KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA. No.677, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Akuntansi. Pelaporan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

KERANGKA KONSEPTUAL. 11. Mata uang...

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

DAFTAR ISI. Kesinambungan Entitas

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

-1- KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH... 1 KOMPONEN UTAMA KEBIJAKAN AKUNTANSI... 1 II. KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN...

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI I. KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

PENDAHULUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI KEPULAUAN SULA

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

A.4.2. KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.10 TAHUN 2010 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

-1- CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG

LAMPIRAN I.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TANGGAL

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

2017, No Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 4.

Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM*

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung.

Draft publikasian KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAH. Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014

BERITA DAERAH KOTA BIMA WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

PERATURAN BUPATI NATUNA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN KABUPATEN BLORA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ( CALK )

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (Menurut PP No 71 Tahun 2010 ttg SAP)


KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 1 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

Prinsip Dasar dan Gambaran Umum Akuntansi Pemerintahan. Ridwan Chairudin

BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada

V. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

KEBIJAKAN PELAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

BAB KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN INDONESIA

DAFTAR ISI. Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2015

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur. Tahun 2000 yang mengatur Pokok-pokok Pengelolaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

LAPORAN KEUANGAN PENGADILAN NEGERI SIBOLGA. Untuk Periode yang Berakhir 30 Juni Tahun Jl. Padangsidimpuan No. 6 Sibolga

BULETIN TEKNIS NO. 04 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN BELANJA PEMERINTAH

Transkripsi:

2013, No.677 8 Lampiran I Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Kebijakan Akuntansi Kementerian Hukum dan HAM Nomor : 18 Tahun 2012 Tanggal : 19 November 2012 KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. PENDAHULUAN A.1 Latar Belakang Dalam rangka penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Kebijakan Akuntansi yang berlaku di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM). Tujuan umum laporan keuangan Kemenkum dan HAM disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, dan kinerja keuangan Kemenkum dan HAM yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Suatu laporan keuangan bermanfaat bagi pengguna apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Namun disadari bahwa laporan keuangan tersebut tidak dapat menyajikan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pengguna laporan keuangan tidak dapat menilai secara andal jika laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan juga perlu mengetahui basis basis pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. Pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. A.2 Tujuan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Kementerian Hukum dan HAM ini mengacu pada Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan untuk merumuskan konsep yang mendasari penyusunan

9 2013, No.677 dan penyajian laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM. Tujuan kerangka konseptual kebijakan akuntansi Kementerian Hukum dan HAM adalah sebagai acuan bagi : 1. Penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam pedoman akuntansi sebelumnya; 2. Pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan kebijakan akuntansi; dan 3. Para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan kebijakan akuntansi. Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam kebijakan akuntansi. Dalam hal terjadi pertentangan antara Kerangka Konseptual dan kebijakan akuntansi, maka ketentuan kebijakan akuntansi diunggulkan relatif terhadap Kerangka Konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan kebijakan akuntansi di masa depan. Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip akuntansi yang telah dipilih berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan untuk diterapkan dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Tujuan kebijakan akuntansi adalah mengatur penyusunan dan penyajian laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM untuk tujuan umum dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran dan antar periode. Kebijakan ini berlaku untuk setiap entitas akuntansi/pelaporan yang memperoleh anggaran berdasarkan APBN. A.3 Ruang Lingkup Kerangka Konseptual ini membahas: 1. Pendahuluan; 2. Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan; 3. Entitas dan Penyajian Pelaporan Keuangan; 4. Pengguna dan Kebutuhan Informasi; 5. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan; 6. Unsur/Elemen Laporan Keuangan; 7. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan; 8. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan; 9. Asumsi Dasar; 10. Prinsip-Prinsip; 11. Kendala Informasi Akuntansi; dan 12. Dasar Hukum. Kerangka Konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan dilingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2013, No.677 10 B. PERANAN dan TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN B.1 Peranan Laporan Keuangan Laporan keuangan Kemenkum dan HAM disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Kemenkum dan HAM selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan Kemenkum dan HAM terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, menilai efektivitas dan efisiensi, dan membantu menetukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Unit kerja dan satuan kerja di lingkungan Kemenkum dan HAM mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: 1. Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada Kemenkum dan HAM dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 2. Manajemen Membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan unit kerja Kemenkum dan HAM dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana untuk kepentingan masyarakat. 3. Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban Kemenkum dan HAM atas pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. 4. Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity) Membantu para pengguna laporan untuk mengetahui apakah penerimaan Kemenkum dan HAM pada periode laporan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 5. Evaluasi Kinerja Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.

