BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu infrastruktur perkotaan yang paling penting. Air bersih termasuk prasarana kota yang sangat berpengaruh bagi perkembangan kota, disamping transportasi dan saluran pembuangan (Chapin, 1995:229). Saat ini, penggunaan air bersih telah meliputi berbagai aktivitas kehidupan manusia. Air bersih tidak lagi hanya diperlukan untuk konsumsi rumah tangga (domestic use), tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan non domestic use seperti kegiatan perdagangan, industri, perkantoran, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Air bersih sebagai salah satu infrastruktur wilayah dan kota memang menjadi kebutuhan vital masyarakat yang harus dipenuhi. Sesuai pasal 5 Undangundang No. 7 Tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air, bahwa Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal seharihari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Berdasarkan undang-undang tersebut, air bersih merupakan hak setiap orang sehingga semua penduduk baik di kota metropolitan, kota besar, kota sedang, kota kecil, maupun desa seharusnya mendapatkan pelayanan air bersih. Suatu penyediaan air bersih haruslah aman dari segi higienisnya, baik dan dapat dikonsumsi, tersedia dalam jumlah cukup, dan ekonomis/cukup murah (Chatib, 1996:4). Dalam upaya memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, pemerintah juga menetapkan standar dalam pelayanan air bersih. Standar pelayanan publik, termasuk pelayanan air bersih, diperlukan sebagai tolok ukur pelayanan yang berkualitas. 1 Adanya kesenjangan antara standar pelayanan yang ditetapkan pemerintah dengan pelayanan air bersih yang dirasakan masyarakat, menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di wilayah tersebut masih belum baik. 1 Yogi S, dan M. Ikhsan. Standar Pelayanan Publik di Daerah 1
2 Kota Soreang dan Banjaran merupakan kota yang berperan penting dalam konteks Kabupaten Bandung maupun Kawasan Metropolitan Bandung. Kota Soreang merupakan ibukota dari Kabupaten Bandung, dengan status sebagai pusat pertumbuhan primer Kabupaten Bandung dan wilayah selatan Metropolitan Bandung. Sementara Kota Banjaran memiliki status sebagai pusat subwilayah dan pusat pertumbuhan sekunder. Akan tetapi, di kedua kota ini terjadi kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakatnya. Kesenjangan tersebut dapat dilihat pada hasil studi dan survey awal yang telah dilakukan sebelumnya. Sebelumnya telah terdapat studi yang mengidentifikasi kinerja lembaga penyedia air bersih di Kota Banjaran dan Soreang 2. Dari hasil studi tersebut, diperoleh bahwa tingkat kehilangan air PDAM di kedua kota ini besar, yakni mencapai 37,61% di Soreang dan 50,82% di Banjaran pada tahun 2004. Selain itu, cakupan pelayanan perpipaan PDAM-nya juga masih rendah, yakni hanya 24,45% di Kota Soreang dan 2,04% di Kota Banjaran. Sementara dari survey awal yang sebelumnya telah dilakukan penulis mengenai evaluasi kuantitas, kualitas, kontinuitas air PDAM di kedua kota tersebut pada bulan Agustus tahun 2007, juga diperoleh adanya kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakatnya. Untuk kebutuhan air minimal misalnya, di Kota Banjaran, 80% responden berada di bawah standar 150 l/o/h. Untuk kualitas air, sekitar 70% responden di Kota Banjaran dan Soreang belum mendapatkan kualitas air PDAM yang memenuhi standar. Sementara untuk jam operasi, lebih dari 40% responden Kota Banjaran dan Soreang belum mendapatkan aliran air PDAM selama 24 jam. Akan tetapi, studi dan survei awal tersebut hanya sebatas menemukan adanya kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat. Sampai saat ini juga belum ada suatu studi lanjutan yang mengkaji mengenai peminimalan kesenjangan tersebut. Padahal dengan meminimalkan kesenjangan tersebut, kualitas pelayanan air bersih di Kota 2 Nastiti, Dyah. 2007. Identifikasi Kinerja Lembaga Penyedia Air Bersih Di Kota Kecil (Studi Kasus: Kota Soreang dan Banjaran). Program Studi PWK. ITB.
