BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 10 (sepuluh) kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama. Penyakit gigi yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah karies gigi (dental caries) dan penyakit periodontal (kelainan jaringan penyangga gigi). Berdasarkan SKRT (2004), prevalensi karies sebesar 90,05%, sedangkan prevalensi penyakit periodontal 96,58%. Data Departemen Kesehatan dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, sekitar 72% penduduk Indonesia mempunyai pengalaman karies (gigi berlubang) dan 46,5% diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat dan pada umumnya diderita anak-anak. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), tiap anak Indonesia rata-rata memiliki 2,2 gigi berlubang, hal ini dipicu perilaku kegemaran anak-anak mengkonsumsi permen. Makanan manis, lunak, melekat serta makanan yang berupa zat tepung dapat merusak gigi. Data Dinas Kesehatan Kota Medan (2007), menunjukkan propinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi penyakit gigi dan mulut yang cukup tinggi. Prevalensi karies gigi pada usia sekolah di kota Medan sebanyak 74,69%. Demikian pula tentang penelitian yang telah dilakukan di beberapa puskesmas seperti Puskesmas PB
Selayang II dan Puskesmas Padang Bulan Kota Medan tahun 2008 pada siswa sekolah dasar, diperoleh prevalensi karies gigi sebesar 80,21%. Di samping karies gigi penyakit gigi yang banyak dikeluhkan adalah penyakit periodontal. Berdasarkan SKRT (2003) penduduk usia 10 tahun ke atas, 46% mengalami penyakit gusi, prevalensi semakin tinggi pada umur yang lebih tinggi. Kondisi ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup anak jika dikaitkan dengan gangguan produktivitas sehari-hari dan dapat menyebabkan siswa merasa terganggu bersekolah karena sakit gigi. Karies dan penyakit periodontal terjadi akibat terabaikannya kebersihan gigi dan mulut. Kebersihan gigi dan mulut yang terjaga memperkecil terjadinya kerusakan gigi. Tingginya prevalensi penyakit gigi dan mulut pada umumnya disebabkan karena berbagai faktor, antara lain : faktor pengetahuan, sikap dan perilaku atau tindakan dalam memelihara kesehatan gigi yang masih rendah. SKRT (2004) menunjukkan perilaku masyarakat mengenai kebiasaan menggosok gigi, sebanyak 91% penduduk usia 10 tahun ke atas telah melakukannya setiap hari, namun hanya 7% yang menggosok gigi di waktu yang benar, yaitu sesudah sarapan pagi dan sebelum tidur malam. Kurangnya pengetahuan murid dan kebiasaan yang salah dalam memelihara gigi juga memperparah jumlah angka penyakit gigi pada anak sekolah. Penanggulangan masalah kesehatan gigi pada anak usia sekolah dapat dilakukan dengan program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). UKGS adalah bagian integral dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana, bagi murid sekolah dasar secara
berkesinambungan. UKGS ditekankan pada upaya promotif dan preventif. Upaya promotif berupa pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi sedangkan preventif berupa pencegahan penyakit gigi (sikat gigi bersama menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor). Untuk jangkauan yang luas usaha ini dapat didelegasikan pada tenaga non dental yaitu : guru, dokter kecil, tenaga kesehatan lainnya (Depkes RI, 1999). Tenaga kesehatan gigi di puskesmas (dokter gigi dan perawat gigi) berperan dalam peningkatan kesehatan gigi. Pelaksanaan kegiatan pencegahan yang dilakukan pada anak sekolah dasar meliputi pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi di sekolah, mengajar anak-anak cara menyikat gigi yang baik, melaksanakan sikat gigi masal, melakukan penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I, melakukan pencabutan gigi susu yang sudah waktunya tanggal dan melakukan perawatan gigi (Depkes RI, 1999). Pendidikan kesehatan gigi melalui penyuluhan yang diwujudkan secara berkesinambungan bertujuan merubah perilaku dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan yang tidak sehat ke arah perilaku yang sehat sehingga terciptanya suatu pengertian yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut (Astoeti, 2006). Dalam pelaksanaannya kegiatan penyuluhan ini tidak dapat terlaksana secara maksimal mengingat banyaknya cakupan jumlah sekolah dan kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan gigi. Hasil penelitian Natalina (2009) menggambarkan, kurangnya pengetahuan anak tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan peran petugas kesehatan dalam melakukan sosialisasi program UKGS yang masih rendah.
Kerjasama dengan kepala sekolah sangat diperlukan karena penyuluhan dilaksanakan pada jam-jam sekolah dan seharusnya sudah dijadwalkan pada awal tahun pelajaran. Peran serta guru kelas, guru olah raga kesehatan (orkes) dan kepala sekolah besar artinya dalam keberhasilan usaha kegiatan penyuluhan tersebut. Secara khusus guru yang diberikan pelatihan UKGS sebagai kader kesehatan dapat melakukan deteksi awal terjadinya karies dan adanya kalkulus pada gigi, dengan demikian dapat menurunkan tingkat penyakit gigi dan mulut pada anak sekolah yang datang ke puskesmas. Penyuluhan dan pencegahan penyakit gigi dan mulut merupakan upaya salah satu program UKGS, yang mana sasaran dan tujuan program tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut yang baik, sehingga sewaktu murid lulus dari sekolah tidak mengalami gangguan serius pada giginya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2001) dan Depkes RI menetapkan status kesehatan gigi dan mulut yang optimal untuk semua anak usia 12 tahun yaitu rata-rata indeks DMF-T per-anak tidak lebih dari 3 dan Oral Higiene Indeks (OHI) tidak lebih dari 1,2. Oleh karenanya program promotif dan preventif lebih ditekankan dalam penanggulangan masalah kesehatan gigi. Keberhasilan penyuluhan ditentukan oleh perencanaan penyuluhan yang matang. Sebelum melaksanakan program penyuluhan hendaklah dibuat perencanaan penyuluhan terlebih dahulu. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun perencanaan penyuluhan adalah : analisis situasi, penentuan perioritas masalah, tujuan, sasaran, pesan, metode, media, rencana penilaian dan penyusunan jadwal kegiatan (Herijulianti dkk, 2002).
Survei pendahuluan yang dilakukan pada murid kelas V SD Negeri 060973 Kecamatan Medan Selayang didapatkan bahwa adanya kerusakan gigi atau karies hampir pada setiap murid di dalam rongga mulut, DMF-T 1,96 dan OHI rata-rata sebesar 2,55. Hanya ada beberapa murid yang mendapatkan perawatan terhadap gigi yang berlubang. Data pelaksanaan penyuluhan UKGS adalah sebagai berikut : penyuluhan dilakukan oleh perawat gigi puskesmas, materi penyuluhan mengenai karies, waktu dan cara menyikat gigi. Penyampaian materi menggunakan metode ceramah dan demonstrasi dalam waktu 15 menit. Alat bantu penyuluhan berupa poster dari Unilever, model gigi dan sikat gigi. Penyuluhan kesehatan gigi dilakukan pada murid kelas 1, 3, 5. Murid mendapat penyuluhan 1 kali dalam setahun yang seharusnya murid mendapat penyuluhan dua kali setahun. Hal ini disebabkan perawat gigi yang ada hanya satu atau dua pada setiap puskesmas, sedangkan jumlah sekolah dasar dan kelas banyak. Akibatnya derajat kebersihan gigi anak sekolah tidak sesuai dengan target. Disamping itu tidak dilakukan evaluasi setelah diberikan penyuluhan. Oleh karena itu, direncanakan upaya untuk memperbaiki pola penyuluhan UKGS, yaitu dengan mengganti tenaga penyuluh yang selama ini dilaksanakan oleh perawat gigi dengan memberdayakan guru orkes. Guru memegang peranan penting dalam proses belajar seorang anak, seperti belajar tentang perawatan gigi. Guru adalah seorang pendidik yang lebih menguasai cara mengajar. Pertimbangan lainnya adalah kedekatan guru terhadap murid, lebih lama waktunya bersama murid, dibanding perawat gigi puskesmas.
Menurut Astoeti (2006), guru adalah orang yang membantu orang lain belajar dengan melatih, menerangkan, memberi ceramah, mengatur disiplin, menciptakan pengalaman, dan mengevaluasi kemampuan siswa. Guru dapat berperan sebagai konselor, pemberi instruksi, motivator, manajer, dan model dalam menunjukkan sesuatu yang baik. Model penyuluhan yang ingin dilakukan penulis adalah : 1. Merancang dan menentukan materi penyuluhan untuk murid sekolah dasar. 2. Pemberian penyuluhan kesehatan gigi menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan praktik. 3. Alat bantu penyuluhan digunakan poster, model gigi beserta sikat gigi. 4. Petugas yang memberikan penyuluhan adalah guru orkes yang akan dilatih. 5. Waktu penyuluhan terjadwal dan berkesinambungan. 6. Sebelum dan sesudah penyuluhan dilakukan pemeriksaan oral higiene indeks. 7. Dilakukan evaluasi terhadap murid untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan dalam hal memelihara kesehatan gigi dan mulut sehingga dicapai perilaku yang baik untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut murid, dalam rangka itulah penelitian ini dilaksanakan. 1.2 Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini apakah ada perbedaan efektivitas penyuluhan kesehatan gigi yang dilakukan oleh guru orkes dan penyuluhan yang dilakukan oleh perawat gigi terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan
murid dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut pada murid SD Negeri 060973 di Kecamatan Medan Selayang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan murid sekolah dasar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sesudah diberikan penyuluhan oleh perawat gigi dan guru orkes. 2. Untuk membandingkan efektivitas penyuluhan yang dilakukan oleh perawat gigi dan yang dilakukan guru orkes. 1.4 Hipotesis 1. Ada peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar sesudah diberikan penyuluhan oleh perawat gigi dan guru orkes. 2. Ada perbedaan rata-rata nilai pengetahuan, sikap dan tindakan memelihara kesehatan gigi dan mulut antara murid sekolah dasar yang menerima penyuluhan yang dilakukan oleh perawat gigi dan yang dilakukan oleh guru orkes.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Keterpakaian model penyuluhan dengan pemberdayaan guru orkes bagi pelaksanaan penyuluhan kesehatan gigi di sekolah dasar khususnya dalam rangka pelaksanaan program UKGS. 2. Untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar. 3. Memberi tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca dalam aplikasi keilmuwan.