11 2013, No.677 B.2 Tujuan Laporan Keuangan Pelaporan keuangan Kemenkum dan HAM menyajikan informasi keuangan yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 1. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran; 2. Menyediakan informasi mengenai kesesuian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan; 3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan Kemenkum dan HAM serta hasil-hasil yang telah dicapai; 4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana Kemenkum dan HAM mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi Kemenkum dan HAM berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pinjaman maupun Hibah; 6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan Kemenkum dan HAM, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan Kemenkum dan HAM menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, aset, kewajiban dan ekuitas dana Kemenkum dan HAM. C. ENTITAS dan PENYAJIAN PELAPORAN KEUANGAN C.1 Entitas Pelaporan Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan wajib menyampaikan laporan keuangan. Entitas pelaporan yang dimaksud dalam konteks ini adalah Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM. Entitas pelaporan berkewajiban menyusun dan menyajikan laporan keuangan gabungan tingkat kementerian berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Entitas Akuntansi Entitas Akuntansi adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kuasa Pengguna Barang (KPB). KPA dan KPB menyelenggarakan akuntansi, menyusun dan menyajikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya, dan menyampaikannya kepada entitas pelaporan.

2013, No.677 12 C.2 Penyajian Laporan Keuangan 1. Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, hasil operasi dan perubahan ekuitas disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. Aset disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan likuiditas, sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya; 3. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian sesuai komponen utamanya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan; Penjelasan atas laporan keuangan tidak diperkenankan menggunakan ukuran kualitatif seperti sebagian besar dalam menggambarkan bagian dari suatu jumlah tetapi harus dinyatakan dalam jumlah nominal atau persentase. D. PENGGUNA dan KEBUTUHAN INFORMASI D.1 Pengguna Laporan Keuangan Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM, antara lain : 1. Masyarakat; 2. Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan 4. Pemerintah Pusat. D.2 Kebutuhan Informasi Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan demikian laporan keuangan tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum di dalam laporan keuangan, kepala satuan kerja wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. E. KARAKTERISTIK LAPORAN KEUANGAN Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan Kemenkum dan HAM dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:

13 2013, No.677 1. Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan dengan membantu pengguna dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan dan menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi pengguna laporan di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan adalah yang dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan harus: a. memiliki manfaat umpan balik (feedback value), artinya bahwa laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus memuat informasi yang memungkinkan pengguna laporan untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasinya di masa lalu; b. memiliki manfaat prediktif (predictive value), artinya bahwa laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus memuat informasi yang dapat membantu pengguna laporan untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini; c. tepat waktu (timelines), artinya bahwa laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna untuk pembuatan keputusan pengguna laporan; dan d. lengkap, artinya bahwa penyajian laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus memuat informasi yang selengkap mungkin, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan pengguna laporan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. 2. Andal Informasi dalam laporan keuangan harus bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: a. Penyajian jujur, artinya bahwa laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus memuat informasi yang menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan; b. Dapat diverifikasi (verifiability), artinya bahwa laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus memuat informasi yang dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya harus tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh; c. Netralitas, artinya bahwa laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus memuat informasi yang diarahkan untuk

2013, No.677 14 memenuhi kebutuhan umum dan tidak bias pada kebutuhan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan pihak tertentu, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain. 3. Dapat Dibandingkan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas Pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan kebijakan akuntansi harus diungkapkan pada periode terjadinya perubahan tersebut. 4. Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pengguna laporan dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna laporan. Untuk itu, pengguna laporan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi Kemenkum dan HAM, serta adanya kemauan pengguna laporan untuk mempelajari. F. UNSUR/ELEMEN LAPORAN KEUANGAN Unsur Laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran; 2. Neraca; 3. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). F.1 Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh satuan kerja dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM yang menggambarkan perbandingan antara realisasi dan anggarannya dalam satu periode pelaporan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran satuan kerja secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dengan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dengan eksekutif sesuai peraturan perundang-undangan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari pendapatan dan belanja. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut:

15 2013, No.677 a) Pendapatan (basis kas) adalah semua penerimaan Negara yang telah disetor ke Rekening Kas Umum Negara (KUN/KPPN) yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. c) Belanja (basis kas) semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara (KUN/KPPN) yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. d) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. F.2 Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan satuan kerja mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut: a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh pemerintah, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan pemerintah daerah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan.

2013, No.677 16 Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama (kemitraan). b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pendanaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah dapat juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. Kewajiban pada satuan kerja Kementerian pada umumnya adalah kewajiban jangka pendek. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek Kementerian terdiri dari: Uang Muka dari KUN/KPPN, Pendapatan Yang Ditangguhkan dan Utang Kepada Pihak Ketiga. c) Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara aset dan utang pemerintah, yaitu selisih antara aset dan utang pemerintah. Ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar dan ekuitas dana investasi. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar terdiri dari: Cadangan piutang; Cadangan persediaan; Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi merupakan Ekuitas dana yang diinvetasikan merupakan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Ekuitas dana investasi terdiri dari: Diinvestasikan dalam aset tetap dan Diinvestasikan dalam aset lainnya. F.3 Catatan atas Laporan Keuangan Catatan Atas Laporan Keuangan menyajikan penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:

17 2013, No.677 a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi regional/ekonomi makro, pencapaian target peraturan daerah APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; d) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; e) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka (on the face) laporan keuangan. G. PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan-lra, belanja, pembiayaan, pendapatan- LO, dan beban, sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa untuk diakui yaitu: 1. Terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 2. Kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur atau dapat diestimasi dengan andal. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. 1. Pengakuan Aset Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran

2013, No.677 18 lain-lain, serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 2. Pengakuan Kewajiban Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Sejalan dengan penerapan basis akrual, kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul. 3. Pengakuan Pendapatan Pendapatan diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi. Pendapatan- LRA diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara atau oleh entitas pelaporan. 4. Pengakuan Belanja Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. H. PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk memenuhi kewajiban yang bersangkutan. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. I. ASUMSI DASAR PELAPORAN KEUANGAN Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan Kemenkum dan HAM adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar kebijakan akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:

19 2013, No.677 1. Asumsi Kemandirian Entitas Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa Kemenkum dan HAM sebagai entitas pelaporan dan entitas akuntansi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintahan dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. 2. Asumsi Kesinambungan Entitas Laporan keuangan Kemenkum dan HAM disusun dengan asumsi bahwa entitas akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, Pemerintah diasumsikan tidak bermaksud untuk melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. 3. Asumsi Keterukuran dalam Satuan Uang Laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang (monetary measurement). Hal ini diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. J. PRINSIP AKUNTANSI dan PELAPORAN KEUANGAN Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang harus dipahami dan ditaati oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan Kemenkum dan HAM: 1. Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan Kemenkum dan HAM, adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan dan belanja dalam laporan realisasi anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam Neraca. - Basis kas untuk laporan realisasi anggaran berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di rekening kas umum negara (KUN), serta belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari rekening KUN; - Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan Kemenkum dan HAM, bukan pada saat kas diterima atau dibayar oleh Rekening KUN atau entitas pelaporan.

2013, No.677 20 2. Prinsip Harga Perolehan atau Nilai Historis - Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. - Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan Pemerintah. - Penggunaan nilai perolehan lebih dapat diandalkan daripada nilai yang lain, karena nilai perolehan lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Jika tidak terdapat nilai perolehan, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 3. Prinsip Realisasi Bagi Pemerintah, pendapatan yang tersedia telah diotorisasikan melalui anggaran Pemerintah selama satu tahun fiskal yang akan digunakan untuk membiayai belanja dan membayar hutang dalam periode tahun anggaran dimaksud. Prinsip layak temu biayapendapatan (matching-cost against revenue principle) dalam akuntansi pemerintahan tidak mendapat penekanan, sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi sektor swasta (akuntansi komersial). 4. Prinsip Substansi Mengungguli Bentuk Formal Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan secara wajar atas transaksi dan peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut harus dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, bukan hanya mengikuti aspek formalitasnya saja. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/ berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Prinsip ini disebut dengan Prinsip Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form). 5. Prinsip Periodisitas (Periodicity) Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang dimiliki dapat ditentukan. Periode yang digunakan untuk laporan keuangan tahunan adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Sedangkan untuk laporan keuangan semester adalah 1 Januari sampai dengan 30 Juni. 6. Prinsip Konsistensi (Consistency) Perlakuan akuntansi yang sama harus diterapkan oleh Kemenkum dan HAM pada kejadian yang serupa dari satu periode ke periode berikutnya (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari suatu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain.

21 2013, No.677 Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan harus menunjukkan hasil yang lebih baik dari metode yang lama. Pengaruh dan pertimbangan atas perubahan penerapan metode ini harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan 7. Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan. 8. Prinsip Penyajian Wajar (Fair Presentation) Prinsip penyajian yang wajar meliputi: a. Laporan keuangan Kemenkum dan HAM harus menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. b. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan Kemenkum dan HAM diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. c. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatannya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan Kemenkum dan HAM. d. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi serta kewajiban dan belanja tidak dinyatakan terlalu rendah. e. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya pembentukan dana cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau aset yang terlampau rendah atau sengaja mencatat kewajiban dan belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. K. KENDALA INFORMASI AKUNTANSI yang RELEVAN DAN ANDAL Kendala informasi yang relevan dan andal adalah setiap keadaan yang tidak memungkinkan tercapainya kondisi ideal dalam mewujudkan informasi akuntansi yang relevan dan andal dalam laporan keuangan Kemenkum dan HAM sebagai akibat adanya keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan tertentu. Tiga hal yang mengakibatkan kendala dalam mewujudkan informasi akuntansi yang relevan dan andal, yaitu: 1. Materialitas Laporan Keuangan Kemenkum dan HAM walaupun idealnya memuat segala informasi, namun hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan

2013, No.677 22 L. DASAR HUKUM dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan yang dibuat atas dasar informasi dalam laporan keuangan Kemenkum dan HAM. 2. Pertimbangan Biaya dan Manfaat Manfaat yang dihasilkan dari informasi yang dimuat dalam laporan keuangan Kemenkum dan HAM, seharusnya melebihi biaya yang diperlukan penyusunan laporan tersebut. Oleh karena itu, laporan keuangan Kemenkum dan HAM tidak semestinya menyajikan informasi yang manfaatnya lebih kecil dibandingkan dengan biaya penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan proses pertimbangan yang substansial. Biaya dimaksud juga tidak harus dipikul oleh pengguna informasi yang menikmati manfaat. 3. Keseimbangan antara Karakteristik Kualitatif Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan Kemenkum dan HAM. kepentingan relatif antar karakteristik kualitatif dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah; 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 171/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 233/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;

23 2013, No.677 10. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/ PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. 11. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manuria RI Nomor MHH- 05.PL.04.10 tahun 2009 tentang Pembentukan Unit Penatausahaan Barang Milik Negara di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia; 12. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER- 65/PB/2010 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga; 13. Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM Nomor MHH.KU.05.03-04 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Departemen Hukum dan HAM.

2013, No.677 24 Lampiran II Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Kebijakan Akuntansi Kementerian Hukum dan HAM Nomor : 18 Tahun 2012 Tanggal : 19 November 2012 A. PENDAHULUAN A.1 Tujuan BAB I PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Tujuan kebijakan penyajian laporan keuangan ini adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas akuntansi. Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. A.2 Ruang Lingkup Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sedangkan basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Kebijakan ini berlaku untuk entitas pelaporan dan entitas akuntansi dalam menyusun laporan keuangan. Entitas pelaporan yaitu Kementerian Hukum dan HAM, sedangkan entitas akuntansi yaitu satuan kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. A.3 Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan dan belanja serta basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Penerapan akuntansi berbasis akrual akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. B. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan adalah untuk menyajikan

25 2013, No.677 informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: 1. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran; 2. Menyediakan informasi mengenai kesesuian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan; 3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan Kemenkum dan HAM serta hasil-hasil yang telah dicapai; 4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana Kemenkum dan HAM mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi Kemenkum dan HAM berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pinjaman maupun Hibah; 6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan Kemenkum dan HAM, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai: a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan b) Indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas dalam hal: - aset; - kewajiban; - ekuitas dana; - pendapatan; - belanja C. TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan satuan kerja. D. KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah: a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN.

2013, No.677 26 Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. b) Neraca; Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi/entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Klasifikasi. Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. c) Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, serta pengungkapanpengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap satuan kerja.

27 2013, No.677 BAB II KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN A. DEFINISI Pendapatan adalah semua penerimaan Negara yang telah disetor ke Rekening Kas Umum Negara (KUN/KPPN) yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak Kementerian Hukum dan HAM dan tidak perlu dibayar kembali oleh Kementerian Hukum dan HAM. Pendapatan Kementerian Hukum dan HAM hanya berasal dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). PNBP adalah semua pendapatan/penerimaan yang diterima oleh Kementerian Hukum dan HAM yang bersumber dari penerimaan lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam penerimaan pajak. Akuntansi pendapatan menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan dari suatu entitas akuntansi/pelaporan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan dengan : (a) Menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomi; (b) Menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja satuan kerja dalam hal efisiensi dan efektivitas perolehan pendapatan. Pendapatan Kementerian Hukum dan HAM berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) antara lain : - Pendapatan Penjualan dan Sewa (pendapatan penjualan aset; pendapatan sewa); - Pendapatan Jasa (pendapatan surat keterangan, visa dan paspor; pendapatan hak dan perijinan; pendapatan uang pewarganegaraan); - Pendapatan Bunga (Pendapatan Jasa Giro); - Pendapatan Iuaran dan Denda (pendapatan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah); - Pendapatan Lain-lain (pendapatan pembayaran ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh Negara TP (Bendahara) /TGR (Non Bendahara). B. PENGAKUAN Pendapatan diakui pada saat disetorkan ke Rekening Kas Negara yang dibuktikan dengan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau bukti setor lainnya; Pendapatan yang diterima oleh Bendahara Penerimaan namun belum disetorkan ke Kas Negara pada akhir tahun buku diakui sebagai Pendapatan Ditangguhkan; C. PENGUKURAN Pendapatan dicatat sebesar nilai realisasinya yaitu sejumlah uang kas yang disetor ke Kas Negara dalam tahun anggaran berjalan.

2013, No.677 28 D. PENGUNGKAPAN a) Pendapatan disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), pendapatan dilaporkan sampai dengan jenis pendapatan dan disajikan dalam bentuk perbandingan antara jumlah estimasi dan realisasi anggaran; b) Bila terjadi hal-hal yang bersifat khusus, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) seperti : - Penerimaan PNBP pada akhir tahun berjalan (31 Desember) yang belum disetor ke kas negara; - Penjelasan sebab-sebab tidak tercapainnya target penerimaan; - Informasi lainnya yang dianggap penting c) Dalam catatan atas laporan keuangan, pendapatan dilaporkan sampai dengan rincian lebih lanjut jenis pendapatan dan perbandingan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan hal-hal penting yang perlu diungkapkan.

29 2013, No.677 BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI BELANJA A. DEFINISI Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara (KUN/KPPN) yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Klasifikasi Belanja dalam Laporan Keuangan terdiri dari : Belanja Operasional dan Belanja Modal 1. Belanja Operasional adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Kementerian Hukum dan HAM yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi Kementerian Hukum dan HAM terdiri dari : 1) Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh Belanja Pegawai adalah gaji dan tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi sosial dan lain-lain yang berhubungan dengan pegawai 2) Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja Barang meliputi : a. Belanja Pengadaan Barang dan Jasa merupakan belanja pengadaan barang yang tidak memenuhi nilai kapitalisai dalam laporan keuangan dikategorikan kedalam belanja barang operasional dan belanja barang non operasional. Belanja pengadaan jasa konsultan tidak termasuk dalam kategori kelompok belanja jasa; b. Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas,perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan; c. Belanja Perjalanan Dinas merupakan belanja perjalanan yang dikeluarkan tidak untuk tujuan perolehan aset tetap dikategorikan sebagai belanja perjalanan dalam laporan keuangan.

2013, No.677 30 2. Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja Modal terdiri dari : 1. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurukan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/ peningkatan pembangunan /pembuatanserta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam criteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Disamping belanja modal untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya, belanja untuk pengeluaran pengeluaran sesudah perolehan aset tetap atau aset lainnya dapat juga dimasukkan sebagai belanja modal. Pengeluaran tersebut dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

31 2013, No.677 1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki; a. Pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang diharapkan dari aset tetap yang sudah ada. Misalnya sebuah gedung semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun. Pada tahun ke-7 pemerintah melakukan renovasi dengan harapan gedung tersebut masih dapat digunakan 8 tahun lagi. Dengan adanya renovasi tersebut maka umur gedung berubah dari 10 tahun menjadi 15 tahun; b. Peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan aset tetap yang sudah ada. Misalnya, sebuah generator listrik yang mempunyai output 200 KW dilakukan renovasi sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 300 KW; c. Peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari aset tetap yang sudah ada. Misalnya, jalan yang masih berupa tanah ditingkatkan oleh pemerintah menjadi jalan aspal; d. Pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau satuan ukuran aset yang sudah ada, misalnya penambahan luas bangunan suatu gedung dari 400 m2 menjadi 500 m2. 2. Pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu belanja dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika: - Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah; - Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah; - Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual kembali. Komponen Biaya Belanja Modal Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Komponen biaya yang dimungkinkan didalam belanja modal, antara lain : Jenis Belanja Modal Belanja Modal Tanah Komponen Biaya - Belanja Modal Pembebasan Tanah; - Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah; - Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah; - Belanja Modal Pengurugan dan Pematangan Tanah; - Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah; - Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah.