BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Agro Village Agro Village belum menjadi istilah yang baku, sehingga definisi agro village pada karya tulis ini merupakan kesimpulan penulis dari istilah-istilah dan tipologitipologi yang ada sebelumnya. Agro Dalam pembahasan ini, agro mengacu pada istilah agrowisata atau agrotourism yang berarti wisata dengan kegiatan yang berkaitan dengan perkebunan atau peternakan, seperti: - Menanam dan memanen buah dan sayuran - Pengolahan hasil perkebunan dan pertanian (pengemasan panen sayuran, pembuatan keju, pembuatan selai buah, dsb) - Tur daerah perkebunan (keliling perkebunan dengan kuda, atau sepeda, atau berjalan kaki, dsb) Village Village atau desa memiliki berbagai macam pengertian; baik itu dari segi teknis, administratif, maupun sosial. Dalam karya tulis ini desa dilihat dari konteks sosialnya. Menurut Paul H Landis desa memiliki ciri-ciri sebagai beikut: - Pergaulan hidup antar ribuan jiwa yang saling mengenal, - Adanya pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan, 1
- Kegiatan utama perekonomiannya adalah sektor agraria yang dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam; sedangkan kegiatan ekonomi selain sektor agraria bersifat sambilan. Agro Village Dari pengertian di atas, Agro Village dapat disimpulkan sebagai desa yang mengakomodasi kegiatan ekowisata perkebunan dengan mengutamakan interaksi antara wisatawan dengan alam, kebudayaan masyarakat, beserta keletariannya. I.1.2. Ekowisata di Indonesia Ekowisata di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009. Dalam peraturan tersebut, yang dimaksud dengan ekowisata adalah, kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Latar belakang munculnya ekowisata adalah kegiatan pariwisata konvensional yang mengakibatkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan, degradasi budaya lokal, dan berkurangnya peran masyarakat lokal. Misalnya kegiatan wisata safari (berburu hewan di alam bebas) di Afrika yang sempat dikembangkan pemerintah Kenya pada awal tahun 1900 di awal masa kemerdekaannya. Pemerintah menjual seekor singa sebagai buruan seharga US$27.000 pada 1970. Namun, pada akhirnya disadari bahwa perburuan yang tidak terkontrol dapat mengancam keberlangsungan flora dan fauna yang ada. Kesadaran akan kelestarian lingkungan inilah yang kemudian menyebabkan munculnya ide ekowisata. 2
Pada awalnya ekowisata dilakukan dengan cara membawa wisatawan menuju objek wisata alam dengan cara yang ramah lingkungan. Kini, ekowisata pun berkembang menjadi berbagai macam bentuk kegiatan, selama itu masih bertujuan untuk menjaga keaslian alam, tradisi, dan budaya, serta menyejahterakan masyarakat lokal. Berbagai macam jenis ekowisata adalah: Wisata pemandangan: - Objek-objek alam (pantai, gunung, air terjun), - Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan obat), - Fauna (hewan langka dan endemik), - Perkebunan (teh, kopi, sayuran, dan buah-buahan); - Wisata petualangan: - Kegiatan alam bebas (lintas alam, berselancar), - Ekstrem (mendaki gunung, paralayang), - Berburu (babi hutan); Wisata kebudayaan dan sejarah - Suku terasing (orang Rimba, orang Kanekes), - Kerajinan tangan (batik, ukiran, lukisan, dan patung), - Peninggalan bersejarah (candi, prasasti, bangunan kolonial); Wisata penelitian - Pendataan spesies (serangga, mamalia, tanaman, dsb), - Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah), - Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran); Wisata sosial, konservasi dan pendidikan 3
- Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi, kesehatan, sanitasi, dsb), - Reboisasi lahan gundul dan pelestarian binatang langka, - Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap, dsb). I.1.3. Perkembangan Pariwisata di Desa Kopeng Gambar 1. 1 Peta Lokasi Desa Kopeng Sumber: http://harunarcom.blogspot.co.id/2011/02/peta-provinsi-jawa-tengahjateng.html Kopeng merupakan desa di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, yang terletak di lereng utara Gunung Merbabu, pada ketinggian sekitar 1500-1700 meter di atas permukaan laut. Mata pencaharian utama penduduk desa ini adalah sektor perkebunan dan pariwisata. Daya tarik pariwisata Desa Kopeng saat ini adalah alam pegunungannya yang sejuk dan adanya berbagai macam agrowisata perkebunan sayuran di desa ini, salah satunya adalah wisata memetik buah stroberi. Pariwisata yang berkembang ini pun mendorong banyaknya pembangunan penginapan-penginapan sederhana yang menyebar di sekitar jalan utamanya. Namun, pembangunan agrowisata dan fasilitas- 4
fasilitas lainnya seperti penginapan masih belum terintegrasi dengan baik, sehingga pemanfaatan potensi yang ada belum optimal, salah satunya adalah aspek sosial pedesaan Kopeng yang masih belum dilihat sebagai potensi pariwisata. I.2.4. Potensi Desa Kopeng Daya tarik utama Kopeng adalah alam pegunungan dengan udaranya yang bersih dan sejuk. Selain itu, ada pula perkebunan-prekebunan yang menjadi ciri khas daerah pedesaan. Kegiatan pariwisata perkebunan ini sudah dicoba dikembangkan menjadi lebih interaktif dengan adanya wisata petik buah stroberi. Namun, sayangnya pengembangannya masih sebatas itu saja, sehingga kegiatan-kegiatan interaktif lain seperti menanam buah dan sayuran masih belum berkembang. Selain itu, aspek-aspek kebudayaan dan pendidikan seperti belajar mengenai cara hidup masyarakat lokal juga belum dikembangkan secara optimal. Padahal, kegiatan-kegiatan inilah yang justru memiliki nilai edukatif yang tinggi, yang menjadi salah satu nilai terbaik dari ekowisata. I.2.5. Arsitektur Organik Sebagai Pendekatan Perancangan Pedesaan merupakan sistem yang tumbuh dengan memperhatikan keselarasan dengan alam. Secara turun-temurun masyarakat desa sudah belajar bagaimana cara hidup harmonis dengan alam. Keharmonisan ini tidak hanya untuk menjaga kelestarian alam, tetapi juga menjaga keseimbangan dalam jiwa dan raga manusia itu sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar dari filosofi arsitektur organik. Arsitektur organik sebagai pendekatan perancangan merupakan alternatif yang dinilai paling ideal, karena perancangan dengan tapak pedesaan Kopeng ini memiliki 5
konteks yang sangat erat dengan alam. Mulai dari menjaga kelestarian alam, hingga merancang bangunan yang menjadi tempat berlindung yang tidak mengisolasi penghuninya dari alam. I.2. Rumusan Masalah I.2.1. Umum - Bagaimana merancang lingkungan fisik pedesaan yang dapat mengakomodasi kegiatan ekowisata. I.2.2. Khusus - Bagaimana merancang home stay yang terintegrasi dengan lingkungan pedesaan. - Bagaimana merancang perkebunan yang berfungsi sebagai lahan produksi sekaligus ekowisata interaktif. - Bagaimana merancang ruang jalan desa yang dapat mengakomodasi kegiatan pedestrian menelusuri desa. - Bagaimana menata ruang luar rumah-rumah penduduk agar selaras dan mendukung kegiatan eko wisata. I.3. Tujuan dan Sasaran I.3.1. Tujuan Pembahasan Memahami alternatif konsep-konsep perancangan arsitektur dengan tujuan utama ekowisata pedesaan, dalam kaitannya dengan fungsi, sirkulasi, zonasi, pola tata massa, tata ruang dalam dan luar, citra bangunan, sistem bangunan, serta mengidentifikasi permasalahanpermasalahan yang terjadi pada arsitektur pedesaan. 6
I.3.2. Sasaran Pembahasan Menghasilkan sebuah konsep perancangan desa agrikultur yang mewadahi fungsifungsi pariwisata terkait dengan pelestarian lingkungan dan kebudayaan. I.4. Lingkup Penulisan I.4.1. Arsitektural Pembahasan mengenai hal-hal arsitektural termasuk fungsi, sirkulasi, zonasi, pola tata massa, citra bangunan, sistem bangunan, dan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam konsep perancangan. I.4.2. Non-Arsitektural Pembahasan di luar elemen-elemen arsitektur seperti bentuk, ruang, dan susunan fisik; tetapi memengaruhi konsep perancangan fisik itu sendiri. I.5. Keaslian Penulisan Seluruh karya dalam Pra Tugas Akhir sebagai Landasan Konseptual Perancangan Arsitektur ini merupakan karya asli yang ditulis oleh penulis dan sepenuhnya hasil pekerjaan penulis. Dalam karya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diakui dalam tulisan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka sesuai dengan cara dan etika akademik. Dalam pembuatan karya Pra Tugas Akhir ini, penulis mempelajari, menggunakan referensi, dan menyunting dalam beberapa karya Pra Tugas Akhir, antara lain: 7
Tabel 1. 1 Referensi Pra Tugas Akhir Judul Tugas Penulis (NIM), Tahun Konsep/Pendekatan/Penekana Akhir Universitas Terbit n Mangrove Action Center di Salleba Bontang Cottage di Karimunjawa dengan Pendekatan Arsitektur Organik Hotel Resort Di Lombok Utara Dengan Pendekatan Arsitektur Organik Riri Chairiyah (10/296448/TK/3 6143), UGM Yogyakarta 2014 Merancang Mangrove Action Center. Irma Ramadan 2014 Merancang Cottage dengan (10/300894/TK/3 pendekatan arsitektur organik. 6688), UGM Yogyakarta Nugroho 2015 Merangcang komplek hotel Sopongiro resort dengan pendekatan (11/319806/TK/3 arsitektur organik. 8920), UGM Yogyakarta Sumber: Analisis Penulis I.6. Metode Penulisan I.6.1. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dalam membuat laporan ini melalui beberapa cara : - Studi pustaka Mempelajari referensi-referensi baik itu dalam bentuk buku maupun media elektronik yang berkaitan dengan tema karya tulis. - Pengamatan Langsung Pengamatan terhadap tapak perancangan dan preseden-presedennya. 8
- Wawancara Wawancara terhadap masyarakat lokal untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan geografis pada tapak. - Pengumpulan Data dari Studi Preseden Mengumpulkan data-data dari berbagai contoh yang memiliki tipologi yang berhubungan dengan objek rancangan. I.6.2. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data yang digunakan yaitu: - Analisis Menguraikan objek-objek studi menjadi data-data yang terperinci seperti standar, kriteria, dan hirarki ruang. - Sintesis Menyusun uraian data-data menjadi kesimpulan sehingga lebih sederhana. - Penyusunan Konsep Menerjemahkan hasil kesimpulan menjadi konsep perancangan. I.7. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan, lingkup pembahasan, metode pembahasan, sistematika penulisan, keaslian penulisanm dan kerangka pemikiran. BAB II Tinjauan Teori Tinjauan mengenai teori-teori baik dari media cetak maupun elektronik, yang berhubungan dan mempengaruhi konsep perancangan arsitektur. 9
BAB III Tinjauan Lokasi Tinjauan mengenai kondisi lokasi perancangan terkait aspek-aspek fisik, teknis, sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi. BAB IV Pendekatan Konsep Perancangan Berisi tentang pendekatan yang dilakukan dalam menentukan konsep perancangan berdasarkan hasil dari tinjauan teori dan tinjauan lokasi sebelumnya. BAB V Konsep Perencanaan dan Perancangan Berisi penjabaran konsep secara rinci dan penerapannya pada desain Agro Village yang didasarkan pada pendekatan konsep perancangan. I.8. Kerangka Pemikiran Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis 10