BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan maju. Indonesia adalah salah satu negara yang terus berupaya menjadi negara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. setiap penyelesaian masalah kehidupan tidak terlepas dari kemampuan berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang kuat perlu dibina sejak dini. Namun pada jenjang pendidikan dasar dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai prestasi dalam pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting individu untuk mencapai kesiapan yang mengacu pada kapasitas dan kemauan individu untuk dapat bersaing dalam kancah yang lebih luas (Carbery & Garavan, 2005). Dalam mengantisipasi tantangan perubahan sosial pada era globalisasi, dibutuhkan pula kualitas individu yang mempunyai kriteria cerdas, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, mandiri dan memiliki etos kerja yang baik (Suyanto, 2000). Kriteria tersebut menyangkut multi aspek, antara lain aspek fisik, psikis, sosial dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian, diperlukan suatu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis. Salah satu program yang dapat menganalisis kemampuan berfikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis adalah matematika (Rochaminah, 2008). Byrnes (2003) menyebutkan bahwa matematika merupakan alat powerful untuk mengembangkan cabang-cabang ilmu pengetahuan dan tehnologi. Oleh karena itu, siswa yang memiliki penalaran matematika tinggi akan berpeluang dalam penyelesaian berbagai masalah hidup secara efektif, efisien, dan fleksibel. 1

2 Menurut National Research Council (NRC, 1989) mathematics is key to opportunity. Seseorang yang memiliki kemampuan pemahaman dan penalaran matematika yang tinggi menurut NRC (1989) memiliki kunci untuk meraih peluang sukses di masa mendatang, prestasi matematika dan sain berpengaruh terhadap kesejahteraan. Matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang melandasi semua disiplin ilmu, baik ilmu eksakta maupun ilmu sosial. Penguasaan matematika bagi para siswa akan menjadi sarana yang utama untuk mempelajari mata pelajaran lain, baik pada jenjang yang sama maupun pada jenjang yang lebih tinggi (Nawangsari, 2001). Sampai tahun 2016, matematika masih menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional (UN). Hal ini berarti bahwa penguasaan siswa pada mata pelajaran matematika sangat penting. Ditinjau dari sudut pandang psikologi perkembangan, masa pendidikan dasar dan menengah merupaka fase pembentukan pribadi. Oleh karena itu, pemahaman matematika yang baik di kalangan anak-anak Sekolah Dasar (SD) hendaknya menjadi perhatian dan prioritas pertama dan utama. Hal tersebut penting dilakukan karena menurut Soedjadi (2004) melalui pemahaman dan penalaran matematika yang baik di kalangan anak-anak Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) akan membantu meletakkan dasar pengembangan sosio-emosional dan prior knowledge positif yang sangat berguna bagi masa depan siswa. Bentuk-bentuk pengembangan sosio-emosional tersebut menurut Dockett & Perry (2002); Fennema, Carpenter, Franke, Levi, Jacobs, & Empson (1996); Groontenboer (2002) berupa kecenderungan dan kemampuan

3 membangun citra diri positif, mengembangkan keyakinan diri (self efficacy) dalam mengikuti proses pembelajaran, serta mendorong anak untuk meraih prestasi. Matematika adalah salah satu pelajaran yang ada pada Ujian Nasional (UN) yang diadakan pada jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD). Namun ironisnya kualitas pendidikan matematika di Indonesia masih rendah. Pada pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta pemeringkatan Negara di dunia. Peringkat Indonesia ini kalah jauh dari Thailand yang menempati posisi ke-50 dalam indeks literasi matematika. Sedangkan untuk urutan terakhir ditempati oleh Kyrgizstan. Berdasarkan data UNESCO mutu pendidikan matematika di Indonesia pada peringkat 34 dari 38 negara yang diamati. Data lain yang menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari hasil survey Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan (National Center for Education in Statistic, 2013) terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika, dimana Indonesia mendapat peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay. Meskipun tidak ditemukan data mengenai angka ketidaklulusan siswa pada jenjang Sekolah Dasar (SD), namun terjadinya kesenjangan nilai yang terpatut jauh tersebut terlihat dari data hasil nilai pra UASBN, yakni nilai rata-rata UASBN SD di DIY untuk Bahasa Indonesia adalah 7,9, Matematika 5,58 dan IPA 5,95. Sementara itu, nilai terendah untuk Bahasa Indonesia adalah 1, Matematika

