PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE KABUPATEN SINDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

PENYELIDIKAN PANAS BUMI DENGAN METODA GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI MASEPPE KABUPATEN SIDRAP SULAWESI SELATAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYELIDIKAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI KANAN TEDONG DI DESA PINCARA KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

SURVEI TERPADU GEOLOGI, GEOKIMIA DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG SULAWESI SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

3. HASIL PENYELIDIKAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU DAERAH PANAS BUMI MARANDA, KABUPATEN POSO, PROPINSI SULAWESI TENGAH. Dendi Surya K., Bakrun, Ary K.

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN PASIR BESI DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN. PROVINSI SULAWESI UTARA

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENYELIDIKAN GAYA BERAT DI DAERAH PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH

Transkripsi:

PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN Oleh: Arif Munandar 1 dan Dudi Hermawan 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK Daerah panas bumi Massepe secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tellu Limpoe, Panca Lautang, Watang Pulu dan Maritengae. Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan. Posisi geografis antara 119 o 44 15,5-119 o 51 17,25 BT dan 3 o 56 41 4 o 4 3,6 LS, dengan luas daerah survei sekitar 13 x 15 km. Manifestasi panas bumi yang ada di daerah penyelidikan berupa mata air panas yang tersebar di beberapa tempat diantaranya mata air panas Pajalele, Alakuang, Tolere dan Warede dengan temperatur 29-68 C, bualan gas, dan batuan ubahan. Sebaran nilai anomali magnet di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu kelompok nilai magnet sangat rendah dengan nilai magnet kurang dari - nt, kelompok nilai magnet rendah dengan nilai magnet berkisar dari - hingga nt, kelompok nilai magnet sedang dengan nilai magnet berkisar dari hingga nt, dan kelompok nilai magnet tinggi dengan nilai magnet lebih dari nt. Berdasarkan peta anomali magnet tersebut dapat ditarik kelrusan yang ditafsirkan sebagai struktur sesar yang berarah baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut. Hal yang menarik adalah adanya pola anomali magnet berupa pengkutuban dengan nilai kemagnetan tinggi di sebelah timurlaut dan tengah daerah penyelidikan, yang disebabkan oleh adanya tubuh batuan beku berupa kubah-kubah lava bersusunan andesitik dan ditafsirkan adanya batuan beku berupa tubuh intrusi (dike) yang tidak muncul kepermukaan yang berada di sebelah timur-timurlaut mata air panas Pajalele dan Alakuang. Tubuh-tubuh intrusi tersebut diduga sebagai sumber panas (heat sources) dalam sistem panas bumi di daerah Massepe yang diperkirakan berumur 1,8 ±,2 juta (fission track) tahun atau Plio-Plistosen, sehingga memungkinkan masih menyimpan energi panas. PENDAHULUAN Secara administratif daerah panas bumi Massepe termasuk dalam wilayah Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi survei berjarak ± 194 km dari Kota Makassar dengan luas daerah survei sekitar 13 x 15 km 2, berada pada posisi geografis antara 119 o 44 15,5-119 o 51 17,25 BT dan 3 o 56 41 4 o 4 3,6 LS, (Gambar 1). Manifetasi panas bumi di daerah penyelidikan berupa mata air panas, bualan gas, dan batuan ubahan dan berdasarkan survei terdahulu diketahui bahwa daerah ini memiliki potensi panas bumi sumber daya spekulatif sebesar ± 25 Mwe. Untuk mendapatkan sistem panas bumi yang lebih akurat maka perlu mendapatkan data bawah permukaan (subsurface) yang salah satunya adalah dengan melakukan pengukuran geomagnet di daerah penyelididikan.