3 Banjaran dan Soreang dapat menjadi semakin baik dan meningkat. Oleh karena itu, studi yang akan dilakukan ini merupakan studi lanjutan dari studi sebelumnya. Studi ini akan mengkaji mengenai peminimalan kesenjangan tersebut. Tidak seperti studi sebelumnya, dalam studi ini cakupannya akan diperluas, tidak hanya pelayanan PDAM tetapi juga meliputi pelayanan komunal, karena sistem komunal juga merupakan sistem penyediaan air bersih di Kota Soreang dan Banjaran. Studi ini juga akan melihat persepsi kepuasan dan harapan pengguna serta persepsi pihak penyedia terhadap pelayanan air bersih untuk kemudian menentukan upaya peminimalan yang dapat dilakukan. Upaya peminimalan kesenjangan dapat berupa peningkatan pelayanan dan/atau penurunan standar pelayanan itu sendiri, tergantung pada persepsi masyarakat pengguna dan persepsi pihak penyedia. 1.2 Rumusan Persoalan Kota Banjaran dan Soreang merupakan kota yang berperan penting dalam konteks Kabupaten Bandung dan kawasan Metropolitan Bandung. Akan tetapi, di kedua kota ini masih terdapat kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakatnya. Padahal, pemerintah menetapkan standar pelayanan sebagai tolok ukur penilaian kualitas pelayanan. Adanya kesenjangan ini menunjukkan bahwa pelayanan air bersih di Kota Banjaran dan Soreang belum memiliki kualitas yang baik. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat, maka kesenjangan tersebut haruslah diminimasi. Sampai saat ini belum ada studi yang mengkaji bagaimana meminimasi kesenjangan tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini akan dikaji upaya-upaya untuk meminimasi kesenjangan tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi persoalan dalam studi ini adalah: Bagaimana upaya untuk meminimalkan kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat pengguna PDAM dan komunal di Kota Banjaran dan Soreang?
4 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari studi ini adalah untuk meminimasi kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat pengguna PDAM dan komunal di Kota Banjaran dan Soreang. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam studi ini adalah: Menentukan standar pelayanan ar bersih yang akan digunakan dalam studi Mengetahui persepsi masyarakat pengguna PDAM dan komunal terhadap masing-masing aspek pelayanan air bersih Mengetahui persepsi pihak penyedia dalam memberikan pelayanan air bersih Menemukan upaya-upaya peminimalan kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat 1.4 Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup dalam penelitian ini terdiri dari dua, yakni ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah akan mendeskripsikan lokasi studi dari penelitian ini. Sementara ruang lingkup materi akan menguraikan hal-hal yang menjadi pokok pembahasan studi. 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah studi dalam penelitian ini terdiri dari dua wilayah, yakni Kota Soreang dan Banjaran. Kota Soreang merupakan salah satu kota kecil yang memiliki peran penting baik di wilayah Kabupaten Bandung maupun metropolitan Bandung. Sementara Kota Banjaran jika dilihat dari jumlah penduduknya, merupakan kota sedang yang juga memiliki peran yang penting. Kota Soreang sendiri merupakan ibukota dari Kabupaten Bandung, dengan status sebagai pusat subwilayah dan pusat pertumbuhan primer, serta memiliki aktivitas administrasi dan perumahan. Bahkan Kota Soreang juga diarahkan sebagai pusat pertumbuhan untuk wilayah selatan Metropolitan Bandung. Sementara Kota Banjaran memiliki status sebagai pusat subwilayah dan pusat pertumbuhan sekunder, dengan aktivitas berupa industri, perumahan, dan perdagangan.
