PENDAHULUAN. Delapan puluh persen peternakan sapi perah di Indonesia merupakan peternakan sapi

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Cimahi termasuk kedalam wilayah Provinsi Jawa Barat yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek dalam penelitian ini adalah kinerja petugas kesehatan hewan selaku

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 16 TAHUN 2003 (16/2003) TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu instansi pemerintah, pemimpin yaitu seseorang yang. mempengaruhi para bawahannya untuk melakukan pekerjaan.

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 26 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Banyaknya minat untuk menjadi seorang dokter berpengaruh di dunia pendidikan.

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PEREKAYASA DAN TEKNISI PENELITIAN DAN PEREKAYASAAN

KATA PENGANTAR. atas limpahan nikmat, rahmat serta karunia-nya sehingga penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 4.1. Latar Belakang

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karyawan yang berpenghasilan rendah dan negara-negara berkembang

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 43 TAHUN 2008 T E NTA N G JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER WALIKOTA SURABAYA

2017, No Penyesuaian/Inpassing Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Bidang Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (health service). Sarana Pelayanan Kesehatan merupakan tempat

KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PKMRS PADA PENYULUHAN KELOMPOU BAGI RS SWANTA SE JABAR BANDUNG, 5 JULI Dr. Henni Djuhaeni, MARS

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2017

PENJABARAN KKNI JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES DAN KURIKULUM PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER PROGRAM DIPLOMA IPB 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DASAR HUKUM UU NO 8 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Kepegawaian yang telah dirubah dengan uu no. 43 Tahun 1999.

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EFISIENSI RUMAH SAKIT DI SUKOHARJO DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. harapan masyarakat sebagai pemakai jasa kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH PEMULIHAN GIZI BALITA KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani

RUMAH SAKIT HEWAN DI KABUPATEN BANTUL BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan berkembangnya berbagai penyakit, maka kebutuhan masyarakat

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 13/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai implementasi pelayanan kesehatan

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2008 T E NTA N G JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN WALIKOTA SURABAYA

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Delapan puluh persen peternakan sapi perah di Indonesia merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Kesehatan hewan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan karena menunjang keberhasilan usaha peternakan. Pembekalan ilmu kepada peternak mengenai tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar, mengenalkan peternak dengan penyakit yang biasa menyerang sapi perah dan cara pencegahannya, penerapan dan pemanfaatan teknologi tepat guna di bidang kesehatan hewan akan berperan penting dalam meningkatan produksi dan kualitas hasil produksi ternak. Upaya-upaya tersebut akan mempengaruhi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Hal tersebut dapat terlaksana jika ada kerjasama antara pemerintah dan peternak. Pemerintah berperan atas penyediaan pelayanan kesehatan hewan termasuk petugas kesehatan hewan yaitu dokter hewan dan mantri hewan sedangkan peternak bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan dari hewan ternak yang dipeliharanya dengan menjaga dan mempercayakan ternaknya kepada petugas kesehatan hewan setempat ketika membutuhkan penanganan. Pelayanan kesehatan hewan di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Urusan kesehatan hewan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

2 pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Undang-undang ini juga menyebutkan bahwa, pengobatan hewan menjadi tanggung jawab pemilik hewan, peternak, atau perusahaan peternakan, baik sendiri maupun dengan bantuan petugas pelayanan kesehatan hewan. Terdapat dua petugas pelayanan kesehatan hewan, yaitu mantri hewan dan dokter hewan. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mantri hewan merupakan ahli teknik peternakan yang ditugasi untuk membina, mengelola, atau memberikan penyuluhan tentang peternakan di suatu daerah. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 111/Permentan/OT.140/10/2013 menjelaskan mantri hewan atau dikenal juga paramedik veteriner memiliki jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang melakukan kegiatan dibawah penyeliaan Medik Veteriner yang dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak dan kewajiban secara penuh yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. Tugas pokok Paramedik Veteriner adalah menyiapkan, melaksanakan, melaporkan kegiatan pengendalian hama dan penyakit hewan, serta pengamanan produk hewan. Dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam melaksanakan pelayanan kesehatan hewan. Penyelenggaraan kegiatan praktik kedokteran hewan disebut dengan medik veteriner. Hal ini dijelaskan dalam UU Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi yang memiliki potensi di bidang peternakan khususnya

3 peternakan sapi perah rakyat yang tidak terlepas dari peran petugas kesehatan. Terdapat 6 petugas kesehatan yang terdiri dari 3 mantri (paramedik veteriner) dan 3 dokter hewan (medik veteriner). Masing-masing petugas kesehatan memiliki sikap (attitude) dan pengalaman yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan dalam memberikan pelayanan kesehatan hewan masing-masing petugas kesehatan hewan mempunyai cara dan kemampuan kinerja yang berbeda juga. Kinerja petugas kesehatan hewan adalah hasil kerja atau prestasi kerja dari petugas kesehatan hewan selama petugas kesehatan hewan memberikan pelayanan kepada peternak. Kinerja dalam makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja melainkan bagaimana proses kerja berlangsung, hal ini dapat diukur dari instrumen yang dikembangkan dalam ukuran kinerja secara umum, kemudian diterjemahkan kedalam penilaian perilaku secara mendasar. Perbedaan kinerja tersebut mempengaruhi tingkat kepercayaan peternak terhadap petugas pelayanan kesehatan hewan yang berbeda. Kepercayaan merupakan hal penting dalam hubungan timbal balik karena merupakan pondasi suatu hubungan. Kepercayaan dari peternak kepada petugas kesehatan hewan dibutuhkan ketika peternak akan menggunakan jasa dari petugas kesehatan hewan. Kepercayaan tidak begitu saja diberikan peternak, melainkan harus dibangun dan dapat dibuktikan secara langsung oleh petugas kesehatan hewan melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan peternak terhadap petugas kesehatan hewan dapat dilakukan dengan menjaga citra positif petugas kesehatan hewan dengan memaksimalkan kinerja dalam memberikan pelayanan. Tingkat kepercayaan terhadap suatu produk (dalam hal ini jasa) akan mempengaruhi keputusan

