaya dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja 3. Hubungan antara konsep diri dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja 4. Sumbangan interaksi teman sebaya dan konsep diri terhadap intensi perilaku seks pranikah pada remaja 5. Tingkat interaksi teman sebaya, konsep diri dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi remaja, hasil penelitian ini memberikan wawasan, informasi mengenai hubungan antara interaksi teman sebaya dan konsep diri dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja, sehingga dapat dijadikan sebagai wacana pemikiran bagi remaja agar mampu menghindari perilaku seks pranikah 2. Bagi orang tua, memberi masukan dan informasi tentang hubungan interaksi teman sebaya dan konsep diri dengan intensi perilaku seks pranikah pada remaja sehingga orang tua dapat mengantisipasi dan lebih memperhatikan perkembangan puteraputerinya baik secara fisik, psikis, sosial maupun moral agar tidak terjerumus dalam pergaulan seks pranikah. 3. Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana pemikiran acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan intensi perilaku seks pranikah

Yuwono, S. 2001. Kesehatan Reproduksi dan Keberagaman, Solusi Masalah Perilaku Seksual Pranikah Remaja. Kognisi Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 5 No.1 Hal. 12 21. Universitas Muhammadiyah Surakarta.