BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

BAB II METODE PERANCANGAN

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

PERBANDINGAN UJI KETAHANAN GOSOK ZAT WARNA ALAM KULIT AKASIA GUNUNG MERAPI (ACACIA DECURRENS)

III. METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

PEMBUATAN ALAT PENCELUPAN DAN FIKSASI ZAT WARNA ALAMI MANGROVE JENIS RHIZOPORA STYLOSA, MAHONI, DAN INDIGOFERA


Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

PEMANFAATAN TANAMAN KEMBANG TELEKAN SEBAGAI PEWARNA ALAM BATIK PADA KAIN MORI PRIMA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

UJI COBA PENGGUNAAN DAUN SIRIH GADING SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp

Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Jl. Veteran-Malang *

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : 1. Lita Indriyani (I ) 2. Widak Asrianing (I )

BAB. III PROSES PENCIPTAAN. kriya tekstil berupa kain panjang, dalam hal ini data data yang dijadikan acuan

Pemanfaatan buah cengkeh untuk pewarna kain PEMANFAATAN BUAH CENGKEH UNTUK PEWARNA KAIN

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Yudi Satria dan Dwi Suheryanto Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara no. 7, Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik pada dasarnya adalah teknik menghias permukaan kain dengan cara

III. BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Maret--Agustus 2011 bertempat di

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

PENGEMBANGAN PROPAGUL KERING TANAMAN BAKAU (Rhizophora spp.) SEBAGAI PEWARNA ALAM DENGAN TEKNIK CELUP RINTANG

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIRO SARANA DAN PRASARANA. Pengadaan Tutup Kepala TA. 2015

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk;

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

APLIKASI ZAT WARNA ALAM PADA TENUNAN SERAT DOYO UNTUK PRODUK KERAJINAN Application Natural Dyestuff On Woven Fibers Doyo For Handicraft Product

Prosiding Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY, Volume 4, Tahun 2009

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SERBUK ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI DAUN JATI DENGAN METODE SPRAY DRYER

DAFTAR PUSTAKA. Literatur

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI BIJI BUAH MAHKOTADEWA

III. METODE PENELITIAN

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MANISAN BASAH BENGKUANG

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

Titiek Pujilestari, Farida, Endang Pristiwati, Vivin Atika, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS TERHADAP PEWARNAAN KAIN MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BAWANG MERAH

BAB 3 METODE PENELITIAN

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2010 ISSN :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR PERUBAHAN KIMIA. Disusun Oleh. Ari Wahyuni PROGRAM D3 FARMASI LABORATORIUM KIMIA DASAR

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR. Nama/ NIM : Nasfi Aprilia Isnaini NIM : I Ari Oktora Yusri Eka Putri NIM : I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR DAN INTENSITAS WARNA KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah. 1. Digester - 1 Buah. 2. Pengaduk - 1 Buah. 3. Kertas PH - Secukupnya. 4.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2) Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MANISAN KERING BENGKUANG

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM

TEKNIK PENGOLAHAN ZAT WARNA ALAM (ZPA) UNTUK PEWARNAAN BATIK

Pengaruh Bahan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur dan Intensitas Warna Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Daun Alpukat (Persea americana Mill.

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

RINGKASAN LAPORAN HASIL PENELITIAN

Diterima: 19 Oktober 2016, revisi akhir: 8 Desember 2016 dan disetujui untuk diterbitkan: 10 Desember 2016

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL Hasil uji coba/eksperimen dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa kategori sesuai dengan jenisnya yaitu tentang pewarna kulit buah kakao pada tekstil primissima, paris dan sutera; penerapan pewarnaan pada tekstil primissima, paris dan sutera dengan teknik ikat celup dan batik; serta uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik, dengan tujuan untuk memudahkan pendeskripsian dalam melakukan analisa (wawancara : Ir. Didik AW, MT : 24 April 2014). Analisanya dilakukan dengan menguraikan secara jelas dan mendalam setiap fenomena yang terjadi dalam uji coba. Sajiannya sebagai berikut: A. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao pada Kain Primissima, Paris, dan Sutera Proses pewarnaan kulit buah kakao pada tekstil diawali dengan proses mordanting pada tekstil. Tujuannya memasukkan unsur logam ke dalam serat, supaya dapat bereaksi dengan coloring matter. Prosesnya dengan melarutkan tawas dengan air mendidih (menambahkan soda abu untuk kain primissima dan paris) di atas nyala api. Kain sebelumnya dibasahi dengan air, kemudian dimasukkan ke dalam larutan mordant sambil diaduk, dididihkan selama 1 jam, selanjutnya panci diangkat dan dibiarkan selama 24 jam. Kain diangkat, dikeringkan serta disetrika. 32

digilib.uns.ac.id 33 adalah : Bahan yang digunakan untuk mordan kain katun primissima dan paris Tawas Soda abu Air Kain : 190 gram : 57 gram : 28,5 liter : 950 gram Bahan yang digunakan untuk mordan kain sutera adalah : Tawas Air Kain : 50 gram : 7,5 liter : 250 gram 1. Hasil Pewarnaan dari Kulit Buah Kakao (Tanpa Fiksasi) Ketiga jenis kain masing-masing dibagi menjadi tiga bagian, satu bagian dibiarkan polos, satu bagian diikat, dan bagian yang lain dicap batik. Sebelum melakukan proses pewarnaan, dipersiapkan terlebih dahulu larutan ekstrak kulit buah kakao. Proses ekstraksi kulit buah kakao dilakukan dengan memotongmotong kulit buah kakao (yang segar) dan direbus dalam air mendidih selama 1 jam. Adapun komposisi pembuatan ekstrak adalah Kulit buah kakao segar : 4,5 kg Air Bahan kain : 36 liter : 1,2 kg

digilib.uns.ac.id 34 Lebih jelasnya proses pewarnaan pada tekstil ikat celup dan batik, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Proses Pewarnaan Kain Primissima, Paris, Sutera pada Teknik Ikat Celup dan Batik Teknik ikat celup Kain dimordan, cuci bersih dan keringkan di tempat teduh Kain diikat sesuai motif Kain dicelup/direndam beberapa kali, ditiriskan dan dijemur di tempat teduh, biarkan sampai kering Kain dibuka ikatan Kain difiksasi dicuci bersih dan keringkan di tempat teduh Teknik batik Kain dimordan, cuci bersih dan keringkan di tempat yang teduh Kain dicap batik Kain dicelup/direndam beberapa kali, ditiriskan dan dijemur di tempat teduh, biarkan sampai kering Kain difiksasi dicuci bersih dan keringkan di tempat teduh Kain dilorod, cuci bersih, keringkan di tempat teduh Proses pewarnaan pada kain dilakukan dengan teliti, tujuannya untuk mendapat hasil yang maksimal dalam pewarnaan pada kain polos, kain ikat celup dan kain batik. Semua kain tersebut dimasukkan dalam larutan TRO selama 15 menit dan ditiriskan, tujuannya untuk meningkatkan daya serap terhadap pewarna alami. Selanjutnya kain-kain tersebut ditata agar tidak menumpuk, lalu dimasukkan ke dalam larutan ekstrak. Pencelupan dalam kondisi terendam dilakukan sampai 6 kali, masing-masing pencelupan lamanya 10 menit. kemudian kain dikeringkan di tempat yang teduh. Jumlah pencelupan 6 kali tersebut, masukan dari beberapa pakar pencelupan zat pewarna alami (wawancara dengan Hendri Suprapto: 25 Februari 2014, Yohanes Sudiyatno: 6 November 2013, dan Yuli: 28 Februari 2014).

digilib.uns.ac.id 35 Berikut ini (tabel 6, 7, dan 8) akan disajikan hasil uji coba pewarnaan pada kain primissima, paris, dan sutera sebelum dikenakan fiksasi. Tabel 6. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao pada Kain Primissima, Paris dan Sutera No. Merk kain Hasil warna Sebelum difiksasi Keterangan 1. Sutera 656 Warna coklat muda (ke arah putih) 2. Primissima SM/115 Warna coklat muda 3. Paris RHP 1003 Warna coklat ke merah Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao (sebelum difiksasi) pada kain primissima, paris dan sutera, dengan pencelupan ekstrak 6 kali menghasilkan berbagai warna dengan intensitas yang berbeda (dapat dilihat pada tabel 6 di atas). Pewarnaan pada kain primissima menghasilkan warna coklat muda, kemudian kain paris menghasilkan warna coklat kemerahan dan kain sutera menghasilkan warna coklat muda ke arah putih. Dengan demikian pewarnaan pada kain paris menghasilkan warna paling tua, kain primissima berwarna lebih muda, dan kain sutera menghasilkan warna paling muda.

digilib.uns.ac.id 36 Tabel 7. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao dengan Teknik Batik Sebelum Difiksasi No. Merk kain Hasil warna Sebelum difiksasi Keterangan 1. Sutera 656 Warna coklat muda (ke arah putih) 2. Primissima SM/115 Warna coklat muda 3. Paris RHP 1003 Warna coklat ke merah Pewarnaan kain batik dengan ekstrak kulit buah kakao (sebelum difiksasi) pada kain primissima, paris dan sutera, dengan pencelupan ekstrak 6 kali menghasilkan berbagai warna dengan intensitas yang berbeda (dapat dilihat pada tabel 7 di atas). Pewarnaan pada kain primissima menghasilkan warna coklat muda, kemudian kain paris menghasilkan warna coklat kemerahan dan kain sutera menghasilkan warna coklat muda ke arah putih. Dengan demikian pewarnaan pada kain paris menghasilkan warna paling tua, kain primissima berwarna lebih muda, dan kain sutera menghasilkan warna paling muda. Tabel 8. Hasil Pewarnaan Buah Kulit Kakao dengan Teknik Ikat Celup Sebelum Difiksasi No. Merk kain Hasil warna Sebelum difiksasi Keterangan 1. Primssima SM/115 Warna coklat

digilib.uns.ac.id 37 2. Paris RHP 1003 Warna coklat 3. Sutera 656 Warna coklat kemerahan Hasil pencelupan kain ikat celup ke dalam larutan zat pewarna menghasilkan warna coklat pada kain primissima dan paris, sedangkan pada sutera berwarna coklat kemerahan (dapat dilihat pada tabel 8) Kain ikat celup tampak adanya gradasi warna muda, sedang dan tua. Proses pengikatan tersebut menyebabkan zat ekstrak terjebak dalam lipatan pada saat proses pewarnaan. Pewarnaan pada kain primissima menghasilkan warna coklat, kemudian kain paris menghasilkan warna coklat dan kain sutera menghasilkan warna coklat kemerahan. Dengan demikian pewarnaan pada kain paris menghasilkan warna paling tua, kain primissima berwarna lebih muda, dan kain sutera menghasilkan warna paling muda. 2. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao dengan Fiksasi Kain-kain yang telah selesai dicelup, kemudian dimasukkan dalam larutan fiksasi selama 3 menit, selanjutnya dicuci bersih dan dijemur di tempat yang teduh. Komposisi bahan fiksasi yang digunakan adalah larutan fiksasi tawas menggunakan 1.680 gram tawas dilarutkan dengan 24 liter air panas (setiap 70 gram membutuhkan 1 liter air), sedangkan fiksasi kapur atau tunjung menggunakan 1.200 gram kapur atau tunjung yang dilarutkan dengan 24 liter air dingin (setiap 50 gram membutuhkan 1 liter air). Larutan-larutan tersebut

digilib.uns.ac.id 38 diendapkan selama 24 jam. Selanjutnya larutan tawas bisa langsung digunakan, tetapi larutan fiksasi kapur dan tunjung diambil larutan beningnya. Berikut ini hasil pewarnaan pada kain primissima, paris, dan sutera setelah difiksasi dengan tawas, kapur, dan tunjung. Tabel 9. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao pada Kain Primissima, Paris dan Sutera Setelah Difiksasi No. Merk kain Jenis fiksator Hasil warna Setelah difiksasi Keterangan 1. Sutera 656 (tawas) Warna coklat lebih muda (ke arah putih) 2. Primissima SM/115 (tawas) Warna coklat muda (ke arah putih) 3. Paris RHP 1003 (tawas) Warna coklat muda (ke arah merah) 4. Primissima SM/115 (kapur) Warna coklat 5. Paris RHP 1003 (kapur) Warna coklat ke merah 6. Sutera 656 (kapur) Warna coklat ke merah (lebih tua)

digilib.uns.ac.id 39 7. Primissima SM/115 (tunjung) Warna coklat ke hijau (muda) 8. Paris RHP 1003 (tunjung) Warna coklat ke hijau 9. Sutera 656 (tunjung) Warna coklat ke hijau (lebih tua) Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali pada kain primissima, paris dan sutera dengan fiksasi tawas, kapur, tunjung, maka dihasilkan berbagai warna dengan intensitas warna yang bervariasi, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 9. Kain sutera berwarna coklat muda (ke arah putih) setelah difiksasi tawas menghasilkan warna paling muda menjadi warna coklat lebih muda (ke arah putih), disusul dengan warna lebih tua pada kain primissima (berwarna coklat muda) setelah difiksasi tawas menjadi coklat lebih muda (ke arah putih), sedangkan pada paris dari warna coklat ke merah setelah difiksasi tawas menghasilkan warna paling tua menjadi coklat kemerahan lebih muda. Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain polos difiksasi tawas menghasilkan warna lebih muda atau warna ke arah putih. Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali pada kain primissima berwarna coklat muda setelah difiksasi kapur menjadi coklat. Penggunaan fiksasi kapur menjadikan kain primissima menghasilkan warna paling muda (dari warna coklat muda menjadi warna coklat), kemudian warna lebih tua dihasilkan pada kain paris (dari warna coklat ke merah menjadi warna

digilib.uns.ac.id 40 coklat kemerahan (lebih tua)) dan kain sutera (berwarna coklat muda ke arah putih) setelah difiksasi kapur menghasilkan warna paling tua berubah menjadi warna coklat kemerahan lebih tua. Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain polos difiksasi kapur menghasilkan warna lebih tua. Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao 6 kali kain sutera menghasilkan warna coklat muda ke arah putih setelah difiksasi tunjung berwarna coklat kehijauan dengan intensitas warna paling tua. Warna yang lebih muda dihasilkan pada kain paris yang (dari coklat kemerahan setelah difiksasi menghasilkan warna coklat kehijauan). Kain primissima (warna coklat muda) setelah difiksasi tunjung menghasilkan warna paling muda menjadi coklat kehijauan lebih muda. Demikian, warna yang dihasilkan setelah kain polos difiksasi tunjung menghasilkan warna ke arah hitam. Sebelum kain ikat celup difiksasi, ikatan kain harus dibuka supaya celupan dalam fiksasi menjadi rata. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao dengan Teknik Ikat Celup Setelah Difiksasi Merk kain Hasil warna No. Keterangan Setelah difiksasi Jenis fiksator 1. Primissima SM/115 (tawas) Warna coklat 2. Paris RHP 1003 (tawas) Warna coklat

digilib.uns.ac.id 41 3. Sutera 656 (tawas) Warna coklat (lebih tua) 4. Primissima SM/115 (kapur) Warna coklat (lebih tua) 5. Paris RHP 1003 (kapur) Warna coklat (lebih tua) 6. Sutera 656 (kapur) Warna coklat ke merah 7. Primissima SM/115 (tunjung) Warna coklat ke hitam 8. Paris RHP 1003 (tunjung) Warna coklat ke hitam 9. Sutera 656 (tunjung) Warna coklat ke hitam (lebih tua) Pewarnaan kain ikat celup dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali dengan menggunakan fiksator tawas, kapur dan tunjung menghasilkan gradasi warna muda, sedang dan tua dari hasil pengikatan (dapat dilihat pada tabel 10). Kain primissima dengan fiksator tawas menghasilkan gradasi warna yaitu warna putih ke coklat, coklat ke putih (muda), commit coklat to user dan coklat (tua). Kain paris setelah

digilib.uns.ac.id 42 difiksasi tawas menghasilkan warna putih ke coklat, coklat ke putih (muda), coklat dan coklat (tua), sedangkan kain sutera menghasilkan warna putih ke coklat, coklat ke putih (muda), coklat dan coklat (tua). Dengan demikian pewarnaan pada kain sutera menghasilkan warna paling tua, kain paris menghasilkan warna lebih muda, dan kain primissima menghasilkan warna paling muda. Penggunaan fiksasi tawas pada ketiga kain ikat celup menghasilkan warna lebih muda. Pewarnaan kain ikat celup dengan menggunakan fiksator kapur pada kain primissima menghasilkan warna paling muda yaitu warna putih ke coklat, coklat ke putih (muda), coklat dan coklat (tua); kain paris menghasilkan warna lebih tua yaitu warna putih ke coklat, coklat ke putih (muda), coklat dan coklat (tua); sedangkan penggunaan kain sutera menghasilkan warna putih ke coklat, coklat ke merah (muda), coklat kemerahan dan coklat kemerahan (tua) dengan intensitas warna paling tua. Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain ikat celup difiksasi kapur menghasilkan warna lebih tua. Pewarnaan kain ikat celup dengan ekstrak kulit buah kakao dengan menggunakan fiksasi tunjung dihasilkan warna paling muda pada kain primissima berwarna putih ke abu-abu, coklat kehitaman (muda), coklat kehitaman dan coklat kehitaman (tua); kain paris menghasilkan warna lebih tua dengan warna putih ke abu-abu, coklat kehitaman (muda), coklat kehitaman dan coklat kehitaman (tua); sedangkan penggunaan kain sutera menghasilkan warna putih ke abu-abu, coklat ke hitam (muda), coklat kehitaman dan coklat kehitaman (tua) dengan intensitas warna paling tua. Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain ikat celup difiksasi tunjung menghasilkan warna ke arah hitam.

digilib.uns.ac.id 43 Tabel 11. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao dengan Teknik Batik Setelah Difiksasi Merk kain Hasil warna No. Keterangan Setelah difiksasi Jenis fiksator 1. Sutera 656 (tawas) Warna coklat lebih muda (ke arah putih) 2. Primissima SM/115 (tawas) Warna coklat muda (ke arah putih) 3. Paris RHP 1003 (tawas) Warna coklat muda (ke merah) 4. Primissima SM/115 Warna coklat (kapur) 5. Paris RHP 1003 (kapur) Warna coklat ke merah 6. Sutera 656 (kapur) Warna coklat ke merah (lebih tua) 7. Primissima SM/115 (tunjung) Warna coklat ke hijau muda 8. Paris RHP 1003 (tunjung) Warna coklat ke hijau

digilib.uns.ac.id 44 9. Sutera 656 (tunjung) Warna coklat ke hijau (lebih tua) Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali pada kain primissima, paris dan sutera dengan fiksasi tawas, kapur, tunjung, maka dihasilkan berbagai warna dengan intensitas warna yang bervariasi, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 11. Kain sutera berwarna coklat muda (ke arah putih) setelah difiksasi tawas menghasilkan warna paling muda menjadi warna coklat lebih muda (ke arah putih), disusul dengan warna lebih tua pada kain primissima (berwarna coklat muda) setelah difiksasi tawas menjadi coklat lebih muda (ke arah putih), sedangkan pada paris dari warna coklat ke merah, setelah difiksasi tawas menghasilkan warna paling tua menjadi coklat muda kemerahan. Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain polos difiksasi tawas menghasilkan warna lebih muda atau warna ke arah putih. Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali pada kain primissima berwarna coklat muda setelah difiksasi kapur menjadi coklat. Penggunaan fiksasi kapur menjadikan kain primissima menghasilkan warna paling muda, dibanding kain paris yang menghasilkan warna lebih tua (dari warna coklat ke merah menjadi warna coklat kemerahan (lebih tua)). Warna paling tua dihasilkan pada kain sutera (dari warna coklat muda ke arah putih setelah difiksasi kapur menjadi warna coklat kemerahan lebih tua). Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain polos difiksasi kapur menghasilkan warna lebih tua.

digilib.uns.ac.id 45 Pewarnaan dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali kain sutera menghasilkan warna coklat muda ke arah putih setelah difiksasi tunjung berwarna coklat kehijauan dengan intensitas warna paling tua. Warna yang lebih muda dihasilkan pada kain paris (dari coklat kemerahan setelah difiksasi tunjung menghasilkan warna coklat kehijauan). Kain primissima (warna coklat muda) setelah difiksasi tunjung menghasilkan warna paling muda menjadi coklat kehijauan lebih muda. Dengan demikian, warna yang dihasilkan setelah kain polos difiksasi tunjung menghasilkan warna ke arah hitam. Kain batik yang telah difiksasi harus dilorod untuk menghilangkan lilin batik. Kain katun primissima dan paris, proses pelorodannya menggunakan 300 gram kanji dan 20 liter air, dicampur dan dididihkan di atas bara api, kemudian kai diaduk-aduk sampai semua lilin batik terlepas. Selanjutnya kain dicuci dengan air bersih dan dijemur di tempat yang teduh. Hal yang sama dilakukan pada kain sutera hanya saja campuran air lorodannya adalah 200 gram soda abu dan 20 liter air. Berikut ini hasil warna pada kain primissima, paris dan sutera setelah dilorod. Tabel 12. Hasil Pewarnaan Kulit Buah Kakao dengan Teknik Batik Setelah Dilorod No. Merk Kain Jenis Fiksator Setelah dilorod Keterangan 1. Primissima SM/115 (tawas) Warna coklat lebih muda (ke arah putih) 2. Paris RHP 1003 (tawas) warna coklat ke merah muda

digilib.uns.ac.id 46 3. Sutera 656 (tawas) Warna coklat ke merah muda (lebih tua) 4. Primissima SM/115 (kapur) Warna coklat ke kuning 5. Paris RHP 1003 (kapur) Warna coklat ke kuning 6. Sutera 656 (kapur) Warna coklat ke merah 7. Primissima SM/115 (tunjung) Warna coklat ke hitam 8. Paris RHP 1003 (tunjung) Warna coklat ke hitam (lebih tua) 9. Sutera 656 (tunjung) Warna coklat tua Pewarnaan kain batik dengan ekstrak kulit buah kakao sebanyak 6 kali menggunakan fiksasi tawas, kapur, tunjung menghasilkan warna coklat, coklat kemerahan, dan coklat kehijauan, dengan intensitas warna yang bervariasi, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 12. Hasil dari eksperimen pewarnaan kain batik mengalami perubahan warna setelah dilorod, sebab saat proses pelorodan menggunakan air panas atau mendidih dapat merubah intensitas warna.

digilib.uns.ac.id 47 Perubahan warna terjadi pada kain sutera dengan menggunakan fiksator tawas berwarna coklat lebih muda (ke arah putih) setelah dilorod menjadi warna paling tua yang berwarna coklat ke merah muda (lebih tua), kain paris berwarna coklat menjadi coklat muda kemerahan, sedangkan kain primissima menghasilkan warna paling muda, dari warna coklat muda (ke arah putih) setelah dilorod menjadi warna coklat lebih muda (ke arah putih). Perubahan warna terjadi pada kain sutera menggunakan fiksator kapur menghasilkan warna paling tua dari coklat ke merah (lebih tua) setelah dilorod berwarna coklat ke merah, disusul kain paris berwarna coklat muda kemerahan menjadi coklat kekuningan, dan kain primissima menghasilkan warna paling muda dari coklat muda (ke arah putih) menjadi coklat kekuningan. Perubahan warna terjadi pada fiksator tunjung pada kain sutera yang awalnya berwarna coklat kehijauan lebih tua setelah dilorod berubah warna coklat tua, sedangkan kain paris menghasilkan warna lebih tua berawal dari warna coklat kehijauan menjadi coklat ke hitam, sedangkan warna paling muda dihasilkan kain primissima yang berwana coklat kehijauan (muda) menjadi coklat ke hitam. Dari hasil uji coba di atas, mulai dari tabel 9 sampai tabel 12, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Hasil pewarnaan kulit buah kakao pada tekstil polos (kain primissima, paris, sutera) dengan fiksasi tawas, kapur, tunjung, maka warna yang dihasilkan adalah coklat, coklat kemerahan, dan coklat kehijauan, dengan intensitas warna yang bervariasi, (dapat dilihat pada tabel 9).

digilib.uns.ac.id 48 b. Hasil pewarnaan kulit buah kakao pada teknik ikat celup (kain primissima, paris, sutera), dengan fiksator tawas menghasilkan warna coklat muda; kapur menghasilkan warna coklat lebih tua; tunjung menghasilkan warna coklat kehitaman dengan efek warna yang berbeda hasil dari ikatan (dapat dilihat pada tabel 10). c. Hasil pewarnaan kulit buah kakao pada teknik batik (kain primissima, paris, sutera) dengan fiksator tawas menghasilkan warna coklat setelah dilorod menjadi warna lebih muda. Fiksator kapur menghasilkan warna coklat kemerahan setelah dilorod berubah menjadi warna coklat kekuningan pada kain primissima dan paris sedangkan pada kain sutera berwarna coklat kemerahan lebih muda. Fiksator tunjung menghasilkan coklat kehijauan setelah dilorod menjadi coklat kehitaman, dengan intensitas warna yang bervariasi, (dapat dilihat pada tabel 11 dan 12). B. Pengujian Tahan Luntur Terhadap Pencucian dan Gosokan pada Teknik Ikat Celup dan Batik Pengujian tahan luntur terhadap pencucian dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap pencucian yang berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin, hampir sama dengan satu kali pencucian dengan mesin selama 45 menit. Alat yang digunakan untuk uji cuci, adalah alat launderometer atau alat yang sejenis dengan pengaruh suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 putaran permenit. Alat ini dilengkapi dengan piala baja dan kelerang commit to baja user yang tahan karat. Proses pencucian

digilib.uns.ac.id 49 dilakukan begitu rupa, sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, pemutihan yang sesuai dan gosokan sedemikian, sehingga berkurangnya warna yang dikehendaki, didapat dalam waktu yang singkat (Wibowo Moerdoko, 1973: 348-349). Bahan yang digunakan untuk pencucian, yaitu: 1. 3 kain berwarna berukuran 5 x 10 cm untuk satu jenis kain yang diuji cuci. 2. 2 kain pelapis dari kain katun (kain putih) berukuran 5 x 10 cm untuk satu jenis kain yang diuji cuci. 3. Alat launderometer sebagai mesin pencuci. 4. Beaker glass sebagai alat pengukur air. 5. Pengaduk. 6. Teepol 200 ml. 7. Neraca timbangan. 8. Na 2 Co 2 4 gram. 9. 8 kelerang baja tahan karat. 10. Air 2 liter. 11. Tabung bejana. 12. Plastik. Proses kerja alat launderometer, yaitu: 1. Kain berwarna dijahit diantara dua kain pelapis, dengan jahitan berbentuk U.

digilib.uns.ac.id 50 Gambar 4. Kain uji dan kain putih dijahit berbentuk U (Foto: Indah, 2014) 2. Siapkan pereaksinya, yakni teepol, Na 2 Co 2 dilarutkan dengan air, diaduk sampai rata. Gambar 5. Larutan pereaksi (Foto: Indah, 2014) 3. Larutan dimasukkan ke dalam tabung bejana yang diisi dengan kelerang baja, kemudian tutup rapat. Gambar 6. Tabung bejana (Foto: Indah, 2014) 4. Mempersiapkan mesin pencuci dengan cara, menghidupkan mesin hingga temperatur 40 0 C, lalu dimatikan.

digilib.uns.ac.id 51 Gambar 7. Alat Launderometer (Foto: Indah. 2014) 5. Tabung bejana dimasukkan ke dalam mesin lalu dihidupkan kembali selama 45 menit dengan suhu 40 0 C. Gambar 8. Tabung bejana di dalam mesin launderometer (Foto: Indah, 2014) 6. Kain dibilas dengan air dingin lalu dikeringkan menggunakan setrika listrik. 7. buka jahitan untuk menilai perubahan warna pada kain uji dengan menggunakan alat Grey Scale (alat standar skala abu-abu) dan penodaan warna pada kain pelapis/putih dengan Staining Scale (alat standar skala penodaan). Gambar 9. Penilaian perubahan warna dengan Grey Scale dan penodaan warna dengan commit Staining to user Scale (Foto: Indah, 2014)

digilib.uns.ac.id 52 Cara pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain, yang disebabkan karena gosokan dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain (Wibowo Moerdoko, 1973 : 356). Pengujian tersebut terdiri dari gosokan dengan kain kering dan basah. Pengerjannya dilakukan dengan menggunakan 3 sampel untuk memperoleh hasil rata-rata colour diference (perbedaan warna) dari penilaian sampel dengan alat Staining Scale (alat standar skala penodaan warna). Bahan yang digunakan untuk uji gosok adalah : 1. 3 kain berwarna berukuran 5 x 25 cm untuk masing-masing kain yang diuji gosok. 2. 3 kain putih (katun) berukuran 5 x 5 cm untuk masing-masing kain yang diuji. 3. alat crockmeter sebagai mesin gosok. 4. Air Gambar 10. Alat Crockmeter (Foto : Indah, 2014) Alat crockmeter, mempunyai jari dengan diameter 1,5 cm, yang bergerak satu kali maju mundur sejauh 10 cm setiap kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain seberat 900 gram (Wibowo Moerdoko, 1973 : 356). Proses pengerjaan uji gosokan kering, yaitu:

digilib.uns.ac.id 53 1. letakkan kain uji rata di atas alat penguji sejajar dengan arah gosokan. Gambar 11. kain uji diletakkan pada alat Crockmeter (Foto: Indah, 2014) 2. Jari crockmeter dibungkus dengan kain putih kering. 3. Digosok 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. 4. Kain putih diambil lalu dievaluasi penodaan warnanya dengan menggunakan Staining Scale. Gambar 12. Penilaian kain putih dengan Staining Scale (foto: Indah,2014) Proses pengerjaan uji gosokan basah, yaitu: 1. letakkan kain uji rata di atas alat penguji sejajar dengan arah gosokan. 2. Jari crockmeter dibungkus dengan kain putih yang dibasahi dengan air suling. 3. Digosok 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. 4. Kain putih dikeringkan di udara. 5. Kain putih diambil lalu dievaluasi penodaan warnanya dengan menggunakan Staining Scale.

digilib.uns.ac.id 54 Gambar 13. Penilaian kain putih dengan Staining Scale terhadap gosokan basah (Foto: Indah, 2014) C. Hasil Penilaian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian dan Gosokan pada Kain Ikat Celup dan Batik Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan mengamati adanya perubahan warna asli dari kain uji, terhadap penilaian tidak ada perubahan, ada sedikit perubahan, cukup dan banyak berubah. Disamping dilakukan penilaian terhadap perubahan warna yang terjadi, dengan menggunakan standar skala abu-abu untuk menilai perubahan warna pada kain berwarna yang telah dicuci, dan penilaian penodaan warna terhadap kain putih. Penilaiannya dan standar skala penodaan warna pada kain putih yang telah dicuci dan di gosok. 1. Standar Skala Abu-abu dan Standar Skala Penodaan Gambar 14. Alat Grey Scale (Foto: Indah,2014)

digilib.uns.ac.id 55 Gamabar 15. Alat Staining Scale/standar skala penodaan (Foto: Indah, 2014) Penilaian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan dengan menggunakan alat standar skala abu-abu atau Grey Scale dan standar skala penodaan atau Staining Scale.Standar skala abu-abu digunakan untuk menilai perubahan warna pada uji tahan luntur warna. Menurut Wibowo Moerdoko, mengenai standar skala abu-abu terdiri dari 9 pasang lempeng standar abu-abu dan setiap pasang menunjukkan perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya (1975: 154). Standar skala penodaan digunakan untuk menilai penodaan warna pada kain putih digunakan dalam menentukan tahan luntur warna. Standar skala penodaan terdiri dari sepasang lempeng standar putih dan delapan lempeng standar putih dan abu-abu, yang tiap pasang menunjukkan perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna (Wibowo Moerdoko, 1975 : 157). Standar skala abu-abu atau Grey Scale dan standar skala penodaan atau Staining Scale memiliki bentuk yang sama, masing-masing alat terbuat dari kertas karton, yang berbentuk persegi panjang dengan sudut melengkung, yang berukuran panjang 22 cm dan lebar 5,5 cm serta memiliki ketebalan 2 mm. Perbedaan antara standar skala abu-abu dan penodaan adalah perbedaan warna pada setiap lempengnya dan cara menilai dengan kedua alat ini sama. Standar

digilib.uns.ac.id 56 skala abu-abu terdiri sepasang lempeng sebanyak 5 pasang, sepasang lempeng berwarna abu-abu yang sama dan sepasang lempeng lainnya mempunyai tingkatan perbedaan warna abu-abu, yang tujuannya untuk menentukan perubahan warna yang terjadi dari kelunturan pada kain yang telah dicuci dan yang tidak. Standar skala penodaan terdiri sepasang lempeng sebanyak 5 pasang lempeng, sepasang lempeng standar putih, lainnya standar lempeng putih dan abu-abu, yang tujuannya untuk menentukan nilai penodaan warna yang terjadi dari kelunturan pada kain putih yang telah dicuci dan yang tidak atau digosok dan yang tidak. Masing-masing lempeng berukuran dengan panjang 4,3 cm dan lebar 2 cm. Alat ini dilengkapi penutup yang berukuran panjang 22 cm dan lebar 5,5 cm serta ketebalan 2 mm. Penutup tersebut memiliki lubang yang terletak di tengah, berbentuk kotak dengan ukuran panjang 4,3 cm dan lebar 4 cm, tujuannya untuk menunjukkan sepasang lempeng sesuai dengan sampel yang diuji dan yang tidak diuji. Setiap pasang lempeng standar skala abu-abu dan standar skala penodaan menunjukkan tingkatan beda warna yang merupakan nilai tahan luntur warnanya. Perbedaan warna yang digambarkan pada alat Grey Scale maupun Staining Scale, sebagai berikut: a. Sepasang lempeng standar abu-abu atau sepasang lempeng standar putih dengan perbedaan warnanya sama dengan nol atau tidak ada perbedaan terdapat pada tingkat 5. b. Sepasang lempeng standar abu-abu atau sepasang lempeng standar putih dan standar putih ke abu-abu, dengan sedikit perbedaan warna yang terdapat pada tingkat 4.

digilib.uns.ac.id 57 c. Sepasang lempeng standar abu-abu atau sepasang lempeng standar putih dan standar putih ke abu-abu, dengan perbedaan warna cukup banyak/tepat berubah terdapat pada tingkat 3. d. Sepasang lempeng standar abu-abu atau sepasang lempeng standar putih dan standar putih ke abu-abu, dengan perbedaan warna yang banyak terdapat pada tingkat 2. e. Sepasang lempeng standar abu-abu atau Sepasang lempeng standar putih dan standar abu-abu, dengan perbedaan warna yang paling banyak terdapat pada tingkat 1. Nilai tahan luntur pada standar skala abu-abu dan standar skala penodaan adalah angka (tingkatan warna) sesuai dengan perbedaan antara kain yang diuji dengan yang tidak diuji. Nilai ketanannya dapat dilihat pada tabel 13. Nilai tahan luntur warna 5 4-5 4 3-4 3 2-3 2 Tabel 13. Nilai Tahan Luntur Warna Penilaian Kekontrasan sesuai dengan tingkat 5 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur baik sekali. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 4-5 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur hampir baik sekali. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 4 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur baik. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 3-4 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur hampir baik atau cukup baik. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 3 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur cukup. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 2-3 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur hampir cukup. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 2 standar skala abu-abu/ standar skala commit penodaan, to user yang memiliki ketahanan luntur

digilib.uns.ac.id 58 1-2 1 kurang. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 1-2 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur jelek. Kekontrasan sesuai dengan tingkat 1 standar skala abu-abu/ standar skala penodaan, yang memiliki ketahanan luntur jelek sekali. (Wibowo Moerdoko, 1975: 155) Dari tabel 13 dapat diketahui antara kain uji dan yang tidak diuji sesuai dengan skala abu-abu atau standar skala penodaan tingkat 5, yang berarti tidak ada perubahan warna atau tidak luntur ditunjukkan pada nilai 5, dengan ketahanan luntur yang baik sekali. Apabila perubahan warna lebih besar dari tingkat 4 dan kurang dari 5 skala abu-abu atau standar skala penodaan, maka nilai tahan lunturnya antara 4-5, dengan ketahanan luntur yang hampir baik sekali. Perubahan warna sesuai dengan skala abu-abu tingkat 4, kain uji mengalami sedikit kelunturan yang ditunjukkan pada nilai 4, dengan ketahanan luntur yang baik. Perubahan warna lebih besar dari tingkat 3 dan kurang dari 4 skala abu-abu atau standar skala penodaan, maka nilai tahan lunturnya antara 3-4, dengan ketahanan luntur yang hampir baik atau cukup baik. Perubahan warna sesuai dengan skala abu-abu atau standar skala penodaan tingkat 3, kain uji mengalami kelunturan yang cukup banyak/tepat berubah ditunjukkan pada nilai 3, dengan ketahanan luntur yang cukup. Perubahan warna lebih besar dari tingkat 2 dan kurang dari 3 skala abu-abu atau standar skala penodaan, maka nilai tahan lunturnya antara 2-3, dengan ketahanan luntur yang hampir cukup. Perubahan warna sesuai dengan skala abu-abu tingkat 2, kain uji mengalami kelunturan yang banyak ditunjukkan pada nilai 2, dengan ketahanan luntur yang kurang. Perubahan warna lebih besar dari tingkat 1 dan kurang dari 2 skala abu-abu atau standar skala penodaan, maka nilai tahan lunturnya antara 1-2, commit dengan to ketahanan user luntur yang jelek. Perubahan

digilib.uns.ac.id 59 warna sesuai dengan skala abu-abu atau standar skala penodaan tingkat 1, maka kain uji mengalami kelunturan yang sama dengan warna kain asli ditunjukkan pada nilai 1, dengan ketahanan luntur yang jelek sekali. 2. Evaluasi Tahan Luntur Spesifikasi kolorimeter yang tepat dari warna abu-abu standar dan perubahan warna pada standar skala abu-abu dihitung dengan rumus nilai kekhromatikan Adam, dalam satuan C.D (Color Diference) (Wibowo Moerdoko, 1975: 154). Selain itu perbedaan penodaan warna pada standar skala penodaan juga dihitung dengan nilai kekhromatikan Adam (Wibowo Moerdoko, 1975: 158). Rumus nilai kekhromatikan Adam merupakan rumus untuk menghitung nilai perubahan warna pada standar skala abu-abu dan untuk menghitung nilai penodaan warna terhadap kain putih pada standar skala penodaan. Satuan nilai perbedaan warna dalam kekhromatikan Adam disebut C.D (Color Diference). Standar penilaian perubahan warna pada standar skala abu-abu tercantum pada tabel 14. Tabel 14. Standar Penilaian Perubahan Warna pada Standar Skala Abu-abu Nilai tahan luntur warna Perbedaan warna (dalam satuan C.D) 5 4 5 4 3 4 3 2 3 2 1-2 1 (Wibowo commit Moerdoko, to user 1975: 154) 0 0,8 1,5 2,1 3,0 4,2 6,0 8,5 12,0

digilib.uns.ac.id 60 Standar penilaian perubahan warna pada standar skala abu-abu dari tabel 14 di atas menunjukkan perbedaan warna (dalam satuan C.D) standar skala abuabu pada nilai tahan luntur, yaitu a. Nilai perbedaan warna 0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 5 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur sangat sempurna. b. Nilai perbedaan warna 0,8 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 4-5 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur hampir sempurna. c. Nilai perbedaan warna 1,5 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 4 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur baik. d. Nilai perbedaan warna 2,1 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 3-4 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur hampir baik. e. Nilai perbedaan warna 3,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 3 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur cukup. f. Nilai perbedaan warna 4,2 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 2-3 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur kurang baik. g. Nilai perbedaan warna 6,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 2 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur agak buruk.

digilib.uns.ac.id 61 h. Nilai perbedaan warna 8,5 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 1-2 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur buruk. i. Nilai perbedaan warna 12,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 1 pada standar skala abu-abu, dengan ketahanan luntur sangat buruk. Standar penilaian kelunturan warna pada standar skala penodaan, dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Penilaian Penodaan Warna pada Standar Skala Penodaan Nilai tahan luntur warna Perbedaan warna (satuan C.D.) 5 0,0 4 5 2,0 4 4,0 3 4 5,6 3 8,0 2 3 11,3 2 16,0 1 2 22,6 1 32,0 (Wibowo Moerdoko, 1975: 159) Standar penilaian perubahan warna pada standar skala penodaan dari tabel 15 di atas menunjukkan perbedaan warna (dalam satuan C.D) standar skala penodaan pada nilai tahan luntur warnanya, yaitu a. Nilai perbedaan warna 0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 5 pada standar penodaan, dengan ketahanan luntur sangat sempurna. b. Nilai perbedaan warna 2,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 4-5 pada standar skala penodaan, dengan ketahanan luntur hampir sempurna.

digilib.uns.ac.id 62 c. Nilai perbedaan warna 4,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 4 pada standar skala penodaan, dengan ketahanan luntur baik. d. Nilai perbedaan warna 5,6 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 3-4 pada standar penodaan, dengan ketahanan luntur hampir baik. e. Nilai perbedaan warna 8,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 3 pada standar skala penodaan, dengan ketahanan luntur cukup. f. Nilai perbedaan warna 11,3 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 2-3 pada standar skala penodaan, kurang baik. g. Nilai perbedaan warna 16,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 2 pada standar skala penodaan, dengan ketahanan luntur agak buruk. h. Nilai perbedaan warna 22,6 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 1-2 pada standar skala penodaan, dengan ketahanan luntur buruk. i. Nilai perbedaan warna 32,0 C.D (color diference) ditunjukkan pada nilai tahan luntur warna 1 pada standar skala penodaan, dengan ketahanan luntur sangat buruk. Dasar evaluasi adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara sampel asli dengan yang telah diuji. Cara menilai dan mengevaluasi perubahan warna dengan Grey Scale sama dengan cara menilai dan mengevaluasi penodaan warna dengan Staining Scale.

digilib.uns.ac.id 63 Tabel 16. Standar Evaluasi Tahan Luntur Warna Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna 5 4 5 4 3 4 3 2 3 2 1 2 1 (Wibowo Moerdoko, 1975 : 157). Baik sekali Baik Baik Cukup baik Cukup Kurang Kurang Jelek Jelek Standar evaluasi tahan luntur warna dari nilai tahan luntur warna pada tabel 16, menunjukkan: a. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, tidak mengalami perubahan warna atau tidak luntur, yang ditunjukkan pada ketahanan luntur warna baik sekali atau sangat sempurna. b. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, mengalami perubahan warna atau luntur pada antara tingkat 4-5, menunjukkan ketahanan luntur warna baik atau hampir baik sekali. c. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, sedikit mengalami perubahan warna atau sedikit luntur, yang ditunjukkan pada ketahanan luntur warna baik.

digilib.uns.ac.id 64 d. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, mengalami perubahan warna atau luntur pada antara tingkat 3-4, menunjukkan ketahanan luntur warna cukup baik atau hampir baik. e. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, sedikit mengalami perubahan warna atau luntur, yang ditunjukkan pada ketahanan luntur warna cukup. f. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, mengalami perubahan warna atau luntur pada antara tingkat 2-3, menunjukkan ketahanan luntur warna kurang atau hampir cukup. g. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, mengalami perubahan warna atau kelunturan banyak, yang ditunjukkan pada ketahanan luntur warna kurang. h. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, mengalami perubahan warna atau luntur pada antara tingkat 1-2, menunjukkan ketahanan luntur warna jelek. i. Kain berwarna yang dinilai perubahan warnanya dengan skala abu-abu dan kain putih yang dinodai, dinilai penodaan warnanya dengan standar skala penodaan, mengalami perubahan warna atau kelunturan paling banyak, yang ditunjukkan pada ketahanan luntur warna jelek sekali.

digilib.uns.ac.id 65 3. Hasil Evaluasi Ketahanan Luntur Perubahan Warna pada Teknik Batik Terhadap Pencucian Pewarnaan kain primissima ke dalam larutan ekstrak kulit buah kakao dengan menggunakan fiksator tawas menghasilkan warna coklat muda (ke arah putih) setelah dilorod menghasilkan warna coklat lebih muda (ke arah putih). Penggunaan fiksator kapur menghasilkan warna coklat, setelah dilorod menghasilkan warna coklat kekuningan. Penggunaan fiksator tunjung menghasilkan warna coklat ke arah hijau muda, setelah dilorod menghasilkan warna coklat kehitaman. Masing-masing kain tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, diletakkan diantara 2 kain putih (katun) yang dijahit membentuk huruf U sebanyak 3 sampel. Selanjutnya kain dicuci menggunakan alat launderometer selama 45 menit, setelah selesai kain dikeringkan dengan menggunakan setrika bersuhu tinggi/panas. Jahitan dilepas untuk dinilai perubahan warnanya dengan membandingkan antara kain berwarna yang telah dicuci dan kain berwarna yang tidak dicuci disesuaikan pada perubahan warna alat Grey Scale. Penilaian perubahan warna kain primissima pada teknik batik dengan alat standar skala abu-abu diketahui, bahwa penggunaan fiksator tawas mengalami luntur banyak dan hasil ketahanan luntur warnanya kurang atau hampir cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator kapur mengalami perubahan yang cukup banyak dan hasil ketahanan luntur warnanya cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator tunjung mengalami luntur banyak dan memiliki ketahanan luntur warna jelek pada standar skala abu-abu terhadap pencucian.

digilib.uns.ac.id 66 Pewarnaan kain paris pada teknik batik dengan ekstrak kulit buah kakao menggunakan fiksator tawas menghasilkan warna coklat muda kemerahan (lebih muda), setelah dilorod menghasilkan warna coklat ke merah muda. Penggunaan fiksator kapur menghasilkan warna coklat ke merah (lebih tua), setelah dilorod menghasilkan warna coklat kekuningan. Penggunaan fiksator tunjung menghasilkan warna coklat kehijauan, setelah dilorod menghasilkan warna coklat kehitaman. Masing-masing kain tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, diletakkan diantara 2 kain putih (katun) yang dijahit membentuk huruf U sebanyak 3 sampel. Selanjutnya kain dicuci menggunakan alat launderometer selama 45 menit, setelah selesai kain dikeringkan dengan menggunakan setrika bersuhu tinggi/panas. Jahitan dilepas untuk dinilai perubahan warnanya dengan membandingkan antara kain berwarna yang telah dicuci dan kain berwarna yang tidak dicuci disesuaikan pada perubahan warna alat Grey Scale. Penilaiaan kain paris pada teknik batik menggunakan alat standar skala abu-abu menggunakan fiksator tawas, mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator kapur mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator tunjung mengalami luntur sangat banyak dan hasil evaluasinya ketahanan luntur warna jelek pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Pewarnaan kain sutera pada teknik batik dengan ekstrak kulit buah kakao menggunakan fiksator tawas menghasilkan warna coklat lebih muda (ke arah putih), setelah dilorod berubah menjadi warna coklat ke merah muda (lebih tua).

digilib.uns.ac.id 67 Penggunaan fiksator kapur menghasilkan warna coklat ke merah (lebih tua), setelah dilorod berubah menjadi warna coklat kemerahan. Penggunaan fiksator tunjung menghasilkan warna coklat ke hijau (lebih tua), setelah dilorod menjadi warna coklat kehitaman (lebih tua). Masing-masing kain tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, diletakkan diantara 2 kain putih (katun) yang dijahit membentuk huruf U sebanyak 3 sampel. Selanjutnya kain dicuci menggunakan alat launderometer selama 45 menit, setelah selesai kain dikeringkan dengan menggunakan setrika bersuhu tinggi/panas. Jahitan dilepas untuk dinilai perubahan warnanya dengan membandingkan antara kain berwarna yang telah dicuci dan kain berwarna yang tidak dicuci disesuaikan pada perubahan warna alat Grey Scale. Penilaian tahan luntur perubahan warna kain sutera pada teknik batik dengan alat standar skala abu-abu menggunakan fiksator tawas mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator kapur mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator tunjung mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Hasil evaluasi ketahanan luntur warna pada teknik batik terhadap pencucian dengan menggunakan alat standar skala abu-abu atau Grey scale terhadap pencucian dapat dilihat pada tabel 17.

digilib.uns.ac.id 68 Tabel 17. Hasil Evaluasi Ketahanan Luntur Warna pada Teknik Batik Menggunakan Grey Scale Terhadap Pencucian Merk Kain Jenis fiksator Tawas Kapur Tunjung Primissima hampir cukup Cukup Kurang Paris Cukup Cukup Jelek Sutera Cukup Cukup Cukup Hasil ketahanan luntur warna kain batik terhadap pencucian dari tabel di atas digambarkan, sebagai berikut: Grafik 1. Nilai Tahan Luntur Perubahan Warna dengan Alat Grey Scale (GS) pada Teknik Batik Terhadap Pencucian Baik sekali hampir baik sekali baik hampir baik primissima paris sutera cukup hampir cukup kurang jelek jelek sekali tawas kapur tunjung Nilai tahan luntur perubahan warna pada teknik batik terhadap pencucian yang dinilai perubahan warnanya menggunakan alat standar abu-abu atau Grey Scale. Pada grafik 1, menunjukkan kain paris menggunakan fiksator tunjung memiliki ketahanan luntur paling rendah, dengan nilai ketahanan perubahan warna luntur jelek. Kain primissima dengan fiksasi tunjung mengalami banyak perubahan warna atau agak buruk. Kemudian ketahanan luntur warna kurang baik

digilib.uns.ac.id 69 dimiliki kain primissima dengan fiksasi tawas. Disusul ketahanan luntur cukup yang dimiliki kain paris dan sutera dengan fiksasi tawas, ketiga kain dengan fiksasi kapur dan kain sutera dengan fiksasi tunjung. Dari ketiga kain dan fiksator yang digunakan, ketahanan luntur paling tinggi dicapai kain sutera, sedangkan fiksator paling baik yaitu fiksasi kapur dengan nilai tahan luntur yang tetap (cukup). 4. Hasil Evaluasi Ketahanan Luntur Perubahan Warna pada Teknik Ikat Celup Terhadap Pencucian Pewarnaan kain primissima pada teknik ikat celup dengan ekstrak kulit buah kakao menggunakan fiksator tawas menghasilkan warna coklat (lebih muda); fiksator kapur menghasilkan warna coklat (lebih tua); sedangkan fiksator tunjung menghasilkan warna coklat ke hitam. Masing-masing kain tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, diletakkan diantara 2 kain putih (katun) yang dijahit membentuk huruf U sebanyak 3 sampel. Selanjutnya kain dicuci menggunakan alat launderometer selama 45 menit, setelah selesai kain dikeringkan dengan menggunakan setrika bersuhu tinggi/panas. Jahitan dilepas untuk dinilai perubahan warnanya dengan membandingkan antara kain berwarna yang telah dicuci dan kain berwarna yang tidak dicuci disesuaikan pada perubahan warna alat Grey Scale. Penilaian perubahan warna kain primissima pada teknik ikat celup dengan alat standar skala abu-abu diketahui bahwa fiksator tawas mengalami luntur banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna hampir cukup pada standar skala abu-abu terhadap commit pencucian. to user Penggunaan fiksator kapur,

digilib.uns.ac.id 70 mengalami luntur banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna hampir cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator tunjung mengalami luntur banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna kurang pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Pewarnaan kain paris pada teknik ikat celup dengan ekstrak kulit buah kakao menggunakan fiksator tawas menghasilkan warna coklat (lebih muda); fiksator kapur menghasilkan warna coklat (lebih tua); fiksator tunjung menghasilkan warna coklat kehitaman. Masing-masing kain tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, diletakkan diantara 2 kain putih (katun) yang dijahit membentuk huruf U sebanyak 3 sampel. Selanjutnya kain dicuci menggunakan alat launderometer selama 45 menit, setelah selesai kain dikeringkan dengan menggunakan setrika bersuhu tinggi/panas. Jahitan dilepas untuk dinilai perubahan warnanya dengan membandingkan antara kain berwarna yang telah dicuci dan kain berwarna yang tidak dicuci disesuaikan pada perubahan warna alat Grey Scale. Penilaian perubahan warna kain paris pada teknik ikat celup menggunakan fiksator tawas mengalami banyak perubahan warna atau luntur banyak dan hasil evalusinya memiliki ketahanan luntur warna kurang pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator kapur mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator tunjung mengalami luntur banyak sekali dan memiliki ketahanan luntur warna jelek pada standar skala abuabu terhadap pencucian.

digilib.uns.ac.id 71 Pewarnaan kain sutera sutera pada teknik ikat celup dengan ekstrak kulit buah kakao menggunakan fiksator tawas menghasilkan warna coklat lebih muda; fiksator kapur menghasilkan warna coklat kemerahan; sedangkan fiksator tunjung menghasilkan warna coklat kehitaman. Masing-masing kain tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, diletakkan diantara 2 kain putih (katun) yang dijahit membentuk huruf U sebanyak 3 sampel. Selanjutnya kain dicuci menggunakan alat launderometer selama 45 menit, setelah selesai kain dikeringkan dengan menggunakan setrika bersuhu tinggi/panas. Jahitan dilepas untuk dinilai perubahan warnanya dengan membandingkan antara kain berwarna yang telah dicuci dan kain berwarna yang tidak dicuci disesuaikan pada perubahan warna alat Grey Scale. Penilaian perubahan warna kain sutera pada teknik ikat celup dengan alat standar skala abu-abu diketahui bahwa penggunaan fiksator tawas mengalami luntur banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna kurang pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator kapur, mengalami luntur cukup banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna cukup pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Penggunaan fiksator tunjung mengalami luntur banyak dan hasil evaluasinya memiliki ketahanan luntur warna kurang pada standar skala abu-abu terhadap pencucian. Hasil evaluasi ketahanan luntur warna kain primissima, paris dan sutera dengan teknik ikat celup menggunakan alat standar skala abu-abu, dapat dilihat pada tabel 18.