BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahwa masyarakat dituntut untuk sadar akan kewajibannya kepada negara yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN. Demi mewujudkan kemandirian suatu bangsa dan negara dalam pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

I. PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Supriyanto, 2011). (Supadmi, 2009).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menjadi awal lahirnya otonomi daerah. Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, di mana daerah mempunyai kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Replubik Indonesia. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut. Dengan pemberian otonomi daerah, pengelolaan daerah sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah. Dalam melaksanakan pembangunan daerah, dana merupakan faktor penting sebagai sumber pembiayaan. Pemerintah daerah dipacu agar dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pembangunan daerah. Seperti yang kita ketahui sumber penerimaan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan dari Pusat ke Daerah dalam bentuk Dana

2 Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Tujuan otonomi daerah tidak terlepas dari kemandirian daerah dalam menjalankan roda pembangunan yang idealnya digali dari sumber-sumber daerah itu sendiri. Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, PAD diharapkan menjadi penyangga utama untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Salah satu sektor PAD yang dapat digali dan ditingkatkan oleh pemerintah daerah berasal dari pajak daerah, yang pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah pusat, maka pemerintah daerah harus melakukan optimalisasi terhadap penerimaan pajak daerah. Optimalisasi pajak daerah dilakukan untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam hal pembiayaan, penyelenggaraan pemerintah daerah, serta terwujudnya pelayanan publik yang maksimal. Pajak daerah merupakan pungutan wajib atas orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa ada balas jasa secara langsung yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pemungutan pajak daerah oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota diatur oleh undang-undang No 34 tahun 2000. Pajak provinsi terdiri darai pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, sedangkan pajak kabupaten/ kota terdiri dari pajak hotel, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak restoran, dan pajak hiburan. Terdapat suatu permasalahan dalam

3 rangka optimalisasi pajak, salah satunya yaitu kesadaran wajib pajak yang belum sesuai dengan harapan. Walaupun pajak dipungut berdasarkan undang-undang, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Dan mereka belum menyadari pentingnya pajak bagi pembangunan. Wewenang mengenakan pungutan pajak atas penduduk setempat untuk membiayai layanan masyarakat merupakan unsur penting dalam sistem pemerintah daerah. Masyarakat perlu memahami ketentuan pajak dengan jelas agar mau memenuhi kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Mengingat pajak sangat berperan dalam penerimaan daerah, maka pemungutannya harus dilaksanakan dengan baik disertai dengan pengendalian, sehingga pajak daerah dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi penerimaan daerah. Kota Cimahi merupakan salah satu daerah yang memiliki kemajuan dalam pembangunannya, hal ini ditandai dengan banyaknya prestasi yang diukir oleh pemerintah cimahi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kota Cimahi, prestasi tersebut diantaranya adalah sebagai Kota Terbaik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Tahun 2009, Kota Terbaik Dalam Pengelolaan Lingkungan Perkotaan Untuk Kategori Kota Sedang, Kota Terbaik II Bagi Penanaman Modal dari Menko Perekonomian RI, Perkotaan Bidang Penataan Permukiman Kumuh, hal tersebut tidak terlepas dari peran keuangan daerah. Pajak daerah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sumber pendapatan asli daerah. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Cimahi selalu berupaya menggali potensi pajak guna membiayai pembangunan daerahnya. Pelaksanaan pemungutan pajak daerah di kota Cimahi

4 dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Kota Cimahi. Pemerintah daerah memberlakukan beberapa jenis pungutan pajak daerah. Adapun salah satu objek pajak yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Kota Cimahi adalah Pajak Restoran. Pajak Restoran dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas pelayanan yang disediakan restoran termasuk rumah makan, café, bar, dan sejenisnya termasuk usaha boga dan catering. Pajak restoran yang diterima oleh Dinas Pendapatan Kota cimahi mulai dari tahun 2005-2011, melampaui dari target yang telah ditetapkan. Berikut target dan realisasi pajak restoran Kota Cimahi mulai dari tahun 2005-2011: Tabel 1.1 Tahun 2005- Tahun Target ( Rp ) Realisasi ( Rp ) % Lebih/Kurang (Rp) 2005 90.600.000 105.390.000 116,32 Rp 14.790.000 2006 104.650.000 119.205.000 113,9 Rp 14.555.000 2007 109.293.000 129.345.000 118,3 Rp 20.052.000 2008 600.000.000 1.329.824.209 221,6 Rp 729.824.209 2009 950.000.000 2.071.733.503 218,07 Rp 1.121.733.503 2010 1.634.040.000 2.515.205.975 153,92 Rp 881.165.975 2011 2.500.000.000 2.708.121.252 108,32 Rp 208.121.252 Sumber : Dinas Pendapatan Kota Cimahi, 2005-2011(diolah) Dengan tercapainya target pajak restoran dari tahun 2005-2011, tentu akan mempengaruhi penerimaan pajak daerah Kota Cimahi. Berikut kontribusi pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah mulai dari tahun 2005-2011 :

5 Tabel 1.2 Tahun2005- Tahun Realisasi Pajak Daerah (Rp) Realisasi Pajak Restoran (Rp) Kontribusi (%) 2005 13.514.946.967 105.390.000 0.78 2006 13.262.016.896 119.205.000 0.90 2007 14.172.997.801 129.345.000 0.91 2008 15.919.330.572 1.329.824.209 8.35 2009 17.088.578.529 2.071.733.503 12.12 2010 19.710.740.857 2.515.205.975 12.76 2011 42.613.533.717 2.708.121.252 6.35 Sumber : Dinas Pendapatan Kota Cimahi, 2005-2011(diolah) Walaupun penerimaan pajak restoran melebihi dari target yang telah ditetapkan, namun kontribusi pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 tidak mengalami kenaikkan yang signifikan, bahkan tahun 2011 mengalami penurunan. Setelah dilakukan penelusuran hal tersebut terjadi diakibatkan lemahnya pengendalian terutama pada saat pendataan wajib pajak dan pengawasan pemungutan pajak restoran. Permasalahan yang ditemukan mengenai pemungutan pajak restoran Kota Cimahi yang diungkapkan oleh Kepala Seksi Perencanaan dan Pelaporan Dinas Pendapatan Kota Cimahi, sebagai berikut : 1. Setelah melakukan pengecekkan dan penghitungan setoran pajak akhir, yang diterima dari beberapa restoran selalu lebih kecil daripada jumlah yang seharusnya disetorkan pada kas daerah. Berdasarkan data dispenda Kota Cimahi terdapat sekitar 43 wajib pajak restoran di Cimahi, dari hasil pengecekkan ditemukan sebagian restoran sudah memberikan setoran pajak

6 akhir sesuai dengan penghasilan yang mereka terima. Sedangkan wajib pajak restoran lainnya, belum memberikan setoran pajak akhir sesuai dengan penghasilan yang mereka terima, salah satu contoh : wajib pajak restoran yang seharusnya membayar besarnya pajak terhutang perbulan Rp 18.000.000, hanya menyetorkan sebesar Rp 2.000.000, hal ini mengakibatkan penerimaan daerah dari sektor pajak mengalami penurunan. 2. Masih diketemukan subjek pajak yang belum terdaftar menjadi wajib pajak restoran. Dengan adanya permasalahan tersebut, tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak restoran. Apabila semua wajib pajak restoran membayar pajak restoran sesuai dengan besarnya pajak terhutang, dan apabila semua subjek pajak terdata, sehingga terdaftar menjadi wajib pajak, maka akan lebih mengoptimalkan penerimaan pajak restoran, dan tentunya akan mempengaruhi efektivitas penerimaan pajak daerah. Optimalisasi pajak daerah dapat meningkatkan kemandirian daerah dalam hal pembiayaan, penyelenggaraan pemerintah daerah, serta terwujudnya pelayanan publik yang maksimal. Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa permasalahan tersebut merupakan indikasi lemahnya pengendalian intern, terutama dalam hal pendataan wajib pajak dan pemungutan besarnya pajak terhutang. Untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak daerah diperlukan pengendalian intern yang memadai. Karena pengendalian intern berhubungan positif terhadap efekivitas penerimaan pajak daerah. Hal tersebut dapat dikatakan demikian sebab dapat dilihat dari tujuan

7 pengendalian intern sendiri menurut PP No 60 Tahun 2008 yaitu untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturanperaturan. Pengendalian intern merupakan upaya yang dilakukan untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan dari kegiatan dapat dicapai secara efektif, efisien, ekonomis, segala sumber daya dapat terjaga, data dan informasi dapat dipercaya, dan ditaatinya peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dengan menerapkan pengendalian intern secara baik pada suatu pemerintahan, maka pemerintah tersebut akan mudah dalam pencapaian tujuan dalam hal ini penerimaan daerah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Yanti (2009) dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat dan searah antara efektivitas pengendalian intern terhadap penerimaan pajak daerah. Maka dari itu agar penerimaan pajak menjadi optimal diperlukan suatu pengendalian yang efektif. Pengendalian yang efektif itu harus mencakup unsur-unsur sistem pengendalian intern yang meliputi lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern. Agar pajak restoran dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal, maka pemungutan pajak restoran harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Diperlukan suatu sistem pengendalian intern ( SPI ) untuk memberikan keyakinan yang memadai

8 tentang pencapaian efektivitas dan efisiensi operasi, kehandalan pelaporan keuangan, serta kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku. Dengan adanya SPI diharapkan dapat mengantisipasi, memperkecil, atau mengurangi apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan serta dapat mengambil tindakan perbaikan yang menjamin bahwa semua sumber daya organisasi yang sedang digunakan lebih efektif dan efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis INTERN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN TERHADAP EFEKTIVITAS 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh lingkungan pengendalian pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi? 2. Apakah terdapat pengaruh penilaian resiko pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi? 3. Apakah terdapat pengaruh kegiatan pengendalian pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi? 4. Apakah terdapat pengaruh informasi dan komunikasi pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi?

9 5. Apakah terdapat pengaruh pemantauan pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi? 6. Apakah terdapat pengaruh sistem pengendalian intern pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi? 1.3 Batasan Masalah Mengingat keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan teori-teori dan agar penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam maka tidak semua masalah penulis teliti, untuk itu terdapat batasan masalah sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan pada instansi Pemerintah yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota Cimahi. 2. Penelitian difokuskan pada Sistem Pengendalian Intern ( SPI ) yang meliputi lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern menurut peraturan pemerintah No 60 Tahun 2008 yang merupakan adopsi dari COSO. 3. Efektivitas penerimaan daerah dilihat dari indikator yaitu kualitas, kuantitas, dan waktu. 4. Penelitian difokuskan pada tanggapan responden yang berkaitan dengan sistem pengendalian intern pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah.

10 5. Alat bantu yang digunakan untuk mengolah data dan menganalisis data statistik sampai dapat menyajikan suatu informasi menggunakan perangkat lunak atau software SPSS 18 for windows. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang pengaruh sistem pengendalian intern pemungutan pajak daerah terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah (studi kasus di Dinas Pendapatan Kota Cimahi). Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pengendalian pemungutan pajak restoran secara parsial terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi. 2. Untuk mengetahui pengaruh penilaian resiko pemungutan pajak restoran secara parsial terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi. 3. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan pengendalian pemungutan pajak restoran secara parsial terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi. 4. Untuk mengetahui pengaruh informasi dan komunikasi pemungutan pajak restoran secara parsial terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi.

11 5. Untuk mengetahui pengaruh pemantauan pemungutan pajak restoran secara parsial terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi. 6. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian intern pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan pajak daerah pada Pemerintah Kota Cimahi. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak terkait, antara lain : 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai pelaksanaan sistem pengendalian intern pemungutan pajak restoran di lingkungan pemerintah daerah. Serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengendalian intern pemungutan pajak restoran terhadap efektivitas penerimaan daerah. 2. Bagi Pihak Pemerintah Kota Cimahi Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kota Cimahi untuk menciptakan SPI pemungutan pajak restoran yang lebih baik dalam rangka meningkatkan efektivitas penerimaan pajak daerah Kota Cimahi.

12 3. Bagi Pembaca Dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan sumber informasi untuk kajian selanjutnya, khususnya untuk mengatasi topik-topik yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.