PENYELIDIK TERDAHULU Beberapa penyelidik terdahulu yang pernah melakukan survei di daerah ini adalah : 1) Bemmelen, R.W. Van (1949), dalam bukunya The Geology of Indonesia. 2) Radja, V.T., 197, dalam laporan Geothermal Energy Prospect in South Sulawesi, Indonesia, Power Research Institute, Jakarta 3) Djuri dan Sudjatmiko, 1974, Geologi Lembar Majene dan Palopo bagian barat, Sulawesi Selatan, Direktorat Geologi, Bandung 4) Alzwar, M dan Bachri, S, 1975, Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas Bumi Daerah Sulawesi Selatan, Dinas Vulkanologi, Bandung 5) Rab Sukamto, 1982, Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat, Sulawesi Selatan, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Geologi regional di daerah penyelidikan berdasarkan Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat, Sulawesi Selatan, berskala 1 : 25. (Rab Sukamto dkk, 1982) dan Peta Geologi Lembar Majene dan Palopo bagian barat, Sulawesi Selatan, berskala 1 : 25., (Djuri dan Sudjatmiko, 1974), batuan yang ada di daerah survei terdiri dari batuan gunung api, batuan terobosan dan batuan sedimen yang berumur mulai dari Tersier sampai Kuarter, (Gambar 2). Batuan tertua yang tersingkap di daerah survei adalah batuan gunungapi Soppeng yang menyebar di sebelah selatan daerah survei. Satuan ini berumur Miosen Tengah. Batuan gunungapi Formasi Camba yang menyebar dari sebelah selatan hingga ke bagian baratlaut daerah survei. Umur satuan berkisar dari Miosen Tengah hingga DATA Pengukuran data magnet di daerah manifestasi panas bumi Massepe dilakukan Miosen Akhir. Batuan Terobosan Trakit, berupa stok, sill dan retas. Batuan terobosan ini berumur Miosen Akhir, menyebar di bagian tengah daerah survei. Formasi Walanae, yang terdiri dari batupasir, batulanau, tufa, napal, batulempung, konglomerat dan batugamping. Formasi ini berumur Miosen Akhir hingga Pliosen, menyebar di bagian tengah hingga ke tenggara daerah survei. Batuan gunungapi Parepare, terdiri dari tufa, breksi dan konglomerat gunungapi, serta sisipan lava dan batupasir tufaan, tersebar di baratlaut daerah survei. Sebagian dari batuan gunungapi ini terdiri dari lava yang bersusunan trakit dan mengandung banyak biotit, tersebar di sebelah utara lokasi survei. Batuan guunungapi Parepare ini berumur Pliosen. Terakhir adalah endapan alluvium, danau dan pantai yang berumur Holosen, tersusun oleh lempung, lanau, lumpur, pasir dan kerikil. Endapan ini tersebar di sebelah timur hingga utara daerah survei. Struktur geologi regional yang ada di lokasi survei berupa sesar utama, berjenis sesar normal, dengan blok sebelah timurlaut bergerak relatif turun terhadap blok sebelah baratdaya. Sesar utama ini berarah baratlaut-tenggara yang terjadi sejak Miosen Tengah sampai Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timurbarat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang mensesarkan batuan pra-kapur Akhir di di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian timur Lembah Walanae dan di bagian barat pegunungan barat yang berarah baratlaut-tenggara dan membaji, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar. pada 9 lintasan (lintasan A,B,C,D,E,F,G,H,J) dengan panjang dari masing masing lintasan bervariasi yaitu lintasan A diukur sepanjang 9 meter, lintasan B 85 meter, lintasan C 75 meter, lintasan D 725 meter, lintasan E

