BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan saat ini menjadi faktor paling penting diantara sekian

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

Bab I Pendahuluan. dalam menjaga optimalisasi manusia dalam kegiatan sehari-hari membuat banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. penyakit Lupus. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran seperti dijelaskan dalam Astuti

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara fisik. Sebagian orang harus menderita penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar memaksa sebagian orang tak bisa menjaga keseimbangan hidupnya, padahal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun atau sistem pertahanan tubuh. Sistem imun ini berupa antibodi, yang

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan keberhasilan itulah, individu berharap memiliki masa depan cerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

2014 D INAMIKA PSIKOLOGIS PENERIMAAN D IRI PASIEN KANKER PAYUD ARA PRIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Lupus sendiri memiliki definisi sebagai penyakit immune atau kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada tahap perkembangan dewasa awal umumnya aktif, kreatif,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konseling Kelompok pada Penderita Lupus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. suatu jenis penyakit yang belum diketahui secara pasti faktor penyebab ataupun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN KEMOTERAPI DI RUANG CENDANA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Data untuk menunjang proyek Tugas Akhir ini didapat dari berbagai sumber, antara lain :

BAB 1 PENDAHULUAN. Persalinan merupakan proses fisiologis yang dialami oleh hampir setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PUTERI PENDERITA LUPUS

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang menakutkan karena berpotensi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, bahkan diperkirakan jumlah penderita kanker di dunia naik. kanker dan 25 juta hidup dengan kanker.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai saat organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB I PENDAHULUAN. penderita umumnya berusia belasan tahun (Hutagalung dalam Kompas, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit systemic lupus erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan lupus merupakan penyakit kronis yang kurang populer di masyarakat Indonesia dibandingkan penyakit AIDS, jantung ataupun kanker. Banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami apa itu lupus bahkan banyak yang mengaku baru mendengar istilah lupus. Sehingga banyak pula yang beranggapan bahwa lupus merupakan penyakit langka dan jumlah penderitanya sedikit. Padahal menurut Kertia (dalam Wallace, 2007) prevalensi lupus tergolong tinggi yang khususnya menyerang orang pada usia produktif. Faktanya, di dunia diperkirakan ada sekitar 5 juta penderita lupus atau yang dikenal dengan sebutan odapus (orang dengan lupus). Di Amerika Serikat, terdapat 1,2 juta odapus. Data dari Yayasan Lupus Indonesia (YLI) menyebutkan pertambahan jumlah odapus di Indonesia setiap tahun mencapai 1.000 orang. Jumlah ini diyakini sebagai puncak gunung es, karena banyak odapus tidak terdiagnosa (Peter, 2010). Sedangkan (dalam Sutriyanto, 2011) jumlah odapus di Indonesia pada September 2010 berdasarkan data YLI ada sekitar 10.314 odapus dengan rentang umur antara 15-45 tahun. 90 persen di antaranya adalah perempuan muda dan 10 persen sisanya di derita oleh laki-laki dan anak-anak. Oleh karena itu, berdasar data statistik pengidap lupus, lupus juga disebut sebagai penyakit perempuan. Menurut Tiara Savitri, ketua YLI (dalam Pratama, 2010), jumlah 10.314 odapus tersebut yang telah terdaftar di YLI. Sedangkan di beberapa daerah, YLI masih belum memiliki jaringan yang luas sehingga masih banyak odapus yang belum terdata dan tertangani. Lupus merupakan penyakit autoimunne kronis dimana terdapat kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan 1

2 terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan (SDF, t.t.). Wallace (2007) secara sederhana mengatakan lupus terjadi ketika tubuh menjadi alergi terhadap dirinya sendiri. Penyakit ini merupakan kebalikan dari apa yang terjadi pada penyakit kanker maupun AIDS. Pada lupus, penderitanya memiliki sistem imun yang berlebihan sehingga melawan jaringan tubuh atau yang disebut penyakit autoimmune (auto berarti dengan sendirinya). Pada awal terkena lupus, odapus seringkali mengalami fase denial atau penolakan terhadap sakitnya dimana odapus tidak menerima bahwa dirinya terkena lupus dan berusaha menyangkalnya. Sebagian besar odapus pada awalnya takut akan prognosis (kejadian-kejadian yang akan mereka alami dikemudian hari). Menghadapi diagnosis lupus bisa menjadi masalah yang sulit. Secara umum, penderita penyakit kronis yang tidak dapat menerima keadaan dirinya cenderung untuk mengalami depresi (dalam Lubis, 2009). Selain itu pula, dampak lupus terhadap tubuh odapus adalah sakit pada sendi, sering merasa cepat lelah, sensitif terhadap sinar matahari sehingga mengurangi aktivitas di siang hari, rambut rontok dan adanya ruam merah diwajah mereka sehingga membuat odapus tidak percaya diri dan malu. Obat-obatan untuk penyakit ini dari golongan kortikostreoid pun berefek samping mempengaruhi berat badan mereka dan moonface sehingga muncul anggapan diri sendiri buruk karena perubahan fisik ini. Karena lupus termasuk dalam kategori penyakit kronis dan berdampak negatif secara fisik, menyebabkan odapus rentan pula terkena depresi. Depresi itu sendiri merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Depresi adalah perasaan tak berdaya dan putus asa. Dalam Beberapa penelitian (dalam Wallace, 2007) menunjukkan bahwa lebih dari separuh penderita lupus mengalami stres, marah, depresi, takut, bersalah, dan sedih. Depresi, rasa takut dan kegelisahan adalah reaksi paling lazim pada pasien lupus. Hal ini sebaliknya memunculkan kegelisahan yang bisa menghambat fungsi sosial dan menciptakan keterasingan. Depresi adalah masalah yang biasa dialami oleh penderita lupus. Lupus dan obat-obatan bisa menyebabkan

3 depresi zat kimia. Selain itu, para penderita lupus bisa mengalami depresi reaktif dimana mereka terganggu karena mengidap penyakit ini (Wallace, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Noelle dkk pada 1985, dikatakan odapus banyak mengalami gangguan psikiatrik. Dari 35 pasien tersebut, sebanyak 54 persennya mengalami gangguan psikiatrik. Diantaranya psikotik, skizofrenia, gangguan mental organik, cemas, depresi, dan kemarahan. Selain itu, penelitian yang dilakukan Saphiro menyatakan insidensi gangguan psikiatrik pada penderita lupus berkisar dari 12-17 persen, dan gangguan psikiatrik yang paling umum adalah depresi (Republika, 2010). Dan dinyatakan pula bahwa sebanyak 40 persen odapus biasanya terkena depresi atau gangguan psikologis. Gangguan psikologis itu umumnya berupa rasa sedih yang berkepanjangan karena terjadinya perubahan dalam diri odapus sehingga menyebabkan depresi (Tty, 2008). Di dalam artikel itu pula, Zubairi seorang konsultan hematologi dan onkologi lupus menyampaikan, "semua penyakit menahun pasti punya aspek kejiwaan, termasuk pada penyakit lupus, karena apabila penyakit sedang muncul, maka terkadang timbul ruam berwarna merah di wajah yang mengganggu mereka, yang bisa membuat odapus merasa malu. Rasa marah, kecewa, terkadang menutup diri, emosi, dan lebih sensitif lebih sering dialami odapus. Juga rasa takut akan perlakuan yang berbeda dari orang terdekat pasti timbul pada odapus atau rasa takut akan kehilangan orang terdekat. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian terbaru, dari 180 penderita lupus di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang diteliti sekitar 40 persen mengalami depresi. Depresi itu terjadi karena cemas, ketakutan, bingung dan lain-lain. Savitri (2005) menyebutkan bahwa depresi sering terjadi pada serangan lupus dan penyebab depresi tersebut tidak dapat dipastikan apakah disebabkan karena stres atau perasaan yang timbul dalam diri penderita lupus bahwa mereka adalah korban dari penyakit lupus. Penderita Lupus biasanya menyadari bahwa kondisi depresi mungkin disebabkan akibat munculnya penyakit lupus dalam tubuh mereka atau depresi tersebut akibat penggunaan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati lupus. Depresi bisa juga terjadi akibat faktor dan dorongan dalam hidup penderita yang tidak berkaitan dengan lupus.

4 Depresi yang dialami oleh odapus ini harus segera ditangani karena salah satu pemicu kambuhnya lupus (dalam Wallace, 2007) adalah tekanan emosional dimana tekanan emosional dapat berupa stres maupun depresi. Karena secara fisiologis, stres dan depresi mengganggu keseimbangan tubuh dalam hal hormonal serta imunitas sehingga dapat memicu kambuhnya lupus. Oleh karena itu menurut Zubairi (dalam Pratama, 2010) selain obat-obatan, odapus juga memerlukan penyesuaian gaya hidup agar tidak sering kambuh. Odapus harus mampu mengelola diri, misalnya cukup istirahat ketika sedang kambuh, bekerja normal ketika lupus sedang terkontrol baik, menghindari (meminimalkan) paparan matahari, mengatur diet dan nutrisi. Tidak kalah penting adalah mengelola stres. Depresi yang dialami odapus akan mempengaruhi kondisi tubuh, suasana hati (mood), hubungan sosial, dan aktivitas fisik. Depresi pada odapus merupakan masalah yang harus ditangani segera karena selain menjadi salah satu pemicu kambuhnya lupus, depresi juga menyebabkan odapus menjadi lebih sulit melakukan pengobatan dan menjalani program rehabilitasi untuk mengobati lupus. Depresi pun meningkatkan stres yang berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh sehingga penyembuhan alami tubuh menjadi lambat dan bahkan mempercepat berkembangnya penyakit. Oleh karena itu, perlu adanya intervensi terhadap depresi yang dialami oleh odapus. Terkait dengan intervensi yang akan diberikan, diperlukan suatu intervensi yang dapat membantu para odapus membangun kualitas hidup yang tidak hanya sekedar untuk bertahan hidup dengan penyakit lupus yang mereka derita, tetapi juga mampu memunculkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri mereka. Pada saat ini ada sebuah paradigma baru yang berkembang di psikologi yaitu psikologi positif. Dimana pendekatan psikologi positif ini menekankan pada kebahagiaan dan fungsi optimal yang dimiliki oleh setiap manusia. Pendekatan ini berfokus pada upaya membentuk emosi positif, kekuatan karakter dan kebermaknaan dengan cara mencapai kebahagiaan melalui membangun hidup yang menyenangkan (the pleasant life), hidup yang terikat (engaged life) dan hidup yang bermakna (pursuit of meaning). Dimana intervensi psikologi positif merujuk kepada pendekatan yang

5 sistematis untuk mengatasi tantangan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki odapus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fredikson, menyatakan ada bukti kuat bahwa pengalaman emosi positif mampu untuk lebih meningkatkan hubungan, produktivitas kerja, dan kesehatan fisik, serta mengurangi depresi. Selain itu, Sin & Lyubomirsky meta-analisa dari 51 intervensi psikologi positif menunjukkan bahwa intervensi ini secara signifikan meningkatkan kesejahteraan dan depresi berkurang (dalam Rashid, 2009). Dengan intervensi ini, odapus yang mengalami depresi diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dengan tiga cara yang telah disebutkan diatas agar depresi yang dialami mengalami penurunan. Intervensi psikologi positif memiliki beberapa kelebihan dibanding yang intervensi lainnya. Setelah sesi intervensi selesai, diharapkan subyek mampu melakukannya sendiri secara mandiri, mampu meningkatkan dan mengembangkan kekuatan-kekuatan dalam dirinya, selain itu dalam intervensi ini subyek diajak melakukan hal-hal yang menyenangkan tanpa perlu membangkitkan masa lalu dan mampu memeliharanya sendiri. Tidak seperti hasil dari intervensi lainnya, sesi-sesi ini mampu diterapkan dengan mudah dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri tanpa perlu bantuan dari terapis. Psikolog Tika Bisono (dalam Tty, 2008) mengatakan berdasarkan penelitian, obat paling efektif dalam menyembuhkan suatu penyakit justru nonmedis. Dengan memunculkan rasa semangat hidup dalam diri mereka dimana mereka harus bisa merasa bahagia, bermakna dan justru bukan dikasihani. Hal ini sesuai dengan fokus psikologi positif yang telah dijelaskan diatas. Merujuk pada uraian diatas, penelitian ini mencoba mengkaji apakah intervensi psikologi positif efektif untuk menurunkan gejala depresi penderita systemic lupus erythematosus (SLE). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat oleh peneliti adalah apakah intervensi psikologi positif efektif untuk menurunkan gejala depresi penderita systemic lupus erythematosus (SLE)?

6 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah intervensi psikologi positif efektif untuk menurunkan gejala depresi penderita systemic lupus erythematosus (SLE). D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu psikologi, khususnya mengenai intervensi psikologi positif terhadap depresi penderita systemic lupus erythematosus (SLE). 2. Secara Praktis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi psikologis penderita systemic lupus erythematosus (SLE), menambah pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah yang terkait dengan depresi yang dialami penderita SLE dan bagi penderita SLE maupun pihak-pihak yang terkait seperti keluarga, dokter, konselor, terapis ataupun lembaga support group lupus untuk dapat menerapkan intervensi psikologi positif.