5 Meskipun kedua kota ini memiliki peran yang penting, pada kenyataannya kedua kota ini belum didukung oleh pelayanan publik yang berkualitas baik, termasuk didalamnya pelayanan air bersih. Di kedua kota ini masih terdapat kesenjangan antara standar pelayanan air bersih yang telah ditetapkan pemerintah dengan pelayanan yang dirasakan masyarakatnya. Oleh karena itu, kedua kota ini menjadi wilayah studi untuk mengkaji upaya peminimasian kesenjangan dalam pelayanan air bersih. Lokasi dan batasan cakupan wilayah studi ditunjukkan pada Gambar 1.1. 1.4.2 Ruang Lingkup Materi Materi dalam studi ini adalah mengenai peminimalan kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat pengguna PDAM dan komunal di Kota Soreang dan Banjaran. Dalam meminimalkan kesenjangan tersebut, lingkup materi dalam studi ini adalah sebagai berikut: Penentuan standar pelayanan air bersih yang akan digunakan dalam studi. Standar pelayanan air bersih yang dgunakan dalam studi ini adalah Kriteria Perencanaan Domestik Sistem Air Bersih yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Dalam kriteria perencanaan tersebut, diatur standar-standar minimal yang harus dipenuhi dalam perencanaan sistem air bersih. Standar tersebut meliputi konsumsi unit sambungan rumah (SR), konsumsi unit hidran umum (HU), konsumsi unit non domestik, kehilangan air, faktor maximum day, faktor peak hour, jumlah jiwa per SR, jumlah jiwa per HU, sisa tekan di jaringan distribusi, jam operasi, volume reservoir, SR : HU, dan cakupan pelayanan. Akan tetapi, tidak semua variabel tersebut akan digunakan dalam studi ini. Dari variabel-variabel tersebut, dipilih beberapa variabel yang berkaitan langsung dengan pelayanan air bersih yang dirasakan masyarakat. Dalam studi ini juga akan digunakan standar lain berupa standar mutu kualitas air bersih yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Untuk lebih jelasnya, variabel-variabel yang akan dipergunakan dalam studi ini dapat dilihat pada Tabel I.1.
6 TABEL I. 1 VARIABEL STANDAR YANG DIGUNAKAN VARIABEL URAIAN TOLOK UKUR SUMBER Konsumsi Unit Variabel ini dimaksudkan untuk 150 Kriteria Sambungan mengidentifikasi seberapa besar liter/orang/hari Perencanaan Rumah (SR) jumlah pemakaian air bersih oleh untuk kota sedang Domestik Sistem l/o/h masyarakat. dan 130 l/o/h Air Bersih Dep. PU untuk kota kecil Kehilangan Air Tingkat kehilangan air merupakan 20 30 % Kriteria (%) persentase perbandingan antara Perencanaan selisih jumlah air yang Domestik Sistem didistribusikan dengan jumlah air Air Bersih Dep. PU yang terjual pertahun terhadap jumlah air yg didistribusikan pertahun. Jam Operasi (jam/hari) Jam Operasi (jam/hari) merupakan suatu angka yang menunjukan waktu rata-rata pengaliran air kepada masyarakat dalam sehari sepanjang tahun. 24 jam/hari Kriteria Perencanaan Domestik Sistem Air Bersih Dep. PU Cakupan Pelayanan (%) Cakupan pelayanan merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang telah dilayani air bersih terhadap jumlah penduduk di kota tersebut. 90 %, Dengan rincian 60 % perpipaan, 30 % non perpipaan Kriteria Perencanaan Domestik Sistem Air Bersih Dep. PU Kualitas fisis air Variabel ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kualitas air konsumen yang diperoleh para pelanggan. Kualitas air disini dibatasi hanya pada kualitas fisis karena kualitas fisis lah yang dapat dinilai langsung oleh masyarakat. Tidak berwarna, berbau, dan berasa Standar Kualitas Mutu Air Bersih Departemen Kesehatan Sumber: Kriteria Perencanaan Domestik Sistem Air Bersih Dep. PU dan Standar Kualitas Mutu Air Bersih Departemen Kesehatan
