6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi dan Tujuan Taman Nasional Taman Nasional adalah kawasan luas yang relatif tidak terganggu, yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut (Mackinnon et al. 1990). Taman Nasional adalah kawasan konservasi di darat atau di laut yang memiliki ciri-ciri keaslian dan keanekaragaman ekosistem yang khas karena tumbuhan, fauna atau geomorfologis dan/atau budaya, memiliki nilai-nilai keindahan yang secara keseluruhan menyangkut kepentingan dan merupakan warisan kekayaan alam nasional atau internasional, dikelola untuk tujuan pelestarian sumberdaya alam, penelitian, pendidikan lingkungan, turisme dan rekreasi (Basuni 1987). Taman nasional bertujuan untuk melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (IUCN 1994). Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai eksosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU No.5 Tahun 1990; PP No.68 Tahun 1998). Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki fungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan, keanekaragaman spesies tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 1990; PP No. 68. Tahun 1998). Fungsi taman nasional sesuai dengan sesuai dengan strategi Konservasi Dunia (IUCN 1991) adalah 1) perlindungan proses-proses ekologi, dan sistem penyangga kehidupan, 2) perlindungan keragaman genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai pengguna sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plama nutfah), dan 3) pemanfaatan spesies atau ekosistem secara lestari, yang mendukung kehidupan penduduk serta menopang sejumlah industri.
7 Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan taman nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, 2) memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik, baik berupa spesies tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami, 3) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, 4) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai wisata alam, dan 5) kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, serta dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri (PP. No. 68 Tahun 1998). Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Konsep pengelolaan taman nasional adalah: 1) berwawasan lingkungan, 2) berorientasi pada kekhasan sumber daya dan pemakai, dan 3) berorientasi pada pembagunan wilayah, wisata ilmiah dan pendidikan (Basuni 1987). Menurut Miller (1978), diacu dalam Basuni (1987), tujuan normatif pengelolaan taman nasional yang utama dan diterapkan untuk seluruh areal adalah : 1) memelihara contoh yang mewakili unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2) memelihara keanekaragaman ekologis dan hukum lingkungan, 3) memelihara sumber genetik (plasma nutfah), dan 4) memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan atau warisan kebudayaan. Sedangkan untuk memelihara produksi daerah aliran sungai, mengendalikan erosi dan pengendapan, serta melindungi investasi daerah hilir, merupakan tujuan normatif pengelolaan taman nasional yang penting dalam kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai. Keterkaitan pengelolaan dengan tujuan normatif taman nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
8 Tabel 2 Tujuan normatif pengelolaan taman nasional Tujuan Normatif Pengelolaan Memelihara contoh yang mewakili unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem Memelihara keanekaragaman ekologis dan hukum lingkungan. Memelihara sumber daya genetik (plsma nutfah) Memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan warisan kebudayaan Melindungi keindahan panorama alam Menyediakan fasilitas pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan di dalam areal alamiah Menyediakan fasilitas rekreasi dan turisme Mendukung pembangunan/pengembangan daerah pedesaan dan penggunaan lahan marginal secara rasional Memelihara produksi daerah aliran sungai Mengendalikan erosi dan pengendapan serta melindungi investasi daerah hilir Keterkaitan dengan pengelolaan Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional. Terbatas pada sebagian areal taman nasional Terbatas pada sebagian areal taman nasional Terbatas pada sebagian areal taman nasional Dicapai sesuai dengan tujuan lainnya Penting Dicapai kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai Penting Dicapai kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat, antara lain ; 1. Ekologi, yaitu dapat menjaga keseimbangan kehidupan, baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan. 2. Ekonomi, yaitu dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis 3. Estetika, yaitu memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam atau bahari. 4. Pendidikan dan penelitian, yaitu obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
9 5. Jaminan masa depan, yaitu keanekaragaman sumber daya alam baik di darat maupun perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara terbatas bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. 2.2 Konsep Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia Secara fisik, karakteristik Taman Nasional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol, kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi yang besar, aksesibilitas baik, dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah (MacKinnon et al. 1990). Kawasan Taman Nasional ini memiliki manfaat majemuk, seperti : tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Tujuan dibentuknya kawasan Taman Nasional diantaranya untuk : - melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (MacKinnon et al. 1990); dan - terwujudnya kelestarian SDAH serta keseimbangan ekosistemnya dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (UU No. 5/1990). Di Indonesia, kewenangan penetapan kriteria, standar dan penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru termasuk daerah aliran sungai didalamnya diserahkan kepada pemerintah pusat (PP No. 25/2000) tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi, pasal 2). Sedangkan pemerintah daerah dapat membantu sebagian urusan pelaksanaan konservasi seperti penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan, tata batas, dan penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis (UU No. 5/1990 Bab 10 dan PP No. 25/2000 pasal 3). Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan di ketiga bentuk KPA (Taman Nasional, Taman
10 Hutan Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam) dengan mengikut sertakan masyarakat. Sarana pariwisata dapat dibangun dalam zona pemanfaatan. 2.3. Resort Taman Nasional Penggunaan istilah resort dalam pengelolaan taman nasional dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Meneteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor : 10/Kpts-II/93-SKEP/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana. Istilah resort juga ditemui dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana. Pada kedua peraturan tersebut pengertian resort merujuk pada satuan tugas wilayah dari organisasi Jagawana/Polisi Kehutanan. Meskipun diatur dalam kedua peraturan tersebut dalam perkembangan pengelolaan taman nasional resort bukan merupakan bagian hirarki dari struktur organisasi pengelola taman nasional. Pengggunan istilah resort sebagai bagian dari hirarki dari struktur organisasi pengelola taman nasional baru muncul sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional maka Resort Pengelolaan Taman Nasional merupakan bagian dari struktur organisasi dari Unit Pengelola Teknis Taman Nasional yaitu Balai Besar Taman Nasional atau Balai Taman Nasional. Organisasi Balai Besar Taman Nasional terdiri dari : a) Bagian Tata Usaha, b) Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional, c) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, d) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dan e) Kelompok Jabatan Fungsional sedangkan Balai Taman Nasional terdiri dari : a) Sub Bagian Tata Usaha, b) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, dan c) Kelompok Jabatan Fungsional. Diluar struktur organisasi tersebut masih memungkinkan dibentuk bagian organisasi lainnya sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan
11 wilayah pada Balai Besar Taman Nasional Tipe A, Balai Besar Taman Nasional Tipe B, Balai Taman Nasional Tipe A dan Balai Taman Nasional Tipe B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat ditetapkan Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah yang merupakan jabatan non struktural dengan keputusan Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. 2.4. Pengamanan Kawasan Konservasi 2.4.1. Kelembagaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Konservasi Pengelolaan kawasan konservasi sangat erat hubungannya dengan pembangunan kehutanan di Indonesia dan hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa kebanyakan kawasan konservasi di Indonesia merupakan kawasan hutan. Dengan kondisi demikian maka dalam setiap bentuk pengamanan kawasan konservasi selalu mengacu pada kelembagaan dan organisasi kehutanan. Pengamanan kawasan konservasi telah banyak diatur kelembagaan dan organisasinya dalam undang-undang maupun peraturan di bidang kehutanan sehingga dalam implementasinya selalu mengacu pada kelembagaan perlindungan dan pengamanan hutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, dapat tercapai secara optimal dan lestari. Menurut fungsinya perlindungan dan pengamanan hutan meliputi pengamanan kekayaan negara berupa hutan, guna mendukung terselenggaranya pembangunan kehutanan sesuai dengan pola dan rencana yang telah ditetapkan, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan bagi pembangunan, serta turut menjamin terselenggaranya stabilitas keamanan umum (Dephut 1985). Perlindungan hutan merupakan usaha untuk : 1). mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan 2). mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
12 berhubungan dengan pengelolaan hutan (UU No. 41 Tahun 1999; PP No. 45 Tahun 2004). 2.4.2. Gangguan Kawasan Situasi masalah yang dihadapi dalam perlindungan dan pengamanan hutan adalah gangguan kawasan. Jenis-jenis gangguan meliputi : 1). Gangguan terhadap kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya, 2). Gangguan terhadap tanah hutan, 3). Gangguan terhadap tegakan hutan, 4). Gangguan terhadap hasil hutan 5). Gangguan terhadap flora dan fauna yang dilindungi. Gangguan keamanan hutan umumnya ditimbulkan oleh beberapa penyebab yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Secara terpisah, beberapa penyebab gangguan tersebut adalah : 1) manusia, 2) api, 3) hewan, 4) hama dan penyakit, dan 5) alam (Dephut 1985). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, gangguan kawasan yang kebanyakan terjadi pada kawasan taman nasional adalah gangguan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia seperti : illegal logging, perambahan, perburuan liar, penambangan tanpa ijin. Gangguan kawasan tersebut dapat mengancam keutuhan dan kelestarian kawasan taman nasional. Gangguan terhadap keutuhan suatu kawasan konservasi pada dasarnya akan mengikuti teori pengaruh tepi (edge effect theory). Berdasarkan teori pengaruh tepi menyatakan bahwa setiap aktivitas manusia dan perubahan lansekap akan membuat efek terhadap populasi dan ekologi spesies tertentu. Selain dirusak dalam arti yang sebenarnya, habitat-habitat yang semula luas tidak terpecah-pecah kini terbelah-belah menjadi beberapa bagian oleh jalan, lapangan, kota, dan berbagai pembangunan konstruksi yang dilakukan oleh manusia. Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan utuh menjadi berkurang atau terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Antara satu fragmen dengan lainnya seringkali terisolasi oleh bentang alam yang terdegradasi atau telah diubah. Seringkali pada bentang alam
13 tersebut daerah tepinya mengalami serangkaian perubahan kondisi, yang dikenal dengan istilah efek tepi (Supriatna 2007). Kawasan Taman Nasional ditunjuk oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia yang sebelum dilakukan pengukuhan terdapat proses penataan batas yang membutuhkan waktu relatif lama, hingga beberapa tahun. Banyak hal yang dapat terjadi selama masa tersebut ataupun ketika sudah dikukuhkan, antara lain berupa ancaman yang terjadi pada kawasan. Ancaman yang dihadapi oleh kawasan dilindungi juga merupakan kunci dalam menentukan bentuk pola dalam pengelolaan yang akan diperuntukkan bagi kawasan. Pada kenyataannya sangat sedikit kawasan dilindungi yang kebal terhadap satu jenis ancaman saja, melainkan cenderung mendapat ancaman-ancaman yang sangat kompleks pada satwaliar dan habitat di dalam kawasan. Penyebab utama timbulnya gangguan tersebut tidak jarang juga disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak bersahabat dengan visi dan misi konservasi. Berikut adalah pola-pola ancaman yang umum terjadi pada kawasan dilindungi berdasarkan (Carey et al. 2000), seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Migrasi manusia Perkembangan hewan domestikasi Serbuan spesies asing Dampak erosi air Perbedaan kebijakan Dampak konflik Aktivitas krimnal Pengaruh wisatawan Akses transportasi Polusi Perubahan iklim Pemukiman Pertanian Perburuan Memancing Eksploitasi Hasil Hutan Kayu Bakar Kebakaran Penebangan untuk kepentingan lokal Perdagangan daging satwaliar Produksi kehidupan liar (ikan, aquarium, tumbuhan,karang,dll) Kayu Perdagangan kayu bakar komersial Bahan bakar tambang mineral lainnya Dampak External Dampak Internal Output SDA dari kawasan Gambar 1 Pola ancaman yang sering dihadapi kawasan dilindungi
14 Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu intern dan ekstern. Faktor-faktor intern yaitu : keadaan hutan, aparatur, sarana dan prasarana serta dana, sedangkan faktor ekstern berupa pengaruh pembangunan, keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, kesadaran masyarakat serta faktor politis (Dephut 1985). 2.4.3. Organisasi Pengamanan Kawasan Konservasi Aparatur perlindungan hutan memegang peranan penting dalam menjaga kawasan hutan. Aparatur perlindungan dan pengamanan hutan adalah pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus di bidangnya. Pejabat Kehutanan tertentu diberikan wewenang kepolisian khusus meliputi : a) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional Polisi Kehutanan, b) Pegawai Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia (Perum Perhutani) yang diangkat sebagai Polisi Kehutanan, c) Pejabat Struktural Instansi Kehutanan Pusat maupun Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang dan tanggung jawab di bidang perlindungan hutan (PP No.45 Tahun 2004). Wewenang Polisi Kehutanan meliputi kegiatan dan tindakan kepolisian khusus di bidang kehutanan yang bersifat preventif, tindakan administrif dan operasi represif. Penjabaran dari wewenang tersebut meliputi : a) mengadakan patroli atau perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, b) memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, c) menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, d) mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, e) dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan f) membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang
15 menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan (PP No.45 Tahun 2004). Struktur organisasi mengenai Polisi Kehutanan diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 10/Kpts II/93-Skep/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tersebut, Organisasi Polisi Hutan terdiri dari: 1) Satuan Tugas Wilayah yaitu satuan tugas setingkat peleton yang terdiri atas 30 (tiga puluh) orang anggota Jagawana, 2) Satuan Tugas Resort yaitu satuan tugas setingkat regu yang terdiri atas 10 (sepuluh) orang. Menurut ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana disebutkan bahwa Satuan Tugas Jagawana ialah Satuan Tugas Operasional yang berkedudukan di Dinas Kehutanan Tingkat II/Cabang Dinas Kehutanan/Balai Taman Nasional/Unit Balai Taman Nasional/Balai Konservasi Sumberdaya Alam/Unit Konservasi Sumber Daya Alam. Satuan Unit Jagawana ialah Unit Operasional Jagawana yang berkedudukan di Resort Pemangkuan Hutan/Sub Seksi Konservasi Balai/Unit Taman Nasional/Unit Konservasi Sumber Daya Alam. 2.5.4. Pelaksanaan Kegiatan Perlidungan dan Pengamanan Kawasan Perlindungan dan pengamanan kawasan pada dasarnya adalah upaya melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia, baik yang berada disekitar maupun yang jauh dari kawasan namun mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan tersebut, atau bentuk gangguan lainnya, kebakaran, gangguan ternak, hama dan penyakit. Bentuk-bentuk kegiatan pengamanan meliputi : 1. Pengamanan pre-emtif Pengamanan pre-emtif Merupakan salah satu betuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan melalui pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat pengguna kawasan, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi kawasan konservasi bagi pembangunan nasional/daerah dan kehidupan manusia, serta
16 dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat untuk tidak ikut terlibat dalam pelanggaran /kejahatan dibidang kehutanan. 2. Pengamanan preventif Merupakan salah satu bentuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang bersifat pengawasan dan pencegahan, dalam rangka mencegah masyarakat melaksanakan pelanggaran /Kejahatan dibidang kehutanan, antara lain: a. Penjagaan Penjagaan adalah kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan dengan menempatkan petugas pengamanan dalam pos-pos penjagaan dalam rangka pengawasan di dalam kawasan. b. Patroli Patroli adalah bentuk pengamanan bergerak yang dilakukan baik secara fungsional maupun gabungan, antara lain melalui: 1) Patroli rutin. Kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksakan dengan frekwensi tertentu, dengan menggunakan alat transportasi Speed Boat maupun Floating Rangers Station (FRS). 2) Patroli Insidentil/Mendadak. Kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan yang dilakukan secara mendadak atau insidentil, apabila mendapat informasi akan terjadinya pelanggaran/tindak pidana bidang kehutanan, yang perlu segera dilakukan pencegahannya. 3. Pengamanan Represif Kegiatan pengamanan baik fungsional maupun gabungan dalam rangka penanggulangan atau tindakan hokum terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan yang dilaksanakan dengan cara dan sistem yang bersifat strategis dan dilakukan secara simultan.
17 Pengamanan represif dilakukan melalui : a. Operasi intelijen Dilaksanakan untuk pengumpulan bahan, keterangan terjadinya pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan, antara lain tentang tokoh penggerak, pemodal, aktor intelektual, rencana kegiatan pelanggaran/kejahatan dan lain-lain b. Operasi represif. Dilaksanakan dalam rangka pengejaran, penangkapan, terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan, serta penahanan dan penanganan barang bukti c. Operasi khusus Dilaksanakan dalam rangka penanggulangan terhadap gangguan/pelanggaran /kejahatan di bidang kehutanan yang sangat, komplek serta sudah mengancam kelestarian kawasan, sehingga perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus. 4. Pengamanan partisipatif/swakarsa Pengamanan kawasan yang dilakukan oleh unsur masyarakat yang merupakan bentuk kearifan lokal dalam rangka upaya pelestarian sumberdaya alam disekitarnya Pengamanan parsitipatif ini harus mendapat pembinaan oleh balai Taman Nasional atau Balai K0nservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), melalui kerjasama dengan unsur terkait di daerah dan masyarakat setempat sehingga pelaksanaannya tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai kearifan lokal setempat yang telah ada. Pembinaan yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional atau BKSDA dalam rangka peningkatan peran aktif masyarakat dalam pengamanan, antara lain melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang meliputi kehidupan ekonomi, pendidikan dan spiritual dengan maksud agar masyarakat tidak mengganggu kelestarian kawasan serta mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengamanan kawasan.
18 5. Penyidikan Serangkaian tindakan penyidik dalam hal mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menjelaskan tentang tindak pidana di bidang hutan dan kehutanan serta dalam rangka menemukan tersangka, dalam hal dan menurut tata cara yang di atur dalam KUHP dan peraturan perundangan lannya. 2.5.5. Sarana dan Prasarana Pengamanan Di dalam pelaksanaan tugasnya Polisi Kehutanan dilengkapi dengan sarana dan prasarana perlindungan. Yang termasuk sarana perlindungan hutan dapat berupa alat pemadam kebakaran baik perangkat lunak maupun perangkat keras, alat komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda batas kawasan hutan, plang/tanda-tanda larangan, alat mobilitas antara lain dapat berupa kendaraan roda empat dan roda dua serta kendaraan air. Yang termasuk prasarana perlindungan hutan dapat berupa asrama satuan pengamanan hutan, rumah jaga, jalan-jalan pemeriksaan, menara pengawas, dan parit batas (PP No.45 Tahun 2004).