4 0,5 dan IPA 1. Untuk nilai tertinggi adalah 10 pada tiap mata pelajaran. Dilihat dari data yang telah diuraikan menunjukkan nilai Matematika tergolong rendah dibanding dengan mata pelajaran lainnya. Padahal dari beberapa konsep tersebut dapat dipahami bahwa peningkatan kopetensi dasar atau kemampuan matematika siswa pendidikan dasar sangatlah krusial untuk membuka pintu masa depan yang lebih cerah, sukses, dan produktif. Salah satu prediktor dalam kesuksesan belajar di bidang akademik yaitu efikasi diri. Zajacova dkk (2005) menyatakan bahwa efikasi diri akademik dianggap sebagai prediktor yang lebih kuat dan konsisten terhadap keberhasilan. Efikasi diri adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan (Bandura, dalam Mustaqim, 2011). Mengenai definisi self efficacy, Stajkovic dan Luthans (dalam Luthans, 2006) mengungkapkan bahwa self efficacy mengacu pada keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Bandura (dalam Nevid dkk, 2005) bahwa harapan akan self efficacy berkenaan dengan harapan terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang dihadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menampilkan tingkah laku terampil berupa motivasi. Adapun pengertian efikasi diri terhadap kemampuan dalam pelajaran matematika adalah penilaian sejauh mana siswa merasa yakin dan percaya diri ketika berurusan dengan persoalan matematika (Pajares & Miller, 1994). Efikasi

5 diri terhadap matematika yang tinggi ditunjukkan dengan siswa yang mampu menyelesaikan tugas-tugas matematika yang lebih sulit dari sebelumnya. Menurut Hackett & Betzz (1989) efikasi diri matematika ialah keyakinan subjektifitas akan kapabilitas seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas setelah memperoleh serangkaian pembelajaran matematika. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa efikasi diri terhadap kemampuan mamtematika merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya akan mampu melaksanakan tingkah laku yang dibutuhkan dalam menyelesikan suatu tugas terkait dengan matematika yang didasari kemampuannya dapat dirasa akan menuntun dirinya untuk berpikir mantap dan efektif. Efikasi diri bersumber dari keinginan dalam diri seseorang dalam suatu perilaku untuk mencapai tujuan yang dinginkan. Terlepas dari kemampuan kognitif yang dimiliki, siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan lebih berusaha keras dalam mencapai prestasi akademik, memiliki fleksibilitas tinggi dalam strategi pencarian solusi serta lebih akurat dalam evaluasi atas kualitas prestasi yang dicapai (Bandura, 1997). Selain itu, efikasi diri berpengaruh terhadap seberapa banyak tekanan yang dialami oleh siswa dalam situasi-situasi yang mengancam, siswa yang efikasi dirinya tinggi ketika gagal dalam mengerjakan soal, biasanya cepat mendapatkan kembali selfefficacy mereka setelah mengalami kegagalan tersebut, siswa tidak akan merasa cemas dan terganggu (Bandura, 1997). Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi terhadap kemampuan matematika dapat mencermati waktu kerja secara lebih efektif, pemecahan masalah secara lebih efisien, dalam mengerjakan soal

