PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2007 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 39 Tahun : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

KABUPATEN LOMBOK BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 4 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

-2- Dengan Persetujuan Bersama

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 16 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 9 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2010 NOMOR 25 SERI D NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN,PENGHAPUSAN,PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 15 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DESA BANGUN MULYA DI KECAMATAN WARU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 41 TAHUN 2012 T E N T A N G TATA CARA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN BUPATI LAMANDAU,

PEMERINTAH KOTA BATU

Transkripsi:

POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S IPAM AN D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; b. bahwa sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah TK. II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422) ; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) ; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 tentang Perubahan Nama Kabupaten polewali Mamasa Menjadi Polewali Mandar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 160) ; 9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Kecamatan; 10. Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mamasa Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Polewali Mamasa; 11. Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mamasa Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Polewali Mamasa. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Kabupaten adalah Kabupaten Polewali Mandar; 2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar yang terdiri dari Bupati beserta perangkat daerah otonom lainnya sebagai Badan Eksekutif Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Polewali Mandar; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Polewali Mandar; 5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Polewali Mandar; 6. Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten Polewali Mandar; 7. Pemerintah Kecamatan adalah Camat beserta perangkat kecamatan lainnya yang melaksanakan tugas dan fungsi Pemerintahan Daerah di kecamatan; 8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada dalam wilayah Kabupaten Polewali Mandar; 9. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah Lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan desa; 10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa beserta Perangkat desa sebagai unsure penyelenggara pemerintahan desa; 11. Pemerintahan desa adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh pemerintah desa dan BPD dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 12. Kappung adalah Wilayah kerja pemerintah desa; 13. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat; Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa adalah rencana Operasional Tahunan dari program umum pemerintahan dan pembangunan desa yang dijabarkan dan diterjemahkan dalam angka rupiah; 15. Penjabat Kepala Desa adalah seorang Penjabat yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang untuk melaksanakan hak, wewenang dan kewajiban kepala desa dalam kurun waktu tertentu; 16. Perangkat Desa Lainnya adalah Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan dan Kapal Kappung yang diangkat oleh Kepala Desa; 17. Pembentukan Desa adalah Penggabungan beberapa desa atau bagian desa yang bersandingan atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih atau pembentukan desa diluar desa yang telah ada; 18. Penghapusan desa adalah tindakan meniadakan desa yang ada sebagai akibat tidak lagi memenuhi persyaratan; 19. Penggabungan Desa adalah penyatuan dua desa atau lebih menjadi desa baru. BAB II TUJUAN Pasal 2 Pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui : a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat; b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; c. Pecepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; d. Percepatan pengelolaan potensi daerah; e. Peningkatan keamanan dan ketertiban; dan f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. BAB III SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN DESA Pasal 3 (1) Pembentukan desa harus memenuhi syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan. (2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi adanya persetujuan BPD Desa dan Kepala Desa yang bersangkutan, persetujuan DPRD Kabupaten dan Bupati. (3) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi factor yang menjadi dasar pembentukan desa yang mencakup faktor jumlah penduduk paling sedikit 1.000 jiwa atau 200 KK, luas wilayah, sosial budaya, potensi desa, batas desa, sarana dan prasarana dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi desa. (4) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 3 (tiga) kappung, lokasi calon ibukota, saran dan prasarana pemerintahan. Pasal 4 Pembentukan desa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Jumlah penduduk paling sedikit 1.000 jiwa atau 200 KK; b. Luas wilayah apat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan kemasyarakatan; c. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan sesuai adat istiadat setempat; d. Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; e. Batas Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah; f. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan; dan g. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi desa.

Pasal 5 Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, merupakan jumlah penduduk minimal 1.000 jiwa atau 200 KK. Pasal 6 Lus wilayah desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, merupakan luas tertentu suatu desa yang memberikan kemungkinan keterjangkauan dalam peningkatan pelayanan dan pembinaan kemasyarakatan. Pasal 7 Luas wilayah yang memberikan kemungkinan keterjangkauan peningkatan pemberian layanan dan pembinaan kepada masyarakat dimaksud dalam Pasal 6 adalah jangkauan wilayah minimal pada 3 (tiga) Kappung. Pasal 8 Sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diukur dari: a. Tempat peribadatan; b. Tempat /kegiatan institusi sosial dan budaya; dan c. Sarana olahraga. Pasal 9 Potensi desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, merupakan cerminan tersedianya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan desa dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari : a. Sarana Pendidikan; b. Sarana ekonomi; c. Lembaga keuangan; d. Sarana Kesehatan; e. Sarana transportasi dan komunikasi; f. Sarana Pariwisata; dan g. Ketenagakerjaan. Pasal 10 Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya otonomi daerah yang dapat diukur dari: a. Keamanan dan ketertiban; b. Ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan; c. Rentang kendali; d. Desa yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kappung; dan e. Masa/usia penyelenggaraan pemerintahan desa minimal 5 (lima) tahun. Pasal 11 Cara pengukuran dan penilaian persyaratan pembentukn desa akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 12 Usul pembentukan desa yang sudah memenuhi persyaratan dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 13 (1) Penghapusan desa dilakukan apabila desa karena perkembangan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (2) Desa yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan desa lain. (3) Penghapusan dan penggabungan desa mempertimbangkan criteria sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk kurang dari 1.000 jiwa atau 200 KK; b. Luas wilayah tidak dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan kemasyarakatan; c. Jumlah dusun kurang dari 3 (tiga) d. Sosial budaya yang kurang mendukung penciptaan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai adat istiadat setempat; e. Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; f. Batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah; g. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrasruktur pemerintahan desa dan perhubungan; dan h. Pertimbangan lain yang tidak memungkinkan terselenggaranya otonomi desa. Pasal 14 Cara pengukuran dan penilaian penghapusan dan penggabungan desa akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB IV PROSEDUR PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH Pasal 15 (1) Prosedur pembentukan desa sebagai berikut : a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa; b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa; c. BPD mengadakan rapat bersama kepala desa untuk membahas usul masyarakat tentang Pembentukan Desa dan Kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara hasil rapat BPD tentang Pembentukan Desa; d. Kepala Desa mengajukan usul pembentukan desa kepada Bupati melalui camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk berdasarkan format isian usulan pemekaran desa sebagaimana lampiran Peraturan Daerah ini; e. Dengan memperhatikan dokumen usulan kepala desa, Bupati menugaskan tim Kabupaten bersama tim kecamatan untuk melakukan observasi kedesa yang dibentuk yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati; f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati menyiapkan rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa; g. Penyiapan rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD dan unsur masyarakat desa agar ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk; h. Bupati mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa Hasil pembahasan Pemerintah Desa, BPD dan unsure masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat paripurna DPRD; i. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas rancangan Peaturan Daerah tentang Pembentukan Desa dan apabila diperlukan dapat mengikutsertakan pemerintah desa, BPD dan unsure masyarakat desa; j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; k. Penyampaian rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampiakan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan bersama; l. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetpakan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan m. Dalam hal sahnya rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf I, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut dalam Lembaran Daerah.

(2) Pembentukan Desa diluar desa yang telah ada, diusulkan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui camat dengan tata cara pembentukan sama dengan prosedur pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 16 (1) Prosedur penghapusan dan penggabungan desa: a. Penggabungan atau penghapusan desa terlebih dahulu dimusyawarahkan oleh Pemerintah desa dan BPD dengan masyarakat desa masing-masing; b. Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dalam keputusan bersama Kepala Desa masing-masing yang bersangkutan; c. Keputusan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan oleh sala satu kepala desa kepada Bupati melalui camat; dan d. Hasil penggabungan atau penghapusan desa sebagaimana dimaksud pada huruf c, ditetapkan dengan Peraturan Bupati. (2) Pemerintah Kabupaten atas inisiatif sendiri, berdasarkan hasil penelitian menyarankan agar suatu desa dihapus dan digabungkan kedalam wilayah desa lainnya. BAB V PENGATURAN BATAS WILAYAH DAN PETA DESA Pasal 17 Penetapan luas wilayah dan penetapan batas wilayah desa, seacara pasti dilapangan, ditetapkan dengan peraturan Bupati, setelah dilakukan pengukuran ulang oleh masingmasing desa induk dan desa pemekaran yang difasilitasi oleh camat setempat dengan berdasar pada jumlah dusun yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa. Pasal 18 Peletakan tapal batas antara kedua desa induk dan desa pemekaran dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa. Pasal 19 Segala biaya yang ditimbulkan dari peletakan tapal batas dibebankan dalam APBD Kabupaten, APBDesa Pemekaran dan APBDesa Induk. BAB VI PENGATURAN NAMA DESA DAN IBUKOTA DESA Pasal 20 Penetapan nama dan ibukota desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sesuai hasil pembahasan rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa, dengan tetap mempertimbangkan usulan masyarakat dan pemerintah desa. BAB VII PEMERINTAHAN DESA Bagian Pertama Badan Permusyawaratan Desa Pasal 21 (1) Badan Permusyawaratan Desa pada desa pemekaran dibentuk sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang harus dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah peresmian desa. (2) Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 22 (1) Penyesuaian jumlah dan komposisi anggota Badan Permusyawaratan Desa pada desa induk, sebagai akibat pemekaran desa, dilakukan sessuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan desa. (2) Anggota Badan Permusyawaratan Desa induk yang keanggotaannya mewakuli kappung/wilayah utusan yang trmasuk dalam wilayah desa pemekaran menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa pemekaran sepanjang masih dipilih oleh masyarakat kappung/wilayah utusan bersangkutan. Bagian Kedua Pemerintah Desa Pasal 23 (1) Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan pada desa pemekaran dipilih dan disahkan seorang Kepala Desa sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan, paling lama 1 (satu) tahun sejak terbentuknya desa. (2) Sebelum terpilihnya kepala desa hasil pemilihan pada desa dimaksud pada ayat (1), Bupati menunjuk pelaksana tugas kepala desa. (3) Pelaksana tugas kepala desa yang baru dibentuk, memfasilitasi pembentukan Badan Permusyawaratan Desa dan proses pemilihan kepala desa. Pasal 24 (1) Persmian desa yang baru dibentuk, dilakukan oleh Bupati paling lambat 1 (satu) bulan setelah Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dilembar daerahkan. (2) Bupati dapat menunjuk pejabat lain untuk meresmikan desa yang baru dibentuk dan/atau melantik penjabat kepala desa. Pasal 25 (1) Untuk kelengkapan perangkat pemerintahan desa pemekaran, dibentuk Sekretariat Desa. (2) Struktur organisasi pemerintah desa pemekaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa, setelah terbentuknya Badan Permusyawaratan Desa. BAB VIII PENGATURAN SARANA DAN PRASARANA DAN KEKAYAAN DESA Pasal 26 (1) Untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan pada desa induk dan desa pemekaran, dilakukan penyerahan sarana dan prasarana dan kekayaan desa oleh desa induk kedesa pemekaran berdasarkan tempat/lokasi sarana dan prasarana dan kekayaan desa. (2) Penyerahan sarana dan prasarana dan kekayaan desa dari desa induk kedesa pemekaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), difasilitasi oleh camat, paling lambat 1 (satu) tahun sejak peresmian desa baru. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 27 (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan desa yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun APBDesa yang baru dibentuk dibebankan kepada APBDesa Induk berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari desa yang baru dibentuk dan dapat dibantu melalui APBD Kabupaten.

(2) Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari penghapusan dan penggabungan desa dibebankan pada APBD Kabupaten. BAB X PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Bagian Pertama Syarat-syarat Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Pasal 28 (1) Desa dapat dirubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan memperhatikan aspirasi masyarakat setempat. (2) Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) penduduk desa yang mempunyai hak pilih. (3) Penyerapan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam suatau jajak pendapat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa. (4) Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat : a. Luas wilayah tidak berubah; b. Jumlah penduduk paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 KK; c. Prasarana dan sarana pemerintah yang memadai bagi terselenggaranya pemerintahan kelurahan; d. Potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keaneka ragaman mata pencaharian; e. Kondisi sosial masyarakat berupa keaneka ragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris jasa dan industri; dan f. Meningkatnya volume pelayanan. Bagian Kedua Mekanisme Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Pasal 29 Tata cara pengaduan dan penetapan perubahan status desa menjadi kelurahan adalah sebagai berikut : a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk merubah status desa menjadi kelurahan; b. Masyarakat mengajukan usul perubahan status desa menjadi kelurahan kepada BPD dan kepala desa; c. BPD mengadakan rapat bersama kepala desa untuk membahas usul masyarakat tentang perubahan status desa menjadi kelurahan dan kesepakatan dituangkan dalam berita acara hasil rapat BPD tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; d. Pemerintah desa melakukan jajak pendapat anggota masyarakat desa, terhadap perubahan status Desa menjadi perubahan; e. Kepala desa mengajukan usul perubahan status desa menjadi kelurahan kepada Bupati melalui camat disertai berita acara hasil rapat BPD dan hasil jajak pendapat masyarakat desa bersangkutan; f. Dengan memprhatikan dokumen usulan kepala desa, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama tim kecamatan untuk melakukan observasi kedesa yang akan diubah statusnya menjadi kelurahan yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati; g. Bila rekomendasi tim observasi menyatakan layak untuk merubah status desa menjadi kelurahan, Bupati menyiapkan rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa menjadi kelurahan; h. Bupati mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa menjadi kelurahan kepada DPRD dalam forum rapat paripurna; i. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan dan bila diperlukan dapat mengikut sertakan pemerintah desa, BPD dan unsur masyarakat desa;

j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; k. Penyampaian rancangan Peraturan Daerah tentang Prubahan Status Desa Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama; l. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan m. Dalam hal sahnya Rancangan Perauran Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf l, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut dalam Lembaran Daerah. Pasal 30 Cara pengukuran dan penilaian perubahan status desa menjadi kelurahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Tata Cara Pengalihan Kekayaan Desa Menjadi Kekayaan Daerah Pasal 31 (1) Dengan berubahnya status desa menjadi kelurahan, maka seluruh kekayaan dan sumber-sumber pendapatan desa menjadi kekayaan dan sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten. (2) Kekayaan dan sumber-sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh kelurahan bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat. Bagian Keempat Tata Cara Pengalihan Administrasi Pemerintahan Pasal 32 (1) Desa yang berubah status menjadi kelurahan, lurah dan perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang tersedia dikabupaten yang sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. (2) Kepala desa dan perangkat desa serta anggota BPD dari desa yang berubah status menjadi kelurahan, diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai dengan nilai-nilai social budaya masyarakat setempat dan sesuai dengan kemampuan Pemerintah Daerah. (3) Segala hal yang terkait dengan penyerahan administrasi penyelenggaraan pemerintahan desa kepemerintahan kelurahan difasilitasi oleh camat setempat. Bagian Kelima Pembiayaan Pasal 33 (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan terhitung sejak perubahan status desa menjadi kelurahan, pembiayaan yang diperlukan dibebankan kepada ABPD Kabupaten. (2) Segala biaya yang timbul sebagai akibat perubahan status dari desa menjadi kelurahan dibebankan pada APBD Kabupaten.

BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 34 Untuk melakukan evaluasi tingkat kemampuan desa dalam penyelenggaraan otonomi desa setiap tahun harus menyampaikan data perkembangan desa kepada Bupati. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Desa-desa yang memiliki jumlah kappung kurang dari 5 (lima) melakukan penyesuaian paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini. Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam lmbaran daerah kabupaten Polewali Mandar. Ditetapkan di Polewali pada tanggal 13 April 2007 BUPATI POLEWALI MANDAR, ttd ALI BAAL BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Penghapusan dan atau Penggabungan Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Diundangkan di Polewali pada tanggal, 13 April 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR, M. NATSIR RAHMAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 9 TAHUN 2007