7 meter, lintasan F 7 meter, lintasan G 68 meter, lintasan H 6 meter, dan lintasan J 6 meter serta titik ukur random (tabel-1). Dari hasil pengukuran lapangan diperoleh data titik ukur sebanyak 354 titik ukur Selain pengukuran magnet juga dilakukan pengambilan sampel batuan yang diperkirakan dapat mewakili daerah dengan kerentanan magnet yang berbeda. Sampel batuan diukur kerentanan magnetnya dengan Susceptibilitymeter-Scintrex untuk mengetahui harga dan kontras kerentanan magnetnya yang dapat membantu dalam interpretasi data geomagnet. Hasil pengukuran kerentanan magnet batuan terlihat pada tabel-2. PEMBAHASAN Kerentanan Magnetik Batuan Berdasarkan harga kerentanan magnetik batuan pada tabel 3.3.3-2 dapat diketahui bahwa harga kerentanan magnetik batuan bervariasi dari,2 hingga 3,3 x1-6 cgs. Secara garis besar nilai kerentanan magnetik ini terbagi atas dua yaitu batuan yang memiliki nilai kerentanan yang rendah (,2 1) yaitu dimiliki oleh batuan lava andesit lapuk dan batuan sedimen/endapan danau, serta batuan dengan nilai kerentanan magnetik yang tinggi (1 3) yang dimiliki oleh batuan lava yang masih segar. Profil Anomali Magnet Sisa Dari profil-profil magnet di setiap lintasan yang berarah baratdaya-timurlaut, umumnya mempunyai pola-pola, sbb (Gambar 3) : 1) Pola magnet yang mempunyai nilai magnet tinggi menempati bagian baratlaut dan tengah daerah penyelidikan untuk tiap lintasan, serta di di sekitar titik amat E 225 dan di lintasan G di sekitar titik amat G 325 G 35 memanjang sampai titik amat random R 1 serta di sekitar R 19. dengan rincian sebagai berikut : 83 titik ukur random dengan jarak antar titik 5 m dan 271 titik ukur di lintasan dengan jarak bervariasi antara 5 m hingga 25 m dengan jarak antar lintasan +1 m. bagian timurlaut untuk lintasan A, B, C, dan D. Nilai magnet tinggi di bagian baratdaya dan tengah lintasan ditafsirkan oleh batuan-batuan lava andesitik yang di permukaan muncul sebagai kubah-babah lava (lava domes). Sedangkan timurlaut lintasan A, B, C, dan D diperkirakan adanya tubuh-tbu intrusi batuan beku yang tidak muncul di permukaan, secara geologi di bagian timurlat ini ditutupi oleh endapan danau dan sedimen. 2) Pola magnet bernilai rendah umumnya menempati bagian tengah dan timurlaut lintasan, hal ini umumnya disebabkan adanya batuan yang bersifat non magnetik (batuan sedimen dan endapan danau) dan lapukan batuan beku. Peta Anomali Magnet Total Peta anomali magnet total menggambarkan pola dan karakteristik dari sebaran nilai pengukuran, perlapisan batuan dan struktur yang ada di lapangan. Nilai magnet total di daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 4 kelompok (Gambar 4), yaitu sebagai berikut. Kelompok nilai magnet sangat rendah (negatif) dengan nilai < - nt Kelompok nilai magnet rendah (negatif) dengan nilai antara sampai nt Kelompok nilai magnet sedang (positif) dengan besaran sampai nt Kelompok nilai magnet tinggi (positif), dengan nilai > nt. Kelompok nilai magnet sangat rendah (negatif) penyebarannya tersebar di bagian selatan daerah penyelidikan berupa spotspot atau lensa-lensa tetutup di lintasan E Kelompok nilai magnet rendah (negatif) penyebarannya berupa spot-spot atau lensa-lensa tetutup di lintasan A (sekitar titik amat A 225 dan A ), di ujung

barat lintasan C (sekitar C 1 C 15), di lintasan E (E 2 E 325) dan (E 675 E 725), di lintasan F (F 25 F 475) dan (F 575 F 675), di lintasan G Kelompok nilai magnet sedang (positif) tampak mendominasi/menutupi sebagian besar daerah penyelidikan, dari utara sampai selatan termasuk di sekitar mata air panas Pajalele dan Alakuang. Kelompok nilai magnet tinggi (positif) tampak berupa lensa-lensa tertutup memanjang sebagian besar terletak di sebelah utara daerah penyelidikan, yaitu sebagai berikut : Lintasan J (J 275 J 45), Lintasan H (H 1, H 175 H, H 525 H 7), Lintasan A (A 475, A 575, A 625 A 675, A 925 A 1), Lintasan B (B 1 B 125, B 425 B 475, B 65, B 725 B 775, B 95), Lintasan C (C 25 C 275, C 575, C 65 C 675, C 75 C 85), Lintasan D (D 275, D 625 D 85), Lintasan E (E 375 E 425, E 65), dan di titik amat random S 5, S 8, S 11, R 5, R 49 R 54, R 62 R 63. Penampang Model Magnet 2-D Hasil yang diperoleh dari analisis profil magnet total dan peta anomali magnet total diperkuat oleh permodelan yang dibuat tidak muncul ke permukaan yang diperkirakan berkaitan dengan pembentukan sistem panas bumi daerah Massepe. KESIMPULAN 1) Sebaran nilai magnet di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu kelompok nilai magnet sangat rendah (negatif) dengan nilai magnet kurang dari - nt, kelompok nilai magnet rendah (negatif) dengan nilai magnet berkisar dari - hingga nt, kelompok nilai magnet sedang (positif) dengan nilai magnet berkisar dari hingga nt, dan kelompok nilai magnet tinggi (positif) dengan nilai magnet lebih dari nt. (G 275 G 475) dan (G 55 G 725), serta di titik amat random R 21 R 27 dan R 68 R 72 serta di sekitar mata air hangat Warede. dengan menggunakan software Geo-Model (Cooper, 22) dalam hal ini yang diwakili oleh lintasan D (Gambar 5). Berdasarkan analisis penampang model magnet 2-D yang digabung dengan profil penampang dapat ditarik perkiraanperkiraan struktur yang ada di lintasan D. Struktur yang pertama berada di titik D- dengan harga di titik D-375 hingga D-275 yang meningkat tajam diperkirakan merupakan batas perlapisan antara batuan lava andesit dengan batuan sedimen, kemungkinan batas antar batuan tersebut dibatasi oleh struktur sesar. Begitu pula dengan struktur yang kedua di titik D-525 dicirikan dengan dengan peningkatan grafik anomali yang cukup tajam dari grafik profil anomali magnet sisa yang diperkirakan merupakan struktur yang mengontrol kemunculan mata air panas Pajalele. Selain itu dari model magnet 2-D ini juga dapat diketahui bahwa di sebelah timur lintasan D (timurlaut daerah penyelidikan) terdapat suatu tubuh batuan intrusi yang 2) Terdapat lima struktur sesar yaitu tiga sesar berarah baratlaut-tenggara dan dua sesar berarah baratdaya-timurlaut. 3) Sesar yang berarah baratlaut-tenggara di utara daerah penyelidikan (F 3) adalah struktur sesar yang mengontrol kemunculan mata air panas Allakuang, sedangkan struktur sesar yang mengontrol kemunculan mata air panas Pajalele adalah sesar berarah baratdaya-timurlaut di tengah daerah penyelidikan (F 4). 4) Adanya nilai nilai magnet tinggi di bagian timurlaut daerah penyelidikan (sekitar mata air panas Pajalele dan Alakuang) diperkirakan merupakan tubuhtubuh intrusi yang tidak muncul ke permukaan, yang diduga berhubungan dengan pembentukan sistem panas bumi daerah Massepe

DAFTAR PUSTAKA Bammelen, van R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Vol. I A. The Hague, Netherlands. Cooper, G.R.J., 23, MAG2DC Program, School of Geosciences, University of the Witwaterstrand, Johanesburg 25, S. A. Djuri dan Sudjatmiko, 1974, Geologi Lembar Majene dan Palopo bagian barat, Sulawesi Selatan, Direktorat Geologi, Bandung. Rab Sukamto,1982, Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat, Sulawesi Selatan, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Radja, V.T., 197, dalam laporan Geothermal Energy Prospect in South Sulawesi, Indonesia, Power Research Institute, Jakarta. Sjaiful Bachri dan Muzil Alzwar 1975, Laporan Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas Bumi Daerah Sulawesi Selatan. Telford, W.M. et al, 1982. Applied Geophysics. Cambridge University Press. Cambridge.

Tabel-1. Lintasan dan Titik Ukur Geomagnet Lintasan Panjang Lintasan (m) Jumlah Titik Ukur A 9 38 B 85 35 C 75 31 D 725 3 E 7 29 F 7 29 G 68 3 H 6 25 J 6 24 Random 415 83 Total 1655 354 Tabel-2. Nilai Kerentanan Magnet (Susceptibility) Batuan Daerah Massepe. NILAI KERENTANAN KODE X Y NAMA BATUAN BATUAN SAMPEL (mu) (mt) ( x 1-6 cgs) A 25 87497,4 955764,5 Andesit,9 1,2 A 425 894,3 9557926,9 Andesit,2,3 B 175 87231,2 9555718,7 Andesit segar 2,1 3,3 B 475 89842,5 9557229,5 Andesit segar,9 1,2 B 9 813534,4 9559428,5 Sedimen / endapan danau,6,7 C 275 88879,2 9555349,9 Andesit,8 1,2 C 515 8119,7 9557429,7 Andesit,5,8 D 125 88191 9554113,7 Andesit 1,1 1,2 D 325 89931 9555123,4 Andesit lapuk,3,5 E 2 8919,8 9553813,4 Andesit 1, 1,1 E 1 8844,8 9553149,6 Andesit,8 F 1 88299,8 955334,8 Andisit lapuk, kaya biotit,6 1,6

F 2 89663,3 9552955,3 Andesit segar,9 1,3 G 15 89892,6 9551835,1 Andesit porfiritik, lapuk 1, 1,6 G 235 81639 955225,6 Andesit segar, columnar joint 1, -1,7 G 425 81229,9 955315 Andesit hornblende 2,1 2,4 G 55 813384,9 9553754,5 Andesit, silisifikasi,4 H 15 8851,7 9558352,3 Andesit,6 -,7 H 25 89354,7 9558858,1 Andesit 1,1 1,4 R 19 81329,6 9549989,3 Dasitik,7 R 2 81385,9 9549633,2 Andesit, masif, vesikuler 1,5 2,2 R 49 86971,1 9559126,6 Andesit, silifikasi,8

12 o BT U 18 km 4 o LS LOKASI PENYELIDIKAN Gambar 1. Peta indek lokasi penyelidikan. PETA GEOLOGI REGIONAL DAERAH PANAS BUMI MASSEPE SULAWESI SELATAN Gambar 2. Peta geologi regional daerah penyelidikan.

9 8 7 6 5 2 1 J 2 J 225 J 25 J 275 J J 325 J 35 J 375 J J 425 J 45 J 475 J 485 J 55 J 575 J 6 J 625 J 65 J 675 J 7 J 725 J 75 J 775 J 8 Lintasan J 9 8 7 6 5 6 5 2 1 H 1 H 125 H 15 H 175 H 2 H 225 H 25 H 275 H H 325 H 35 H 375 H H 425 H 45 H 475 H 5 H 525 H 55 H 575 H 6 H 625 H 65 H 675 H 7 Lintasan H 2 1-1 -2 A 1 A 125 A 15 A 175 A 2 A 225 A 25 A 275 A A 325 A 35 A 375 A A 425 A 45 A 475 A 5 A 525 A 55 A 575 A 6 A 625 A 65 A 675 A 7 A 725 A 75 AirPanas A 775 A 8 A 825 A 85 A 875 A 9 A 925 A 95 A 975 A1 Lintasan A - 5 45 35 25 2 15 1 Lintasan B 5 B 1 B 125 B 15 B 175 7 B 2 B 225 B 25 B 275 B B 325 B 35 B 375 B B 425 B 45 B 475 B 5 B 525 B 55 B 58 B 6 B 625 B 65 B 675 B 7 B 725 B 75 B 775 B 8 B 825 B 85 B 875 B 9 B 925 B 95 6 5 2 1 Lintasan C -1 C 1 C 125 C 15 C 175 C 2 C 225 C 25 C 275 C C 325 C 35 C 375 C C 425 C 45 C 475 C 5 C 525 C 55 C 575 C 6 C 6 C 645 C 675 C 7 C 725 C 75 C 775 C 8 C 825 C 85-2 5 2 Lintasan D 1 D 125-1 8 D 15 D 175 D 2 D 225 D 25 D 275 D D 325 D 35 D 375 D D 425 D 45 D 475 D 5 D 525 D 55 D 575 D 6 D 625 D 65 D 675 D 7 D 725 D 75 D 77 D 8 D 825 D 85 6 2 Lintasan E -2 E 15 E 175 E 2 E 225 E 25 E 275 E E 325 E 35 E 375 E E 425 E 45 E 475 E 5 E 525 E 55 E 575 E 6 E 625 E 65 E 675 E 7 E 725 E 75 E 775 E 8 E 825 E 85 - -6 5 2 1 Lintasan F -1 F 1 F 125 F 15 F 175 F 2 F 225 F 2 F 275 F F 325 F 3 F 375 F F 425 F 45 F 475 F 495 F 525 F 55 F 575 F 6 F 625 F 65 F 675 F 7 F 725 F 75 F 775 F 8-2 - 2 1-1 -2 G 12 G 15 G 175 G 2 G 225 G 25 G 275 G G 325 G 35 G 375 G G 425 G 45 G 475 G 5 G 52 G 55 G 575 G 6 G 6 G 65 G 675 G 7 G 725 G 75 G 77 G 795 Lintasan G - - -5-6 Gambar 3. Profil magnet di setiap lintasan pengukuran berarah baratdaya-timurlaut.

A 1 A 125 A 15 B 1 A 175 B 125 R 49 A 2 B 15 S11 A 225 B 175 S1 C 1 R 5 R 48 S 9 A 25 B 2 S 8 R 51 C 125 A 275 B 225 J 2 A B 25 C 15 R 52 R 47 C 175 J 225 H 1 A 32 B 275 E 1 C 2 D 125 J 25 H 125 A 345 B E 125 R 53 R 46 J 275 A 37 B 325 C 225 D 15 H 15 E 15 C 25 D 175 J H 175 A 395 B 35 E 175 R 54 R 55 J 325 R 45 H 2 C 275 D 2 A 42 B 375 E 2 F 1 C D 225 J 35 H 225 A 45 B E 225 C 325 D 25 J 375 R 44 H 25 A 475 B 425 E 25 C 35 D 275 J H 275 R 56 A 5 B 45 E 275 R 43 C 375 D F 25 G 125 J 425 H A 525 B 475 E C D 325 F 2 G 15 J 45 H 325 A 55 B 5 E 325 C 425 D 35 F 255 G 175 J 475 H 35 R 42 A 575 B 525 E 35 C 45 D 375 F 28 G 2 J 5 H 375 A 6 B 55 E 375 S 3 R 41 H C 475 D F G 225 S 4 J 525 S 5 A 625 B 575 E C 5 D 425 F 325 G 25 S 6 J 55 H 425 R 4 S 7 A 65 B 6 E 425 C 525 D 45 F 35 G 275 J 575 H 45 A 675 R 39 B 625 E 45 C 55 D 475 F 375 G R 3 J 6 H 475 A 7 B 65 E 475 R 38 C 575 D 5 F G 325 J 625 H 5 A 725 B 675 E 5 C 6 D 525 R 31 F 425 G 35 R 29 J 65 H 525 B 7 A 75 R 32 D 55 E 525 C 625 F 45 G 375 J 675 H 55 B 725 R 37 R 33 E 55 A 775 R 28 R 34 C 65 D 575 F 475 G J 7 H 575 B 75 R 1 A 8 R 35 C 675 D 6 E 575 F 5 G 425 J 725 H 6 B 775 R 36 A 825 C 7 D 625 E 6 F 525 G 45 R 2 J 75 H 625 B 8 R 57 S 2 S 1 A 85 R 61 C 725 D 65 E 625 F 55 G 475 R 22 J 775 H 65 R 3 R 58 B 825 R 21 A 875 C 75 D 675 E 65 F 575 G 5 J 8 H 675 R 23 R 2 A 9R 6 R 59 B 85 C 775R 62 D 7 E 675 F 6 G 525 H 7 R 19 B 875 R 4 A 925 C 8 D 725 E 7 F 625 G 55 R 18 B 9 R 24 A 95 C 825 D 75 E 725 F 65 G 575 B 925 R 26 R 5 A 975 C 85 R 63 D 775 E 75 F 675 G 6 R 17 B 95 R 25 A 1 D 8 E 775 F 7 G 625 D 825 R 6 R 64 D 85 E 8 F 725 G 65 R 27 F 75 R 14 E 825 G 675 R 15 R 16 R 65 E 85 F 775 G 7 R 7 F 8 G 725 R 66 G 75 R 8 G 775 R 67 R 9 R 68 G 8 R 1 R 69 R 7 R 11 R 71 R 12 R 72 R 13 9562 Bulu Seppang Posadae Tanete Benteleoe Bacubacue KECAMATAN TELLULIMPOE Walatedonge PETA ANOMALI SISA MAGNET TOTAL DAERAH PANAS BUMI MASSEPE PROVINSI SULAWESI SELATAN U 956 9558 9556 Bulu Matanre Tepobatu Talumae Dare Takkalasi Bulu Buala Allakuang Bulu Alakuang Salo Maseppe Amparita Turungang 75 15 225 meter -6-45 - -15 15 45 6 75 KETERANGAN Kontur Intensitas Magnet ntesla 955 2 1 Bulu Latoling F 6 Titik ukur geomagnet Struktur diduga F 125 F 15 F 175 Mata air panas 9552 Sungai Kontur Topografi 955 85 86 87 88 89 81 811 812 81 81 815 816 817 Gambar 4. Peta anomali sisa magnet daerah panas bumi Massepe.

9 m Baratdaya Timurlaut 8 7 6 5 4 3 2 1 ` Anomali Magnet Topografi.7521.74631.7965.7861.6766 1.637 Gambar 5. Penampang model magnet 2-D pada lintasan D, daerah panas bumi Massepe.