BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009). Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian yang pokok dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan antara lain: perlu dilakukan di tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya. Lingkungan lainnya antara lain tempat pengungsian, daerah transmigrasi, lembaga permasyaralatan, sekolah dan sejenisnya. Udara merupakan media lingkungan yang perlu menjadi perhatian dari sasaran dan kawasan tersebut diatas. Hal ini telah pula menjadi kebijakan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan (Depkes, 2001). Udara bersih yang kita hirup merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak bewarna maupun berasa. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih sudah sulit diperoleh, terutama dikota-kota yang banyak industri dan padat lalu lintas. Udara yang tercemar dapat merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Terjadinya
kerusakan lingkungan berarti berkurangnya (rusaknya ) daya dukung alam yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia (Wardhana, 2001). Peningkatan urbanisasi, pertumbuhan penduduk, industrilisasi dan penggunaan kendaraan bermotor memaksa kita untuk memahami bahwa kita tidak lagi mendapat jaminan akan tersedianya 14 kilogram udara bersih relatif mutlak di perlukan setiap orang untuk bernafas setiap harinya (Kusnoputranto, 1995). Penelitian secara komprehensif tentang besarnya kontribusi dari berbagai sumber di DKI Jakarta menunjukkan bahwa kendaraan bermotor memberi kontribusi yang paling dominan dengan perbandingan 70%- 80% kontribusi dari emisi kendaraan bermotor dan 20%- 30% dari kegiatan lain. Hasil pemantauan BPLHD (2002) kualitas udara dari tahun 1995-2001, di wilayah pemukiman, industri dan perkantoran di DKI Jakarta memperlihatkan konsentrasi zat-zat yang menimbulkan polusi (SO 2, NO 2, TSP dan Pb) berfluktasi setiap tahun dan bervariasi di tiap-tiap lokasi pemantauan. Konsentrasi SO 2 cenderung meningkat, sedangkan konsentrasi NO 2 cenderung menurun. Konsentrasi debu (TSP) cenderung meningkat hingga melebihi baku mutu dan rata-rata tahunan nasional. Demikian juga konsentrasi Pb cenderung meningkat tetapi masih di bawah baku mutu. Bahkan di daerah industri konsentrasi Pb cenderung menurun. Demikian juga Total Suspended Partikel (TSP) menurun dan masih di bawah baku mutu. Sedangkan pemantauan kualitas udara di ruas Jalan Thamrin menunjukkan adanya kecenderungan konsentrasi parameter SO 2 dan NO 2 meningkat, sedangkan di Gambir terlihat adanya kecenderungan menurun (Anonimous, 2005).
Menurut para ahli pada sekitar tahun 2000-an kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka 57.000 orang per tahunnya. Selama 20 tahun angka kematian disebabkan oleh pencemaran udara naik mendekati 14% atau mendekati 0,7% per tahun (Wisnu, 2001) Hasil temuan kajian lingkungan, bahwa sejumlah kecamatan di wilayah timur Cirebon sudah masuk kategori tercemar debu. Emisi debu ini telah melebihi ambang batas maksimal baku mutu, yang sangat rawan terhadap serangan penyakit ISPA (infeksi Saluran Pernapasan Akut) bagi masyarakat disekitarnya. Kecamatan Pengenan, sesuai kajian tersebut termasuk kategori paling parah pencemaran emisi debu. Emisi debu itu sendiri terkait dengan keberadaan aktivitas terminal serta pengepakan batubara. Di Pengenan, emisi debu sudah berada pada 200-400 mikrogram per normal meter kubik (μg/nm3) (Anonimous,2004). Debu partikulat ini juga terutama dihasilkan dari emisi gas buangan kendaraan. Sekitar 50% - 60% dari partikel melayang merupakan debu berdiameter 10 µm atau dikenal dengan PM 10. Debu PM 10 ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, sehingga PM 10 dikategorikan sebagai Respirable Particulate Matter ( RPM ). Akibatnya akan mengganggu sistem pernafasan bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Pada alveoli terjadi penumpukan partikel kecil sehingga dapat merusak jaringan atau sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil dari 10 µm, akan menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta menghalangi pandangan mata. (Chahaya, 2003 ) Suspended particulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan. Terutama partikulat halus yang
disebut PM 10 sangat berbahaya bagi kesehatan ( Soemarwoto, 2004 ). Tingginya Penggunaan kendaraan bermotor di jakarta menyebabkan meningkatnya polusi Pm 10 dari emisi kendaraan bermotor. Di Jakarta PM 10 dari sektor transportasi mencapai 71 persen dari emisi total polutan (Anonimous, 2008). Berdasarkan data BPS tahun 2007 jumlah kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan di Kota Medan tahun 2002-2006 hingga bulan Desember adalah sebanyak 1.289.745 unit, yang terdiri dari Mobil Penumpang 175.198 unit, Mobil Bis 116.184 unit, Mobil Gerobak 12.619 unit, Sepeda motor 985.745 unit. Sedangkan perkiraan besarnya emisi debu yang berasal dari kendaraan bermotor menurut jenis kendaraannya hingga 2006 adalah sebanyak Mobil Penumpang 1.334,0 ton/tahun, Mobil bus 122,9 ton/tahun, Mobil Gerobak 548,2 ton/tahun, Sepeda motor 6.619,2 ton/tahun, dimana jumlah total emisi debu yang dihasilkan adalah 8.624,4 ton/tahun Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di sekitar Jalan Raya di Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan karena merupakan salah satu daerah yang padat transportasi. Dimana kelurahan Lalang merupakan batas wilayah antara kota Medan dan Deli Serdang yang merupakan pintu masuk bagi transportasi yang berasal dari Deli Serdang, Binjai, Langkat, maupun kota lainnya yang hendak masuk ke Medan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui kadar Particulate Matter 10 (PM 10 ) di udara dan keluhan gangguan pernafasan pada masyarakat yang tinggal di sepanjang jalan raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun 2010.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahannya adalah Jumlah kadar Particulate Matter 10 (PM 10 ) di Udara dan Keluhan ganguan penafasan pada masyarakat yang tinggal di sekitar jalan raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui kadar pencemaran udara Particulate Matter 10 (PM 10 ) di udara dan keluhan gangguan pernafasan pada masyarakat yang tinggal di sekitar jalan raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, lama bermukim dan jenis ventilasi berdasarkan keluhan gangguan pernafasan pada masyarakat yang tinggal di sepanjang jalan raya Kelurahn lalang Kecamatan Sunggal b. Untuk mengetahui kadar Particulate Matter 10 (PM 10 ) di udara di jalan raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sungal. c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya Kadar Particulate Matter 10 (PM 10 ) yang melebihi baku mutu udara ambien pada beberapa ruas jalan raya di Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal
d. Untuk mengetahui ada atau tidaknya keluhan gangguan pernafasan dan pada masyarakat yang tinggal di sepanjang jalan raya di Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal. 1.4 Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi masyarakat di Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal b. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Medan dalam mewujudkan lingkungan yang baik dan masyarakat yang sehat. c. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang berwewenang untuk mencegah dan memperbaiki kualitas udara dan lingkungan yang masih kurang memenuhi standar. d. Sebagai masukan informasi bagi peneliti selanjutnya khususnya Mahasiswa FKM USU mengenai Particulate Matter 10 (PM 10 ) di Udara.