1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam adalah Agama yang sempurna ajarannya dalam lintas tempat dan zaman. Dasar Agama memang tidak boleh diubah, akan tetapi pemikiran keagamaan harus disesuaikan dengan kemajuan zaman. Agama Islam tidak akan dipandang lagi sebagai pusaka yang menghalangi kemajuan. Munawir Sjadzali juga mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dengan aturan bagi segala aspek kehidupan manusia terhadap kehidupan bernegara (Sjadzali, 1993: 1). Tujuan Islam terpenting adalah mewujudkan keadilan sosial yang terformulasi dengan tindakan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan. Namun, siapa saja yang menghendaki suatu tujuan, konsekwensinya harus mau melaksanakan caracara untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini Ibn Taimiyah menegaskan : Allah mewajibkan manusia untuk melakukan perintah berlaku ma ruf dan nabi munkar, keadilan, melaksanakan haji, melaksanakan shalatshalat jemaah, dan memerangi orang yang zalim. Semuanya itu tidak akan terlaksana kecuali dengan kekuatan (kekuasaan) dan imarah (kepemimpinan) (Efrinaldi, 2007: 33). Oleh karena itu, keberadaan negara dan pemerintah amat penting dalam rangka mengurus dan mengayomi umat. Tanpa negara dan pemerintahan umat tidak akan mungkin mewujutkan cita-cita sosial-politik dan keadilan sosial, melaksanakan hukum Islam, menciptakan sistem pendidikan Islam dan mempertahankan kebudayaan Islam dan penyelewengan-penyelewengan, baik dari dalam maupun dari luar (Efrinaldi, 2007: 34). Negara yang tidak konstitusional dapat menyebabkan masyarakat tidak berdaya menghadapi penguasa yang kejam. Akhirnya Islam dianggap hanya ibadah (ritual) belaka dan ilusi semata. Selain itu, janji Islam sebagai 1
2 petunjuk bagi kebahagian manusia di dunia dan akhirat belum dapat di buktikan secara optimal. Hubungan agama dan politik selalu menjadi topik pembicaraan,baik golongan yang berpegang kuat pada ajaran agama maupun golongan yang yang berpandangan sekuler. Tentang hubungan Islam dan negara terdapat tiga kelompok pemikiran. Kelompok pertama berpendapat bahwa negara adalah lembaga keagamaan dan sekaligus lembaga politik. Karena itukepala negara adalah pemegang kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Kelompok kedua mengatakan bahwa negara adalah lembaga keagamaan tetapi mempunyai fungsi politik. Karena itu kepala negara mempunyai kekuasaan agama yang berdimensi politik. Kelompok ketiga menyatakan bahwa negara adalah lembaga politik yang sama sekali terpisah dari agama. Kepala negara, hanya mempunyai kekuasaan politik atau penguasaduniawi saja (Pulungan, 1999: 1). Pemahaman dan penafsiran terhadap ajaran Islam dalam kaitannya dengan politik dan pemerintahan juga terdapat tiga golongan. Golongan pertama menyatakan, di dalam Islam terdapat sistem politik dan pemerintahan, karena Islam adalah agama yang sempurna. Golongan kedua mengatakan di dalam Islam tidak ada sistem politik dan pemerintahan. Tapi mengandung ajaran-ajaran dasar tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedangkan golongan ketiga berpendapat bahwa Islam sama sekali tidak terkait dengan politik dan pemerintahan. Ajaran agama hanya berkisar tentang tauhid dan pembinaan akhlak dan moral manusia dalam berbagai aspek kehidupan (Pulungan, 1999: 2). Terdapat beberapa perdebatan dan pembicaraan Islam dan negara senantiasa aktual dan menjadi kajian yang serius oleh para pakar polotik baik muslim maupun non-muslim. Perdebatan semacam ini di latarbelakangi oleh pemahaman yang berbeda dalam memahami ketentuan nash. Bagi mereka yang memahami bahwa Islam adalah Agama universal dan mencakup segala
3 dimensi kehidupan manusia cenderung mengutarakan bahwa Islam dan negara tidak dapat dipisahkan. Politik Islam sering dipandang sebagai penggabungan Agama dan politik dalam istilah gerakan Islam modern, Islam adalah din wa daulah (Agama dan negara). Banyak cendikiawan muslim maupun non-muslim menyatakan bahwa Islam merupakan cara hidup yang menyeluruh dan tidak mengenal kependetaan atau kelembagaan formal (Esposito dan Vols, 1999: 2). Mencermati pembaharuan tentang hubungan Islam dan negara, mereka cenderung mengatakan bahwa Islam dan negara merupakan dua komponen integral yang tidak dapat dipahami dari satu sisi saja. Argumentasi yang dikemukakan adalah sistem pemerintahan yang pernah diekspresikan Rasulullah SAW ketika berada di Madinah (Efendi, 1998: 7). Mujar Ibnu Syarif, dan Khamami Zada mengutip pendat al-mawardi berpandangan bahwa Agama dan negara berhubungan secara simbiotik, yakni hubungan timbal-balik dan saling memerlukan. Dalam kaitan ini negara dan Agama sama-sama saling memerlukan. Di satu sisi, Agama memerlukan negara agar dapat berkembang. Sebaliknya, negara memerlukan Agama untuk mendapatkan bimbingan moral dan etika (Syarif dan Zada, 2008: 86). Negara merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejalagejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara menetapkan cara-cara batasbatas sampai di mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan demikian negara dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya kea rah tujuan bersama (Budiardjo, 2008: 47). Ada penelitian lain yang penulis temukan membahas mengenai Islam dan negara dalam lembaga pemerintahan dan politik. Pertama, penelitian mengenai pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam, yang ditulis oleh Nur
4 Iman mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa sebagai pemikir dan pejuang umat Islam Haji Agus Salim senantiasa menghimbau para intelektual untuk menjabarkan Islam secara ilmiah. Haji Agus Salim menyatakan bahwa bagi kaum intelektual muslim yang mempelajari ilmu-ilmu sosial harus memperlihatkan kepada Islam (Nur Iman, 2006: 143). Beberapa pendapat di atas bahwa Islam dan negara bisa menjadi suatu tatanan yang seimbang. Tegaknya negara adalah satu-satunya cara yang disariatkan untuk menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan manusia (Syarif dan Zada, 2008: 82). Dari uraian tersebut maka ada beberapa negara yang menerapkan hubungan simbiotik antara Agama dan negara seperti Arab Saudi, Pakistan, Turki, Mesir, dan Iran. Dimana negara-negara tersebut mempunyai mayoritas umat Islam. Maka dari itu negara tersebut Menjalankan pendapat para tokoh yaitu hubungan timbal-balik antara Agama dan negara. Para pemikir barat modern, telah mencapai kesepakatan bahwa antara Islam dan negara terjadi pemisahan total. Paradigma ini menolak baik hubungan integralistik maupun hubungan simbiotik antara Agama dan negara. Paradigma sekularistik mengajukan pemisahan Agama dan negara. Dalam konteks Islam, paradigma sekularistik menolak pendasaran negara pada Islam (Syarif dan Zada, 2008: 89). Tujuan negara itu adalah mewujudkan kesejahteraan, akan lebih tepat dikatakan, kesejahteraan masyarakat universal didunia dan akhirat. Sedangkan ikatan antara penguasa dan rakyat adalah berdasarkan atas dorongan batin, yakni keyakinan kepada Allah dan kehidupan akhirat nanti. Beberapa tokoh muslim yang telah diketahui pandangannya terhadap Islam dalam negara. Namun ada salah satu tokoh muslim tidak diketahui secara nyata pendapatnya terhadap Islam dan negara yaitu Haji Agus salim. Akan tetapi beberapa tokoh politik Nasional ada yang beranggapan bahwa
5 tokoh Haji Agus Salim ini adalah seorang tokoh muslim yang cenderung terhadap keterlibatan Islam dalam bernegara. Konsep negara menurut Haji Agus Salim Hanyalah sebuah alat untuk mencapai tujuan yaitu kemerdekaan umat Islam Indonesia dari penjajahan Belanda, namun cukupkah alat yang dimaksudkan menjadi jaminan sebagai sarana kesejahteraan seluruh manusia Indonesia lahir dan batin, setelah kemerdekaan itu diproklamasikan? sayang sekali belum jelas jawaban pertanyaan ini, hanya konteks perjalanan sejarahlah yang berbicara secara tersirat bahwa negara Indonesia yang tidak berdasarkan Islam, menurut asumsi penulis belum menemukan jati diri secara penuh hingga melahirkan tatanan perikehidupan ideal bernegara (Panitia Buku Peringatan, 1984: 349). Mungkinkah Haji Agus Salim tetap mempertahankan Piagam Jakarta (dengan tambahan tujuh kata pada sila pertamanya) dan menyetujui perubahan pada sila pertama Piagam ini, sebagai cerminan dari mencontoh tatanan masyarakat pada zaman Rasulullah dengan Piagam Madinahnya? Namun sekali lagi sayang hal ini belum jelas karena Haji Agus Salim belum ditemui mengutarakan demikian. Sebagaimana uraian diatas, dalam penelitian ini penulis mencoba mengkaji pandangan Haji Agus Salim yang kita kenal sebagai pejuang bangsa, pemikir sekaligus aktifis Islam dari Sumatra Barat. Haji Agus Salim melihat bahwa teori negara dalam Islam. Berdasarkan latar belakang masalah di atas belum diketahui apakah Islam dan negara sudah disatukan atau terpisah maka dari itu penulis akan mencoba meneliti lebih dalam dengan judul Pemikiran Haji Agus Salim Tentang Relasi Islam dan Negara. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah didefenisikan sebagai suatu pertanyaan yang dicoba untuk menemukan jawabannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana Pemikiran Haji Agus Salim Tentang Hubungan Islam dan Negara?
6 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, makan tujuan penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mendiskripsikan pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam b. Untuk mendiskripsikan pemikiran Haji Agus Salim tentang Negara c. Untuk mendiskripsikan peranan agama Islam dalam bernegara 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah sumbangan pemikiran pada khasanah ilmu pengetahuan mengenai Islam dan negara menurut Haji Agus Salim. 1.4 Defenisi Operasional Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami suatu permasalahan serta memudahkan penulisan dalam penyusunan, maka terlebih dahulu penulis menjelaskan pengertian kata-kata yang terdapat dalam judul ini, sebagai berikut : Islam : Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan berpedoman kepada al-qur an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah AWT (Penyusun kamus Pusat Pembinaan Bahasa, 1989: 340). Negara : Negara pada dasarnya merupakan organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang mengatur dan mengendalikan persoalanpersoalan bersama atas nama masyarakat. Negara itu, dipimpin oleh manusia biasa, tetapi harus mempunyai moral yang baik unsur agama mesti diperoleh dan dipertahankan dalam Negara (Efrinaldi, 2007: 36).
7 Haji Agus Salim : Lahir di koto Gadang Bukittinggi Sumatera Barat tanggal 08 Oktober 1884, Nama kecilnya Masyudul Haq. Ia berasal dari lingkungan keluarga terkemuka pada masyarakat adat Minangkabau. Ia adalah seorang ulama, pendidik, wartawan, ahli bahasa dan pejuang kemerdekaan, dan ia putra kelima dari Sutan Muhammad Salim. Jadi berdasarkan pemahaman terhadap istilah-istilah di atas, maka yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah gagasan atau ide pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam dan Negara yang muncul dari hasil analisa terhadap fenomena sosial dalam rangka membangun jalannya perpolitikan di Indonesia. 1.5 Metode Penelitian Dalam sub bab ini perlu dipaparkan tentang metode penelitian yang digunakan. Antara lain meliputi jenis penelitian, sifat penelitian. 1.5.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah library research (penelitian pustaka), yang lebih mengutamakan bahan perpustakaan sebagai sumber utamanya. Studi yang dilakukan adalah tokoh, maka ada dua metode pokok untuk memperoleh pemikiran tokoh tersebut. Pertama, penelitian tentang biografinya sejak dari permulaan sampai akhir pemikiran politiknya. Kedua, penelitian pikiran dan keyakinan tokoh tersebut (Ali, 1991: 34). 1.5.2 Sifat Penelitian Studi yang merupakan penelitian pustaka ini lebih bersifat deskriptifanalisis. Yang dimaksud dengan deskriptif adalah menggambarkan karakteristik dan fenomena yang terdapat dalam masyarakat atau literature. Dengan kata lain karakter dan fenomena yang di kaji dalam penelitian ini ialah karakter Haji Agus Salim. Adapun analisis disini adalah analisis dalam pengertian historis, yakni meneliti akar sejarah yang melatarbelakangi gagagsan Haji Agus Salim.
8 1.5.3 Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer Menurut Nawawi data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli ( tidak melalui media perantara ). Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Sumber data primer yang dijadikan sumber rujukan dalam penyusunan skripsi ini berupa sumber data tertulis yaitu buku-buku karya Haji Agus Salim seperti: 1) Hukum yang lima, buku hukum yang lima di dalam agama Islam, Sumber ilmu, 1941 2) buku Peringatan 100 tahun Haji Agus Salim. 3) Pergerakan politik di Indonesia, karangan sebagai pemimpin umum pergerakan penyedar. b. Data Sekunder Data sekunder adalah karya yang mengkaji tentang gagasan pemikiran Haji Agus Salim dan hasil-hasil penelitian yang relevan yang berjudul: Sisi Lain Para Bapak Bangsa yang di tulis oleh Hendry Sudarwanto kemudian Profil Pahlawan Nasional Asal Sumatera Barat tulisan Dr. M. Nur, M.S kemudian Riwayat Hidup dan Perjuangan Haji Agus Salim oleh Sutrisno Kutojo, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsan yang di tulis oleh Suhatno. 1.6 Tinjauan Kepustakaan Mengenai Haji Agus Salim, kiprah dan kepemimpinannya amat dirasakan tidak saja bagi Nahdhatul Ulama (NU), tetapi juga bagi muslim Indonesia pada umumnya. Tercatat hanya ada beberapa kajian ilmiah singkat seputar Haji Agus Salim, diantaranya adalah penelitian mengenai pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam, yang ditulis oleh Nur Iman mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitiannya menyatakan
9 bahwa sebagai pemikir dan pejuang umat Islam Haji Agus Salim senantiasa menghimbau para intelektual untuk menjabarkan Islam secara ilmiah. Haji Agus Salim menyatakan bahwa bagi kaum intelektual muslim yang mempelajari ilmu-ilmu sosial harus memperlihatkan kepada Islam (Nur Iman, 2006: 143). Adapun kajian tentang hubungan Islam dan negara sudah ada beberapa orang yang membahasnya di antaranya adalah Zulbair, dengan judul konsep Kenegaraan Imam al-ghazali, satu kajian hubungan Islam dan negara tamatan 1999. Irhamun dengan judul Hubungan agama dan Negara dalam Pemikiran Politik Nurcholis Madjid tamatan 2000. M. Nursal dengan judul agama dan Negara dalam pemikiran Abdurrahman wahid tamatan 2001. Fauziah dengan judul Islam dan Negara Dalam pemikiran munawir Sjadzali tamatan 2004. Mencermati beberapa tulisan di atas dapat dipastikan bahwa pembahasan dan penelitian terhada pemikiran Haji Agus Salim tentang hubungan Islam dan negara belum ada yang membahasnya. Juga tidak ditemukan satu judul pun yang secara khusus menulis pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam dan negara. Sebagaimana tinjauan kepustakaan yang telah dilakukan, ada yang telah membahas: Relasi Islam dan Negara (tinjauan pemikiran KH. Hasyim Asy ari), Skripsi oleh: Eprina, Fakultas Syari ah, IAIN Imam Bonjol Padang. Berdasarkan uraian-uraian penulis tersebut berkesimpulan bahwa penulis menganggap bahwa KH. Hasyim Asy ari menganut pemahaman paradikma simbiotik, yakni hubungan timbal-balik dan saling memerlukan. Dalam kata lain, Negara dan Agama sama-sama saling memerlukan. Di satu sisi, Agama memerlukan Negara agar dapat berkembang. Sebaliknya, Negara memerlukan Agama untuk mendapatkan bimbingan moral dan etika. Pemikiran Abdullahi Ahmed An-na im Tentang Islam dan Negara Sekuler, Skripsi oleh: Nurul Etika, Fakultas Syari ah, IAIN Imam Bonjol Padang. Berdasarkan kesimpulan penulis tersebut berpendapat bahwa Islam
10 dan Negara bisa menjadi suatu tatanan yang seimbang manakala Negara memberikan ruang bagi Agama untuk dapat menjadikan syari at menjadi sebuah kebijakan publik dan undang-undang setelah adanya (nalar publik) terhadapat semua keyakinan. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi ini diuraikan dalam bentuk bab yang berdiri sendiri namun saling berhubungan antara bab satu dengan bab lainnya dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dari masing- masing bab tersebut terbagi menjadi beberapa sub bab yang saling berhubungan. Dengan cara demikian diharapkan akan terbentuk suatu sistem penulisan yang mana akan terlihat suatu sistem yang runtut. Pada BAB I ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan kepustakaan dan sistematika penulisan. Pada BAB II ini penulis membahas tentang Landasan Teori: Pengertian Negara, Tujuan Mendirikan Negara, Hubungan Islam dan Negara Dalam Perdebatan Para Pemikir Politik Islam Pada BAB III ini penulis membahas mengenai Biografi Haji Agus Salim Tentang Islam dan Negara: Riwayat Hidup, Pendidikan, Latar Belakang Sosial Politik Haji Agus Salim, Pada BAB VI penulis membahas Mengenai Pemikiran Haji Agus Salim Tentang Islam dan Negara: Pengertian Islam dan Negara, Prinsip Bernegara dalam Islam, dasar dan Tujuan Mendirikan Negara. Pada BAB V penulis akan merumuskan kesimpulan dari apa yang penulis teliti dan mengemukakan saran untuk perbaikan mengenai objek yang diteliti.