BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fisik, life style, dan lain-lain (Waspadji, 2009). masalah kesehatan/penyakit global pada masyarakat (Suiraoka, 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia (Krisnantuni, 2008). Diabetes melitus merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikendalikan atau dicegah (diperlambat). Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kegagalan pengendalian gula darah. Kegagalan ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes merupakan sindrom atau kumpulan gejala. penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengelolaan untuk mengontrol dan mencegah komplikasi. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengontrol tingkat glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanan glukosa. Sel-sel pada pasien DM mungkin berhenti merespons insulin atau pankreas berhenti memproduksi insulin mungkin seluruhnya. Hal ini menyebabkan hiperglikemia, yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetic ketoacidosis (DKA) dan hiperglikemia hiperosmolar nonketotic syndrome (HHNS) (Smeltzer & Bare, 2009). Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2008) DM Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau fungsi (retensi) insulin. Dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin pada DM tipe 2 resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin mengacu pada sensitivitas jaringan terhadap insulin menurun, insulin mengikat reseptor khusus pada permukaan sel dan memulai serangkaian reaksi yang terlibat dalam 1

2 metabolisme glukosa. Reaksi intraseluler juga berkurang, sehingga rendering insulin kurang efektif merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan dan pada mengatur pelepasan glukosa oleh hati (Smeltzer & Bare, 2009) World Health Organization (WHO, 2000) dalam PERKENI (2008), menyatakan bahwa dari statistik kematian dunia, 57 juta jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM) dan diperkirakan sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat DM. Selanjutnya pada tahun 2003 WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia 20 79 tahun menderita DM pada 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi Indonesia, bahwa ada kenaikan dari 8,4 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini menjadikan Indonesia menduduki rangking ke empat setelah Amerika Serikat, China dan India dalam prevalensi DM Menurut PERKENI (2011), diperkirakan sekitar 50% penyandang DM yang belum terdiagnosis di Indonesia. Dua per tiga yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan baik non farmakologis maupun farmakologis, yang menjalani pengobatan hanya sepertiganya saja KGD dapat terkendali dengan baik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi DM dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal. Namun di Indonesia target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih diatas target yaitu 7%. Hasil dari Pusat data dan informasi Kemenkes RI (2012) mencatat bahwa diabetes mellitus termasuk sepuluh besar penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia

3 setelah perdarahan intrakranial, stroke, gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit jantung lainnya. Propinsi Sumatera Utara menurut Supriadi (2009), berdasarkan data dari laporan data Surveilens Terpadu Penyakit (STP) tahun 2008 terlihat jumlah kasus DM merupakan kasus terbanyak dengan jumlah kasus 1.717 pasien rawat jalan yang dirawat di rumah sakit dan puskesmas Kabupaten/Kota. Pasien DM rawat jalan mencapai 918 pasien yang dirawat di 123 rumah sakit seluruh Sumatera Utara dan 998 pasien yang dirawat di 487 puskesmas yang ada di 28 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2009 pasien mencapai 108 pasien yang dirawat di rumah sakit dan 934 pasien dirawat di puskesmas selama Januari hingga Juni 2009. DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita sumur hidup. Selain itu DM disebut the great imitator karena DM termasuk penyakit yang menyebabkan komplikasi pada bagian tubuh yang jika penanganannya tidak dilakukan dapat menyebabkan kematian (Sam, 2007). Pengelolaan pasien DM memerlukan tenaga ahli di bidang kesehatan, selain dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarganya menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan penyulit dan penatalaksanaan DM, akan sangat membatu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan (PERKENI, 2011). Menurut PERKENI (2008), pilar penatalaksanaan DM meliputi edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM

4 dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu), jika kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi pada kondisi tertentu dan sesuai dengan indikasi. Insulin dapat langsung diberikan dalam keadaan dekompensasi metabolik yang berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan menurun dengan cepat, adanya ketonuria. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. Salah satu pilar dalam penatalaksanaan DM adalah pendidikan kesehatan (PERKENI, 2008), dimana dalam prosesnya memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan salah menjadi edukator mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi berguna untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku. Orem (1995) menyatakan bahwa perawat sebagai seorang edukator dan konselour bagi pasien dapat memberikan bantuan kepada pasien dalam bentuk supportive-educative dengan tujuan agar pasien mempu melakukan perawatan secara mandiri (Tomey & Aligood, 2006). Edukasi yang merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam peñatalaksanaan DM Tipe 2 dapat diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien sehingga pasien

5 memiliki prilakun preventif dalam gaya hidupnya untuk menghindari komplikasi DM Tipe 2 jangka panjang (Smletzer & Bare, 2009). Menurut Funnel et, al (2011) Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan komponen penting dalam perawatan Pasien DM dan sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki status kesehatan pasien. DSME adalah suatu proses berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengatahuan, keterampilan dan kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. DSME merupakan suatu proses yang memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan perawatan mandiri yang sangat dibutuhkan oleh penderita DM, sebab pendidikan kesehatan tersebut dapat mengubah pola hidupnya, sehingga dapat mengontrol kadar glukosanya dengan baik. Tujuan DSME adalah mengoptimalkan kontrol metabolik dan kualitas hidup pasien dalam upaya mencegah komplikasi akut dan kronik. Sekaligus mengurangi penggunaan biaya perawatan klinis (Norris et.al, 2002), sedangkan menurut Funnel et.al tujuan DSME adalah mendukung pengambilan keputusan perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup. Beberapa penelitian menyebutkan DSME memiliki dampak positif pada kesehatan dan psikososial pasien DM, khususnya meningkatkan kemampuan pasien dalam pengontrolan kadar glukosa darah, diet, olah raga, perawatan kaki, dan penggunaan obat (Tang T.S, Funnel M.M, Anderson. M, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh McGowan (2011), bahwa terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kedua kelompok setelah 6 bulan, namun

6 perubahan prilaku dan hasil biologis hanya terdapat pada kelompok yang mendapat intervensi DSME saja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Penelitian Rygg et all (2010) dan Silvia (2008) menunjukkan hasil bahwa dengan diberikannya DSME partisipan merasa mendapatkan informasi dan kenyamanan sehingga dua hal tersebut menjadi alasan bagi para responden untuk menghadiri kelas edukasi setiap sesi nya. Edukasi juga dapat mengurangi rasa terisolasi ketika berhadapan dengan penyakit diabetes yang mereka hadapi. Penelitian yang Dilakukan Ariyanti (2012) tentang Peningkatan Self- Empowerment Penderita DM Tipe 2 dengan pendekatan DSME. Penerapan Edukasi dengan metode DSME dapat menimbulkan kemampuan manajemen diri yang baik sehingga dapat meningkatkan prilaku kepatuhan diet pada penderita DM tipe 2 Hasil Penelitian Laili, Dewi dan Widyawati (2012), menyatakan bahwa terdapat adanya perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah dilakukan edukasi dengan pendekatan DSME di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari Surabaya. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Rondhianto (2011) yang menyatakan bahwa penerapan DSME dalam discharge planning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan diri dan prilaku pasien sehingga mampu merubah pola hidup yang baik sehingga efikasi diri dapat meningkat.

7 Menurut Bandura (2004) efikasi diri adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Efikasi diri yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan mendapatkan hasil positif. Efikasi diri juga merupakan konsep sentral dalam perilaku regulasi diri yang berkontribusi terhadap perilaku manajemen diri yang baik dan kontrol terhadap penyakit. Bandura menuliskan bahwa efikasi diri tersebut bersifat dinamis karena dapat dipengaruhi oleh latihan yang dilakukan terhadap materi yang akan membentuk pengalaman individu terhadap materi tersebut. Efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 berfokus kepada keyakinan pasien untuk mampu melakukan prilaku yang dapat mendukung perbaikan penyakitnya dan meningkatkan pengelolaan perawatan diri seperti makanan, latihan fisik, obat-obatan, kontrol kadar glukosa dan perawatan diabetes mellitus secara garis besar (Wu et. Al, 2006). Pasien diabetes mellitus seringkali kurang mendapatkan informasi tentang penyakit diabetes dan pengelolaannya membentuk persepsi yang kurang akurat terhadap diabetes (illness perception buruk). Pasien tidak memahami gejala diabetes, penyebab, konsekuensi, kontrol/perawatan dan jangka waktu penyakit diabetes. Ketidakpahaman pasien tentang penyakitnya sebagai akibat dari kurangnya informasi yang diterima pasien, menyebabkan munculnya emosi negatif (diabetes distress meningkat) dan tidak yakin mengelola penyakit diabetes sehingga dapat terhindar dari komplikasi (efikasi diri diabetes menurun). Perawat

8 tidak pernah memberikan edukasi kepada pasien DM dengan alasan ketebatasan waktu, kurangnya SDM dan banyaknya pasien DM Tipe 2 yang kontrol ke RS. Medan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menunjukkan prevalensi DM yang meningkat. Ketua PERKENI Cabang Medan, Dharma Lindarto mengatakan pasien penderita diabetes di Sumatera Utara (Sumut) meningkat setiap tahunnya (Warta, 2013) prevalensi penderita diabetes di Sumut sudah hampir mendekati rata-rata nasional. Sumut memiliki prevalensi sebesar 5,3%, atau hanya 0,4% dibawah rata-rata nasional yang mencapai 5,7 persen, dari prevalensi rata-rata nasional diabetes 5.7%, penderita yang telah mengetahui memiliki diabetes sebelumnya hanya sebesar 26%. Sedangkan sebagian besar yang terdiagnosis diabetes atau sekitar 74 % tidak mengetahui menderita diabetes. Edukasi dapat diberikan di setiap layanan kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas maupun komunitas. Depkes (2004) pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi. Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan masyarakat yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (upaya pencegahan) promotif (peningkatan kesehatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

9 Puskesmas Sering merupakan satu-satunya puskesmas di kota Medan yang memiliki klinik DM. Klinik ini didirikan tanggal 30 Mei 2008 dengan tujuan memberikan pelayanan DM yang berkualitas dan terjangkau ditingkat puskesmas, Memberikan edukasi agar pasien DM dapat mengatur diet sendiri, mendidik pasien agar terhidar dari komplikasi DM, memberikan penyuluhan kepada pasien dan masyarakat yang mempunyai faktor resiko penyakit DM agar tidak tercetus penyakit DM (Profil Puskesmas Sering, 2009). Berdasarkan medical record Puskesmas Sering terdata bahwa pasien DM bulan Juli s/d Desember 2013 ratarata perbulan mencapai 30 40 pasien. 1.2. Permasalahan DM merupakan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikontrol untuk mencegah komplikasi. Pasien DM sering datang dengan masalah DM sudah dengan komplikasi. Edukasi pada pasien DM diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien dan nantinya dapat merubah prilaku dalam pengelolaan DM. survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada beberapa penderita diabetes melitus di lokasi penelitian alasan penderita diabetes tidak datang lagi berobat pada waktu yang ditentukan adalah karena pada pemeriksaan terakhir mereka memiliki kadar glukosa darah mendekati nilai normal dan akan kembali datang lagi berobat apabila merasa kadar glukosa darahnya sudah tidak normal lagi. Selain itu ada juga yang lupa minum obat karena cara minum obat diabetes harus sesuai dengan anjuran dokter, sehingga masih banyak obat yang tersisa dan mereka menunggu sampai obat tersebut habis. Jadi dengan kata lain pasien belum memiliki efikasi yang baik. Salah satu cara untuk meningkatkan

10 efikasi diri adalah melalui edukasi. Dari observasi diatas peneliti merasa perlu meneliti adakah efektifitas Edukasi Diabetes Terpadu terhadap efikasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas edukasi diabetes terpadu terhadap efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum perlakuan b. Mendeskripsikan efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah perlakuan c. Membandingkan efikasi diri pasien DM pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah perlakuan 1.4. Hipotesis Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian yang diajukan oleh peneliti yang akan diuji kebenarannya yaitu edukasi diabetes terpadu efektif untuk meningkatkan efikasi diri pada pasien diabetes mellitus tipe 2. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Praktik Keperawatan

11 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menitikberatkan kepada pemberian pendidikan melalui metode Diabetes self-management education yang manfaatnya akan dapat meningkatkan motivasi, pengetahuan, efikasi dan pengelolaan diabetes secara mandiri hingga akhirnya pasien dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidupnya. 1.5.2. Pendidikan Keperawatan Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan keperawatan khususnya tentang pemberian edukasi diabetes terpadu pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan metode Diabetes Self Management Education (DSME) dan juga tentang efikasi pasien diabetes mellitus. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berfokus pada edukasi pasien diabetes mellitus dengan metode edukasi lain, desain dan metodologi penelitian yang berbeda.