IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA AMELIA FEBRIANA / D

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III PENUTUP. maka pada bab ini penulis menyimpulkan sebagai rumusan terakhir dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Legalitas Edisi Desember 2015 Volume VII Nomor 2 ISSN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Transkripsi:

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA AMELIA FEBRIANA / D 101 08 369 ABSTRAK Tulisan ini berjudul Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan identifikasi masalah mengenai pelaksanaan perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga dikantor kepolisian resort Palu dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga di kepolisian resort Palu, dan faktor apa saja yang mempengaruhi perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga. Lokasi penelitian ini bertempat di kota Palu Sulawesi Tengah khususnya di kantor kepolisian resort Palu dengan metode penelitian empiris dan metode penelitian normatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa di kota Palu sendiri pelaksanaan perlindungan saksi dan korban khususnya bagi yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga telah dilakukan dengan semaksimal mungkin oleh para penegak hukum dengan mematuhi semua aturan yang berlaku dan memberikan sanksi yang pantas bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan saksi itu sendiri menurut hasil penelitian ada dua yaitu faktor penghambat dimana masyarakat belum sadar akan hukum sedang faktor pedukungnya yaitu dimana aparat kepolisian yang ikut mengambil bagian dalam menangani setiap kasus KDRT yang dilaporkan sehingga aparat kepolisian menegakkan hukum secara adil terhadap korban KDRT. Kata Kunci : perlindungan saksi dan korban, kekerasan dalam rumah tangga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saksi merupakan salah satu alat bukti sah yang harus ada dalam suatu proses persidangan, peranan seorang saksi dalam persidangan perkara pidana sangat penting karena kerap keterangan saksi dapat memberikan inspirasi dan kontribusi bagi hakim di pengadilan, karenanya hukum mengandung rekaman ide-ide yang dipilih masyarakat dari tempat hukum diciptakan, yaitu ide keadilan 1. Saksi dianggap memiliki kemampuan yang dapat menentukan kemana arah 1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 18 keputusan hakim. Hal ini memberikan efek kepada setiap keterangan saksi sehingga selalu mendapat perhatian yang besar baik oleh aparat hukum yang terlibat di dalam persidangan maupun oleh masyarakat pemerhati hukum. Karenanya, sudah seharusnya diberikan perlindungan hukum karena dalam mengungkap suatu keterangan yang berhubungan dengan tindak pidana, seorang saksi sangat dibutuhkan. Tetapi kenyataannya, dalam perundangundangan Indonesia, perlindungan terhadap saksi belum mendapat perhatian yang besar. Banyak kasus yang terjadi dimana saksi yang memberikan keterangan malah dilapor balik oleh tersangka dengan tuduhan pencemaran nama baik atau keterangan palsu dan saksi 1

yang diteror oleh pihak tersangka. Hal ini seharusnya menjadi Pekerjaan Rumah bagi pihak penegak hukum. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena sosial yang saat ini menjadi sorotan dari berbagai pihak, perilaku ini menjadi semakin memprihatinkan karena pelaku kekerasan sering kali adalah orang terdekat korban dan terjadi diwilayah yang harusnya menjamin kenyamanan setiap penghuninya. Karenanya, dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga ini dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004 mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi seluruh anggota keluarga secara khusus bagi perempuan. Atas dasar hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam dan kemudian menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : implementasi perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga di kantor kepolisian resort Palu? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga? II. PEMBAHASAN A. Pengertian saksi,korban dan kekerasan dalam rumah tangga. Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum yang berlaku, hukum juga menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan serta apa saja yang dilarang. Diluar itu, hukum di Indonesia tetap mengedepankan hak asasi manusia, setiap terlapor dari suatu tindak pidana berhak mendapatkan kesempatan untuk membela dirinya, dan juga saksi atau korban dari suatu tindak pidana juga berhak mendapat perlindungan dari pihak kepolisian. 1. Saksi KUHP memberikan defenisi saksi yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan dari suatu perkara pidana. Defenisi tersebut cukup luas atau umum sehingga saksi bisa menjadi korban itu sendiri, pelapor, pengadu maupun orang lain yang dapat memberi keterangan tentang suatu perkara pidana baik ditingkat penyidikan, penuntutan maupun dimuka sidang pengadilan. Adapun pengertian saksi secara luas dapat ditemukan dalam peraturan pemerintah yaitu : saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penyelidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan disidang pengadilan tentang perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri, yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun. 2 Sebagaimana yang kita ketahui, jumlah penyidik sangatlah terbatas apabila dibandingkan dengan besarnya jumlah perkara pidana yang terjadi di indonesia, oleh karena itu dibutuhkan keterangan saksi yang akurat dan dapat membantu proses penyidikan. Adapun beberapa syarat yang harus memenuhi syarat menjadi seorang saksi yang bernilai yustisial yaitu : 1. Memberikan keterangan yang sebenarnya sehubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa 2. Keterangan saksi yang relevan untuk kepentingan yustisial Saksi sebagai alat bukti yang sah, tentunya memiliki hak yang harus mereka dapat baik pada saat sidang berlangsung atau diluar sidang, dan hak ini harus dipenuhi oleh pihak berwajib atau pihak penegak hukum, adapun hak yang dimaksud adalah : 2 Peraturan pemerintah No. 2 tahun 2002 tentang Tatacara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi pelanggaran HAM yang berat sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 26 tahun 2000 pasal 1 butir 3 tentang Pengadilan HAM 2

a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan c. Memberikan keterangan tanpa tekanan d. Mendapat penerjemah e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan i. Mendapat identitas baru j. Mendapat nasihat hukum k. Mendapat bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berlangsung. 2. Korban Selain dari saksi, pada saat pengadilan ada hal lain yang sangat penting juga, yaitu korban, dalam beberapa kasus korban dan saksi bisa berbeda tetapi ada juga saksi dan korban bisa jadi orang yang sama, korban memiliki arti seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana 3. Siapa sajakah yang menjadi korban dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga? yang menjadi korban bisa jadi seorang istri dan anak, walaupun dalam beberapa kasus suami juga menjadi korban tetapi kebanyakan pihak yang menjadi korban adalam kaum perempuan. Seperti halnya saksi, korbanpun memiliki hak yang harus dipenuhi, dan sekali lagi yang harus memenuhi hak tersebut adalah pihak penegak hukum, adapun hak yang dimiliki korban adalah : 1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun 3 UU No. 13 tahun 2006 Pasal 1 ayat (2) berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan 2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis 3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban 4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 5. Pelayanan bimbingan rohani. Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, korban berkewajiban untuk melaporkan apa saja yang dialaminya, seperti yang dikatakan dalam penjelasan mengenai saksi tadi, karena saksi bisa juga menjadi korban. 3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Merupakan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga 4 Siapa sajakah yang termasuk dalam lingkup rumah tangga dalam undangundang, yaitu : 1. Suami, isteri dan anak ( termasuk anak angkat dan anak tiri ) 2. Orang yang mempunyai hubungan kerja dengan orang sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,dan perwalian yang menetap dalam suatu rumah tangga ( mertua, menantu, ipar dan besan ) 3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut ( pekerja rumah tangga ) Percaya atau tidak, tindak kekerasan dalam rumah tangga berdampak buruk bagi korban atau anak-anak yang bersangkutan, tetapi banyak isteri atau korban atau saksi yang enggan melaporkan kejadian ini 4 UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) 3

kepada pihak berwajib dengan berbagai alasan. Hal ini sangat memprihatinkan dan tindak kekerasan ini kian hari kian meningkat jumlahnya Menurut Muladi 5 Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan rintangan terhadap pembangunan karena kekerasan dapat menimbulkan akibat yang tidak sederhana, seperti hilangnya kepercayaan diri, menghambat kaum wanita untuk bersosialisasi, terganggunya kesehatan dan mengurangi otonomi baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.. Dalam kasus KDRT, dikatakan bahwa 11,4% dari 217 juta penduduk Indonesia atau 24 juta terutama di pedesaan pernah mengalami kekerasan dan yang terbesar adalah kekerasan dalam rumah tangga, hanya 15,2% perempuan yang mengalami KDRT menempuh jalur hukum dan mayoritas 45,2% memutuskan pindah rumah dan 10,9% memilih diam 6 B. Jenis dan Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Setelah membaca pengertian dari KDRT tentunya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kekerasan tidak hanya dalam bentuk fisik saja tetapi juga psikis, seksual dan ekonomi. Ini berarti tidak hanya istri yang tidak bekerja dan bergantung pada suami yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tetapi juga pada istri yang bekerja. Adapun bentuk kekerasan dalam rumah tangga yaitu ; 1. Kekerasan fisik, adalah suatu tindakan kekerasan yang menyebabkan sakit, luka atau cacat pada tubuh istri dan bisa berakibat pada kematian 2. Kekerasan psikis adalah suatu penyiksaan dalam bentuk ucapan sehingga menurunkan rasa percaya diri dan meningkatnya rasa takut istri atau korban. 5 Muladi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002,Hal.40 6 Pernyataan mentri negara pemberdayaan perempuan dan catatan mitra perempuan dan soedjendro 2005 3. Kekerasan seksual, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan pemaksaan terhadap korban untuk melakukan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar atau tidak disukai 4. Kekerasan ekonomi yaitu tindakan yang membatasi korban untuk bekerja didalam atau diluar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri/anak/suami yang bekerja untuk dieksploitasi sementara pelaku tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Di Indonesia,khususnya di kota Palu telah banyak dijumpai kasus kekerasan dalam rumah tangga, banyak alasan yang menjadi penyebab terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga, padahal seharusnya keluarga merupakan tempat yang paling nyaman untuk setiap orang, bukan menjadi tempat yang seperti neraka, adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, yaitu : 1. Aspek ekonomi, dilihat dari aspek ini, tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena kemiskinan, gaji istri lebih banyak dari suami, mempekerjakan anak atau istri dengan tidak wajar sementara suami hanya diam saja, dapat juga terjadii karena istri sangat bergantung pada suami hingga menimbulkan sikap semena-mena suami karena merasa dibutuhkan, atau juga karena faktor kesibukan suami dan istri hingga adanya pihak ketiga dalam hubungan rumah tangga. 2. Aspek sosial budaya, yaitu sikap yang membedakan antara status suami dan istri dalam suatu keluarga, memang suami harus dihormati dalam kehidupan rumah tangga, tetapi apabila seorang istri diperlakukan seperti pembantu karena sikap harus hormat pada suami maka hal itu menajdi tidak wajar, ada juga sikap yang mendidik seorang anak dengan kekerasan hingga menimbulkan perasaan benci kepada orangtuanya. 3. Aspek politik, mencakup dari pengambilan keputusan dalam keluarga yang hanya didominasi oleh satu orang saja tanpa memikirkan anggota keluarga yang lainnya 4

