BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari kehidupan manusia, bahkan sejak manusia lahir sampai akhir hayat.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang umumnya dihadapi oleh guru adalah bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

I. PENDAHULUAN. proses tersebut diperlukan guru yang memberikaan keteladanan, membangun

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar Matematika, dan kooperatif tipe Teams Games Tournament

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TGT PADA STANDAR KOMPETENSI PERBAIKAN SISTEM PENGAPIAN SISWA KELAS XI TKR 3 SMK NEGERI 6 PURWOREJO TAHUN AJARAN

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan. Nasional Nomor 20 Tahun 2003 akan tercapai bila didukung oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. kegiatan fisik maupun mental yang mengandung kecakapan hidup hasil interaksi

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

II. TINJAUAN PUSTAKA. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-visual yang artinya melihat

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB III METODE PENELITIAN. Way Kandis, Jalan Bunga Sedap Malam Raya Kecamatan Tanjung. Senang Kota Bandar Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

8 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Teori-Teori Belajar 1. Teori Belajar Gestalt Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Slameto, 2010 : 9). Belajar yang penting bukan untuk mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Prinsip belajar menurut teori Gestalt dalam Slameto (2010 : 10), yaitu : a) Belajar berdasarkan keseluruhan b) Belajar adalah suatu proses perkembangan c) Siswa sebagai organisme keseluruhan d) Terjadi transfer e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman f) Belajar harus dengan insight g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa.

9 2. Teori Belajar Menurut J. Bruner Teori belajar Bruner menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa dan benda di dalam lingkungannya, menemukan kembali peristiwa atau benda tersebut dalam pikirannya. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan discovery learning environment, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Menurut Bruner dalam Romzah (2006) proses belajar terbagi menjadi dua tahapan, yaitu: 1) Tahapan enaktif atau tahapan kegiatan Tahap pertama anak belajar konsep adalah hubungan dengan bendabenda real atau mengalami peristiwa didunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih bergerak refleks dan mencoba-coba, belum harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengotak atik, dan bentuk-bentuk gerak lainnya. 2) Tahapan ikonik atau tahap gambar bayangan Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Dengan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang telah dialami atau dikenalnya dengan tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu tidak ada lagi dihadapannya.

10 3. Teori Belajar Kognitivisme Cognition diartikan sebagai aktivitas mengetahui, perolehan, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan. Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget, yang memandang individu sebagai struktur kognitif, peta mental, akema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. (Akmala : 2011) Tahapan perkembangan kognitif versi Piaget dalam Slameto (2010 :13), yaitu : a) Sensorimator intelegence (2 s.d 7 tahun) Perilaku terlihat pada panca indera dan gerak motorik. b) Preopertion thought (2 s.d 7 tahun) Tampak kemampuan berbahasa, berkmbang pesat penguasaan konsep. c) Concrete coperation (7 s.d 11 tahun) Berkembang daya mampu anak berpikirlogis untuk memecahkan masalah konkrit. d) Formal operation (11 s.d 15 tahun) Kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan.

11 Adapun kelebihan teori kognitivisme dalam Akmala (2011) yaitu menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Sedangkan kekurangannya yaitu teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas. Mengaplikasikan teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. 2.1.2. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar Umumnya masyarakat beranggapan bahwa belajar adalah kegiatan menghafal data atau informasi yang tersaji dalam materi pelajaran. Namun sebenarnya yang dinamakan belajar tidak sebatas pada perbuatan

menghafal, akan tetapi banyak sekali perbuatan yang termasuk kegiatan belajar. Syah (2004: 89) menyatakan sebagai berikut. Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, kecakapan dan kemampuannya, daya kreasinya, daya penerimaannya dan lain aspek yang ada pada individu. (Sudjana, 2005: 28). Perubahanperubahan itu terbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu relatif lama. 12 Sedangkan Hilgard dan Bower dalam Purwanto (1992: 84) menyatakan sebagai berikut. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya). Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas. Pengertian belajar yang serupa seperti pendapat di atas juga dikemukakan oleh Slameto (2010: 2) sebagai berikut. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi

13 kebutuhan hidupnya. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai siswa, sedangkan yang berperan untuk membawa perubahan tingkah laku tersebut adalah guru di dalam proses mengajar. 2. Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu kegiatan pengkondisian kelas sehingga terjadi penyampaian pesan berupa pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada siswa. Sebenarnya kegiatan mengajar bukan sekedar menyangkut persoalan penyampaian pesan-pesan dari seorang guru kepada siswa, tetapi menyangkut persoalan guru membimbing dan melatih siswa untuk belajar. Definisi tentang mengajar dikemukakan oleh Slameto (2010: 30) sebagai berikut. Mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Pengertian ini menunjukan bahwa yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Sedangkan guru membimbing, menunjukkan jalan dengan cara memperhitungkan kepribadian siswa. Sedangkan menurut Sudjana (2005: 7), mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar, mengatur, dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan belajar. Berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar sebagai proses,

14 yaitu proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Dengan kata lain, hasil proses mengajar adalah kegiatan belajar siswa. Dengan demikian di dalam proses belajar mengajar terjadi siswa belajar dan guru mengajar, keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan. 2.1.3. Pembelajaran Kooperatif Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke clearer centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa (Anonim, 2011). Pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam satu kelompok kecil untuk memecahkan masalah serta menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur demi mencapai tujuan bersama. Sementara itu menurut Wina dalam Widyantini (2008), model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok,

15 adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Muslimin dkk dalam Widyantini (2008 : 21) adalah sebagai berikut. 1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. 3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi. 5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pembelajaran kooperatif atau cooperatif learning merupakan metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Khas pembelajaran koperatif, siswa ditempatkan pada kelompok-kelompok kooperatif dan tinggal bersama sebagai satu kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Mereka biasanya dilatih keterampilanketerampilan khusus untuk membantu mereka bekerjasama dengan baik, sebagai misal dalam satu pembelajaran tertentu, para siswa bekerja kelompok-kelompok yang sedang berupaya menemukan sesuatu. Setelah jam pelajaran yang resmi terjadwal itu habis, siswa dapat bekerja sebagai kelompok-kelompok diskusi. Akhirnya, siswa mendapat kesempatan

16 bekerja sama memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai tentang segala sesuatu tentang pelajaran tersebut dalam persiapan untuk kuis, bekerja dalam suatu format belajar kelompok. 2.1.4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe, salah satunya adalah Pembelajaran kooperatif tipe TGT. Pembelajaran kooperatif tipe TGT dikembangkan oleh De Vries dan Slavin. Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, menarik dan menyenangkan bagi siswa dan melibatkan aktivitas siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Aktivitas belajar yang dirancang dengan permainan dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut: Pada awal pembelajaran guru menjelaskan konsep konsep materi pelajaran kepada siswa, kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 4 orang siswa yang heterogen dilihat dari tingkat prestasi akademik, jenis kelamin dan etnik. Setelah itu, guru membagikan lembar kerja kelompok dan selanjutnya siswa berdiskusi dengan teman

sekelompok untuk menyelesaikannya. Sebelum pertandingan antar kelompok dimulai, setiap anggota kelompok dipisah untuk sementara waktu. Siswa yang memiliki kemampuan sama ditempatkan dalam satu kelompok turnamen. Setiap siswa yang bertanding, mengerjakan soal yang terdapat pada meja turnamen, soal turnamen berkaitan dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Apabila siswa berhasil menjawab soal pada meja turnamen, siswa akan memperoleh skor untuk setiap soal yang dijawab dengan benar dan skor tersebut akan dianalisis ke dalam poin dan poin individu tersebut akan disumbangkan untuk poin kelompok awal mereka. (Slavin, 1995:86) 17 Adapun komponen-komponen dasar pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut: 1. Presentasi kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan konsep materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Setelah guru menjelaskan materi, masing-masing kelompok mengerjakan lembar kerja kelompok, berdiskusi memecahkan masalah bersama-sama, mencocokan jawaban, saling mengoreksi pekerjaan teman sekelompok. Kemudian setiap kelompok menunjuk perwakilan kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Selama presentasi kelas berlangsung, siswa harus teliti memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan, serta yakin bahwa dirinya benar-benar menguasai materi karena poin individu yang di dapat pada saat turnamen akan menentukan poin kelompoknya.

18 2. Belajar Kelompok Siswa terdistribusi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. berdasarkan tingkat kemampuan akademiknya, jenis kelamin, ras atau etnik. Kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompoknya agar bekerja dengan optimal pada saat turnamen. 3. Turnamen Kegiatan turnamen dilakukan pada akhir tiap indikator atau tiap siklus. Turnamen dilaksanakan setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja kelompok. Kelompok heterogen untuk sementara waktu dirombak kemudian dibentuk kelompok yang homogen terutama berdasarkan tingkat kemampuan akademiknya. Anak yang memiliki kemampuan akademik tinggi (pintar) dari setiap kelompok disatukan dalam meja 1, anak yang berkemampuan sedang disatukan dalam meja 2 dan meja 3, dan anak yang berkemampuan rendah disatukan dalam meja 4. Penentuan kedudukan siswa ini sejalan dengan yang diungkapkan olah Arikunto (2010: 263) yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa di suatu kelas memiliki prestasi cukup (sedang), sedangkan sebagian kecil lainnya memiliki prestasi tinggi (pintar) dan rendah. Hal ini diceritakan dalam gambar tentang mekanisme turnamen berikut ini:

19 Kelompok A A 1 A 2 A 3 A 4 Pintar sedang sedang rendah Meja 1 Meja 2 Meja 3 Meja 4 B 1 B 2 B 3 B 4 Pintar sedang sedang rendah C 1 C 2 C 3 C 4 Pintar sedang sedang rendah Kelompok B Kelompok C Gambar 1. Penempatan Anggota Kelompok di Meja Turnamen (Sumber: Slavin, 1995:86). Siswa yang homogen duduk dalam satu meja turnamen untuk menjawab pertanyaan yang ada di meja tersebut dan diberi waktu untuk menyelesaikannya. siswa akan memperoleh poin untuk setiap soal yang dijawab dengan benar. Jika dalam satu meja turnamen terdiri dari 4 siswa, maka peserta yang mendapat poin tertinggi meraih tingkat 1 (top Scorer), siswa yang memperoleh poin tertinggi kedua meraih tingkat 2 (high midle scorer), siswa yang memperoleh poin tertinggi ketiga meraih tingkat 3 (low midle scorer), dan peserta yang memperoleh nilai terkecil

meraih tingkat 4 (low scorer). Poin individu sesuai dengan peringkatnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut: Tabel 2.1. Peringkat Perolehan Poin dalam Suatu Meja Terdiri dari Empat Siswa. 20 Tingkatan Permainan 1 High Scorer 2 High middle scorer Low middle scorer Low scorer Tidak Ada Seri Tingkat 1-2 Seri Tingkat 2-3 Seri Tingkat 3-4 Seri Tingkat 1-2-3 Seri Tingkat 2-3-4 Seri Tingkat 1-2-3-4 Seri 1-2 Seri 3-4 Seri 60 50 60 60 50 60 40 50 40 50 40 40 50 30 40 50 30 30 40 30 50 30 40 30 20 20 20 30 20 30 40 30 Tabel 2.2. Peringkat Perolehan Poin dalam Suatu Meja Terdiri dari Tiga Siswa. Tingkatan Pemain Tidak Ada Seri Tingkat 1-2 Seri Tingkat 2-3 Seri Tingkat 1-2-3 Seri Top Scorer 60 50 60 40 Midle Scorer 40 50 30 40 Low Scorer 20 20 30 40 Tabel 2.3. Peringkat Perolehan Poin dalam Suatu Meja Terdiri dari Dua Siswa. Tingkatan Pemain Tidak ada seri Top Scorer 60 Low Scorer 20 (Sumber: Slavin, 1995: 90).

21 Dalam turnamen berikutnya, diusahakan pembagian meja berdasarkan perolehan poin turnamen sebelumnya dengan tetap beranggotakan kelompok yang memiliki kemampuan akademik sama (homogen). 4. Penghargaan Kelompok Nilai kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai yang diperoleh setiap anggota kelompok heterogen semula. Untuk menentukan poin kelompok digunakan rumus sebagai berikut: Jumlah poin peningkatan setiap anggota kelompok Nk Banyaknyaanggota kelompok Nk = Poin peningkatan kelompok (Slavin, 1995: 92) Kelompok yang memperoleh poin tertinggi berhak memperoleh penghargaan. Berdasarkan poin peningkatan kelompok terdapat tiga tingkat penghargaan, yaitu: Tabel 2.4. Tingkatan Penghargaan Kelompok Peningkatan Penghargaan 40-44 poin Good team 45-49 poin Great team 50 poin Super team ( Sumber: Slavin, 1995: 91). Kelompok dengan perolehan poin tertinggi dijadikan sebagai juara pertama, tertinggi kedua sebagai juara kedua dan tertinggi ketiga

22 sebagai juara ketiga. 2.1.5. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar, maka semakin baik proses pembelajaran yang terjadi, sesuai pendapat Holt dalam Wardhani (2007: 9). Menurut Sardiman (2007: 95), dalam belajar perlu ada aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku. Jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Kemudian Febriany (2011 : 26), mengemukakan bahwa aktivitas siswa ditunjukkan dengan berbagai tindakan atau kegiatan yang mendukung proses pembelajaran, seperti berbicara yang relevan dengan materi pembelajaran, memperhatikan penjelasan materi, mencatat materi, mengerjakan tugas yang diberikan, mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan topik dan mengemukakan pendapat tentang topik tertentu. Ahmadi (2004: 10), menyatakan sebagai berikut. Aktivitas belajar selalu berhubungan dengan 2 jenis kegiatan, pertama aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota badan,

membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja dan kedua aktivitas mental (psikis/kejiwaan) ialah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran seperti: mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan serta mengasosiasikan ketentuan satu dengan yang lainnya. 23 Berdasarkan uraian di atas, aktivitas belajar meliputi aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar dua aktivitas tersebut saling terkait, sehingga dalam pembelajaran siswa diharapkan mempunyai keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental yang dilakukan sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang optimal. Aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran juga diperlukan atau perlu ditunjukkan oleh siswa sebagai implementasi dari proses pembelajaran. Proses belajar tidak akan terjadi apabila siswa hanya melakukan aktivitas fisik saja atau mental saja melainkan melakukan keduanya. Dienrich yang dikutip oleh Hamalik (2002: 172) membagi kegiatan belajar dalam beberapa kelompok yang melibatkan fisik dan mental sebagai berikut. 1) Kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2) Kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan saran, mengemukan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi. 3) Kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan dan mendengarkan radio. 4) Kegiatan menulis, seperti menulis cerita, laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket. 5) Kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik diagram peta dan pola.

24 6) Kegiatan motorik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat melaksanakan pameran, membuat konstruksi model, mereparasi, bermain dan berkebun. 7) Kegiatan mental seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan membuat keputusan. 8) Kegiatan emosional, seperti menaruh minat, membedakan, berani, tenang, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah dan gugup. Seseorang dikatakan aktif belajar jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberi tanggapan positif terhadap suatu peristiwa dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara sadar yang meliputi kegiatan fisik maupun mental yang diharapkan bisa menghasilkan pembelajaran yang optimal. 2.1.6. Hasil Belajar Proses pembelajaran yang telah dilaksanakan tentunya akan memperoleh suatu hasil yang dikatakan sebagai hasil belajar. Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2010 : 107) yang menyatakan Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

25 Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) mengatakan sebagai berikut. Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya proses belajar sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu cara untuk melihat hasil belajar yaitu dengan melakukan evaluasi. Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan atau pengukuran hasil belajar. Hasil belajar diperoleh siswa pada akhir proses belajar, karena hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa diperlukan adanya suatu evaluasi hasil belajar yaitu melalui suatu kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar dan dinyatakan dalam bentuk angka. Faktor faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Wonokromo (2011) yaitu faktor dari dalam dan dari luar siswa. Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Sedangkan, faktor luar, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri. 2.1.7. Penelitian yang Relevan Ningrum (2005) dalam penelitiannya menerapkan pembelajaran tipe TGT untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih

26 menarik bagi siswa. Siswa lebih banyak terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Aktivitas belajar yang meningkat membuat siswa menjadi lebih fokus mengikuti pembelajaran di kelas. Namun, guru harus tetap membimbing agar siswa melakukan aktivitas yang relevan dengan proses pembelajaran. Menurut Masruri (2011 : 16) dalam penelitiannya, aktivitas yang bersifat fisik maupun mental dalam kegiatan belajar saling terkait, sehingga dalam pembelajaran siswa diharapkan mempunyai keserasian antara dua aktivitas tersebut sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang optimal. Cara tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran (Ningrum, 2005:18). Aktivitas belajar dalam proses pembelajaran baik ketika guru menjelaskan materi, belajar dalam kelompok, maupun mempresentasikan jawabannya ke depan kelas dapat meningkatkan hasil belajar dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi turnamen/games. Kegiatan turnamen kemudian diikuti dengan pemberian penghargaan kepada kelompok terbaik. Pemberian penghargaan menurut Ningrum (2005 : 18) merupakan aspek motivasi pada pembelajaran kooperatif TGT. Siswa yang kelompoknya belum mendapat penghargaan semakin terdorong untuk belajar dan mempersiapkan diri dalam menghadapi turnamen agar kelompoknya dapat memperoleh penghargaan/hadiah. Hal

27 ini dapat mempengaruhi nilai hasil belajar siswa meningkat dari nilai sebelumnya. 2.2 Kerangka Berpikir Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Unsur belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi bersama-sama membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan dan ditambah dengan unsur turnamen dan penghargaan hadiah bagi yang mencapai nilai tertinggi akan lebih membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan menarik bagi siswa. Sehingga diharapkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menjadi tinggi. Unsur turnamen dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT menuntut keberhasilan setiap individu karena dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap individu karena skor yang didapat oleh masing-masing anggota kelompok akan menentukan poin kelompoknya. Sehingga tidak ada kesempatan bagi siswa

memunculkan untuk mengandalkan teman yang berkemampuan akademik tinggi dan diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa secara optimal. 28 Kegiatan belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan membahas materi pelajaran yang sulit secara bersama dalam setiap kelompok. Setelah itu siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas sehingga terjadi diskusi antar kelompok, di sini siswa selain mendapat materi dari guru, siswa juga mendapat pengajaran dari sesama siswa (tutor sebaya) diduga dapat memudahkan siswa dalam memahami materi sehingga diharapkan pula dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas dan mudahnya siswa dalam memahami materi diharapkan berdampak pada meningkatnya hasil belajar matematika siswa secara merata. Secara grafis pemikiran peneliti dapat digambarkan dengan bentuk diagram sebagai berikut : Menerapkan Pembelajaran TGT (Team Games Tournament) Kegiatan Presentasi kelas Siswa mendapatkan Kemudahan memahami materi Unsur belajar kelompok Proses pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menarik bagi siswa Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa Unsur turnamen dan penghargaan hadiah Meningkatkan keaktifan siswa secara optimal

29 Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian di atas, dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini sebagai berikut : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa di kelas IV SDN 03 Perumnas Way Kandis Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Adapun hipotesis statistik disusun sebagai berikut : H0 : Tidak Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas belajar terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Perumnas Way Kandis semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas belajar terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Perumnas Way Kandis semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.