POTENSI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KAKAO DARI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Oleh : Ispinimiartriani 1)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

ANALISIS TINGKAT PRODUKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI KAKAO DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan luas tanaman. ton setara kopra). Namun, hal ini tidak lantas menjadikan Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

Analisis Pemasaran Kakao (P4MI) Wednesday, 04 June :07 - Last Updated Tuesday, 27 October :46

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

ANALISIS MARGIN DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KAKAO DI KABUPATEN KONAWE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

ANALISIS SENSITIVITAS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BURANGA KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

RINGKASAN EKSEKUTIF

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

KAJIAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA PROGRAM GERNAS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. dari kemiringan rendah hingga sangat curam (Gumbira-Sa id et al., 2009).

ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati*

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

ANALISIS STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN KOMODITI KAKAO (Theobroma Cacao L) DI DESA LATU

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

291 ZIRAA AH, Volume 41 Nomor 3, Oktober 2016 Halaman ISSN Elektronik

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

ANALISIS PENAWARAN JAGUNG UNTUK PAKAN AYAM RAS DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Mukhlis 1) ABSTRACTS

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. Cokelat merupakan hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao)

Transkripsi:

POTENSI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KAKAO DARI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Oleh : Ispinimiartriani 1) THE POTENTIAL OF COCOA FARMER S INCOME ENHANCEMENT FROM THE PROCESSING OF DRY COCOA SEEDS IN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Abstract Cocoa is one of the superior products in Kabupaten Lima Puluh Kota. The area of the land planted by cocoa is 1.816 Ha. Products produce are dry cocoa seeds. The publication of PERMENKEU RI no. 67 in 2010 about the implementation of cocoa seeds export apply cocoa export tax of 5% - 15% to increase economic value of cacao so that cocoa is not exported in the form of dry seeds. From the survey, the average production of dry seeds cocoa is 700,5kg/Ha per year, the costs of production Rp 5.424.230/Ha per year, the farmer s selling price is Rp 20.200/kg or Rp 14.143.448/ha per year, so the cocoa farmer s income from dry cocoa seeds id Rp 8.725.870/Ha per year. If the dry cocoa seeds processed, produce 19,88% cocoa fat with the selling price of Rp 84.000/kg and 36,49% cocoa powder with the selling price of Rp 28.000/kg. The addition of cocoa farmer s income id Rp.4765/kg or Rp 3.337.883/ Ha per year (38,25%). Key word : dry cocoa seeds, farmer s income. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia yang telah memberikan sumbangan devisa bagi negara karena telah lama menjadi komoditi ekspor Indonesia. Dalam kancah pasar dunia, keberadaan Indonesia sebagai produsen kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Dengan demikian, seiring terus meningkatnya permintaan pasar terhadap kakao maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ekspor dengan lebih meningkatkan lagi produksi nasional. Tanaman kakao merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang cukup penting dari sub sektor tanaman perkebunan. Tanaman kakao ini mempunyai peluang yangbesar untuk di kembangkan, karena kakao dapat menjadi Tanaman kakao ini mempunyai peluang yang besar untuk di kembangkan, karena antara lain dapat dijadikan Industri bahan makanan(bahan baku pembuatan kue, permen coklat), industri farmasi (bahan pembuat kosmetik(lipstick),demikian juga dengan harga kakao itu sendiri dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan, dengan jaminan harga yang lebih baik, maka pengembangan kakao di masa yang akan datang akan dapat memotivasi petani. Pembangunan yang digalakan pemerintah sekarang sangat menggembirakan bagi kaum petani karena pemerintah lebih menitik beratkan untuk pembangunan pertanian. terlebih sekarang pada pertanian kakao, sehingga dicanangkan oleh Gubernur sumatera 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh 2

Barat Gerakan sejuta kakao. Kabupaten lima puluh Kota merupakan salah satu daerah yang menjadi program pencanangan gerakan sejuta kakao. Hasil utama dari tanaman kakao adalah biji kakao baik dari hasil fermentasi maupun non fermentasi. Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki luas lahan 1.816 Ha dengan Tanaman Menghasilkan (TM) yaitu 579 Ha dengan produksi 584 kg/ha/tahun. (Disbun Kabupaten Lima puluh Kota, 2009) Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 67 tahun 2010 tentang pelaksanaan ekspor biji kakao menerapkan bea keluar ekspor kakao sebesar 5 persen hingga 15 persen, bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kakao agar kakao tidak dieksport dalam bentuk biji kering. Peraturan Menkeu ini akan memacu tumbuhnya industri pengolahan kakao yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan petani yang ada di pedesaan merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Menurut Banoewidjojo, (1983) dalam pembangunan pertanian rakyat, aspek yang sangat penting adalah bagaimana caranya meningkatkan secara kontinue produksi usahatani yang senantiasa lebih menguntungkan sehingga kesejahteraan baik petani maupun masyarakat luas terus meningkat. Petani Kakao di Sumatera Barat memiliki tradisi berbudidaya yang turun temurun. Sebagian lagi dari mereka menjadi petani kakao karena melihat keberhasilan perkebunan kakao milik tetangganya atau saudaranya yang menanam tanaman kakao. Kondisi yang demikian, menjadikan mereka menjadi petani kakao yang mengelola tanamannya secara tradisional, demikian pula dengan penjualan hasilnya. Selama ini para petani kakao selalu menjual hasil tanamannya dalam bentuk biji.. Hal ini tidak hanya berlaku untuk daerah Sumatera Barat saja, melainkan juga untuk petani kakao di daerah Lampung dan Sulawesi Selatan sebagai daerah sentra tanaman kakao. Ada beberapa alasan mengapa petani kakao lebih menyukai menjual hasil panennya kepada eksportir dibandingkan kepada industri. Pertama, metode pembelian oleh eksportir lebih mudah dibandingkan industri. Kedua, eksportir melalui pengumpulnya mendatangi petani kakao yang tinggal di pedesaan. Ketiga, pembayaran oleh eksportir selalu dilakukan secara kontan. Akibat dari hal tersebut, banyak industri pengolahan kakao yang mengalami kesulitan bahan baku untuk proses produksinya, ditambah lagi dengan pengenaan PPn bagi industri pengolahan kakao. Akibatnya, banyak industri pengolahan kakao yang gulung tikar, atau merelokasi pabriknya ke luar Indonesia. Menurut ketua AIKI (Asosiasi Industrial Kakao Indonesia) Piter Jasman, industri pengolahan kakao di Indonesia hanya sebanyak 5 perusahaan padahal pada tahun 2001 jumlahnya mencapai 40 perusahaan lebih. (Direktori Kakao Indonesia. 2007) Petani kakao, sebagaimana halnya petani umumnya di Indonesia, pada dasarnya selalu berpikiran praktis. Mereka pada umumnya tidak begitu mempermasalahkan, apakah produknya dijual dalam bentuk biji atau produk setengah jadi (lemak kakao dan bubuk kakao), yang terpenting baginya produknya dapat terjual dengan harga yang tinggi. Salah satu penyebab kurang diminatinya pasaran industri sebagai pasar kakao bagi produk petani kakao adalah terbatasnya jumlah industri yang bergerak di bidang pengolahan kakao. Hal ini diduga disebabkan, selain karena alasan kurangnya permodalan dan teknologi pengolahan kakao, juga disebabkan kurangnya pemahaman tentang nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi (lemak kakao dan bubuk kakao) terutama di kalangan petani kakao. Andai saja petani kakao mengetahui tambahan pendapatan yang diperoleh apabila dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap produk kakaonya dari biji kakao menjadi produk setengah jadi (lemak 3

kakao dan bubuk kakao), maka tidak sedikit petani yang akan melakukan pengolahan lebih lanjut terhadap produk kakaonya. Implikasi Penerapan peraturan Menteri Keuangan nomor 67 tahun 2010 tentang pelaksanaan ekspor biji kakao menerapkan bea keluar ekspor kakao sebesar 5 persen hingga 15 persen, berlaku sejak tanggal 1 April 2010. (Kementrian keuangan. 2010) Pemberlakuan peraturan menteri tersebut memberikan dampak langsung kepada petani kakao terutama terhadap harga jual biji kakao turun berkisar 10% -15%, penurunan harga jual ini ditetapkan oleh pedagang setempat untuk menutupi bea ekspor. Dikhawatirkan, penerapan permenkeu nomor 67 tahun 2010 akan menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi para eksportir dan petani kakao. Sebagai contoh tahun ini, potensi produksi kakao di Jatim mencapai kisaran 20.000 ton. Harga kakao per ton saat ini mencapai 2.750 dollar AS (Rp.25.300,- per kg). Karena itu, total nilai 20.000 ton produksi kakao Jatim diperkirakan sebanyak 55 juta dollar AS. Dengan perkiraan pajak bea ekspor 10 persen saja, maka bea ekspor yang harus dibayar sebesar 5,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 49,5 miliar. Bea pajak yang demikian besarnya amat memberatkan eksportir dan secara tidak langsung dibebankan kepada petani kakao, sehingga harga jual jual di tingkat petani menjadi jatuh pada kisaran Rp.19.000,- per kg. (http://www.kompas.com, 2010) Dari hasil penelitian Elviati, (2009) menyebutkan bahwa tingkat produksi rata-rata biji kakao kering di Kabupaten Limapuluh Kota sebesar 463,4 kg/ha/tahun dengan luas lahan 1816 Ha dan, luas lahan tanaman menghasilkan 671 Ha. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa peluang berusaha dari komoditi kakao cukup besar, Biji kakao bila diolah akan menghasilkan pasta, lemak kakao dan, bubuk kakao. Lemak kakao dan bubuk kakao ini merupakan bahan baku dari industri makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan. Saat ini yang sedang trend adalah sebagai bahan terapi (spa therapy dan aroma therapy. Selain rasa dan aromanya yang dapat membuat addict, coklat memiliki manfaat untuk kesehatan karena kandungan senyawa flvonoid (polyphenol) sebagai anti oksidan tinggi yang dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker dan stroke. Selain itu produk kakao juga mengandung phenilethylamine yang dapat menstimulasi perasaan positif dan gembira.(wahyudi,2008) Menurut Anggi Primadi (2010) pengolahan biji kakao dengan menggunakan bahan baku yang berkualitas dan dilakukan secara cermat akan memberikan pendapatan yang tinggi, B/C ratio mencapai 1,67, ini artinya keuntungan yang didapatkan dari usaha tersebut sebesar 67%. Dengan demikian kegiatan usaha di bidang pengolahan biji kakao merupakan kegiatan bisnis yang cukup menjanjikan, bahkan peluang usaha di bidang ini masih terbuka karena bahan baku cukup tersedia, pengusaha industri pengolahan kakao masih sedikit. Berdasarkan uraian diatas maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : berapa besar potensi peningkatan pendapatan yang diperoleh petani apabila dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap biji kakao yang diproduksinya menjadi produk setengah jadi (lemak kakao dan bubuk kakao), Implikasi apa yang ditimbulkan terhadap usaha industri kecil baru apabila produk biji kakao petani diolah lebih lanjut menjadi produk setengah jadi. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pendapatan petani penghasil biji kakao kering 2. Potensi tambahan pendapatan yang diterima petani kakao apabila penjualan produknya dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi produk setengah jadi (Lemak kakao dan bubuk Kakao) 4

3. Implikasi terhadap timbulnya industri kecil baru yang muncul akibat dilakukannya pengolahan biji kakao kering menjadi produk setengah jadi (lemak kakao dan bubuk kakao). Dengan mengacu pada tujuan, rumusan masalah dan tujuan penelitian diatas maka diharapkan hasil dari penelitian ini nantinya berguna untuk : 1. Dapat membantu petani kakao dalam meningkatkan pendapatan. 2. Menciptakan lapangan kerja baru baik bagi petani maupun masyarakat yang ada disekitarnya. 3. Memberikan informasi kepada pemerintah melalui dinas terkait tentang potensi penambahan devisa negara dari eksport hasil olahan biji kakao kering. METOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kabupaten Lima puluh Kota, yang dipilih dengan sengaja karena merupakan salah satu daerah sentra tanaman kakao rakyat. Untuk pengembangan tanaman kakao di Sumatera Barat salah satunya adalah Kabupaten lima puluh kota dengan luas tanam 2.946 Ha dengan produksi 1310 ton. Penelitian ini di lakukan pada kenagarian Lubuk batingkok, kecamatan Harau, karena daerah ini merupakan salah satu sentra tanaman kakao dan pabrik pengolahan kakao Politeknik pertanian Negeri Payakumbuh pada tahun 2010. Pada penelitian ini metode pengambilan sampelnya adalah Purposive Random Sampling terhadap petani kakao di Nagari Lubuk Batingkok, Kec. Harau, Kab. Lima Puluh Kota. Setelah di dapatkan jumlah populasi maka sampel di ambil secara acak sederhana. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara langsung terhadap petani kakao dengan menggunakan quesioner dan, melakukan kegiatan pengolahan biji kakao kering di pabrik pengolahan kakao. Sedangkan data sekunder diperoleh dari terbitan baik berupa data statistik, laporan penelitian, literatur, peraturan maupun terbitan lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan terhadap petani kakao. Daftar pertanyaan ditujukan kepada petani kakao dan instansi terkait untuk mendapatkan informasi tentang sentra kakao, luas tanaman kakao, dan produksi tanaman kakao serta pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Lima puluh kota. 2. Melakukan pengolahan biji kakao kering secara cermat, untuk mendapatkan data tentang besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pengolahan biji kakao dan produksi yang dihasilkan dari proses pengolahan biji kakao kering tersebut Teknik analisis data yang dipergunakan adalah : Pendapatan petani menurut Soeharto Prawirokusumo (1973) adalah selisih penerimaan total petani dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan usahataninya. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Untuk menghitung pendapatan petani yang menghasilkan biji kakao kering digunakan rumus : Yai = (Xai.Hax) - BTa dimana : Yai = Pendapatan Petani penghasil biji kakao kering Xai = Jumlah produksi biji kakao kering Hax = Harga jual biji kakao kering BTa = Biaya total untuk memproduksi biji kakao kering 5

b. Untuk menghitung potensi pendapatan petani yang melakukan pengolahan terhadap biji kakao kering digunakan rumus : Ybi = (Xbi.Hbx) - BTb dimana : Ybi = potensi Pendapatan Petani pengolah biji kakao kering Xbi = Jumlah produksi dari hasil olahan biji kakao kering Hbx = Harga jual hasil olahan biji kakao kering BTb = Biaya total untuk pengolahan biji kakao kering c. Untuk mengetahui implikasi terhadap timbulnya industri kecil baru, digunakan analisa diskriptif, berdasarkan potensi kemungkinan timbulnya industri kecil baru akibat adanya hasil olahan biji kakao kering. Dalam penelitian ini defenisi variabel yang diukur, antara lain : 1. Responden adalah petani yang mengusahakan tanaman kakao dengan luasan > 0,1ha. 2. Pendapatan petani penghasilkan biji kakao kering adalah penerimaan total petani penghasil biji kakao kering dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan untuk memproduksi biji kakao kering. 3. Biaya total untuk memproduksi biji kakao kering adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi biji kakao kering. 4. Harga jual biji kakao kering adalah harga yang berlaku saat petani menjual biji kakao kering. 5. Produksi biji kakao kering adalah hasil yang diperoleh dari satuan unit usahatani kakao yang menghasilkan biji kakao kering. 6. Pendapatan petani pengolah biji kakao kering adalah penerimaan total petani dari pengolahan biji kakao kering dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan untuk mengolah biji kakao kering. 7. Biaya total untuk pengolahan biji kakao kering jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengolah biji kakao kering. 8. Harga jual hasil olahan biji kakao kering adalah harga yang berlaku saat penelitian pengolahan biji kakao kering. 9. Produksi hasil olahan biji kakao kering adalah hasil yang diperoleh dari satuan unit usahatani kakao yang menghasilkankan produk olahan dari biji kakao kering dalam bentuk lemak kakao dan bubuk kakao. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Pendapatan Petani Penghasil Kakao Biji Kering Dari hasil analisa terhadap pendapatan petani responden (Petani penghasil kakao biji kering), diperoleh hasil sebagai berikut : a. Luas rata-rata : 5.180 m 2, dengan jumlah tanaman = 394 tanaman. b. Jumlah Biaya rata-rata : Rp. 2.905.019 / th atau Rp. 5.424.230 / ha /th c. Jumlah Produksi rata-rata : 381,7 kg / th atau 700,5 kg / ha / th d. Harga Jual rata-rata : Rp.20.200,- / kg e. Penjualan hasil : Rp. 7.710.340 / th atau Rp. 14.143.448 / ha / th f. Pendapatan rata-rata Petani : Rp. 4.805.321 / th atau Rp. 8.725.870 / ha / th Dari pantauan di lapangan, para petani kakao Kabupaten Lima Puluh Kota masih belum melakukan fermentasi dalam mengolah biji kakaonya. Hal ini disebabkan oleh dua alasan, pertama, sebagian dari mereka masih belum mengetahui cara-cara melakukan fermentasi, kedua, bagi mereka yang mengetahui cara-cara melakukan fermentasi menyatakan bahwa harga yang diterima dari pembeli biji kakao kering hasil fermentasi tidak berbeda dengan harga biji kakao kering dari hasil proses penjemuran. 6

Analisa Tambahan Pendapatan Pengolahan Biji Kakao Kering Dalam analisa pendapatan pengolahan biji kakao kering menjadi produk setengah jadi (bubuk kakao dan lemak kakao), digunakan alat pengolahan kakao Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Dari hasil pengolahan kakao di Pabrik Pengolahan Biji Kakao Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, diperoleh data-data sebagai berikut : Tabel 1. Perc ke Biji Kakao Kering Data Hasil Pengolahan Biji Kakao Kering Biji hasil Sangrai NIB Pasta Lemak Kakao Bubuk Kakao Rendemen Lemak Kakao (%) Rendemen Bubuk Kakao (%) 1 17 12,8 10,5 10,10 3,4 6,3 19,85% 36,76% 2 20 15,1 12,4 11,88 4,1 7,1 20,50% 35,50% 3 22 16,5 13,6 13,07 4,2 8,2 19,30% 37,20% X 19,7 3,9 7,2 19,88% 36,49% Sumber : Data lapangan diolah, 2010. Dalam penelitian ini, harga Bubuk Kakao yang digunakan diperoleh dari harga lapangan (harga pasar), sedangkan harga Lemak Kakao diperoleh dari Kementerian Perindustrian ( Gambaran Sekilas Industri Kakao ). Analisa Pendapatan Pengolahan Biji Kakao Kering di Pabrik mini Pengolahan Biji Kakao Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, adalah sebagai berikut : BIAYA 1. Jumlah Biji Kakao kering = 19,7 kg harga biji Kakao Kering = Rp 20.200 / kg Biaya bahan Baku = Rp 397.000 2 Biaya Tenaga Kerja = Rp 12.051 (0,34 HKO) 3 Biaya Overhead = Rp 11.555 4 Biaya Penyusutan Alat = Rp 15.950 Jumlah Biaya = Rp 436.556 Produksi & Hasil Penjualan 1 Lemak Kakao = 3,9 kg @ Rp 84.000 = Rp 327.971 2 Bubuk Kakao = 7,2 kg @ Rp 28.000 = Rp 202.451 Jumlah = Rp 530.422 Pendapatan = Rp 93.866 per 19,7 kg Biji Kakao Kering = Rp 4.765 per 1 kg Biji Kakao Kering Dari Analisa Pendapatan Pengolahan Biji Kakao Kering di Pabrik Pengolahan Biji Kakao Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh diperoleh hasil Pendapatan sebesar Rp. 93.866,- per 19,7 kg biji kakao kering, atau Rp. 4.765,- per kg biji kakao kering. Dari dua analisa sebelumnya (Analisa Pendapatan Petani Penghasil Kakao Biji Kering dan Analisa Pendapatan Pengolahan Biji Kakao Kering), maka potensi Tambahan Pendapatan rata-rata yang diterima Petani Kakao apabila penjualan hasilnya dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi produk setengah jadi (Bubuk Kakao dan Lemak kakao) adalah sebesar 381,7 kg x Rp. 4.765,- = Rp. 1.818.801,- (luas areal rata-rata 5.180 m 2.). Sehingga rata-rata tambahan pendapatan yang diterima oleh petani kakao untuk luasan satu 7

ha selama satu tahun adalah = 700,5 kg x Rp. 4.765 = Rp. 3.337.883,- (38,25% dari Pendapatan rata-rata Petani Kakao per ha per tahun) Potensi tambahan pendapatan petani kakao di atas akan semakin meningkat apabila peralatan pengolahan biji kakao kering yang digunakan memiliki kapasitas olah yang lebih besar, karena semakin besar kapasitas olah mesin akan semakin efisien dalam penggunaan sumber daya manusia dan energi. Implikasi Terhadap Timbulnya Industri Kecil Baru Keluarnya Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 67 tahun 2010 tentang pelaksanaan ekspor biji kakao sebenarnya mempunyai tujuan untuk mengurangi ekspor biji kering kakao keluar negeri. Dengan dikenakan pajak ekspor ini, maka diharapkan ada nilai tambah di dalam negeri. Tidak saja biji kering yang harus dijual, tapi bagaimana caranya di dalam negeri ini ada pengolahan bentuk lain dari biji kering kakao tersebut. Jadi bila itu mampu diwujudkan, para brokers (penentu harga di luar negeri) tidak gampang saja menentukan harga biji kering kakao di Indonesia. Dari hasil perhitungan nilai potensi Tambahan Pendapatan rata-rata yang diterima Petani Kakao apabila penjualan produknya dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi produk setengah jadi (Bubuk Kakao dan Lemak kakao) sebesar Rp. 3.337.883,- per ha (mengalami kenaikan pendapatan sebesar 38,25%), maka diperkirakan akan berpengaruh pada keputusan petani dalam penjualan hasil budidaya kakaonya yang semula menjual dalam bentuk biji kakao kering menjadi dalam bentuk bubuk kakao dan lemak kakao, dan hal ini akan berimplikasi terhadap : a. Timbulnya tempat-tempat pengolahan biji kakao b. Munculnya industri pengolahan pangan berbahan baku kakao, seperti : minuman, makanan ringan, kue, jajanan dan lain-lain. c. Munculnya pusat-pusat penjualan produk makanan berbahan baku kakao. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberpa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pendapatan rata-rata petani kakao di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebesar Rp. 8.725.870 / ha / th. 2. Potensi tambahan pendapatan yang diterima petani kakao apabila penjualan produknya dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi produk setengah jadi (Lemak kakao dan bubuk Kakao) adalah sebesar Rp. 4.765,- per kg biji kakao kering, atau sebesar Rp. 3.337.883,- /ha/th. (38,25%) 3. Implikasi dari Pengolahan biji kakao kering menjadi produk setengah jadi (Lemak kakao dan bubuk Kakao) adalah : a. Timbulnya tempat-tempat pengolahan biji kakao; b. Munculnya industri pengolahan pangan berbahan baku kakao; c. Munculnya pusatpusat penjualan produk makanan berbahan baku kakao. Saran Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Para petani kakao yang selama ini menjual hasil budidayanya dalam bentuk biji kakao kering disarankan untuk melakukan pemrosesan lebih lanjut menjadi produk setengah jadi (Lemak Kakao dan Bubuk Kakao) agar diperoleh tambahan pendapatan. 8

2. Dalam melakukan proses pengolahan biji kakako kering, digunakan mesin pengolah dengan kapasitas yang lebih besar, agar diperoleh efisiensi penggunaan sumber daya manusia dan energi, serta mampu mengolah seluruh hasil produksi petani kakao di Kabupaten Lima Puluh Kota. DAFTAR PUSTAKA Anggi Primadi. 2010. Pengolahan Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Menjadi Beberapa Produk Olahan Coklat (Laporan Proyek Usaha Mandiri). Politeknik Pertanian Univertas Andalas. Payakumbuh Banoewidjojo, M. 1983. Pembangunan pertanian. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta Dinas Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota, 2009. Rodmap Komoditas Kakao Kabupaten Limapuluh Kota, Payakumbuh, 2010. Potensi dan Prospek Komoditi Perkebunan di Kabupaten Limapuluh Kota, Payakumbuh Direktori Kakao Indonesia 2007. Tantangan Perdagangan dan Industri Kakao Indonesia.Asosiasi Kakao Idonesia (ASKINDO), Jakarta. Elviati; Ispinimiartriani. 2009. Analisis Tingkat Produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani Kakao di Kab 50 Kota. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh http://www.kapanlagi.com, 25-4 - 2010 http://www.kompas.com, 30-4 - 2010 Kementrian keuangan. 2010. Peraturan Menteri Keuangan No.67/PMK. 011/ 2010 Tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Jakarta. Soeharto Prawiro kusumo, 1992. Ilmu Usahatani. BPFE. Yogyakarta 9