BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian unsur patriotisme dalam film Sang Kiai akan dilaksanakan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. ibunya, dan sekaligus menjadi inti cerita dalam film dari Arab Saudi berjudul

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA. Dalam tahap ini, peneliti mulai menerapkan proses representasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana media massa pada umumnya, film menjadi cermin atau

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek dalam penelitian ini adalah film Sang Penari, karena penulis

Bab 1. Pendahuluan. Film Hachiko : A Dog s Story adalah film drama yang didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

Jalan terjal perjuangan hak pilih perempuan

BAB III METODE PENELITIAN. dan jenis penelitiannya adalah analisis wacana. Analisis wacana. ilmiah, yang objeknya representatif perempuan muslim dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

SKRIPSI PEREMPUAN DALAM FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA (Analisis Semiotik Ketidakberdayaan Perempuan Dalam Film 7Hati 7Cinta 7Wanita)

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Perfilman No.8 tahun 1992 film adalah karya cipta seni dan budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER NASIONALISME DAN. CERITA DARI TAPAL BATAS (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA (Analisis Semiotik Pada Film Tanda Tanya) NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. verbal. Komunikasi yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari hari ialah. yang melibatkan banyak orang adalah komunikasi massa.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penerima pesan dengan maksud tertentu. Everett M. Rogers berpendapat,

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB V KESIMPULAN & SARAN

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan-iklan yang muncul pada media elektronik seperti melalui televisi semuanya memiliki persamaan yaitu ingin

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perempuan bekerja dan mengurus rumah tangga menjadi pemandangan biasa dalam film Suffragette. Perempuan harus membagi waktunya untuk keluarga dan pekerjaan. Maud Watts tokoh utama yang diperankan (Carey Mulligan) setiap harinya harus bekerja dari petang hingga malam hari. Setiap hari sebelum ia berangkat bekerja ia harus mengurus urusan rumah tangga dan anaknya terlebih dahulu, menyiapkan sarapan, memandikan anaknya, dan mengantar kesekolah. Watts disini tidak sendirian, dia bersama satu orang temannya yang juga seorang pekerja laundry menggantungkan seluruh hidupnya melalui upah dari pekerjaan tersebut. Meskipun gaji yang diperoleh tak seberapa, namun mereka tetap harus berusaha dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerja-pekerja sering mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari pemilik usaha. Tak jarang beberapa dari mereka menjadi korban pelecehan seksual sang majikan. Gambar I.1 Gambar I.2 Sumber: Hasil Olahan Peneliti Sumber: Hasil Olahan Peneliti 1

2 Gambar diatas merupakan cuplikan scene yang terdapat di film Suffragette, salah satu dari pekerja laundry tersebut menjadi korban pelecehan seksual sang majikan. Perempuan bekerja dalam waktu yang lebih lama dari kaum pria, namun upah yang diterima lebih sedikit dibandingkan kaum pria yang bekerja dalam waktu yang lebih singkat. Watts si tokoh utama harus menyerahkan upah kepada suaminya. Gambar I.3 Gambar diatas adalah tangan suami Watts yang sedang menerima upah dari hasil keringat Watts untuk disimpan. Bahkan dalam keadaan hamil mereka harus tetap bekerja, hingga ada yang melahirkan di laundry karena tak mendapatkan ijin untuk meninggalkan pekerjaannya. Suffragette sendiri adalah sebuah organisasi untuk anggota hak pilih (Suffrage). Istilah Suffragette mengacu pada kelompok aktifis militan di Britania Raya, seperti WSPU (Women s Social and Political Union). Suffragist merupakan istilah untuk anggota gerakan hak pilih (Suffrage). Suffragette mempunyai arti hak pilih wanita atau seorang wanita yang

3 mendukung hak pilih bagi perempuan, sumber (http://kamusinternasional.com/definitions/?indonesian_word=suffragette diakses pada Minggu, 11 Desember 2017 pukul 17.30 WIB). Film Suffragette berakhir pada tahun 1913, dan perempuan mendapat hak pilih pertama pada tahun 1918. Ada jarak lima tahun pada peristiwa asli sampai tujuan dari aksi Suffragette terpenuhi. Suffragette sendiri adalah sebuah organisasi perempuan yang berdiri pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 untuk memperjuangkan kesetaraan hak pilih bagi perempuan. Film Suffragette yang berlatar akhir abad ke 19 ini lengkap dengan dengan setting mobil-mobil khas abad ke 19 yang terlihat memenuhi jalan raya serta gedung-gedung dan kostum yang mencerminkan jaman tersebut. Suffragette menawarkan sebuah film berlatar klasik, dengan periodisasi sejarah dimana hak-hak sipil kaum perempuan masih ditempatkan di taraf yang rendah sekali. Film Suffragette adalah sebuah film produksi Ingenious Media yang dirilis pada tahun 2015. Film Suffragette merupakan film garapan sutradara perempuan yaitu Sarah Gavron yang mengangkat kisah tentang perjuang seorang perempuan dalam untuk mendapatkan hak-hak nya di lingkup publik dan menyatarakan antara laki-laki dan perempuan. Film Suffragette digolongkan ke dalam drama-thriller.

4 Gambar I.4 Poster Film Suffragette Sumber: IMDb.com Menurut E.Ann Kaplan, dalam Suranto dan Ibrahim (1998:224) dalam bukunya Women and Film, Both Sides of the Camera (1985), E.Ann Kaplan mengatakan bahwa dalam film, ketika penampilan perempuan dipindahkan dari aktual ke layar lebar, maka yang terjadi adalah apa yang disebut dengan konotasi. Konotasi ini biasa didasari oleh mitos. Perempuan direpresentasikan sebagaimana ia direpresentasikan oleh lakilaki, bukan sebagaimana perempuan itu ada dalam masyarakat. Keberadaan perempuan telah digantikan oleh konotasi-konotasi, yang telah sarat oleh mitos-mitos, guna melayani kebutuhan-kebutuhan patriarki. Patriarki sendiri merupakan sebuah sistem atau konstruksi sosial dimana

5 menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial yang salah satunya organisasi sosial adalah keluarga. Penelitian ini menjadi menarik karena meneliti sebuah film yang diadopsi dari kisah nyata seorang kaum perempuan yang rela berjuang bagi kaumnya, sampai pertumpahan darah agar mendapatkan hak nya. Dengan adanya pergerakan dan perjuangan ini membuat hukum-hukum di Inggris mulai direvisi untuk berpihak pada perempuan. Perempuan dalam film Suffragette ingin mendapatkan hak, kebebasan, dan tidak ada perbedaan gender. Perempuan ingin disetarakan dengan laki-laki dan tidak ada lagi pengkotak-kotakan pada sektor publik dan domestik, sumber melalui situs imdb.com ( di akses pada 2 November 2017). Perempuan ingin membongkar ketertindasan dalam wilayah sosial, hak-hak sipil, politik, budaya serta pengetahuan. Ruang publik merupakan tempat para aktor-aktor masyarakat warga yang duduk berkumpul bersama dan berdiskusi. Keluarga, kelompok-kelompok informal, organisasiorganisasi sukarela juga merupakan ruang publik. Ruang publik bukan hanya satu, tetapi ada banyak ruang publik di tengah-tengah masyakarat. Lembaga keluarga merupakan satuan terkecil masyarakat, mungkin adalah yang paling patriarkal. Seorang laki-laki dianggap sebagai kepala rumah tangga di dalam keluarga ia mengontrol seksualitas, kerja atau produksi, reproduksi, dan gerak perempuan. Terdapat hirarki dalam mana laki-laki lebih tinggi dan berkuasa, perempuan lebih rendah dan dikuasai (Bhasin, 1996:11). Penulis menangkap bahwa hal ini menjelaskan tentang adanya tatanan dalam keluarga mengenai kedudukan atau peran yang sudah tertanam dalam pikiran masyarakat, selain itu tatanan tersebut juga akan turun menurun karena yang membuat keturunan sendiri secara

6 tidak langsung menerapkan pemahaman patriakal tersebut dalam kehidupan sehariharinya dan diserap atau dipahami oleh sang anak lalu akan terus seperti itu sampai keturunan berikutnya. Menurut Arivia (2003:152-154; Tong 1998:6-8) dalam bukunya Lubis (2015:103) dalam feminisme terdapat enam ragam aliran (teori). Di antaranya, yakni feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis/sosialis, feminisme eksistensialis, feminisme postmodernisme dan feminisme multikultural dan global. Feminisme Liberal, aliran feminisme ini memiliki dasar pemikiran bahwa manusia adalah otonom dan dipimpin oleh rasio (reason). Dengan rasio yang dimilikinya, manusia mampu untuk memahami prinsip-prinsip moralitas dan kebebasan individu. Prinsipprinsip ini juga menjamin hak individu. Tokoh-tokoh feminisme liberal ini seperti Mary Wollstonecraft, John Stuart Mill, Harriet Taylor dan Betty Friedan. Isu-isu yang diangkat oleh feminisme liberal adalah seperti tentang akses pendidikan, hak-hak sipil dan politik. Gerakan feminisme dimulai sejak akhir abad ke 18 dan berkembang pesat sepanjang abad ke 20 dimulai dengan penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan. Gerakan feminisme bertujuan untuk membongkar ketertindasan perempuan dalam wilayah sosial, politik, budaya serta pengetahuan. Tiga proses sosial yang membentuk realitas sosial adalah: konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi. Konstruksi sendiri merupakan susunan suatu realitas objektif yang telah diterima dan telah menjadi kesepakatan umum, meskipun didalam proses tersebut tersirat berbagai macam dinamika sosial. Dekonstruksi biasanya terjadi pada saat suatu realitas mengalami keabsahan (obyektif) dan kehidupan perempuan

7 kemudian dipertanyakan, dengan memperhatikan praktik baru didalam kehidupan perempuan (Abdullah, 2006:5). Gerakan feminisme bertujuan untuk membongkar ketertindasan perempuan dalam wilayah sosial, politik, budaya serta pengetahuan. Tiga proses sosial yang membentuk realitas sosial adalah: konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi. Konstruksi sendiri merupakan susunan suatu realitas objektif yang telah diterima dan telah menjadi kesepakatan umum, meskipun didalam proses tersebut tersirat berbagai macam dinamika sosial. Dekonstruksi biasanya terjadi pada saat suatu realitas mengalami keabsahan (obyektif) dan kehidupan perempuan kemudian dipertanyakan, dengan memperhatikan praktik baru didalam kehidupan perempuan (Abdullah, 2006:5). Penulis memilih film Iron Lady dan The WhistleBlower sebagai film pembanding. Iron Lady ini merupakan film drama/fiksi sejarah yang menceritakan tentang kehidupan Perdana Menteri Inggris yang telah mengabdi paling lama, Margaret Tacher. Menelusuri kehidupannya mulai dari karir politik hingga perjuangannya melawan dementia.

8 Gambar I.5 Poster Film Iron Lady Sumber: IMDb.com Sumber: http://blogs.mcgill.ca/hist-399-2014/files/2014/03/mzl.gsmeivub.jpg Sedangkan film The WhistleBlower merupakan film bergenre drama dengan bumbu action dan kriminal. Film ini mengungkap satu kelemahan Pasukan Keamanan PBB yang membuat mereka bisa berbuat seenaknya di negara dimana mereka bertugas. Mereka mendapatkan kekebalan diplomatik sehingga tidak bisa diadili. Cerita film ini diangkat dari kisah nyata yang menaruh perhatian pada isu kemanusiaan.

9 Gambar I.6 Poster Film The WhistleBlower Sumber: IMDb.com Penulis memilih film Suffragette karena dalam film ini perempuan ingin membongkar ketertindasan dalam wilayah sosial, politik, budaya serta pengetahuan. Selain itu alasan peneliti memilih film ini karena fiolm ini banyak tanda-tanda yang merpresentasikan suatu pesan tersembunyi oleh visualisasi-visualisasi yang imajinatif dan dikemas dengan latar belakang abad 18-19 sehingga membuat film ini memiliki tanda yang bisa dikaji secara semiotika. Karena film inilah peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang makna yang tersembunyi pada film tersebut dan menafsirkannya. Peneliti akan

10 meneliti representasi perempuan di ruang publik yang ada pada tokoh utama film ini yaitu Maud Watts (Carey Mulligan) Dalam penelitian ini penulis memaparkan satu penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah yang akan diteliti tentang representasi perempuan di ruanpublik dalam film Suffragette. Christandi (2013) mahasiswa dari Universitas Kristen Satya Wacana, dalam penelitiannya yang berjudul Representasi Perempuan dalam Film Sang Penari, peneliti tersebut berfokus pada film, representasi dan perempuan dengan menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Sehingga penulis menganggap bahwa penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang walaupun samasama meneliti tentang representasi perempuan. Karena penelitian sekarang ini mengangkat representasi perempuan di ruang publik dalam film Suffragette. Penelitian ini menggunakan sistem representasi. Menurut Stuart Hall (1997:17), representasi melalui dua proses. Proses pertama di mana seseorang memiliki mental representasi, hal ini merupakan pikiran atau ide dan gagasan yang ada dalam pikiran manusia, dan pada proses selanjutnya di mana seseorang tersebut akan mengaktualisasikan atau merealisasikan ide atau gagasan tersebut dalam suatu hal yang dapat dilihat atau diketahui dan dimengerti oleh orang lain (Hall, 1997:17). Salah satu wujud representasi tersebut dapat berupa sebuah penggambaran atau ide yang dituangkan dalam sebuah film. Metode yang digunakan untuk membedah adalah semiotika Roland Barthes. Semiotika sendiri secara etimologis berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu-

11 yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya- dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain (Wibowo, 2009:7). Karena adanya konotasi dan mitos dalam fenomena penggambaran perempuan dalam film, peneliti akan menggunakan mitologi dan ideologi Roland Barthes sebagai dasar teori semiotika yang dipakai sebagai metode dalam penelitian ini. Roland Barthes menjelaskan tentang adanya konotasi dan mitos yang ada saat khalayak merepresentasikan atau mengartikan representasi yang ada dalam media. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam latar belakang masalah, maka dapat disimpulkan rumusan masalah dalam penelitian, yaitu Bagaimana Representasi Perempuan di Ruang Publik Dalam Film Suffragette? I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menggambarkan Representasi Perempuan di Ruang Publik Dalam Film Suffragette. I.3. Batasan Penelitian Agar penelitian ini lebih fokus dan lebih mudah dipahami sesuai dengan tujuan pembahasan, serta untuk memperjelas lingkup masalah yang dibahas maka perlu dilakukan pembatasan sebagai berikut:

12 1. Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai representasi perempuan di ruang publik dalam film Suffragette. Sehingga penelitian ini tidak akan membahas aspek lain di luar representasi perempuan di ruang publik yang ada dalam film Suffragette. 2. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi representasi perempuan di ruang publik hanya kepada Carrey Mulligan sebagai tokoh utama. 3. Subyek dalam penelitian ini adalah Film Suffragette. 4. Penelitian ini fokus pada aspek perempuan yang ditunjukkan dalam gambar dan dialog, yang ditandai dengan denotasi (penanda) dan konotasi (pertanda) yang ditampilkan dalam film. I.4 Manfaat Penelitian I.4.1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan film, analisis semiotika, dan Representasi Perempuan di Ruang Publik Dalam Film Suffragette sehingga hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran atau referensi untuk penelitian-penelitian sejenis selanjutnya.

13 I.4.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu mengungkap lebih dalam pesan komunikasi, nilai-nilai atau ideologi yang terkandung dalam sebuah film. Selain itu penelitian ini juga bertujuan menggambarkan sebuah fenomena atau paradoks-paradoks kehidupan dimana fenomena ini memang hadir secara nyata di masyarakat.