6 matematika akan yakin mampu mengerjakan serta menyelesaikan dengan baik, begitu juga ketika gagal siswa tidak akan mudah menyerah atau kurang percaya diri ketika menghadapi soal yang sulit. Menunjukan persistensi yang lebih dibandingkan dengan sebayanya yang memiliki efikasi diri lebih rendah (Usher & Pajares, 2008). Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pentingnya membangun efikasi diri matematika pada siswa karena keberhasilan dalam tugas akademik, khususnya prestasi dalam menguasai pelajaran matematika, tidak hanya terkait pada kecerdasan dan kemampuan kognitif siswa saja namun juga sangat berhubungan dengan seberapa besar siswa yakin dengan kemampuan yang dimiliki, ia dapat berhasil dalam tugas-tugas disekolah, khususnya dalam pelajaran matematika. Sebaliknya, siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung akan memikirkan kekurangan atas beratnya tugas yang dihadapi, lebih fokus pada kegagalannya, siswa menjadi apatis dan cemas ketika dihadapkan oleh situasi yang sulit, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, mudah menyerah jika diberikan tugas, aspirasi yang rendah terhadap sesuatu yang menurunkan minatnya, komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin dicapai, lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997). Hasil wawancara salah satu guru matematika di Sekolah Dasar Yogyakarta mengemukakan bahwa ada beberapa indikator yang menunjukan efikasi diri kemampuan matematika yang rendah. Ketika diberikan tugas yang lebih sulit dari

7 soal sebelumnya siswa mengeluh merasa tidak yakin mampu menyelesaikan soal tersebut. Sedangkan wawancara pada siswa tentang kesulitan soal yang diberikan guru, siswa merasa ragu terhadap kemampuan matematikanya apabila mendapati soal matematika yang lebih sulit sehingga target dapat menyelesaikan soal yang ditetapkan untuk mengerjakan matematika tidak tercapai. Siswa cenderung kurang yakin memahami tugas yang sulit contohnya ketika diberikan tugas siswa lebih senang apabila tugas tersebut dijadikan pekerjaan rumah (PR), karena jika dijadikan PR siswa dapat mengerjakan tugas tersebut dengan bantuan dari orang tua maupun keluarga terdekat. Selain itu guru matematika kelas 3 juga mengatakan bahwa siswanya kerap kali mengeluh tidak yakin jika diperintahkan untuk mengerjakan soal matematika, diantaranya keraguan terhadap kemampuan mengerjakan tugas. Siswa cenderung mudah menyerah karena tidak yakin menghadapi soal matematika yang diberikan guru. Selain itu, indikator lain seperti siswa mengeluh tidak bisa mengerjakan soal ketika guru memerintahkan untuk maju didepan kelas, karena ragu-ragu dan apabila jawabannya salah lalu ditertawakan oleh teman-temannya, hal ini termasuk ciri-ciri efikasi diri rendah. Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau selfknowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi (Bandura, 1997). Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan manusia akan kemampuan dirinya untuk

8 melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006, h. 415). Pajares & Miller (1994) mengemukakan ciri siswa yang memiliki efikasi diri terhadap kemampuan matematika tinggi cenderung menunjukan peningkatan usaha belajar yang lebih serius dan memiliki banyak pilihan tindakan ketika dihadapkan dengan persoalan matematika yang lebih sulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astuti (2007) bahwa efikasi diri yang tinggi akan mengarahkan individu pada usaha yang lebih besar dan persisten dalam menghadapi tantangan. Meningkatkan efikasi diri terhadap kemampuan matematika menjadi sangat penting karena menyangkut persepsi seseorang dalam menghadapi tugas yang sulit dari matematika. Salah satu upaya meningkatkan efikasi diri kemampuan matematika siswa adalah melalui pelatihan (Sdorow, 1990, h.461). Ellis (dalam Corey, 2007, h. 243) menambahkan seseorang mampu memodifikasi keyakinan-keyakinannya dengan melatih kemampuan berpikirnya. Dengan demikian, apabila siswa yakin akan kemampuan matematikanya maka dengan mudah siswa tersebut dapat menyelesaikan tugas-tugas matematika. Guru dapat mempengaruhi efikasi diri siswa, intensitas yang dibangun guru dengan siswa dikelas membuat siswa percaya. Vigotsky (dalam Ormrod, 2009) menyebutkan bahwa seorang guru dituntut mempunyai kompetensi akademik, mampu mengajar dan mendidik dengan baik, menyarankan strategi belajar yang efektif, serta membantu peserta didik dalam belajar. Sehubungan dengan efikasi diri, peran guru merupakan pengaruh sangat penting dalam

