BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin majunya zaman, mulai timbul berbagai macam penyakit tidak menular, yang berarti sifatnya kronis, dan tidak menular dari orang ke orang. Empat jenis penyakit tidak menular yang utama ini menurut WHO adalah penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (asma dan penyakit paru obstruktif kronis), dan diabetes (WHO, 2011). Dari antara ke empat jenis penyakit tersebut diabetes merupakan penyakit kronis yang menurut prediksi WHO akan meningkat jumlah pengidapnya di masa depan, dalam kurun waktu 25 tahun dari tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun akan membengkak dua kali lipat dari 150 juta orang menjadi 300 juta orang. Dari hasil ini negara-negara di Asia tenggara termasuk Indonesia malahan menunjukkan peningkatan yang paling tinggi (Suryono, 2006). Selain data tersebut diabetes juga termasuk penyebab kematian utama ke-6 di AS, penyebab mayor kebutaan, gagal ginjal, amputasi ekstremitas bawah, penyakit kardiovaskular, dan malformasi kongenital. Dengan 90% pasien yang diberikan perawatan dari dokter pelayanan primer, diabetes adalah topik penyakit kronik penting yang memerlukan pendekatan penatalaksanaan multidisiplin (Vail, 2014). Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terjadi pada sekitar 186.300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau tipe 2. Di Finlandia, tidak sulit menemukan DM tipe 1 karena angka kejadiannya paling tinggi di dunia, sementara Jepang kejadiannya dilaporkan paling rendah (Pulungan, 2009). Dari berbagai pusat-pusat diabetes melalui penelitian epidemiologis di Indonesia, mulai tahun 1980-an prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 1,5-2,3% dengan prevalensi di daerah perkotaan lebih 1
tinggi dari daerah pedesaan. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 mendapatkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 25-64 tahun di Jawa dan Bali sebesar 7,5%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan penelitian dan mendapatkan bahwa proporsi diabetes melitus pada Riskesdas tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2007. Data tersebut mencerminkan data pengidap diabetes yang terdiagnosis, di lain pihak terdapat data Riskesdas pada tahun 2013 yang mendapatkan bahwa terdapat 0,6 % penduduk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 1 juta orang yang sebenarnya merasakan gejala diabetes melitus namun terdiagnosis menderita diabetes (Depkes RI, 2014). Mulai dari anak, remaja, hingga dewasa, gaya hidup sehat, dengan mengkonsumsi makanan gizi seimbang, meningkatkan aktivitas fisik yang sehat, dan tidak merokok merupakan kebiasaan yang baik untuk menurunkan risiko terjadinya diabetes. Selain itu, penggunaan terapi farmakologik yang bersifat sintetik dan yang bersifat herbal, merupakan prasyarat penting di dalam pengendalian diabetes. Obat hipoglikemik oral dan insulin dianggap mahal oleh sebagian masyarakat dan obat hipoglikemik oral banyak memiliki efek samping yang tidak diharapkan, hal ini menyebabkan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan obat herbal dan tradisional meningkat (Depkes RI, 2007). Di dunia terdapat 40.000 spesies tanaman, dan sekitar 30.000 spesies berada di Indonesia, dan sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat. Indonesia juga kaya akan ragam etnis yang memiliki kekayaan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan berbagai macam penyakit termasuk dalam hal ini adalah diabetes. Obat tradisional telah diterima secara luas di negara-negara yang tergolong berpenghasilan rendah sampai sedang. Bahkan di negara berkembang obat tradisional telah dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan strata pertama, sementara itu di banyak negara maju penggunaan obat tradisional semakin populer (Depkes RI, 2007). Komite Etik Departemen Kesehatan Republik Indonesia tidak merekomendasikan 2
pengobatan dengan obat tradisional yang diberikan secara tunggal karena diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang penatalaksanaannya harus menggunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) sintetik (Depkes RI, 2009). Pemberian terapi kombinasi dinilai efektif apabila kedua obat bekerja secara sinergis sehingga memiliki efek potensiasi (Syamsul et al, 2011). Dari tren ini terlihat bahwa obat herbal saat ini memiliki posisi penting dalam sektor pengendalian diabetes, dua diantaranya yang membutuhkan penelitian lebih lanjut terkait manfaatnya dalam pengendalian diabetes adalah minyak buah merah (Pandanus conoideus) dan pare (Momordica charantia). Menurut data-data empiris terdapat bukti bahwa obat herbal tersebut memiliki efek menurunkan kadar gula darah, namun belum benar-benar diidentifikasi secara terperinci khasiat dan efek samping kedua obat herbal tersebut. Bila dilihat secara ilmiah, buah merah mengandung tokoferol, beta-karoten, alfatokoferol, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dekanoat, dan karotenoid yang merupakan senyawa-senyawa obat yang aktif. Tokoferol merupakan antioksidan yang diduga mampu memperbaiki kerja pankreas sehingga sekresi insulin oleh sel β pulau langerhans diduga dapat meningkat (Budi dan Paimin, 2005). Sedangkan ekstrak buah pare mengandung zat aktif charantin dan polypeptide-p yang memiliki khasiat secara ilmiah yang dapat menurunkan kadar gula darah (Bagchi dan Sreejayan, 2012). Penelitian ini mencoba mengetahui perbedaan efektivitas antara minyak buah merah, ekstrak pare dan kombinasinya terhadap Diabetes Melitus. 1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu : 1. Apakah pemberian poliherbal minyak buah merah (Pandanus conoideus) dan pare (Momordica charantia) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar jantan yang diinduksi aloksan? 3
2. Bagaimana perbedaan efektivitas ekstrak minyak buah merah (Pandanus conoideus) dibandingkan dengan pare (Momordica charantia) serta kombinasinya dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar jantan? 1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas herbal minyak buah merah, pare, dan kombinasi minyak buah merah dan pare terhadap kadar glukosa darah pada tikus diabetik yang diinduksi aloksan. b. Tujuan khusus 1) Mengetahui efek herbal minyak buah merah terhadap kadar glukosa darah tikus diabetika yang diinduksi aloksan. 2) Mengetahui efek pare terhadap terhadap kadar glukosa darah tikus diabetika yang diinduksi aloksan. 3) Mengetahui efek kombinasi poliherbal minyak buah merah dan pare terhadap kadar glukosa darah tikus diabetika yang diinduksi aloksan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan a. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya berkaitan tentang peran obat herbal minyak buah merah dan pare terhadap kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus. b. Bagi peneliti selanjutnya sebagai sumber data dan informasi bagi yang akan melakukan penelitian mengenai obat herbal minyak buah merah dan pare terhadap kadar glukosa darah dengan variabel dan metode penelitian yang lebih kompleks. 2. Manfaat Praktis 4
a. Bagi penderita diabetes mellitus Sebagai masukan dan informasi tentang pentingnya obat herbal minyak buah merah dan pare sehingga dapat dijadikan terapi pelengkap atau tambahan dalam mengontrol kadar gula darah. b. Instansi pemerintah terkait 1.5 Keaslian Penelitian Sebagai wacana tentang keterkaitan obat herbal sebagai salah satu alternatif tambahan dalam mengontrol kadar glukosa darah. Tabel 1. Keaslian Penelitian Penelitian, Tahun Judul Penelitian Desain Penelitian R. Febriyanti Pengaruh Eksperimental et al, 2008 Pemberian murni Ekstrak Buah meliputi dua Merah tahap yaitu (Pandanus prapenelitian Conoidus) dan penelitian. Terhadap Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diinduksi Dengan Aloksan. Ferianis Setyawati 2012 Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Buah Pare (Momordica charantial.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan. Rancangan penelitian pre and post test group control design. Sampel Dua belas ekor tikus jantan strain Wistar, umur 2 bulan, berat badan 160-180 gram sebagai hewan percobaan. Hewan uji yang digunakan adalah 25 ekor Tikus putih jantan galur Wistardan dibagi dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Hasil Pemberian ekstrak buah merah dengan dosis 0,13 dan 0,54 ml/ekor/hari/o mampu menurunkan kadar glukosa darah dan pemberian ekstrak buah merah dosis 0,13 dan 0,54 ml/ekor/hari/o selama 14 hari tidak bersifat toksik Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% buah pare (Momordica charantia L.), dosis 150 mg/200 gr BB, 200 mg/200 gr BB, 350mg/200 gr BB mampu menurunkan kadar glukosa darah Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terdapat pada jumlah sampel, dosis ekstrak, dan jenis perlakuan herbal. Penelitian kami menggunakan 30 ekor tikus dengan dosis minyak buah merah 2,65 ml/kgbb dan dosis ekstrak pare 600 mg/kgbb. 5