BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertanian dengan makanan pokoknya berupa beras, sagu, dan ubi. Letak geografis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

RINGKASAN RANCANGAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Wilayah pedesaan umumnya adalah wilayah yang penduduknya

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian timur, Bangladesh Utara dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian memegang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. menunjang dan mempengaruhi setiap individu di dalam masyarakat tersebut 1. Perubahan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I Pendahuluan. pada masa Orde Baru , (Yogyakarta: FIB UGM, 2013), hlm. 1.

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sutisna, 2015 TENGKULAK DAN PETANI Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan yang dilakukan. Seperti halnya yang terjadi di Bali.

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

PENGENALAN WILAYAH POTENSI DAN PERMASALAHAN KEC. SAMBIREJO DAN KEC. GESI

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha pertanian. Cara mengaliri air ketanaman yaitu dengan sistem irigasi,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakat setempat menghadapi umpan balik yang berasal dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan pedesaan merupakan dua sisi mata uang yang saling

III. METODE PENELITIAN. teknik serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1982; 121).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pertanian sudah pasti tidak dapat dilakukan. perbaikan cara bercocok tanam. (Varley,1993).

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia memposisikan pembangunan pertanian sebagai basis utama

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. dan daerah yang memiliki sumber daya alam yang terbatas. Kemiskinan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menuju kemandirian sebagai daerah otonom tersebut, pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

BAB I PENDAHULUAN I - 1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya berupa beras, sagu, dan ubi. Letak geografis Indonesia memungkinkannya untuk menjadi mesin produksi pertanian yang luar biasa. Sebuah pengelolaan yang tepat terhadapnya akan membawa negara ini kepada kemakmuran yang merata kepada setiap penduduk. Indonesia mengalami peristiwa kelaparan yang cukup parah (1965-an) dengan terjadinya inflasi yang tidak terkendali hingga mengacaukan perekonomian rakyat dan berakibat daya beli masyarakat menjadi lemah bahkan ada yang sebagian masyarakat tidak mampu membeli makanan. Bersamaan dengan itu, stok bahan makanan nasional juga langka dan disusul datangnya musibah hama yang menghancurkan tanaman padi di pedesaan. Peristiwa tersebut cukup mengguncang pemerintahan saat itu. Akibatnya terjadilah krisis pangan yang tidak dapat dihindarkan yang dirasakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat yang kemudian peristiwa dikenal dengan istilah Zaman Kabluk. 1 Peristiwa krisis pangan yang cukup parah ini mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan. Presiden Soeharto menetapkan beberapa kebijakan dalam mengatasi krisis yang terjadi, kemudian dituangkan pada rencana pembangunan lima tahun atau yang dikenal dengan istilah Repelita. Besarnya masalah yang 1 Sawitri Pri prabawati, 2004, Diakronik Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Sejarah, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, halaman 52.

2 dihadapi kemudian menuntut pemerintah untuk menyelesaikan berdasarkan prioritas yang ada pada saat itu, Repelita 1 (1969/70-1973/74) dikonsentrasikan dalam mengatasi kesejahteraan bangsa yang berupa : pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan pekerjaan, dan kesejahteraan rohani. 2 Irigasi sebagai suatu cara untuk mengambil air dari sumbernya guna keperluan pertanian dengan cara mengalirkan dan membagikan air secara teratur dalam usaha pemanfaatan air untuk mengairi tanaman. Usaha meningkatkan produktivitas usaha tani diperlukan intensifikasi dengan pemanfaatan sumber daya air guna melestarikan ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan sumber daya air yang dapat dilakukan adalah melalui alokasi air irigasi secara efektif dan efisien. Usaha ini yang kemudian dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah yang timbul. Pada fokus pemerintah orde baru dalam menyelesaikan masalah krisis pangan yang terjadi adalah meningkatkan secara bertahap produksi pangan dalam negeri melalui Revolusi hijau. Program ini mendasarkan diri pada tiga pilar penting: 1. Penyediaan air melalui sistem irigasi. 2. Pemakaian pupuk kimia dan penerapan pestisida untuk menjamin produksi. 3. Penggunaan varietas unggul sebagai bahan baku berkualitas. 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 319 Tahun 1968 Tentang Rentjana Pembangunan Lima Tahun, Departemen Penerangan R.I. halaman,15. Data tentang keppres di ambil dari internet dengan alamat: http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8438/1709/. Diakses pada tanggal 16-03-2015 pada pukul 22.30 WIB.

3 Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan yang cukup signifikan dan memungkinkan penanaman pada tiga kali masa tanam dalam setahun untuk padi. Hal yang sulit dijalankan tanpa tiga pilar penyangga pertanian. Revolusi hijau menjadi penanda dalam perubahan pola pertanian yang ada di Indonesia. Masalah besar yang dihadapi dalam dunia pertanian saat itu, tak lepas dari mekanisme pengelolaan air. Sirkulasi keluar masuk air terhadap lahan pertanian saat itu menjadi masalah yang cukup pelik. Teknologi perencanaan air belum bisa dikatakan maju, walaupun saat itu tetap ada sistem irigasi tradisional. Perkembangan selanjutnya, irigasi di Indonesia menuju sistem irigasi maju dan tangguh tak lepas dari irigasi tradisional yang dikembangkan sejak ribuan tahun yang lampau. Irigasi maju dapat muncul karena memperbaiki kelanjutan pengembangan tradisi yang telah ada, yang kemudian pada umumnya dipengaruhi oleh ciri-ciri geografis dan perkembangan budidaya pertanian. 3 Model irigasi kemudian menyesuaikan dengan ciri khas masing-masing wilayah pertanian. Membedakan istilah dalam sistem irigasi dapat memudahkan pemahaman. Berikut ini adalah beberapa istilah untuk wadah penampungan air dalam sistem irigasi. Waduk adalah : Wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur / badan / palung sungai. Bendungan adalah : Bangunan yang dibuat / dibangun untuk menampung debit air sungai, di mana air tersebut dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar, antara lain : untuk pengairan 3 Effendi pasandaran., Irigasi Di Indonesia, strategi dan pengembangan, (Jakarta, LP3ES, 1991), halaman 3.

4 dan perikanan darat. Bendung adalah : Bangunan yang dibuat unutk menaikkan tinggi muka air, di mana digunakan untuk kepentingan pengairan / irigasi. 4 Pengelolaan sistem irigasi ini kemudian dapat dibedakan menjadi dua model pengelolaan berdasarkan tingkat perkembangan dalam pengelolaan sistem irigasi. 5 Model Pertama adalah sistem pengelolaan yang didasarkan atas kebijakan pola tanam yang telah ditetapkan pada sistem irigasi yang dibangun pemerintah. Pada kasus ini pembagian pola tanam adalah masa penggiliran antara tanaman yang mendapat dukungan pemerintah seperti tebu, dan tanaman rakyat seperti padi dan palawija. Model Kedua didasarkan atas praktek-praktek irigasi setempat dengan cara pembagian air yang proporsional menurut luasnya wilayah yang dialiri. 6 Sistem ini berkembang dan menonjol terutama di wilayah Subak, Bali, dan banyak pula dipraktekkan pada irigasi tradisional di Jawa. Sistem irigasi yang telah ada ini kemudian menjadi dasar gerak dari program Revolusi hijau, krisis pangan pun kembali melanda Indonesia di tahun 1972/1973, dan Indonesia menjadi pengimpor beras terbesar didunia. 7 Mengawali itu semua, pemerintah orde baru kemudian menetapkan berbagai kebijakan yang banyak memfasilitasi dalam proses penunjangan produksi pangan. Baik segi struktur maupun infrastruktur pemerintah pusat mengedepankan progress 4 Surono, Tunggul H.N, Evaluasi Waduk Dan Perencanaan Bendungan Ketro Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah, Skripsi Jurusan Teknik Sipil Ekstensi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, 2005, halaman 7. 5 Ibid., halaman 6. 6 Ibid., halaman 7. 7 Koos arumdanie., Pak Harto Anak Desa Membangun Kepentingan Nasional, (Jakarta: UMB Press, 2013), halaman, 108.

5 kesejahteraan masyarakat. Pembangunan jaringan irigasi teknis dipercepat diberbagai daerah disertai peningkatan program pembibitan. 8 Periode selanjutnya, permasalahan pembagian air dalam rangka pemerataan sistem irigasi menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan secara baik dan mendalam. Berbagai konflik kepentingan dapat terjadi apabila timbul beberapa okmun yang berusaha untuk memonopoli kepentingan air. Sementara air adalah kepentingan semua pihak, terutama bagi para petani. Kemudian dalam rangka meningkatkan pemanfaatan air secara bijak dan efisien, sejak zaman kependudukan pemerintah kolonial Belanda, pemerintah republik Indonesia mendorong terbentuknya perkumpulan petani pemakai air yang formal. 9 Periode tahun 1982, pemerintah republik Indonesia memiliki perhatian khusus terhadap lembaga petani pemakai air. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23, tahun 1982 tentang irigasi pasal 20, adanya lembaga yang disebut Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). 10 Wadah ini kemudian dibentuk dan dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk secara organisatoris teknis dan finansial mampu untuk diserahi tugas dan kewajiban pembangunan, rehabilitasi, eksploitasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi dan beserta bangunan perlengkapan dalam petak tersier, kwarter, desa, dan subak. 11 8 Ibid. 9 John S. Ambler, Perkumpulan Petani Pemakai Air di Indonesia, Tradisi dan Masa Depan. dalam Efendi pasandaran, Irigasi Di Indonesia, strategi dan pengembangan (ed) (Jakarta: LP3ES, 1991), halaman 303. 10 Ibid. 11 Ibid., halaman 304.

6 Peraturan yang dikeluarkan pemerintah menjadi penanda penting ketika kurun waktu 1975-1985, masa pembangunan dan percobaan terhadap sistem irigasi dan kelembagaan yang baru diberlakukan pemerintah republik Indonesia, belum mapannya aturan-aturan tentang irigasi, terlebih kelembagaan yang harus muncul karena pembangunan sistem irigasi ini menjadi sebuah dinamika tersendiri dalam penelitian studi kasus irigasi di Kecamatan Tanon. Pada awal periode Pelita pertama tahun 1969/1974 telah menampakkan hasilnya pada tahun 1975. Hasil dari program Pelita itu adalah selesainya pembangunan Bendung Suwatu. Bendung ini terletak di dukuh Suwatu Kelurahan Tanon Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. 12 Sragen adalah sebuah kabupaten yang terletak di pedalaman pulau Jawa. Letaknya yang berada di daerah pedalaman pulau jawa ini membuat sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupannya dari bertani. Pola pertanian masyarakat Sragen yang sebagian besar wilayahnya jauh dari aliran sungai Bengawan Solo bersifat tadah hujan, yang artinya hanya mampu menanam tanaman pangan (beras) pada saat musim penghujan. Sisanya akan menjadi lahan tidur atau ditanami palawija yang hasilnya ala kadarn karena permasalahan air yang sulit dijangkau. Secara umum kewilayahan Kabupaten Sragen dapat disebut Sragen Selatan dan Sragen Utara. Penyebutan ini berdasarkan kewilayahan Kabupaten Sragen yang terpisahkan oleh aliran sungai Bengawan Solo. 13 Wilayah di Sragen 12 Berdasarkan tahun penyelesaian yang di tulis pada bangunan Bendung suwatu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Foto terkait pada lampiran. 13 Berdasarkan peta daerah Kabupaten Sragen yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Sragen tahun 2009.

7 selatan itu terdiri dari kecamatan: Masaran, Sidoharjo, Sragen, Ngrampal, Sambungmacan, Karang Malang, Gondang, Kedawung, dan Sambirejo. Sedang Sragen utara terdiri dari wilayah kecamatan: Kalijambe, Plupuh, Tanon, Gemolong, Miri, Sumberlawang, Mondokan, Sukodono, Gesi, Tangen, dan Jenar. 14 Perbedaan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pola irigasi yang berbeda, Sragen selatan walau secara wilayah daerah ini cukup tinggi, tapi pasokan air dari Gunung Lawu cukup memadai untuk kegiatan pertanian. Sementara Sragen Utara yang wilayahnya jauh dari sumber air pegunungan dan terpisah oleh aliran sungai Bengawan Solo menjadi seakan-akan terisolir dari pemakaian sistem irigasi. Kecamatan Tanon adalah potret daerah kering yang dikembangkan pertaniannya. Irigasi di Kecamatan Tanon khususnya Waduk Ketro dan Bendung Suwatu merupakan langkah dalam mengatasi kekeringan, penanggulangan banjir, dan irigasi teknis terhadap areal sawah di sekitarnya. Waduk Ketro dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda, ini berarti pemerintah Kabupaten Sragen saat itu mengalami kendala terhadap pengelolaan airnya. Kecamatan Tanon adalah daerah kering namun memiliki tanah yang cukup luas untuk dikembangkan ke dalam dunia pertanian. Problem mendasar dalam pengembangan pertanian adalah penyediaan air. Pertanian membutuhkan air yang konsisten dalam menjamin kesehatan tanaman. Maka kemudian, Waduk Ketro dibangun kembali untuk mengatasi masalah tersebut. 14 Ibid.

8 Berbeda kasus dengan Waduk Ketro, Bendung Suwatu, bangunan ini masuk kedalam kategori Bendung. Bendung adalah bangunan yang dibuat untuk menaikkan tinggi muka air, di mana digunakan untuk kepentingan pengairan/irigasi. 15 Dalam klasifikasi bendung, maka fungsi utama untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan yang terkumpul, dikonsentrasikan agar terbentuk genangan air. Tingginya genangan air, menjadi tenaga pendorong dalam mengantar air ke lahan pertanian. Itulah yang mendasari, bahwa bangunan bendung tidak perlu tempat yang tinggi dalam pembangunannya. Jalur buang kelebihan air Bendung Suwatu diarahkan langsung menuju aliran sungai Bengawan Solo, sehingga bangunan ini juga memiliki kemampuan untuk pengendalian banjir. Kemampuan bendung suwatu dikarenakan letak geografis yang tepat. Pengendalian banjir Bendung Suwatu memungkinkan lahan persawahan tidak terendam air ketika puncak musim hujan. Dengan kondisi demikian, maka hal ini layak mendapat perhatian dalam studi kasus tentang irigasi. Studi kasus ditinjau dari bagaimana kebijakan pembangunan sistem irigasi dapat mengatasi permasalah yang ada di Kabupaten Sragen, khususnya di wilayah Sragen Utara yang akan penulis fokuskan untuk mengkaji dari Kecamatan Tanon. Seperti apa kelembagaan yang timbul dalam mengawal semua kepentingan irigasi, serta permasalahan sosial yang timbul saat sistem irigasi sudah berjalan. Pada akhirnya bagaimana pengaruh irigasi terhadap masyarakat luas. 15 Surono, Tunggul H.N., loc. cit.

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana sejarah pembangunan Bendung Suwatu dan pemeliharaan Waduk Ketro sebagai sistem irigasi di wilayah Kecamatan Tanon (1975-1985)? 2. Bagaimana pengaruh irigasi terhadap kelembagaan sistem pengelolaan air di wilayah Kecamatan Tanon (1975-1985)? 3. Bagaimana pengaruh sistem irigasi terhadap sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kecamatan Tanon (1975-1985)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk memberikan pembahasan terhadap masalah yang telah diuraikan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pembangunan Bendung Suwatu dan pemeliharaan Waduk Ketro sebagai sistem irigasi di wilayah Kecamatan Tanon (1975-1985). 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh irigasi terhadap kelembagaan sistem pengelolaan air di wilayah Kecamatan Tanon (1975-1985). 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sistem irigasi terhadap sosial, ekonomi masyarakat di wilayah Kecamatan Tanon (1975-1985).

10 D. Manfaat Penelitian Penulisan ini mempunyai dua manfaat yang ingin dicapai, yaitu: 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan melalui pandangan historis mengenai latar belakang, pengaruh kelembagaan dan efek langsung kepada masyarakat terhadap pembangunan Bendung Suwatu dan pemeliharaan Waduk Ketro sebagai salah satu sistem irigasi yang ada di Sragen wilayah utara sungai Bengawan Solo khususnya wilayah kecamatan Tanon (1975-1985). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat terhadap hal-hal yang berkaitan mengenai latar belakang, pengaruh kelembagaan dan efek langsung kepada masyarakat terhadap pembangunan sistem irigasi yang ada di Sragen wilayah utara sungai Bengawan Solo khususnya wilayah kecamatan Tanon (1975-1985). E. Tinjauan Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian membutuhkan tinjauan pustaka untuk menunjang tema yang hendak dikaji. Literatur tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengkaji, menelusuri, dan mengungkap pokok-pokok permasalahan yang ada. Pembahasan mengenai mengenai latar belakang, pengaruh kelembagaan dan efek langsung kepada masyarakat terhadap pembangunan sistem irigasi yang ada

11 di Sragen wilayah utara sungai Bengawan Solo khususnya wilayah kecamatan Tanon (1975-1985). Buku Irigasi di Indonesia Strategi dan Pengembangan, oleh Effendi Pasandaran tahun 1991. Buku ini berisi kumpulan karya mengenai berbagai kasus irigasi di Indonesia. Buku ini banyak menyorot kejadian di era pemerintahan Presiden Soeharto. Berbagai langskah pembangunan di era itu memungkinkan bangsa Indonesia untuk menuju era tinggal landas. Dasar pengenmbangan pertanian di era masa kolonial menjadi dasar pengembangan sistem-sistem irigasi di era pemerintahan Presiden Soeharto. Fokus selanjutnya adalah menjadikan daerah aliran sungai bagian hulu dikembangkan agar penghitungan alokasi air bisa disesuaiakan dengan kebutuhan pertanian. Perencaaan sistem irgasi yang baik kemudian memungkinkan langkah-langkah selanjutnya oleh pemerintah dalam pemanfaatan dan pengembangan lahan sawah irigasi. Strategi investasi irigasi jangka panjang menjadi patokan pemerintah dalam merencanakan swasembada pangan. Perjalanan investasi ini kemudian akan mendapat evaluasi bagaimana pengelolaan yang efisien. Untuk memastikan sistem irigasi berjalan lancar maka perlu untuk dibentuk Perkumpulan Petani Pemakai Air di daerah-daerah dengan disertai sistem pemeliharaan dan keuangan yang memadai. Buku Irigasi, Kelembagaan dan Ekonomi, Effendi Pasandaran dan Donald C. Taylor tahun 1988. Buku ini berisi kumpulan karya mengenai berbagai kasus irigasi, kelembagaan dan ekonomi. Sorotan utama dalam buku ini adalah bagaimana pengelolaan sistem irigasi di Indonesia dan di negara lain yang berkonsentrasi di bidang pertanian. Pembahasan mengenai sejarah dan kelembagaan dan irigasi bukanlah hal yang dapat dipisah. Kelembagan dalam

12 pengelolaan sistem irigasi bila dilihat dalam studi kasus di Indonesia merupakan sesuatu yang telah di kerjakan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam mengembangkan pertanian di Hindia Belanda. Buku ini melihat banyak kasus pula di berbagai negara sebagai sebuah studi perbandingan di kawasan Asia Tenggara. Berbagai pembahasan tentang kelembagaan dan irigasi di Indonesia juga menjadi sorotan. Buku ini menekannkan untuk bagaimana kelembagaan di sistem irigasi dapat direncakan dan dilakuakan dengan baik, pembahasan mengenai rantai ekonomi yang tercipta dalam sebuah sistem irigasi dan kelembagaannya. Dalam pengkajian lebih lanjut, buku ini akan sangat membantu penulis dalam mengungkap sistem irigasi dan kelembagaan juga pengaruh langsungnya terhadap ekonomi masyarakat di Sragen. Buku Perspektif Dari Pengembangan Managemen Sumber Air dan Irigasi Untuk Pembangunan Pertanian, Suprodjo Pusposutardjo, Sahid Susanto tahun 1993. Karya ini merupakan kumpulan karangan yang berisi tentang berbagai dinamika dalam pembangunan sistem irigasi di Indonesia. Dalam buku ini kita bisa melihat seberapa besar dinamika dalam pembangunan sistem irigasi untuk pertanian di Indonesia. Dinamika tersebut berkaitan dengan pengembangan sain dan teknologi. Pengembangan irigasi untuk produksi pangan, karena swasembada pangan tidak bisa dicapai tanpa mempertimbangkan degradasi lahan, perhitungan pembangunan fisik terhadap iklim karena berpengaruh terhadap siklus air. Pengembangan menegemen air irigasi mensinergikan pengembangan wilayah berdasarkan siklus angin tahunan, pergerakan awan dan pengembangan yang mendasarkan pada pengenalan potensi wilayah. Air sebagai sumber pembangunan pertanian di Indonesia harus dikenali berdasarkan potensinya, penyelamatan

13 hutan, tanah dan air dilakukan dengan mempertimbangkan keselarasan hidup hayati dan manusiawi. Buku yang berjudul Irigasi dan Bangunan Air, karya Sidharta, S.K. tahun 1997. Buku yang ditulis dari gabungan Penataran Teknik Sipil yang dipimpin oleh direktur perguruan tinggi, Joetatahadihardjaja Universitas Gunadarma Jakarta. Buku ini menjelaskan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan irigasi dan sistem yang mendasarinya. Buku dengan berbagai gambaran yang terkait dengan irigasi. Mulai dari teknik irigasi yang meliputi kualitas air, berbagai macam pengembangan sistem irigasi dan cara pemberian air irigasi. Irigasi dibangun berdasarkan kebutuhan dari tanaman. Penilaian itu didasarkan pada topografi, hidrologi, klimatologi, tekstur tanah. Pembangunan sistem irigasi di dasarkan pada itu semua karena akan mencakup dalam efisiensi irigasi, pola tanam dan kebutuhan air untuk lahan berdasarkan jenis tanaman. Bangunan irigasi akan mempengarusi dari petak irigasi, saluran dan bangunan pendukungnya. Buku Dasar-dasar dan praktek irigasi, yang diterjemahkan oleh Endang Pipin Tachyan dan Soetjipto. Tahun 1992. Irigasi merupakan suatu seni mengelola air yang sudah tua. Buku ni menjelaskan dasar irigasi mengenai sumber-sumber dan penampungan air irigasi. Hubungan tanah dan air, pengukuran kelembaban tanah yang dapat menjadi indikasi awal dalam menentukan aliran air kedalam dan melalui tanah. Pembahasan mendasar tentang irigasi yang berkaitan dengan masalah garam yang terkandung di tanah dan air. Pembahasan irigasi permukaan tanah, bawah tanah dengan saran dan bangunan irigasinya. Skripsi karya Budi Trapsilo yang berjudul Irigasi Bendungan Wonogiri dan Perubahan Sosial Ekonomi petani di Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo

14 Kabupaten Sragen Tahun 1987-2008. Skripsi dari jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Senirupa Universitas Sebelas Maret tahun 2010 menjelaskan tentang perubahan sosial ekonomi yang terjadi di Kecamatan Sidoharjo. Penelitian ini menangkap perubahan ekonomi yang terjadi pasca jaringan irigasi dari Sungai Bengawan Solo aktif sebagai penyuplai tetap kebutuhan pertanian di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Penelitian ini fokus pada pengaruh dibidang ekonomi masyarakat Kecamatan Sidoharjo, dan membuktikan bahwa pertanian mampu memberikan kehidupan lebih baik bagi para petani. Disertasi karya Supadi yang berjudul Model Pengelolaan Irigasi Memperhatikan Kearifan Lokal. Disertasi dari Universitas Diponegoro tahun 2009 menjelaskan latar belakang pemakaiaan sistem irigasi yang kemudian pemotretan daerah yang dilihat dalam penelitiannya yang meneliti dari 32 kabupaten dari 12 provinsi yang salah satunya adalah di wilayah Sragen dan berfokus pada managemen irigasi dan pemeliharaan sistem irigasi. Sorotan utama dalam karya ini dimulai dari perilaku masyarakat, kondisi fisik jaringan irigasi, partisipasi pengelolaan irigasi dan pelayanan air irigasi. Keempat hal ini bertalian satu sama lain. Perilaku masyarakat kemudian menjadi titik yang menentukan kearifan local dalam pemeliharaan, karena setiap daerah memiliki nilai tersendiri dalam menyikapi air. F. Metode Penelitian Dalam memahami peristiwa-peristiwa di masa lampau sebagai fakta sejarah memerlukan adanya tahapan atau proses sehingga dibutuhkan metode serta pendekatan agar terbentuk sebuah bangunan sejarah yang utuh. Penelitian

15 sejarah dalam studi ini memakai pandangan sejarah kritis yang didasarkan pada metode historis yang didalamnya mencakup kegiatan pengumpulan sumber, menguji, menganalisis secara kritis dari rekaman dan peningalan masa lampau, kemudian diadakan rekontruksi dari data yang diperoleh sehingga menghasilkan penulisan sejarah (historiografi). 16 Metode sejarah mempunyai empat tahapan penelitian. Pertama Heuristik adalah suatu proses mencari dan menemukan sumber-sumber atau data-data. Tahap kedua adalah Kritik sumber, yaitu usaha pencarian keaslian data yang diperoleh melalui kritik intern maupun ekstern. 17 Kritik intern dilakukan untuk mencari keaslian isi sumber, sedang kritik ekstern dilakukan untuk mencari keabsahan tentang keaslian sumber atau otentitas. Tahap ketiga adalah interpretasi. Usahan ini merupakan penafsiran terhadap fakta-fakta yang diperoleh dari data-data yang telah diseleksi dan telah dilakukan kritik sumber. Proses ini memegang peranan penting bagi terjalinya fakta-fakta menjadi kisah sejarah yang integral. Tahapan keempat adalah historiografi. Historiografi merupakan penulisan sejarah dengan merangkai faktafakta menjadi kisah sejarah. Historiografi merupakan klimaks dari sebuah metode sejarah. Dari sini pemahaman dan interprestasi dari fakta-fakta sejarah ditulis dalam bentuk kisah sejarah yang menarik dan masuk akal. Dalam menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah. 16 Gottshalk, Louis, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia Press), 1986, hal. 32. 17 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu), 1999, hal. 58.

16 1. Heuristik, yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk bahan-bahan penelitian yakni seperti: a. Studi Dokumen Dalam studi ini karena fokus penelitian adalah peristiwa yang sudah lampau, maka salah satu sumber yang digunakan adalah sumber dokumen. Dokumen dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumen dalam arti sempit dan dokumen dalam arti luas. Dokumen yang diperoleh dari Badan Arsip Daerah, Badan Pusat Statistik Daerah, Dinas Pengairan Kabupaten Sragen, perpustakaan-perpustakaan daerah dan Arsip Nasional Republik Indonesia. Data data dapat berupa: arsip-arsip daerah, yang berkaitan dengan proses pembangunan dan pelaksanaan sistem irigasi. Arsip tersebut berupa peta bendung dan skema pengairan, peta hidrologi Kabupaten Sragen tahun 1970-1980. Dalam penelitian sejarah, dokumen atau arsip memiliki nilai yang tinggi karena data-data yang ada memiliki validitas yang dapat dipertanggungjawabkan. b. Studi Pustaka Studi pustaka ialah teknik pengumpulan data dengan menggunakan literature dan referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori dan data sekunder yang baru sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh melalui studi dokumen pada sumber data penelitian. Tujuan dari studi pustaka adalah untuk menambah pemahaman teori dan konsep yang diperlukan penelitian. Sumber yang diperlukan antara lain : buku, majalah, surat kabar, artikel, arsip dan sumber-sumber lainnya. Studi pustaka dalam penelitian ini di lakukan di Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni

17 Rupa, Perpustakaan Undip, Perpustakaan Daerah Sragen dan situs-situs internet yang berkaitan. c. Wawancara Metode wawancara merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan dari seorang narasumber, bercakap-cakap bertatap muka dengan informan. Di samping itu juga bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta kegiatan dan pandangan hidup mereka. Menurut Koentjaraningrat, dalam wawancara seorang peneliti harus dapat melakukan tiga tahapan agar wawancara tersebut berjalan lancar. Tiga tahapan tersebut adalah (1) Penyeleksian individu untuk diwawancarai. (2) Pendekatan dengan orang yang telah diseleksi dan (3) Pengembangan suasana lancar dalam wawancara, serta usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancarai. Dalam rangka penelitian masyarakat, terdapat dua cara wawancara, yaitu wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, dan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai diri pribadi, pendirian atau pandangan dari individu yang diwawancara untuk keperluan komparatif. 18 Untuk keperluan pembuktian dan kejelasan dari individu yang memberi keterangan. Penulis melakukan observasi ke daerah - daerah yang berkaitan dengan pembangunan saluran-saluran irigasi dan juga mencari tahu tentang kelembagaan dalam masyarakat tentang perkumpulan petani penggunaan air (P3A). Beberapa narasumber utama yang akan diwawancari diantaranya adalah Kepala Dinas 18 Koentjaraningrat., Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983,) halaman 129-130.

18 Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen, Camat dari daerah Kecamatan Tanon tahun 1980-an, Ketua dari Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) Dharma Tirta Ketro Makmur kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. G. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran yang terperinci, skripsi ini disusun bab demi bab. Penyusunannya berlandaskan agar skripsi ini mampu menyajikan gambaran yang menunjukkan suatu kesinambungan perkembangan kejadian yang beruntun. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II menguraikan gambaran umum kabupaten Sragen dan potensi sumber daya di Kecamatan Tanon. Pembahasan mencakup, kondisi geografi dan demografi kabupaten Sragen, administrasi kabupaten Sragen, kependudukan, letak geografi Kecamatan Tanon, luas wilayah Kecamatan Tanon, kondisi tempat tinggal, kondisi sosial budaya masyarakat, kondisi pendidikan masyarakat, kondisi keagamaan, potensi sumber daya yang meliputi sumberdaya manusia dan sumber daya alam di Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen. Bab III membahas sejarah pembangunan Bendung Suwatu dan pemeliharaan sistem irigasi Waduk Ketro yang ada di Sragen wilayah kecamatan Tanon khususnya dalam pembangunan waduk ketro dan bendung suwatu. Pembahasan mencakup pada dasar hukum yang menjadi landasan pemerintah pusat melakukan pembangunan, landasan hukum pemerintah daerah dalam

19 melakukan pembangunan, pelaksanaan pembangunan saluran irigasi baik untuk waduk Ketro dan bendung Suwatu. Bab IV membahas pengaruh irigasi terhadap kelembagaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat Sragen wilayah Kecamatan Tanon khususnya dalam lingkup Waduk Ketro dan Bendung Suwatu. Pembahasan mencakup pengaruh sosial dan terbentuknya kelembagaan yang ada dalam pengelolaan penggunaan air oleh pemerintah dan masyarakat pada sistem irigasi waduk Ketro dan bendung Suwatu, pengaruh dari waduk ketro dan bendung Suwatu terhadap masyarakat setempat secara sosial dan ekonomi. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan. Kesimpulan, merupakan jawaban dari masalah dalam penelitian, serta berisi saran dan kritik terhadap pihak-pihak yang terkait dengan persoalan tentang kebijakan pembangunan sistem irigasi.