9 menciptakan kondisi belajar. Berdasarkan hal itu maka, guru akan dilatih untuk meningkatkan efikasi diri siswa terhadap kemampuan matematika. Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri dapat ditingkatkan melalui empat sumber, meliputi: anactive mastery experience, vicarious experience, verbal persuation dan physiological & emotion state. Dengan demikian, guru dapat meningkatkan efikasi diri siswa dengan diberi pelatihan melalui keempat sumber tersebut. Menurut Sikula (As ad, 2003, h.187) pelatihan sendiri merupakan proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, guna mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis untuk tujuan tertentu. Jewell dan Siegall (1998) menambahkan bahwa tujuan pelatihan adalah memperoleh ketrampilan khusus, pengetahuan, atau sikap tertentu dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki yang menyangkut potensi fisik, mental, dan psikologis. Pelatihan efikasi diri pada guru, pada dasarnya memberikan guru mengenai ketrampilan dan pengetahuan tentang cara meningkatkan efikasi diri mengenai empat sumber yang berisi: (a) pengalaman keberhasilan (anactive mastery experience), ketika guru diberikan informasi tentang pengalaman keberhasilan dan menerapkan di kelas siswa menjadi lebih yakin akan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas matematika, karena pengalaman keberhasilan mampu membuat siswa berfikir bahwa kesuksesan disebabkan oleh kemampuannya sehingga dapat meningkatkan efikasi diri. (b) pengalaman orang

10 lain (vicarious experience), ketika guru diberikan informasi tentang bagaimana meningkatkan efikasi diri melalui pengalaman keberhasilan orang lain kemudian diterapkan dalam kelas, siswa mengamati pengalaman keberhasilan melalui orang lain akan memperoleh informasi yang dapat meningkatkan efikasi diri. (c) persuasi verbal (verbal persuasion), ketika guru diberikan informasi tentang bagaimana meningkatkan efikasi diri melalui persuasi verbal dan diterapkan di kelas berupa dukungan verbal nasehat maupun bimbingan berupa ucapan kamu pasti bisa!, jangan menyerah, dan lain sebagainya mampu membuat siswa merasa semakin yakin bahwa ia memiliki kemampuan yang dapat membantunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan efikasi diri siswa. (d) keadaan fisiologis dan psikologis (physiological state and emotional arousal), ketika guru diberikan informasi tentang bagaimana bagaimana membuat suasana kelas menjadi nyaman dan diterapkan di kelas, suasana kelas yang tadinya membosankan menjadi suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Hal ini dapat mempengaruhi perasaan siswa menjadi lebih tenang dan tidak ragutagu, hal ini mampu meningkatkan efikasi diri siswa. Didukung dengan pendapat Sdorow (1990) bahwa melalui pelatihan, keempat sumber tersebut menunjukan upaya peningkatkan efikasi diri. Hal ini sependapat dengan Bandura (1993) bahwa pelatihan efikasi diri dapat digunakan dalam mengatur aspek kognitif dan afeksi seseorang dalam rangka meraih kesuksesan belajar maupun bekerja. Mathisen dan Bronnick (2009) juga mengungkapkan bahwa model pelatihan efikasi diri mampu meningkatkan pencapaian keberhasilan dan performa siswa.

11 Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah pelatihan strategi peningkatan efikasi diri pada guru dapat meningkatkan efikasi diri kemampuan matematika siswa Sekolah Dasar.. B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan strategi peningkatan efikasi diri pada guru terhadap peningkatan efikasi diri kemampuan matematika siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya psikologi pendidikan. Masukan tersebut terutama berkaitan dengan efektifitas pelatihan strategi peningkatan efikasi diri pada guru untuk meningkatkan efikasi diri kemampuan matematika siswa. 2. Manfaat Praktis Apabila penelitian ini terbukti, maka pelatihan strategi peningkatan efikasi diri pada guru dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan efikasi diri kemampuan matematika siswa.