BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

dokumen-dokumen yang mirip
RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

UNOFFICIAL TRANSLATION

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. 09Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

Pendidikan Kewarganegaraan

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

(Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia)

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

PRINSIP NON-REFOULEMENT DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA. Jun Justinar

PANCASILA HAK ASASI MANUSIA

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGUSIRAN PENCARI SUAKA DI AUSTRALIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa:

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

BAB V KESIMPULAN. negara berkembang tidak selalu mengalami kegagalan karena faktor-faktor

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

URGENSI PENANGANAN PENGUNGSI/MIGRAN ILEGAL DI INDONESIA SEBAGAI NEGARA TRANSIT BERDASARKAN KONVENSI TENTANG STATUS PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas international. Integrasi tersebut mengacu pada hubungan antar negara-negara yang interdependen, dimana perilaku sebuah negara dalam komunitas internasional sangat mempengaruhi hubungan dan kondisi negara lain (Kegley, 2004: 15). Ilmu Hubungan Internasional sebagai studi yang tidak hanya mempelajari hubungan antar negara, namun juga menekankan pada hubungan transnasional yang melibatkan masyarakat, kelompok, dan organisasi. Walaupun demikian, keberadaan sebuah negara tetap menjadi aktor penting dalam dinamika nasional. Negara sebagai aktor utama yang bertugas untuk memperjuangkan serta melindungi kehidupan warga negaranya. Ketika menyangkut kesejahteraan hidup masyarakatnya, baik di dalam maupun di luar wilayah kedaulatan negara tersebut. Aktor negara merupakan aktor utama dalam kancah perpolitikan dunia. Namun, dewasa ini muncul aktor-aktor lain yang mempunyai peranan besar dalam menentukan stabilitas politik dunia. Aktor tersebut antara lain Organisasi Internasional yang saat ini sudah menjadi bagian dari subbidang kajian studi Hubungan Internasional. Organisasi Internasional dapat didefinisikan sebagai suatu pengaturan formal yang melintasi batas-batas nasional yang menciptakan 1

2 suatu kondisi bagi pembentukan perangkat institusional guna mendukung kerjasama diantara anggota-anggotanya dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial dan bidang-bidang lainnya. Isu kemanusiaan dalam kurun waktu satu abad ini telah menjadi salah satu isu penting dan sentral dalam dunia internasional. Sepanjang seratus tahun terakhir banyak konflik, peperangan dan bencana alam yang berujung pada rusaknya nilainilai kemanusiaan. Sejak Perang Dunia pertama dan kedua di ikuti oleh perang dingin, menyusul berbagai konflik internal atau perang saudara yang merata di seluruh belahan dunia, banyak manusia dan harta benda yang menjadi korban. Salah satu dampak yang paling nyata terlihat adalah timbulnya banyak pengungsi di seluruh dunia. Akibat perang banyak warga sipil yang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya mengungsi ke wilayah atau negara lain. Para pengungsi ini berpindah ke tempat yang baru tanpa jaminan yang layak bagi segala aspek kehidupannya. Masalah pengungsi ini telah menjadi perhatian khusus dunia, dalam hal ini negara dan organisasi internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu organisasi internasional yang yang menjadi wadah kerjasama terkemuka di dunia, dan juga melihat permasalahan pengungsi ini sebagai masalah sentral dan isu internasional. Dan untuk memfokuskan perhatian dunia international terhadap perlindungan pengungsi, pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, Perancis, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Right yang merupakan hasil rancangan Economic and Social Council (ECOSOC) sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bersifat internasional.

3 Deklarasi tersebut berisikan hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia sehingga mereka diakui kemanusiaannya tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, status sosial, kekayaan dan kelahiran. Namun deklarasi tersebut, dirasa belum cukup untuk menjamin adanya perlindungan terhadap para pengungsi di suatu negara, terutama jika terjadi konflik internal. Sehingga diperlukan respon dari dunia internasional secara langsung dalam menangani masalah perlindungan terhadap pengungsi tersebut. Untuk itulah PBB membentuk komisi khusus United High Commissioner for Refugee (UNHCR) yang mulai beroperasi menangani permasalahan pengungsi sejak 1 Januari 1951. UNHCR merupakan organisasi internasional yang diberi mandat oleh PBB untuk melindungi dan menyelesaikan permasalahan para pengungsi. Organisasi ini bermarkas di Jenewa, dan mempunyai dua tujuan mendasar dan saling berhubungan. Pertama, melindungi pengungsi dan kedua, mencari solusi bagaimana membantu para pengungsi membangun kembali kehidupan mereka dalam lingkungan yang normal. Ketidakstabilan politik serta konflik yang berkepanjangan di beberapa belahan dunia, utamanya di negara-negara Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Barat, dan Asia Selatan telah menciptakan ancaman atas kehidupan masyarakatnya, Sehingga penghidupan yang layak tidak dapat di peroleh lagi oleh warga negaranya dan mendorong masyarakatnya untuk melakukan perpindahan ke negara lain. Negara tujuan utama para pengungsi dan pencari suaka tersebut adalah negara-negara maju. Penyelesaian masalah immigrant illegal di wilayah Indonesia, khususnya yang mengaku sebagai pencari suaka

4 (asylum seeker) dan pengungsi (refugee) semakin meningkat, menurut data UNHCR pada tahun 2010 tercatat 2882 imigran gelap yang masuk ke Indonesia (diakses melaui http://www.imigrasi.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=375&itemid=34 pada tanggal 29/11/2012 pukul 21.42 WIB). Masuknya immigrant illegal ke wilayah Indonesia yang jumlahnya cenderung meningkat, dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, keamanan dan ketertiban masyarakat. Tidak menutup kemungkinan mereka disusupi oleh kegiatan terorisme internasional, people smuggling dan trafficking in person atau kegiatan kriminal lainnya. Untuk mencegah terjadinya hal negatif tersebut, maka penanganan immigrant illegal ini harus dilakukan dengan baik melalui pengamanan (maximum security) serta penegakan kedaulatan Negara yang berdasarkan ketentuan hukum nasional dan internasional. Secara internasional, penanganan pengungsi diatur dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Namun Indonesia sampai dengan saat ini, belum meratifikasi keduanya. Dengan demikian pemerintah Indonesia memberikan wewenang bagi UNHCR untuk menjalankan aktivitas mandatnya di Indonesia untuk melindungi dan untuk mengatasi permasalahan pengungsi. Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi negara tujuan bagi para pemohon suaka dan pengungsi internasional. Menurut data UNHCR, pada tahun 2011, terdapat sebanyak 4239 pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di UNHCR. Mereka berasal dari Afghanistan, Sri Lanka, Myanmar, Iran, Irak dan Somalia (diakses melalui

5 http://indonesia.ucanews.com/2012/07/09/imigran-gelap-banjiri-indonesia pada tanggal 31/03/2013 pukul 09.47 WIB). Dari data tersebut, dapat kita asumsikan bahwa Indonesia merupakan tempat strategis, baik sebagai tempat mengungsi maupun sebagai tempat transit para pengungsi. Hal ini mestinya menjadi faktor yang melatarbelakangi adanya kebutuhan yang penting dan mendesak yang perlu diakomodir oleh pemerintah, karena sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi. Perlindungan pengungsi merupakan jaminan bagi mereka yang teridentifikasi sebagai pengungsi yang dilindungi dari refoulement (pemulangan paksa ke negara asal mereka dimana nyawa dan kebebasan mereka terancam atau teraniaya). Pemerintah Indonesia memberikan dukungan yang besar terhadap proses suaka, hal ini didasarkan pada ketentuan Direktorat Jenderal Imigrasi pada September 2010, untuk melindungi orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR dari ketentuan refoulement atau pemulangan kembali ke negara asal, serta menjamin akses ke UNHCR dan mengizinkan mereka untuk secara sementara tinggal di Indonesia selama menunggu solusi jangka panjang. Secara umum, pemerintah Indonesia akan mengijinkan pencari suaka untuk diproses UNHCR, yang akan menjalankan prosedur penentuan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD). Mereka yang teridentifikasi sebagai orang yang membutuhkan perlindungan internasional, akan dibantu oleh UNHCR dan diberi izin tinggal sementara di Indonesia oleh pemerintah selama mereka menanti solusi jangka panjang yang akan diidentifikasi oleh UNHCR.

6 Sejauh ini pemerintah Indonesia belum memiliki mekanisme nasional untuk menangani pengungsi dan pencari suaka. Di tingkat lapangan, aparat pemerintah kita seringkali mengalami kebingungan dalam menangani pengungsi dan pencari suaka yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Mereka dipandang sebagai immigrant illegal yang melanggar hukum imigrasi Indonesia. Mereka pun ditahan oleh otoritas imigrasi Indonesia di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Indonesia yang tersebar di 13 lokasi. Selama ditahan, status mereka sebagai pengungsi ditentukan oleh UNHCR. Jika mereka memperoleh status sebagai pengungsi, UNHCR akan memberikan perlindungan internasional kepada mereka dengan memfasilitasi pemulangan pengungsi secara sukarela atau integrasi sosial di negara baru. Adapun perlindungan internasional yang dimaksud mencakup pencegahan pemulangan secara paksa, bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamanan fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali (Pasal 8 Statuta UNHCR). Pemerintah Indonesia tidak dapat menentukan sendiri status mereka karena Pemerintah Indonesia bukanlah negara pihak yang menandatangani dan meratifikasi Konvensi 1951 ataupun Protokol 1967 tentang status pengungsi. Situasi ini menjadi rumit karena penentuan status oleh UNHCR dapat memakan waktu yang sangat lama. Hal ini berimbas pada beban anggaran negara yang makin membengkak untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi dan pencari suaka itu.

7 Di samping itu, selama menunggu proses penentuan status pengungsi oleh UNHCR, para pengungsi dan pencari suaka ditahan di Rudenim. Kondisi Rudenim tak ubahnya seperti penjara, padahal mereka bukanlah pelaku kriminal, mereka justru korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di negara asalnya. Penempatan mereka di Rudenim yang mirip penjara telah melahirkan persoalan pada pelanggaran HAM para pengungsi dan pencari suaka tersebut. Banyak di antara mereka yang mengalami tekanan psikologis dan berkeinginan kuat untuk bunuh diri atau kabur dari Rudenim. Pada tanggal 13 November 2011, sebanyak 13 pengungsi dan pencari suaka kabur dari Rudenim Tanjungpinang, seorang dari mereka gagal menembus kawat berduri Rudenim dan tewas, sementara seorang lainnya yang juga gagal kabur mengalami luka parah (http:// www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f351aacc4a70/ indonesia-perlu ratifikasikonvensi-tentang-pengungsi Diakses tanggal 29/11/2012 pada 21.55 WIB ). Ada beberapa instrumen hukum internasional yang menekankan pentingnya perlindungan bagi pengungsi dan pencari suaka, yaitu Deklarasi Universal Hak- Hak Asasi Manusia (DUHAM), Konvensi 1951, dan Protokol 1967. Pasal 9, 13, dan 14 DUHAM, terhadap hak-hak dan kebebasan dasar para pengungsi dan pencari suaka. Pasal 9 DUHAM menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenang-wenang, penahanan atau pengasingan. Kemudian Pasal 13 DUHAM (dipertegas Pasal 12 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan tinggal di dalam batas-batas wilayah setiap negara serta meninggalkan setiap negara, termasuk negaranya sendiri, dan untuk

8 kembali ke negaranya. Sementara itu, Pasal 14 DUHAM menyatakan bahwa setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negara lain akibat pengejaran. Jaminan perlindungan hak-hak pengungsi dan pencari suaka diperkuat oleh Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang status pengungsi. Kedua instrumen hukum internasional ini memberikan rincian tentang definisi dan status pengungsi, hak-hak pengungsi, termasuk hak untuk dilindungi dari pemulangan paksa atau pemulangan kembali ke negara asalnya di mana kehidupan dan kebebasan mereka terancam. Pada lingkup nasional, instrumen atau peraturan perundang-undangan nasional sudah memberikan jaminan perlindungan bagi penghormatan dan perlindungan pencari suaka. Adapun jaminan itu tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Hak untuk mencari dan mendapatkan suaka dijamin melalui ayat 2 pasal 28G UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Pada ayat 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Ayat ini secara implisit mengakui bahwa setiap orang dapat berada dalam situasi ketakutan yang mendorong dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk mengungsi dan mencari suaka dari negara lain.

9 Jaminan hak untuk memperoleh suaka yang ada dalam konstitusi tersebut diperkuat pasal 28 UU No. 39 Tahun 1999. Disebutkan pada pasal ini bahwa setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain. Namun hak ini tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip PBB. Demikianlah, perlindungan bagi hak-hak pengungsi dan pencari suaka mempunyai landasan hukum yang jelas, baik secara internasional maupun nasional. Meskipun demikian, sejauh ini Pemerintah Indonesia belum memiliki kebijakan yang komprehensif dalam menangani pengungsi dan pencari suaka. Hal ini berimbas pada tidak adanya koordinasi, komunikasi, dan kerjasama yang tepat dalam menangani pengungsi dan pencari suaka di antara aparat penyelenggara negara. Di samping itu, Pemerintah Indonesia sampai saat ini bukanlah negara pihak yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, sehingga Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan dalam menangani pengungsi dan pencari suaka. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah tersebut dan memilih organisasi internasional sebagai kajian bahan skripsi. Dalam penelitian ini penulis membuat skripsi dengan judul : Peranan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011 Peneliti mengambil rentang waktu penelitian dimulai sejak tahun 2008, dengan batas waktu penelitian hingga tahun 2011, dengan alasan, menurut data

10 UNHCR pada tahun tersebut arus para pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke wilayah Indonesia meningkat drastis, pada tahun 2008, Indonesia kedatangan hanya 726 orang pencari suaka dan pengungsi, kemudian di tahun 2011, jumlah pengungsi dan pencari suaka meningkat hingga kurang lebih dari 500 %, dengan jumlah sebanyak 4239 orang. Peningkatan kedatangan pencari suaka dari tahun ke tahun, dipicu oleh situasi di beberapa negara yang dilanda konflik berkepanjangan, sehingga memaksa mereka untuk berpindah dan mencari tempat yang lebih aman untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Ketertarikan peneliti terhadap penelitian ini didukung oleh beberapa mata kuliah ilmu hubungan internasional yaitu antara lain: 1. Hubungan Internasional, mata kuliah yang membahas tentang hubungan antar aktor-aktor di dunia internasional yang saling berinteraksi. Negara merupakan aktor dari hubungan internasional, namun organisasi internasional pun dapat menjadi salah satu aktor dalam hubungan internasional. 2. Isu-isu Global, mata kuliah yang membahas isu-isu yang menjadi sorotan dari para pemangku kebijakan dan sejumlah besar pemerintah, atau bahkan yang menjadi sorotan pers dunia, secara terus menerus seperti masalah hak asasi manusia, gender, lingkungan hidup dan juga terorisme. 3. Organisasi dan Administrasi Internasional, Mata kuliah ini membantu menjelaskan peranan oganisasi internasional dalam membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di sebuah negara.

11 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Mayor Untuk memudahkan penulis dalam melakukan pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peranan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pada tahun 2008-2011? 1.2.2 Rumusan Masalah Minor Rumusan masalah mayor kemudian diturunkan menjadi rumusan minor, dimana dalam menilai peranan sebuah organisasi dapat dilakukan dengan menekankan pada pencapaian organisasi dalam mencapai tujuannya, di mana tujuan daripada UNHCR adalah melindungi pengungsi dan mencarikan solusi dalam membantu para pengungsi membangun kembali kehidupan mereka yang normal. Dalam mencapai sasaran atau tujuan tersebut, UNHCR menetapkan dan menjalankan program dan tentunya program-program tersebut berlandaskan kepada tujuan dari UNHCR itu sendiri. Rumusan tersebut berupa: 1. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia? 2. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh UNHCR dalam menjalankan program-programnya? 3. Sejauh mana peranan UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia?

12 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana peranan United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pada tahun 2008-2011. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. 2. Untuk mengetahui berbagai faktor kendala yang dihadapi oleh UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. 3. Untuk mengetahui sejauh mana peranan UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Diharapkan dapat berguna untuk menguji konsep-konsep yang dipergunakan dalam studi hubungan internasional, dalam menjelaskan berbagai fenomena terkait kerjasama internasional pada pola kerjasama organisasi internasional dalam memberikan bantuan terhadap negara yang membutuhkan.

13 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi para mahasiswa dan penggiat hubungan internasional. 2. Dapat menjadi bahan referensi, masukan, dan tambahan pengetahuan bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian dengan tema yang relevan. 3. Syarat kelulusan program Strata1.