4. Kepribadian suami atau istri yang tidak stabil atau tidak sehat 5. Masa lalu suami atau istri yang juga pernah mengalami masa kekerasan. C. Teori yang Berkaitan Dengan Perlindungan Saksi, Korban dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan yang dialami oleh korban KDRT secara terus menerus bisa membuat korban memutuskan untuk tidak bersama dengan si pelaku lagi apapun alasannya, ada beberapa teori dalam kekerasan dalam rumah tangga, yaitu : 1. Teori kekerasan, hal yang membuat seseorang korban menjadi tidak tahan dengan perlakuan pelaku, hal ini bisa disebabkan karena berbagai faktor seperti faktor ekonomi, psikologis dan juga faktor eksternal seperti dorongan dari orangtua 2. Teori psikologis yaitu efek yang dialami oleh pelaku, korban dan saudara terdekat dari korban atau pelaku, bisa jadi anak atau orangtua 3. Teori mengenai ketidakadilan bagi anak, bagaimanapun dalam proses perceraian anak selalu menjadi korban, dan juga tidak jarang anak selalu menjadi pihak yang tersiksa baik secara bathin maupun fisik. Apapun alasannya, KDRT seharusnya tidak terjadi dalam keluarga, apabila ada masalah KDRT yang belum terlalu membesar, sebaiknya anggota keluarga mulai menyadari dan mulai diselesaikan dengan baik agar tidak menyebar dan menyebabkan kekacauan. D. Pelaksanaan Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Setelah penulis melakukan wawancara dengan salah satu oknum penegak hukum yaitu Briptu Robin Panjaitan pada tanggal 5 April 2013, penulis mendapat informasi bahwa pihak penegak hukum telah melakukan tugas perlindungan saksi dan korban sebagaimana mestinya dengan semaksimal mungkin dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Banyak hal yang dilakukan, seperti melindungi status dari saksi, bahkan pada saat wawancara, mereka tidak menyebutkan siapa saja korban dalam kasus KDRT. Semua itu dilakukan agar pihak korban atau saksi merasa nyaman dan aman serta tidak ada keraguan untuk melaporkan tindak pidana yang dialaminya. Tetapi, diakui oleh Robin Panjaitan, bahwa pengertian masyarakat mengenai pentingnya seorang saksi dipengadilan masih sangat redah, banyak saksi yang penting malah mangkir dari tugasnya karena lebih mementingkan bisnisnya atau kerjaannya, mereka tentu tidak mau rugi karena pergi menjadi saksi dalam proses persidangan. Menyikapi kasus tersebut, pihak kepolisian harus lebih sigap lagi untuk mengganti dana yang harus mereka dapatkan atau memberikan dana pengganti pada saksi yang bekerja. Sampai saat ini, kejadian kekerasan yang kerap terjadi dalam rumah tangga adalah pemukulan, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Dan pihak kepolisian biasanya langsung memproses setiap kasus yang dilaporkan dan memeriksa para tersangka dan saksi. E. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perlindungan terhadap Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Banyak faktor yang memainkan peran penting pada proses perlindungan saksi dan korban, yaitu : 1. Faktor penghambat Menurut Harkristuti terdapat beberapa kendala dalam proses pelaksanaan Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga antara lain karena: a. Kesulitan untuk mendapat keterangan saksi karena keengganannya terlibat dalam proses peradilan b. Terbatasnya pemahaman dan keahlian penegak hukum dalam menangani kasus tindak kekerasan pada perempuan c. Paradigma pembuktian yang mendasarkan pada asas unus testis nullus testis ( satu saksi bukan saksi ) kecuali dalam kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dibenarkan satu saksi namun harus dilengkapi dengan pengakuan si pelaku 5

d. Kurang dilibatkannya para pekerja sosial secara intensif dalam penanganan kasus tindak kekerasan pada perempuan 7 Faktor yang menjadi penyebab mengapa korban enggan untuk melaporkan kejahatan yang terjadi yaitu sikap kasihan dan tidak mau aib keluarganya di beberkan didepan umum. Selain dari faktor diatas, ada beberapa faktor lain, yaitu : a. Korban menyadari dirinya menjadi korban kekerasan akan tetapi tidak bersedia melapor karena menganggap masalah yang dihadapi adalah urusan pribadi sehingga dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan agar tidak mencemarkan nama baik keluarga b. Korban tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban dari tindak kejahatan seperti dalam kasus perzinahan c. Korban yang bersikap mau tidak mau atau abstrak sehingga sulit ditentukan secara jelas d. Korban juga ikut dalam tindak kejahatan tersebut atau tindak kejahatan dalam kasus lain Adanya kecenderungan sifat korban atau saksi yang pasif dan bahkan nonkoorperatif dengan aparat penegak hukum, merupakan salah satu bukti konkrit dari kurangnya perhatian sistem peradilan pidana terhadap hak-hak dan perlindungan hukum korban atau saksi kejahatan. Belum lagi ditambah dengan kecenderungan yang mengakibatkan kurangnya dukungan korban terhadap sistem peradilan pidana, sikap kurang loyal tersebut akan lebih mengemuka apabila korban harus berfungsi sebagai saksi dan memberikan saksi secara benar dibawah sumpah, tetapi apabila ternyata kesaksian dari korban atau saksi mata tidak benar atau palsu dan memberatkan terssangka atau terdakwa, ia akan diancam dengan penjara 7 Harkristuti Harkrisnowo, Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Perspektif Sosio- Yuridis, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 14 Vol. 7 2000, hlm. 165-166. maksimal sembilan bulan dengan tuduhan memberikan kesaksian palsu. Dalam kasus yang terjadi, masih belum ditemukan adanya pemberian hakhak korban baik berupa ganti rugi atau kompensasi dalam bentuk materi kepada korban atas kejadian yang mereka alami. Berkaitan dengan masalah kompensasi ini Victimologi melihat salah satu tujuan pengaturan ganti kerugian adalah mengembangkan keadilan kesejahteraan mereka yang menjadi korban, menderita mental, fisik, sosial. Pelaksanaan peraturan ganti kerugian yang baik itu memberikan kemungkinan kepada pihak korban untuk secara leluasa ikut serta menyatakan pendapatnya. Hal ini adalah sangat penting karena menyangkut nasibnya. 8 Beberapa kendala lain dalam Penanganan Korban KDRT, meliputi: 9 1. Kasus KDRT yang dilaporkan korban, kerapkali tidak ditindaklanjuti karena korban ragu-ragu atau tidak mengerti bahwa hal yang dilaporkan itu adalah tindak pidana 2. Demikian halnya terhadap kasus yang telah diproses pihak Kepolisian pun acapkali ditarik kembali dengan berbagai macam alasan, misalnya karena korban merasa sudah memaafkan pelaku, ketergantungan ekonomi terhadap pelaku, KDRT masih dianggap sebagai aib keluarga; 3. Beda pemahaman antar penegak hukum terhadap bentuk KDRT; tentang mekanisme pemberian perlindungan dan belum semua pihak mendukung upaya perlindungan terhadap korban KDRT; 4. Lamanya rentang waktu antara kejadian dan visum, sehingga hasil visum 8 Ika Nurdevi Wibawanti, Relevansi Victimologi Dengan Evaluasi Pengaturan Ganti KerugianTerhadap Korban,Jakarta,2007 hlm 24 www.google.com 9 Mudjiati Implementasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu Tantangan menuju Sistem Hukum yang Responsif Gender Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 5 No. 3 September 2008 hlm.65 6

menjadi kurang mendukung terhadap proses hukum; 5. Masalah penganggaran untuk sosialisasi ke daerah yang sulit dijangkau, sehingga frekuensi tidak memadai, dan pendanaan shelter baik untuk bangunan maupun operasionalnya; 6. Substansi pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 44 dan Pasal 49 UU PKDRT belum mengandung efek jera. Dalam beberapa kasus (khusunya KDRT psikis) hakim menjatuhkan pidana cukup ringan karena hanya melihat kondisi luar korban tanpa mencoba menggali penderitaan korban (di dalam). Karena itu, mestinya setiap subsistem dalam sistem peradilan pidana senantiasa memiliki tanggungjawab berupa tanggungjawab hukum untuk menegakkan hukum dan tanggungjawab moral yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Bila terjadi penyimpangan terhadap kedua tanggungjawab tersebut maka akan menimbulkan efek negatif terhadap pihak korban dan tersangka Selanjutnya, kendala yang dialami yaitu keberadaan lembaga perlindungan saksi dan korban yang harusnya menjadi tempat memperoleh perlindungan bagi saksi dan korban yang belum berdiri di daerah kecil atau kota kecil, LPSK hanya ada dikota tertentu, sedangkan tindak kekerasan dalam rumah tangga ini juga banyak terjadi di daerah yang masih belum berkembang, seperti daerah kecil. Mengapa demikian? Karena pada daerah terntentu, masyarakat masih awam akan hukum, belum mengerti mana yang dinamakan kekerasan dalam rumah tangga mana yang tidak, terkadang masyarakat menyimpan rapat-rapat tindak kriminal yang dialami tanpa diketahui oleh orang lain. 2. Faktor pendukung Adapun faktor yang menjadi pendukung proses pelaksanaan perlindungan saksi dan korban adalah kesadaran dari pihak berwajib untuk melaksanakan peraturan yang ada. Dimana pihak yang berwajib mengadakan pertemuan dengan masyarakat setempat untuk memperkenalkan apa saja hal yang seharusnya dilakukan orang yang mengalamii kekerasan dalam rumah tangga Juga semakin canggihnya teknologi, yang membuat masyarakat semakin mengerti tentang hukum dan akibat yang akan dialami apabila melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga dan juga melalui teknologi seperti internet, televisi dan koran, maka masyarakat semakin dekat dan peka terhadap informasi yang ada disektar. III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Di kota Palu, perlindungan bagi saksi dan korban telah berlaku sesuai dengan undangundang yang ada. Saksi di rahasiakan identitasnya dan di berikan hak sesuai dengan undang-undang, walaupun tetap memiliki kendala dalam menjalankan perlindungan, tetapi pada dasarnya pihak kepolisian Resort Palu telah menjalankan kewajiban dengan baik dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku Tetapi, tetap saja tindak kekerasan dalam rumah tangga masih banyak ditemui di Indonesia terlebih khusus di Kota Palu, masih banyak keluarga yang melakukan tindak kekerasan tetapi tidak diketahui dan tidak diperkarakan, karena itu, perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak untuk menuntaskan tindak kekerasan dalam rumah tangga ini. 2. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, seperti faktor pendukung yaitu kesadaran dari pihak berwajib untuk melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan dan memperkenalkan kepada masyarakat apa saja yang termasuk dalam tindak pidana dan apa saja sanksi yang diterima bagi pelanggar khususnya dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan aja juga faktor penghambat yaitu kurangnya kesadaran dari pihak korban 7

atau saksi untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Hal seperti ini tentu harus secepatnya diantisipasi oleh pihak berwajib dan dibantu oleh masyarakat agar lebih sadar hukum. 8

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Harkristuti Harkrisnowo, Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Perspektif Sosio- Yuridis,Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 14 Vol. 7 2000. Ika Nurdevi Wibawanti, Relevansi Victimologi Dengan Evaluasi Pengaturan Ganti KerugianTerhadap Korban, Jakarta, 2007. Mudjiati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu Tantangan Menuju Sistem Hukum Yang Responsif Gender, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September 2008. Muladi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. B. Peraturan Perundang-Undangan Peraturan pemerintah No. 2 tahun 2002 tentang tatacara perlindungan terhadap korban dan saksi pelanggaran HAM yang berat sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM UU perlindungan saksi dan korban No. 13 tahun 2006 UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No. 23 tahun 2004 C. Sumber Internet http://www.pemantauperadilan.com Pernyataan mentri negara pemberdayaan perempuan dan catatan mitra perempuan dan soedjendro 2005 9

BIODATA AMELIA FEBRIANA, Lahir di Palu, 28 Februari 1990, Alamat Rumah Jalan Karajalemba Perum. Banua Asri, Nomor Telepon +6285299764542, Alamat Email feby_mey@yahoo.com 10