1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia, selain itu 40% wanita usia subur mengalami anemia. Hasil survey di Jawa Tengah pada tahun 2007 menunjukan bahwa prevalensi mengalami anemia sebanyak 57,7%, angka ini lebih tinggi dari angka nasional yaitui 50,9% (Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (2009) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja wanita di PT HM Sampoerna didapatkan hasil berdasarkan lingkar lengan atas, pekerja wanita dengan kurang energi kronis (KEK) mengalami anemia gizi besi sebesar 34,5%, berdasarkan (IMT), diperoleh wanita yang mengalami anemia gizi besi dengan status gizi kurus sebesar 30,2%, normal 35% dan gemuk 32,7%. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadani (2009) didapatkan bahwa tenaga kerja wanita 30-40% menderita anemia. Hasil studi di Tangerang (2009) menunjukan menunjukan prevalensi anemia pada pekerja wanita sebanyak 69%. Penderita anemia produktivitasnya 20% lebih rendah dari pada pekerja yang sehat.. Demikian juga dengan penelitian yang telah dilakukan di Perusahaan Plywood yang sama di Tangerang oleh Farihah, (1999) tentang anemia pada pekerja, terhadap 205 orang pekerja yang terdiri dari 151 orang pekerja pria dan 54 orang pekerja wanita yang berumur antara 20 sampai 40 tahun, menunjukkan bahwa anemia lebih banyak didapat pada wanita (64%) dibanding pria (32%). Era industrialisasi saat ini dan masa mendatang memerlukan dukungan pekerja yang sehat dan produktif. Jumlah pekerja wanita di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Biro Pusat Statistik Jakarta tahun 2001, 1
2 jumlah wanita yang bekerja, naik empat kali lipat selama enam tahun terakhir dari 8.365.655 jiwa menjadi 33.908.174 jiwa. Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi tenaga kerja wanita adalah anemia defisiensi gizi, masalah ini berdampak terhadap kematian ibu dan anak, serta rendahnya prestasi dan menurunnya produktivitas kerja. Disamping itu, tenaga kerja wanita mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi sosial sebagai tenaga kerja wanita dan ibu rumah tangga yang dapat memberi warna pada kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsanya, juga mempunyai fungsi reproduksi sesuai dengan kodratnya, harus mengalami haid, kehamilan, melahirkan, menyusui anaknya, yang sangat besar peranannya dalam menciptakan generasi penerus bangsa (Scholz, dkk, 2007). Kasus anemia di Indonesia, sebagian besar di sebabkan oleh rendahnya asupan zat besi atau Fe dalam tubuh. Hal ini karena masyarakat Indonesia khususnya wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron). Sedangkan bahan makanan nabati (non-heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap, sehingga dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya. Anemia gizi karena kekurangan zat besi masih merupakan masalah gizi utama yang banyak menimpa kelompok rawan yaitu ibu hamil, anak balita, wanita usia subur (WUS) dan pekerja berpenghasilan rendah. Akibat dari anemia yaitu gangguan transportasi sel darah merah sehingga akan mengalami gangguan dan jaringan tubuh, penderita anemia akan mengalami kekuranga oksigen untuk mengahasilkan energi, penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau kekurangan pembentukan sel darah merah (hematopoiesis yang tidak efektif) (Denise, 2009). Faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi yang kurang, sekitar dua per tiga zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel darah merah hemoglobin. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain gaya hidup seperti merokok, minum minuman keras, kebiasaan sarapan pagi, sosial
3 ekonomi dan demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur, pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam dan wilayah. Wilayah perkotaan atau pedesaan berpengaruh melalui mekanisme yang berhubungan dengan ketersediaan sarana fasilitas kesehatan maupun ketersediaan makanan yang pada gilirannya berpengaruh pada pelayanan kesehatan dan asupan zat besi (Pudjiadi, 2005). Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi dalam tubuh adalah bentuk besi, asam organik, asam fitat, tanin, dan tingkat keasaman lambung. Selain itu, faktor-faktor lainnya adalah faktor intrinsik dan kebutuhan tubuh. Diperkirakan 5-15% makanan yang mengandung zat besi makanan diabsorbsi oleh orang dewasa yang berada dalam status besi yang baik. Status gizi dipengaruhi oleh asupan energi, protein dan zat besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobine. Zat besi merupakan mikro mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 mg dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai fungsi esensial sebagai alat untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Selain itu besi (Fe) juga sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh. Kebutuhan besi untuk anak usia 1-3 tahun adalah sebesar 8 mg/org/hr (Almatsier, 2004). Sementara kebutuhan untuk usia produktif sebesar 40-50 mg per- harinya. Penelitian yang dilakukan oleh Bahabol (2013) di Papua tentang hubungan asupan makan dengan status gizi anak Sekolah Dasar didapatkan asupan terbanyak energi dan protein rata-rata sebanyak (69,6%) dengan rata-rata 99,95% AKG. Sedangkan asupan protein yang baik yaitu sebanyak (63,8%) dengan rata-rata 98% AKG. Sedangkan penelitian tentang kecukupan asupan makanan pada pekerja perempuan belum pernah dilakukan sehingga penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang hubungan antara asupan makanan yang mengandung zat besi dengan kadar HB pada tenaga kerja wanita di PT Primatex CO Indonesia Batang.
4 B. Rumusan masalah Asupan makanan zat besi merupakan bahan dasar pembentukan HB, ketidak cukupan asupan makanan berdampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut, apakah ada hubungan antara asupan makanan yang mengandung zat besi dengan kadar HB pada tenaga kerja wanita di PT Primatex CO Indonesia Batang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara asupan makanan yang mengandung zat besi dengan kadar HB pada tenaga kerja wanita di PT Primatex CO Indonesia Batang. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi asupan makanan yang mengandung zat besi di PT Primatex CO Indonesia Batang b. Mengidentifikasi kadar HB pada tenaga kerja wanita di PT Primatex CO Indonesia Batang c. Menganalisa hubungan antara asupan makanan yang mengandung zat besi dengan kadar HB pada tenaga kerja wanita di PT Primatex CO Indonesia Batang D. Manfaat penelitian 1. Bagi PT Primatex CO Indonesia Batang Meningkatkan kualitas tenaga kerja dan menurunkan kejadian anemia pada tenaga kerja wanita. 2. Bagi tenaga kerja wanita Tenaga kerja wanita sebaiknya mengonsumsi makanan yang mengandung gizi, sehingga tidak terjadi anemia yang dapat menurunkan kinerja kerja.
5 3. Tenaga kesehatan a. Memberikan masukan kepada petugas kesehatan untuk rutin melakukan pengecekan kadar HB pada karyawan nya. b. Memberikan pendidikan kesehatan pada karyawan tentang gizi yang seimbang. E. Keaslian penelitian No Nama Judul Metode Hasil 1 Supriyono (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja wanita di PT HM Sampoerna 2 Ike (2009) Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Anak Balita di Wilayah Bendan Ngisor Kota Semarang Deskriptif korelasi Deskriptif korelasi Berdasarkan lingkar lengan atas, pekerja wanita dengan kurang energi kronis (KEK) mengalami anemia gizi besi sebesar 34,5%, berdasarkan (IMT), diperoleh wanita yang mengalami anemia gizi besi adalah status gizi kurus sebesar 30,2%, normal 35% dan gemuk 32,7%. Hasil analisa korelasi menyatakan adanya hubungan status gizi dengan kejadian anemia, yaitu sebesar r = hitung 0,512 > r tabel = 0,294 dengan taraf signifikansi = 0,05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan yang cukup kuat antara status gizi dengan kejadian anemia