4 peternak. Berdasarkan fenomena yang ada, penulis akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Kinerja Petugas Kesehatan Hewan Dengan Tingkat Kepercayaan Peternak Sapi Perah pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja dari petugas kesehatan hewan yang ada pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi. 2. Bagaimana tingkat kepercayaan peternak sapi perah terhadap petugas kesehatan hewan yang ada pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi. 3. Bagaimana hubungan antara kinerja petugas kesehatan hewan dengan tingkat kepercayaan peternak sapi perah pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi. 1.3 Maksud dan Tujuan Sesuai dengan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kinerja dari petugas kesehatan hewan yang ada pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi 2. Mengetahui tingkat kepercayaan peternak sapi perah terhadap petugas kesehatan hewan pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi.

5 3. Menganalisis hubungan antara kinerja petugas kesehatan hewan dengan tingkat kepercayaan peternak pada kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. 1.4 Kegunaan Penelitian Secara teoritis penelitian ini berfungsi: Sebagai bahan referensi dan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut. Secara praktis penelitian ini berfungsi: 1. Sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak Dinas Peternakan setempat khususnya bagian pelayanan kesehatan hewan dalam memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik. 2. Merupakan tambahan wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai topik yang diteliti. 1.5 Kerangka Pemikiran Citra kualitas petugas kesehatan dapat terlihat dari kinerja yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Yusanto dkk, 2002).

6 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah human performance, hal tersebut menyebabkan setiap petugas kesehatan memiliki perbedaan, sehingga menghasilkan kinerja yang berbeda-beda terhadap pelayanan dan keberhasilan dalam menangani kesehatan hewan. Terdapat beberapa indikator kinerja, diantaranya kualitas, kuantitas, pelaksanaan tugas, dan tanggung Jawab (Mangkunegara, 2009). Peternak memiliki tanggung jawab menjamin kesehatan dari hewan ternak yang dipeliharanya. Oleh karena itu peternak mempercayakan petugas kesehatan hewan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan kesehatan hewan. Kepercayaan itu akan muncul apabila peternak yakin bahwa petugas kesehatan akan memberikan tindakan yang positif sesuai dengan harapan. Dalam hal ini peternak dapat dikatakan sebagai konsumen dan petugas kesehatan sebagai organisasi yang menyediakan jasa. Kepercayaan merupakan kesediaan (willingness) seseorang untuk menggantungkan dirinya kepada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran karena mempunyai keyakinan (confidence) kepada pihak tersebut. Kepercayaan merupakan harapan umum yang dimiliki individu bahwa kata-kata yang muncul dari pihak lainnya dapat diandalkan. Hanya ada satu kunci untuk membangun kepercayaan konsumen dalam hal ini peternak yaitu dengan pendekatan, diantaranya adalah, kedekatan fisik, kedekatan intelektual, dan kedekatan emosional (Meliana, dkk 2013). Kepercayaan mendorong petugas kesehatan bekerja untuk menghasilkan hubungan yang baik dengan peternak dan untuk menahan godaan untuk tidak mengutamakan hasil jangka pendek atau bertindak secara oportunis. Kepercayaan dari petugas kesehatan secara positif dihubungkan dengan kemungkinan bahwa peternak akan terus menggunakan jasanya pada masa yang akan datang.

7 Kelurahan Cipageran merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah rakyat di Kota Cimahi. Dari segi sistem pemeliharaan, peternak tidak dapat terlepas dari petugas kesehatan dalam mempertahankan produktivitas ternaknya. Peternak akan mempercayakan kesehatan ternaknya dengan menggunakan jasa dari petugas kesehatan yang memiliki kinerja lebih baik. Hal ini menyebabkan kinerja dari petugas kesehatan berhubungan dengan tingkat kepercayaan peternak. Berikut ilustrasi dari kerangka pemikiran yang telah dijelaskan: Petugas Kesehatan Kinerja Petugas Kesehatan: 1. Kualitas Pelayanan 2. Kuantitas Pelayanan 3. Pelaksanaan Tugas 4. Tanggung Jawab Mangkunegara (2009) Tingkat Kepercayaan Peternak: 1. Kedekatan Fisik 2. Kedekatan Intelektual 3. Kedekatan Emosional Meliana, dkk (2013) Ilustrasi.1. Hubungan Antara Tingkat Kepercayaan Peternak Sapi Perah dengan Kinerja Petugas Kesehatan Hewan. Keterangan: Memiliki Hubungan

8 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2017 di peternakan sapi perah Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi.