I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

MODEL PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT (STUDI KASUS KOTA BANDUNG) ENDANG SARASWATI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 3R BERBASIS MASYARAKAT Sri Subekti Fakultas Teknik, Teknik Lingkungan Universitas Pandanaran Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

STUDI PENINGKATAN PELAYANAN OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA BANDA ACEH TUGAS AKHIR

BUPATI POLEWALI MANDAR

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan (Thrihadiningrum, 2010).

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

Gambar 7 Peta wilayah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyebar luas baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.limbah atau

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Abstrak

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. BAB I PENDAHULUAN. diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya. Hasilnya kota menjadi tempat yang tidak nyaman.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

1. Pendahuluan ABSTRAK:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MAGELANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG ABSTRAK

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB IV POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG PENGELOLAAN SAMPAH DI METROPOLITAN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan manusia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN GENDER DALAM MENANGANI PERMASALAHAN SAMPAH. Oleh : Tri Harningsih, M.Si

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola. Secara nasional, hanya 40% dari sampah kota yang dapat dikelola sedangkan sisanya dibakar atau dibuang ke badan air dan lahan terbuka (KMNLH 1997). Dampak yang terjadi adalah pencemaran udara, air dan tanah dengan resiko pada kesehatan lingkungan. Permasalahan pengelolaan persampahan meliputi koordinasi yang buruk, tidak ada unit perencana, sistem akuntansi lemah, terbatasnya dana, produktivitas pekerja lemah dan pengelola merupakan organisasi yang kecil di lingkungan pemerintah kota (Anschütz 1996). Jumlah sampah tergantung dari jumlah penduduk dan tingkat timbulan sampah (waste generation). Masalah yang berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk adalah kenyataan bahwa sebagian penduduk terkonsentrasi di daerah perkotaan dengan tingkat kepadatan tinggi. Agenda 21 menyebutkan bahwa pada tahun 1990 sebanyak 30% dari penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Persentase ini akan meningkat menjadi 50% pada tahun 2020 dengan konsentrasi pertumbuhan di kota besar dan metropolitan. Tingkat timbulan sampah juga akan meningkat sebanyak lima kali lipat sebagai akibat dari berubahnya pola konsumsi karena meningkatnya kesejahteraan. Agenda 21 juga menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai kebijakan untuk berpegang pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan, sehingga strategi dalam pengelolaan sampah pun harus mengikuti prinsip tersebut. Berdasarkan prinsip tersebut, maka pengelolaan limbah padat (sampah) mengikuti prinsip bahwa sampah tidak boleh terakumulasi di alam sehingga mengganggu siklus materi dan nutrien, bahwa pembuangan sampah harus dibatasi pada tingkat yang tidak melebihi daya dukung lingkungan untuk menyerap pencemaran dan menerapkan sistem tertutup dalam penggunaan materi seperti daur ulang dan pengomposan harus dimaksimalkan. Berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan maka strategi pengelolaan sampah harus dimulai dari sumber sampah sampai tempat

2 pembuangan akhir. Terdapat empat komponen yang menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Pertama, minimasi limbah, yaitu upaya mengurangi jumlah sampah baik dari proses produksi industri maupun dari rumah tangga. Kedua, daur ulang dan pembuatan kompos, yaitu memanfaatkan sampah baik organik maupun anorganik yang masih bernilai untuk didaur ulang atau dijadikan kompos. Ketiga, peningkatan pelayanan umum. Tidak seluruh sampah dapat didaur ulang atau dijadikan kompos, selalu saja ada sebagian sampah yang tetap harus dibuang. Karena itu, pelayanan umum diperlukan untuk mengelola sampah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan. Keempat, meningkatkan pengolahan dan pembuangan sampah yang akrab lingkungan, yaitu usaha pengelolaan tempat pembuangan akhir secara benar tanpa mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pengelolaan sampah kota terdiri dari 6 elemen, yaitu sumber sampah, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir (Tchobanoglous et al. 1993). Keterbatasan lahan pembuangan mengharuskan dilakukannya usaha mengurangi sampah yang harus dibuang ke lokasi pembuangan akhir (WasteNet 2006). Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai permasalahan dengan ketersediaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Sebagai Kota Metropolitan Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 Meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terendah di sebelah Selatan 675 Meter di atas permukaan laut. Kota Bandung terdiri dari 26 kecamatan mempunyai luas 167,29 km 2 atau 16.729 hektar dengan jumlah penduduk 2.228.268 jiwa dan kepadatan penduduk 133 jiwa per hektar (BPS 2003). Sampai dengan bulan Februari 2005, seluruh sampah Kota Bandung dibuang ke TPA Leuwigajah yang berjarak 15 km dari pusat kota. Namun pada tanggal 21 Februari 2005 terjadi longsor di TPA tersebut sehingga pembuangan dialihkan ke TPA lain. Salah satu TPA pengganti adalah TPA Cicabe yang sebenarnya sudah ditutup. Saraswati (2003) melakukan penentuan lokasi TPA berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan pendekatan sistem informasi geografis. Berdasarkan studi tersebut lokasi yang sesuai untuk TPA sampah berada di

3 Kabupaten Bandung. Bila lokasi TPA sampah terpilih semakin jauh jaraknya dari pusat Kota Bandung, akan mengakibatkan biaya pengangkutan lebih tinggi sehingga biaya operasional pengelolaan sampah di Kota Bandung akan semakin tinggi. Berdasarkan permasalahan ketersediaan lahan untuk TPA sampah di Kota Bandung, perlu dilakukan usaha untuk meminimalkan timbulan sampah di sumber. Usaha tersebut dilakukan melalui 3R (reduce, reuse, recycle) oleh sumber sampah. Reduce adalah meminimalkan jumlah sampah yang timbul, misalnya dengan tidak menggunakan barang sekali pakai. Reuse adalah menggunakan barang yang sifatnya tidak sekali pakai. Recycle adalah mendaur ulang sampah menjadi bahan baku dalam pembuatan kompos dan produk daur ulang. Melalui 3R maka jumlah sampah yang harus dibuang ke lokasi pembuangan akhir akan menyusut karena hanya berupa sampah sisa. Usaha recycle hanya bisa berjalan bila sumber sampah bersedia untuk melakukan pemilahan pada sampah, yaitu memisahkan antara sampah yang berupa bahan organik dan non organik. Sampah organik dapat dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik dapat dijadikan bahan baku produk daur ulang. Aspek kelembagaan sering ditafsirkan sebagai organisasi. Sebenarnya organisasi merupakan salah satu bentuk dari aspek kelembagaan. Dalam mengkaji aspek kelembagaan selain organisasi yang menjadi perhatian, juga aspek peraturan, norma dan etika. Pada prinsipnya, aspek kelembagaan melibatkan aktor atau pelaku yang terlibat dalam pengelolaan. Agar pengelolaan persampahan secara terpadu dapat dicapai, peran sumberdaya manusia perlu diperhatikan. Karena itu, aspek partisipasi atau peranserta masyarakat perlu ditingkatkan dalam pengelolaan persampahan ini (Djogo et al. 2003). Diperlukan pengkajian untuk mengintegrasikan partisipasi masyarakat ke dalam aspek kelembagaan dalam pengelolaan persampahan kota.

4 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menyusun model pengembangan kelembagaan pengelolaan persampahan kota, untuk itu tujuan antaranya adalah: 1. Menganalisis kelembagaan eksisting pada pengelolaan persampahan Kota Bandung. 2. Menyusun skenario untuk mengembangkan kelembagaan pengelolaan persampahan kota berbasis partisipasi masyarakat. 3. Mengembangkan kelembagaan pengelolaan persampahan kota berbasis partisipasi masyarakat. 4. Membuat simulasi reduksi jumlah sampah dan strategi pencapaiannya. 1.3. Kerangka Pemikiran Aspek kelembagaan dan partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam pengelolaan persampahan. Bila pengembangan pada kedua aspek ini dilakukan tepat dan sinergis dengan aspek operasional pengelolaan sampah maka diharapkan akan dapat mengatasi permasalahan persampahan kota. Pada pengelolaan persampahan, lembaga yang menangani pengelolaan persampahan secara umum belum optimal, jika ditinjau dari komponen organisasi, peraturan, pembiayaan dan sumberdaya manusia. Ketidakoptimalan tersebut perlu untuk dikuantifikasi dengan pengkajian (assessment) dan analisis. Hasil pengkajian dan analisis ini merupakan masukan untuk pengembangan kelembagaan (Patan Conservation and Development Program 1996). Teknik operasional pengelolaan sampah terdiri dari penanganan sampah disumber, pengumpulan, pemindahan, pengolahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir (Tchobanoglous et.al. 1993). Penelitian akan dibatasi pada sumber sampah berupa rumah tangga. Pengumpulan sampah rumah tangga dikelola oleh organisasi Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) setempat, berupa pengambilan sampah dari setiap rumah. Sampah dari hasil pengumpulan kemudian dibawa ke suatu tempat pembuangan sementara (TPS) yang merupakan milik organisasi pengelola sampah kota. Oleh organisasi pengelola sampah kota

5 tersebut, sampah selanjutnya diangkut untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Di TPA terdapat kegiatan pemanfaatan sampah oleh pemulung yang mengambil barang bekas yang masih bernilai dan produsen kompos yang memanfaatkan sampah organik. Diluar sistem pengelolaan sampah terdapat lembaga swadaya masyarakat yang mempunyai kegiatan yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap masyarakat penghasil sampah, masyarakat pengelola sampah, dan masyarakat pemanfaat sampah, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), (Gambar 1). Gambar 1. Kerangka pemikiran berdasarkan kelompok pelaku yang terlibat dalam pengelolaan persampahan kota (diadopsi dari Tchobanoglous et.al. 1993)

6 Pada Gambar 1, tampak bahwa terdapat lima kelompok besar pelaku pengelolaan persampahan kota, yaitu masyarakat penghasil sampah, masyarakat pengelola sampah, pemerintah, dan masyarakat pemanfaat sampah serta masyarakat pemerhati lingkungan. Masyarakat penghasil sampah terbagi menjadi dua, yaitu penghasil sampah domestik (rumah tangga) dan non domestik (pasar, pertokoan, industri rumah tangga). Sampah domestik dikelola oleh organisasi masyarakat, umumnya dari organisasi Rukun Tetangga (RT/RW), sedangkan sampah non domestik dikelola langsung oleh Dinas atau Perusahaan Daerah. Sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Masyarakat pemanfaat sampah adalah mereka yang mengambil material yang masih bernilai dari sampah. Terdapat dua jenis material yaitu yang bersifat organik untuk dijadikan kompos dan yang bersifat anorganik untuk didaur ulang. Material ini dapat diperoleh langsung dari sumber, dari RT/RW, atau TPA. Dilihat dari terkonsentrasinya para pemulung di TPA maka tampak bahwa kegiatan pengambilan material daur ulang hampir seluruhnya terjadi di TPA. Keadaan ini secara tidak langsung merugikan karena seluruh sampah harus diangkut ke TPA sehingga membutuhkan biaya besar. Bahan organik sudah tidak dalam kondisi segar untuk dikomposkan, dan material daur ulang relatif kotor dan sulit untuk dipilah karena sudah dalam kondisi tercampur. Masyarakat pemanfaat sampah perlu ditingkatkan perannya dalam pengelolaan sampah, dengan cara mengintegrasikannya kedalam lembaga pengelola sampah. Pengintegrasian lembaga berbasis masyarakat ini dapat dilakukan dengan beberapa skenario. Konsep pengembangan kelembagaan ini diperoleh dengan bantuan para pakar melalui analisis prospektif. Para pakar yang terlibat meliputi pakar di bidang persampahan, pakar kelembagaan, wakil dari pengelola persampahan kota dan wakil dari LSM. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan adalah terhadap ilmu pengetahuan, para stakeholders dan pemerintah. 1. Bagi ilmu pengetahuan agar dapat menambah khasanah ilmu bidang lingkungan terutama pengelolaan persampahan kota.

7 2. Bagi stakeholder dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan sampah kota. 3. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan acuan untuk menetapkan suatu kebijakan. 1.5. Novelty (Kebaruan) Jumlah sampah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir membuat pengelolaan sampah harus mengarah pada usaha menekan jumlah sampah yang harus dibuang dengan cara memanfaatkan sampah. Penelitian-penelitian sudah ada bersifat partial, yaitu hanya difokuskan pada salah satu stakeholder. Schenberg et al. (1999) dan Bulle S. (1999) melakukan penelitian tentang hubungan gender dan sampah. Moningka (2000) dan Anschutz (1996) melakukan penelitian tentang jenis partisipasi masyarakat. Damanhuri (2005) melakukan penelitian untuk mengetahui potensi daur ulang sampah Kota Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian yang utuh yaitu meliputi semua stakeholder yang berperan dari hulu sampai dengan hilir, yaitu mulai dari sumber sampah sampai dengan usaha pemanfaatan sampah melalui program reduce, reuse dan recycle (3R).