9 Persepsi masyarakat pengguna terhadap pelayanan air bersih PDAM dan sistem komunal. Persepsi yang dimaksud dalam studi ini meliputi persepsi masyarakat pengguna PDAM dan komunal mengenai pelayanan air bersih yang diterima dan dirasakan, kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diterima, dan harapan masyarakat terhadap pelayanan yang diinginkan. Persepsi masyarakat pengguna ini diperoleh berdasarkan hasil kuesioner masyarakat. Persepsi masyarakat pengguna ini kemudian akan diperbandingkan dengan standar untuk melihat sejauh mana kesenjangan yang ada. Persepsi pihak penyedia air bersih dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Untuk mengetahui persepsi pihak penyedia air bersih, maka dilakukan wawancara dengan pihak penyedia air bersih di Kota Soreang dan Banjaran, dalam hal ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Badan Penyedia Air Bersih (BPAB). Dalam wawancara tersebut akan ditanyakan mengenai pelayanan yang telah diberikan pihak penyedia dan persoalanpersoalan yang dihadapi. Upaya peminimalan kesenjangan antara standar pelayanan air bersih yang ditetapkan pemerintah dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Kesenjangan yang diperoleh dari hasil perbandingan antara persepsi masyarakat pengguna dengan standar, kemudian perlu dicari upaya peminimalannya. Berdasarkan persepsi pihak penyedia air bersih, maka selanjutnya dapat ditentukan upaya-upaya peminimalan kesenjangan yang dapat dilakukan. Rekomendasi upaya peminimalan kesenjangan yang diberikan dapat berupa peningkatan pelayanan air bersih dan/atau penurunan standar pelayanan itu sendiri.
10 1.5 Metode Penelitian Di dalam metode penelitian ini, akan diuraikan mengenai metode pengumpulan data serta metode analisis yang dilakukan dalam studi ini. 1.5.1 Metode Pengumpulan Data Sumber informasi untuk studi ini terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu: Literatur, untuk mengkaji teori mengenai pelayanan publik, penyediaan air bersih, kebutuhan dan standar kualitas air bersih, dan kriteria perencanaan domestik sistem air bersih. Pengumpulan data sekunder, yakni pengumpulan data instansional yang diperlukan bagi studi ini, berupa survey instansional ke instansi-instansi sebagai berikut: PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung PDAM Cabang Pelayanan I Soreang yang menaungi Kota Soreang dan Banjaran BAPPEDA Kabupaten Bandung Badan Pusat Statistik (BPS) Wawancara dengan pihak penyedia air bersih di wilayah studi. Oleh karena itu, yang menjadi responden wawancara adalah sebagai berikut: Kepala Produksi Distribusi Cabang Pelayanan I Soreang yang menaungi Kota Pelayanan Soreang dan Banjaran Kepala Bagian Humas PDAM Kabupaten Bandung Kepala Badan Penyedia Air Bersih (BPAB) di Kota Soreang dan Banjaran Survey data primer kepada masyarakat pengguna PDAM dan komunal di Kota Soreang dan Banjaran. Survey data primer ini dilakukan untuk mengetahui pelayanan air bersih yang dirasakan masyarakat dan sejauh mana tingkat kepuasan dan harapan pelanggan untuk pelayanan air bersih. Sementara masyarakat yang hanya menggunakan air bersih non perpipaan
11 sebagai satu-satunya sumber air, seperti air tanah dan mata air yang memanfaatkan sendiri secara langsung dari sumbernya, tidak termasuk ke dalam sampel. Metode pengumpulan data primer yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara menggunakan kuesioner secara langsung. Berikut ini jumlah responden yang akan disurvey: Kota Banjaran = 30 pengguna PDAM dan 30 pengguna sistem komunal Kota Soreang = 30 pengguna PDAM dan 30 pengguna sistem komunal TABEL I. 2 SAMPEL RESPONDEN PENGGUNA PDAM KOTA BANJARAN DAN SOREANG KOTA NO. KECAMATAN DESA YANG JUMLAH TERLAYANI RESPONDEN 1 Kecamatan Soreang Desa Soreang 6 Desa Keramatmulya 1 SOREANG Desa Panyirapan 1 Desa Pamekaran 3 2 Kecamatan Katapang Desa Cingcin 19 TOTAL 30 1 Kecamatan Banjaran Desa Banjaran Wetan 4 Desa Banjaran Kulon 5 Desa Kamasan 5 BANJARAN Desa Ciapus 9 Desa Tarajusari 1 2 Kecamatan Pameungpeuk Desa Bojongmanggu 2 3 Kecamatan Arjasari Desa Batukarut 5 TOTAL 30 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Dalam studi ini, lebih ditekankan pada proporsi pendistribusian sampel pada masing-masing desa, bukan kepada jumlah sampel di setiap kotanya. Jumlah sampel sebanyak 30 responden pengguna PDAM pada masing-masing kota dirasakan cukup dapat mewakili karena penilaian persepsi responden di wilayah yang sama cenderung sama pula. Oleh karena itu, jumlah sampel sebanyak 30 responden tersebut akan terdistribusi dengan proporsi yang sesuai dengan proporsi sambungan langganan PDAM di masing-masing desa di setiap kota.
12 1.5.2 Metode Analisis Metode analisis yang akan digunakan dalam studi ini adalah metode komparatif atau perbandingan. Metode komparatif akan dilakukan untuk membandingkan pelayanan air bersih yang dirasakan masyarakat pengguna PDAM dan komunal dengan standar pelayanan air bersih. Melalui metode komparatif ini akan dilihat sejauh mana kesenjangan antara standar dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat pengguna PDAM dan komunal. Kemudian untuk menentukan upaya peminimalan kesenjangan tersebut, akan dilihat persepsi pihak penyedia, yakni PDAM dan sistem komunal, dalam memberikan pelayanan air bersih. 1.6 Sistematika Penulisan Laporan studi ini terdiri atas empat bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Berisi hal-hal yang berkaitan dengan studi secara umum, meliputi latar belakang perlunya studi dilakukan; perumusan masalah studi yang dilakukan; tujuan dan sasaran pelaksanaan studi; ruang lingkup yang terdiri dari ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah studi; metodologi penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data serta metode analisis; dan sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Teori Bab ini memaparkan ulasan tentang kajian literatur yang berhubungan dengan studi ini, yaitu yang berkenaan dengan pelayanan publik, penyediaan air bersih sebagai salah satu pelayanan publik, sistem penyediaan air bersih, kebutuhan air bersih dan standar kualitas, standar pelayanan air bersih, hidrogeologi Cekungan Air Tanah Bandung Soreang, dan teori mengenai metode komparatif.
13 Bab 3 Gambaran Penyediaan Air Bersih di Kota Banjaran dan Soreang Berisi uraian tentang gambaran wilayah Kota Banjaran dan Soreang serta gambaran penyediaan air bersihnya. Di akhir bab ini juga akan diuraikan mengenai kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat di Kota Banjaran dan Soreang. Bab 4 Peminimalan Kesenjangan antara Standar Pelayanan Air Bersih dengan Pelayanan yang Dirasakan Masyarakat Pengguna PDAM dan Komunal di Kota Banjaran dan Soreang Dalam bab ini, akan dilihat persepsi masyarakat pengguna mengenai pelayanan air bersih PDAM dan komunal serta persepsi pihak penyedia air bersih dalam memberikan pelayanan, sehingga kemudian dapat ditentukan upaya untuk meminimalkan kesenjangan tersebut. Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi Berisi kesimpulan dan rekomendasi selama melakukan studi yang mencakup temuan hasil studi, kesimpulan terhadap materi studi, serta rekomendasi yang berkenaan dengan hasil studi terhadap pihak-pihak yang terkait.
14 GAMBAR 1. 2 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI