BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Fitri Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

2015 EFEKTIVITAS PROBLEM FOCUSED COPING DALAM MEREDUKSI STRES AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helmi Rahmat, 2013

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan. kepribadian manusia melalui pemberian pengetahuan, pengajaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa sekarang Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

Sigit Sanyata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon lebih cermat terhadap perubahan-perubahan yang tengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

PENGEMBANGAN AKTIVITAS BELAJAR EKONOMI MELALUI METODE PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS TAHUN AJARAN 2009/2010

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan dalam dunia pendidikan. Pembangunan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Deri Meigawati, 2014 Profil stres akademik ditinjau dari keyakinan diri akademik siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling

2015 ANALISIS HASIL BELAJAR MERENCANAKAN MENU KESEMPATAN KHUSUS SEBAGAI KESIAPAN MENGOLAH MAKANAN UNTUK PESTA PERNIKAHAN PADA SISWA DI SMKN 3 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Hal ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MENYEDIAKAN LAYANAN ROOM SERVICE PADA KESIAPAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SMK ICB CINTA WISATA

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk menghadapi tantangan era globalisasi. diantaranya melalui pendidikan.pengertian pendidikan telah dirumuskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah [Type text] Pendidikan adalah faktor utama dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, baik atau buruknya masa depan bangsa ditentukan oleh pendidikan saat ini. Menurut Yusuf & Nurihsan (2008: 3) apa yang diharapkan dari pendidikan untuk perkembangan peserta didik, setiap negara atau bangsa memiliki orientasi dan tujuan yang relatif berbeda. Pendidikan merupakan faktor penting dalam kemajuan suatu bangsa, negara-negara maju seperti Inggris, China, Amerika dan Jepang memiliki sistem pendidikan yang baik sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan berguna untuk negaranya bahkan untuk kemajuan. Konstribusi pendidikan di Indonesia yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik yang termaktub dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 tentang Sisdiknas yang berbunyi sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya menempuh jalur pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 yaitu jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya pada pasal 1 ayat 11,12, dan 13 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan mengenai definisi dari masing-masing

2 jalur pendidikan. Selain daripada itu tertuang pada ayat 11 menjelaskan mengenai definisi pendidikan formal yaitu pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Adapun ayat 12 menjelaskan mengenai definisi pendidikan nonformal yaitu pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Kemudian, ayat 13 menjelaskan mengenai definisi pendidikan informal yaitu pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar yang mempersiapkan peserta didik untuk menempuh jenjang pendidikan lanjutan yaitu Sekolah Menengah Atas maupun Sekolah Menengah Kejuruan, mengharuskan siswanya memiliki keyakinan terhadap potensi akademik yang dimilikinya, agar mampu memenuhi serangkaian-serangkaian tuntutan akademik dalam upaya pencapaian prestasi akademik secara optimal. Menurut Konopka Pikunas (Yusuf, 2009: 10), fase remaja meliputi (1) remaja awal 12-15 tahun; (2) remaja madya : 15-18 tahun dan; (3) remaja akhir : usia 18-22 tahun. Selanjutnya, menurut Santrock (2007: 20) definisi mengenai remaja tidak hanya terbatas pada pertimbangan mengenai usia melainkan juga pengaruh sosio-historis, sehingga Santrock mendefinisikan remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Bagi banyak peserta didik menempuh pendidikan yang lebih tinggi merupakan masa transisi yang ditandai dengan seperangkat tuntutan yang berkaitan dengan pengaturan. Stres akademik merupakan tuntutan terkait dengan bidang akademik yang melebihi kemampuan yang dimiliki

3 peserta didik. Jika peserta didik tidak dapat mengatasi stress akademik secara baik, maka kemungkinan akan menimbulkan berbagai macam gejala-gejala stres yang tinggi sehingga dapat menyebabkan kesehatan mental yang buruk. Pada jenjang sekolah menengah pertama, siswa berada dalam fase perkembangan remaja. Dalam periode ini merupakkan periode meningkatnya kapasitas intelektual dimana presentase taraf kematangan dan kemampuan IQ (Intelegence quotien) individu mencapai 92% sejak usia 13 tahun (Makmun, 1996 : 102). Artinya tingkat kematangan intelektual usia remaja terjadi pada perubahan yang signifikan yang ditandai dengan adanya eksplosrasi kematangan intelektual. Tahapan eksplorasi kematangan intelektual ini bisa dikembangkan melalui pendidikan, luasnya wawasan informasi dan kapasitas berfikir individu. Harapan yang tinggi pada remaja ini dapat membuat remaja mengalami konflik dan rentan terjadinya stres. Potensi yang dimiliki remaja membuat keluarga dan lingkungan menaruh harapan yang tinggi terhadap keberhasilan individu. Stres pada remaja dapat juga disebabkan karena tuntutan dari lingkungan, yaitu orang tua dan masyarakat, di lingkungan rumah biasanya orang tua menuntut anaknya untuk berprestasi disekolah, tetapi jika tuntutan tersebut tidak tercapai, maka akan terjadi pergolakan emosional, dan kurangnya tingkat kepercayaan diri untuk bisa berprestasi. Goodman dan Leroy mengungkapkan sumber stress siswa dikategorisasikan : akademik, keuangan, yang berkaitan dengan waktu dan kesehatan, Self-Imposed stresor academic merupakan sumber stress yang berasal dari proses belajar mengajar atau hal hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, yang meliputi tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, keputusan menentukkan karir serta kecemasan ujian dan menejemen waktu (Desmita,

4 2010: 297). Para siswa mengemukakan mengalami stress akademik yang tinggi akibat dari belajar sebelum ujian, kompetisi nilai,dan begitu banyak materi yang harus dikuasai dalam waktu yang singkat (Misra, 2000: 41). Dalam beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tingkat stress akademik yang dialami siswa tergolong dalam kategori tinggi penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari (2011:90) mengenai tingkat stress akademik siswa SMP Negeri 1 Lembang menunjukkan bahwa 22,07% siswa mengalami stress akademik pada area fisik : 19,03% siswa mengalami stress akademik pada area prilaku: 28.44% siswa mengalami stress pada area pikiran dan 30,05% siswa mengalami pada area emosi. Penelitian Gusniati (Desmita, 2010: 290) terhadap siswa pada salah satu sekolah unggulan di Jakarta adanya fenomena stress yang dialami siswa di sekolah. Sekitar 40,74% siswa merasa terbebani dengan keharusan mempertahankan peringkat sekolah, 62,96% siswa merasa cemas menghadapi ujian semester, 82,72% siswa merasa takut mendapat nilai ulangan yang buruk, 80,25% merasa bingung menyelesaikan PR yang tahu banyak dan 50,62% siswa merasa letih mengikuti perpanjangan waktu belajar di sekolah. Anak atau remaja yang menghadapi seperangkat tuntutan tanpa kemampuan yang memadai akan merseponnya dengan cara yang berbahaya atau maladaptif. Kesalahan tersebut dapat menimbulkan perilaku menarik diri, penyalahgunaan alkohol dan obat obatan serta perilaku membolos. Toreson N Eagleston mengungkapkan bahwa dalam area kognitif, ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan ini dapat mengakibatkan perasaan rendah diri dan selalu merasa gagal (Roberson,1985:5). Siswa yang mengalami stres akademik menunjukkan perilaku seperti bolos sekolah, cemas mengalami ulangan, mencontek, tidak perduli

5 terhadap materi, tidak menguasai materi, tidak betah disekolah, takut menghadapi guru, tidak dapat berkonsentrasi di kelas, ingin pindah kelas, cemas terhadap materi yang sulit, jenuh terhadap penambahan pelajaran, takut dengan pelajaran tertentu, panik menghadapi tugas yang menumpuk atau sulit, tidak percaya diri, dan akan memberikan dampak akademik antara lain memotivasi belajar rendah, tidak berhasil menguasai materi, gagal dalam SKBM (Nurdini,2009:6). Tugas Guru BK di sekolah adalah menfasilitasi dan mereduksi stres akademik peserta didik agar proses belajar di sekolah dapat menghasilkan hasil belajar yang diharapkan. Guru BK membantu mengembangkan kepercayaan diri peserta didik agar memiliki kesiapan dalam menghadapi semua tuntutan-tuntututan akademik dalam upaya pencapaian prestasi akademik secara optima. Kemampuan mereduksi stres akademik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik pada bidang akademik dalam upaya hasil pencapaian prestasi belajar, sehingga bimbingan dan konseling perlu terlibat dalam mereduksi stres peserta didik. Apabila kemampuan mereduksi stres tidak dimiliki akan menimbulkan berbagai permasalahan akademik peserta didik, antara lain, rendahnya kemandirian belajar, berpikir negatif, tingkat stres akademik yang tinggi, cemas, mudah menyerah ketika mengalami hambatan dalam belajar sehingga berpengaruh terhadap hasil pencapaian prestasi akademik. Intervensi yang dilakukan oleh Guru BK dalam mereduksi stres akademik peserta didik siswa dilakukan dengan mengembangkan program bimbingan belajar untuk mereduksi stres akademik peserta didik. Program bimbingan belajar dirumuskan dengan menggunakan strategi layanan dasar dan bimbingan konseling kelompok, kelasikal, dan individual sebagai upaya mereduksi stres akademik yang bersifat preventif bagi peserta didik. Penggunaan layanan dasar dan bimbingan ini bertujuan agar peserta didik memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi terhadap

6 potensi akademiknya dalam upaya pencapaian prestasi akademik yang diharapkan. Berdasarkan fenomena stres akademik dikalangan pelajar tersebut maka diperlukan upaya pemberian bantuan kuratif untuk menangani permasalahan yang terjadi pada peserta didik yg mengalami stres akademik. Layanan bimbingan konseling ini dapat membantu siswa dalam permasalahan akademik atau belajar adalah bimbingan belajar. Yusuf dan Nurihsan (2006) menyatakan bahwa bimbingan akademik adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan pehaman dan keterampilan dalam belajar dan memecahkan masalah masalah belajar. Program bimbingan belajar diberikan agar siswa dapat menghadapi tuntutan yang datang dari lingkungan sekolah sehingga siswa dapat melakukan penyesuaian diri secara baik dan optimal di sekolah. Strategi yang bisa digunakan dalam pemberian bantuan ini adalah dengan program bimbingan belajar yang layanannya diperuntukkan untuk individu yang membutuhkan bantuan (Yusuf dan Nurihsan, 2006: 28). Di sekolah Menengah Kejuruan di Bandung, aspek stress yang dominan dialami siswa adalah aspek pikiran yaitu sebesar 29,25% (Nurdini, 2009:4). Penelitian juga dilakukan oleh (Marlina, 2007) berkenaan dengan gambaran umum stress siswa di SMKN 1 kota Cimahi yang menunjukkan stress yang dialami siswa yang termasuk pada kategori sedang dalam proporsi 52,54% dengan aspek pikiran yang mendominasi gejala stress sebanyak 31,58%. Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh informasi bahwa pikiran berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakkan siswa yang mengalami stress akademik. Diperlukan layanan bimbingan belajar yang memberikan bantuan untuk menangani masalah-masalah belajar. Layanan

7 bimbingan dan konseling di sekolah memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam membantu peserta didik yang mengalami stres dalam bidang akademik. Dengan kata lain layanan responsif yang tepat bagi permasalahan stress akademik siswa adalah melalui konseling yang berfokus pada aspek kognitif (Yusuf dan Nurihsan, 2006). Terkait dengan pentingnya upaya bantuan bagi siswa yang mengalami stres akademik, konselor perlu merancang layanan bimbingan belajar yang tepat. Siswa yang mengalami stres akademik memerlukan upaya bantuan bimbingan akademik yang bersifat responsif. Layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan segera (Yusuf dan Nurihsan, 2006:28). Strategi yang digunakan adalah dengan teknik konseling yang dapat dilakukan secara individual ataupun kelompok. Hollon and Beck (Lazarus & Folkman, 1984: 336) memaparkan beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani stres yang dialami individu yaitu behavioral affective yang digunakan untuk menangani kecemasan yang menghambat perilaku berpotensi, pendekatan dinamis yang dapat digunakan untuk mengatasi kemarahan, serta pendekatan cognitive yang digunakan untuk menangani pemikiran maladaptif serta penyimpangan pemrosesan informasi. Gejala stres akademik berhubungan erat dengan pikiran, perilaku, dan emosi siswa. Salah satu pihak yang dapat membantu peserta didik adalah sekolah. Sekolah mempunyai peranan penting dan bertanggung jawab dalam membantu para siswa mencapai perkembangan secara optimal Nurmalasari (2011:90). Sekolah berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk mencapai perkembangan peserta didik baik menyangkut aspek pribadi, sosial, akademik maupun karir.

8 Peran sekolah dalam menciptakan iklim yang kondusif akan membantu membentuk peserta didik. Schunk dan Meece (2005: 79) menjelaskan sistem pembelajaran yang tepat serta lingkungan sekolah yang kondusif akan membantu peserta didik menetapkan tujuan pembelajaran serta fokus pada kegiatan belajar mengajar bukan berfokus pada masalah dan stres akademik yang dihadapi pada pelaksanaan proses pembelajaran sehingga akan membentuk kepercayaan diri terhadap potensi yang dimiliki. Pendapat schunk dan meece mengindikasikan sekolah memiliki peranan dalam mereduksi stres akademik peserta didik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menjalankan tiga bidang utama secara sinergi yaitu manajemen dan supervisi, pembelajaran bidang studi, serta bimbingan dan konseling (Depdiknas, 2008: 185). Ketiga bidang tersebut bekerjasama secara sinergi untuk menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam bidang akademik serta memiliki kemampuan serta kematangan dalam aspek kepribadian. Bimbingan dan konseling sekolah sebagai salah satu bidang utama dalam jalur pendidikan formal. memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik dalam mengatasi masalah yang dialami serta mengembangkan potensi yang dimiliki. Pengembangan potensi secara optimal dapat terlaksana jika peserta didik memiliki kepercayaan yang kuat terhadap potensi dirinya, sehingga akan menampilkan kinerja akademik secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, fokus penelitian adalah bagaimana mengembangkan program bimbingan belajar untuk mereduksi stres akademik siswa. Mengacu pada latar belakang masalah, penelitian ini berjudul Bimbingan Belajar untuk Mereduksi Stres Akademik Siswa (Studi Deskprtif untuk Mengembangkan Program

9 Bimbingan Belajar Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014). B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar yang menjembantani jenjang pendidikan menengah, (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003). Peserta didik Sekolah Menengah Pertama akan mengikuti serangkaian kegiatan yang terencana dan terorganisasi dalam rangka proses pembelajaran untuk mempersiapkan diri menempuh jenjang pendidikan lanjutan. Diperlukan kepercayaan diri terhadap potensi akademik yang dimiliki agar mampu memenuhi serangkaian tuntutan akademik yang harus ditempuh dalam upaya pencapaian prestasi akademik secara optimal. Peserta didik kelas VII Sekolah Menengah Pertama dihadapkan pada tuntutan lingkungan dan tugas-tugas akademik yang berbeda pada tugastugas akademik dan tuntutan lingkungan pada saat sekolah dasar. Tahun pertama sekolah dirasakan sebagai masa ketegangan karena peserta didik dihadapkan pada situasi serta tuntutan akademik yang berbeda dengan yang dialami pada saat sekolah dasar. Tuntutan berkaitan dengan cara belajar mengajar, pencapaian prestasi akademik maupun dalam hubungan teman sebaya yang dapat mempengaruhi tingkat stres akademik siswa. Pernyataan mengenai karakteristik siswa kelas VII didukung oleh pendapat Anderman et al, (Schunk dan Meece, 2005: 80) remaja sering mengalami penurunan kompetensi dan kepercayaan diri ketika mengalami masa transisi dari SD ke SMP yang berlangsung pada saat peserta didik berada di kelas VII. Sejalan dengan pendapat Anderman et al, (Santrock, 2007: 16) menyatakan peserta didik kelas tujuh sekolah menengah pertama cenderung merasa kurang puas terhadap sekolah, kurang bertanggung

10 jawab terhadap sekolah serta kurang percaya diri terhadap potensi akademik yang dimiliki. Matheny & Carthy (Nurdini, 2009: 9) mengungkapkan stres muncul bergantung pada bagaimana individu menafsirkan atau menilai arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang diri. Menurut pandangan pendekatan konseling kognitif-perilaku pada prinsipnya situasi stres akademik disebabkan oleh pikiran-pikiran yang salahsuai dalam memandang tuntutan-tuntutan akademik yang dihadapi siswa. Dengan kata lain, stres berkaitan erat dengan aspek kognitif. Dalam konseling kognitif-perilaku terdapat tiga proposisi mendasar, diantaranya adalah (a) aktivitas kognitif yang dapat mempengaruhi perilaku individu; (b) aktivitas kognitif dapat dipantau dan dapat diubah; serta (c) perubahan perilaku yang diinginkan dapat dilakukan melalui perubahan kognitif (Dobson, 2010:4). Blenkiron (2010) mengemukakan beberapa gangguan emosi dan perilaku yang dapat diintervensi dengan menggunakan konseling kognitif-perilaku ini antara lain adalah masalah kecemasan, depresi, phobia, stres, bulimia, obsesif kompulsif, psikosis, dan lain sebagainya. Personel yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan bidang bimbingan dan konseling adalah guru bimbingan dan konseling (guru BK). Guru BK berperan dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik dalam upaya pencapaian prestasi belajar, melalui program bimbingan belajar. Bimbingan belajar diperlukan guna memberikan intervensi untuk mereduksi stres akademik peserta didik dalam menghadapi dan menyelesaikan tuntutan serta masalah-masalah belajar sebagai upaya pencapaian prestasi belajar. Pencapaian prestasi belajar yang tinggi merupakan salah satu wujud tercapainya perkembangan optimal peserta didik.

11 Berdasarkan identifikasi masalah stres akademik dan program bimbingan belajar merupakan sebagai sebuah upaya penanggulangan, maka rumusan masalah penelitian adalah stres akademik yang dialami oleh siswa belum mendapatkan penanganan yang sesuai dari konselor. Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Seperti apa gambaran umum akademik stres akademik peserta didik kelas VII SMPN 1 Bandung tahun Ajaran 2013/2014? 2. Bagaimana program bimbingan belajar untuk mereduksi peserta didik peserta didik kelas VII SMPN 1 Bandung tahun Ajaran 2013/2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan program bimbingan belajar dalam mereduksi stres akademik yang dialami oleh siswa kelas VII SMP 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. 2. Tujuan khusus penelitian ini adalah memperoleh gambaran stres akademik siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2013/2014 berdasarkan kategori kelas, jenis kelamin, jenis aspek dan indikator. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis penelitian adalah diharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bimbingan dan konseling. 2. Manfaat praktis a. Bagi siswa Manfaat praktisnya adalah siswa yang mengalami stres akademik dapat memperoleh bantuan berdasarkan program bimbingan belajar dan diharapkan dapat mengatasi stres

12 akademik yang dialami siswa dengan pikiran dan sikap yang positif. b. Bagi guru Penelitian ini dapat memberi kontribusi bagi guru agar dapat bekerja sama dengan guru BK dalam membantu siswa yang mengalami stres akademik tersebut. c. Bagi guru BK Dapat membatu menangani stres akademik yang dialami siswa dengan mengimplementasikan program bimbingan belajar. d. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Penelitian akan menjadi salah satu contoh program bimbingan belajar untuk mereduksi stres akademik siswa. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat stres akademik siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2013/2014. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui gambaran umum stress akademik sebagai dasar pengembangan program bimbingan belajar bagi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2013/2014. 2. Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2010: 7). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk

13 menggambarkan tingkat stres akademik peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2013/2014 yang kemudian dijadikan sebagai dasar pengembangan program bimbingan belajar untuk mereduksi stres akademik kelas VII SMP Negeri 1 Bandung. 3. Populasi Populasi penelitian yaitu seluruh peserta didik yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 1 Bandung tahun ajaran 2013/2014. F. Struktur Penulisan Skripsi Penelitian dituliskan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan memaparkan latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel penelitian serta sistematika penulisan. Bab II kajian pustaka merupakan konsep-konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji dan kerangka penelitian. Teori yang dikaji berupa teori bimbingan belajar dan stres akademik. Bab III Metode penelitian memaparkan lokasi penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan pembahasan menguraikan tentang pengolahan data, serta pembahasan hasil pengolahan data. Bab V Penutup terdiri dari kesimpulan, saran-saran, dan penutup.