BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Data hasil PISA dan TIMSS. Tahun PISA TIMSS dari 38 negara dari 41 negara -

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bangsa yang maju dapat dilihat dari kualitas sumberdaya manusianya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Soejadi (dalam Junaidi pada Blogspot.com, 2011) mengemukakan. bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT BERBASIS ICT

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN EFEKTIFITAS STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENGATASI KESULITANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II LANDASAN TEORI

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B I P E N D A H U L U A N

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aktifitas proses belajar mengajar sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh siswa. berpikir ilmiah yang sangat diperlukan oleh siswa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

Pengertian Bahan Ajar

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM. Oleh : Galuh Puspo Rimby

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN LKS DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL UNTUK SMP KELAS VIII

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan kegiatan menusia menjadi lebih efisien dan lebih efektif. Hal

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

Implementasi Pendekatan Guided discovery dalam Game Edukasi Matematika untuk Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan maju. Indonesia adalah salah satu negara yang terus berupaya menjadi negara

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat suatu perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan scientific dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengertian Bahan Ajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat perlu dimiliki oleh setiap orang. Dengan pendidikan, seseorang akan mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi pada saat ini dan mampu untuk bersaing secara global. Pada kenyataannya, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah khususnya dibidang matematika. Hal ini dapat dilihat dari hasil PISA dan TIMSS pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Data hasil PISA dan TIMSS Tahun PISA TIMSS 1999-34 dari 38 negara 2000 39 dari 41 negara - 2003 38 dari 40 negara 35 dari 46 negara 2006 50 dari 57 negara - 2007-36 dari 49 negara 2009 61 dari 65 negara - Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah proses pembelajaran yang selama ini terjadi kurang tepat, media pembelajaran serta pendekatan pembelajaran yang digunakan tidak efektif. Selain itu bahan ajar yang digunakan hanya sebatas buku paket. Padahal dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) no.41 1

2 tahun 2007 tentang standar proses diharapkan guru dapat menggunakan bahan ajar lainnya selain buku teks sebagai salah satu sumber belajar. Bahan ajar yang dimaksud dapat berupa bahan ajar yang dikembangkan oleh guru sendiri. Bahan ajar yang disusun oleh guru sendiri mampu lebih efektif karena disusun berdasarkan sifat dan karakteristik peserta didik. Dari hasil observasi, wawancara dan angket yang diberikan kepada guru dan beberapa siswa di Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran, peneliti memperoleh data tentang kondisi pembelajaran matematika yang selama ini terjadi. Pembelajaran yang dilakukan cenderung berpusat pada guru. Siswa hanya mencatat dan mengerjakan soal. Materi pembelajaran yang disampaikan guru dimulai dengan penjelasan tentang konsep tanpa menjelaskan darimana konsep tersebut. Kemudian diikuti dengan menunjukkan kepada siswa bagaimana cara mengerjakan soal-soal. Materi pembelajaran tidak pernah dikaitkan dengan situasi kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari siswa sehingga bagi siswa matematika merupakan hal yang abstrak. Hal ini berdampak negatif pada proses pembelajaran yang menyebabkan siswa tidak mampu dalam memecahkan persoalan yang diberikan kepadanya. Selain itu, guru dan siswa hanya menggunakan buku paket pembelajaran yang siap pakai sebagai rujukan, bahkan 74% siswa hanya mempunyai satu buku sebagai rujukannya. Buku paket yang digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa di Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran. Materi yang disajikan dalam buku paket menurut siswa terlalu rumit, tulisan yang ada kurang menarik perhatian siswa untuk membacanya karena dalam buku paket hanya

3 berisi ringkasan materi, beberapa contoh soal dan latihan. Penyampaian isi dan kemasan dalam buku paket tidak disukai siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, guru dituntut untuk dapat membuat bahan ajar sendiri sesuai kebutuhan peserta didiknya. Bahan ajar dapat berupa bahan cetak (hand out, modul, brosur), audio visual (video/film, VCD), audio (radio, kaset, CD), Visual (foto, gambar) dan bahan ajar interaktif (multimedia, internet). Salah satu bahan ajar yang dapat dikembangkan oleh guru dapat berupa bahan ajar cetak seperti modul, karena dalam penyusunan modul relatif lebih praktis dibandingkan dalam penyusunan media audio, visual atau audio visual lainnya (Ashyar, 2012:154). Dikatakan praktis karena penyusunan modul didasarkan pada analisis kebutuhan siswa dan mengacu pada kurikulum yang ada. Ashyar (2012:154) juga mengungkapkan bahwa skenario dalam penyusunan modul tidak diperlukan karena peran sutradara, pengambil dan penata gambar dan lain-lain dipegang oleh penulis sendiri. Permasalahan yang terjadi pada saat ini, bahwa guru di Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran tidak pernah mengembangkan modul sendiri, Hal ini terjadi karena banyaknya bahan ajar yang praktis dan siap pakai. Bahan ajar tersebut tidak sesuai dengan karakteristik siswa. Sistem pembelajaran menggunakan bahan ajar tersebut, memaksa siswa untuk mengikuti proses pembelajaran sesuai urutan dan waktu, sementara setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam hal memahami materi. Siswa yang berkemampuan rendah akan merasakan pembelajaran seperti ini sangat membosankan.

4 Sesuai dengan karakteristiknya, sistem pembelajaran dengan modul memberi kesempatan kepada siswa berkembang berdasarkan kemampuannya masing-masing. Terlebih lagi, seluruh siswa yang ada di MTs Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran menggunakan sistem asrama. Maka, pembelajaran dengan modul merupakan jawaban yang cocok untuk mengatasi permasalahan siswa dalam memahami materi, sehingga diharapkan siswa akan mampu belajar lebih efektif dan efisien. Modul merupakan bahan ajar yang ditulis agar peserta didik dapat belajar sendiri dengan atau tanpa seorang guru. Karena sifatnya self- instruction modul dapat dijadikan sebagai pengganti fungsi guru. Modul berisi tentang komponen dasar bahan ajar. Djohani dan Irfani (2005:1) mengemukakan bahwa modul adalah instrumen para pelatih/fasilitator yang disusun berdasarkan suatu kurikulum belajar agar menjadi suatu langkah-langkah belajar yang baik. Pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan individual siswa, yakni mengenai kegiatan belajar dan bahan pelajaran. Pembelajaran dengan modul sangat menghargai perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, maka pembelajaran semakin efektif, efisien dan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Modul sebagai bahan ajar disusun secara sistematis, tampilan menarik karena berisi gambar-gambar atau foto yang berhubungan dengan materi pembelajaran dan menggunakan bahasa yang sederhana agar membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga materi yang menurut siswa abstrak akan menjadi lebih konkret. Tujuan disusunnya modul

5 ialah agar siswa dapat menguasai kompetensi yang diajarkan dalam kegiatan pembelajaran dengan sebaik-baiknya (Purwanto, dkk, 2007:10). Modul juga dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran untuk menyampaikan informasi dari guru ke siswa. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Purwanto, dkk (2007) bahwa modul dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyajikan dan memberikan materi selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Melalui modul siswa diberi kesempatan untuk dapat mengevaluasi hasil belajarnya sendiri karena belajar dengan modul dapat disesuaikan dengan kecepatan masing-masing individu. Siswa juga dapat memilih topik pelajaran yang diminati, karena setiap siswa tidak mempunyai pola minat yang sama untuk mencapai tujuan yang sama (Sabri, 2007:144). Siswa dapat menguasai materi pembelajaran dengan tuntas yakni dengan mengulangi kegiatan pembelajarannya jika terjadi kegagalan. Didalam modul juga terdapat instrumen penilaian yang memungkinkan pengguna modul melakukan self assessment ; instrumen yang dapat digunakan siswa untuk mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi (Depdiknas, 2008:5) sehingga siswa dapat mengukur hasil belajarnya sendiri. Dengan kecepatan belajar siswa yang berbeda-beda, mereka dapat berkembang secara maksimal, mengenal kelebihan dan kekurangannya, serta memperbaiki kelemahannya melalui program remedial. Sebagai bahan ajar cetak yang menarik untuk dipakai, hendaknya dalam pembuatan modul materi yang disampaikan dipadupadankan dengan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik agar pembelajaran lebih bermakna (meaningfull). Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat

6 digunakan adalah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang student centered dan berorientasi pada pengalaman sehari-hari siswa. Dipilihnya Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik karena menurut wawancara peneliti terhadap beberapa siswa Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran mereka mengatakan seringkali kesulitan dalam memecahkan suatu persoalan apabila soal tersebut berbeda dengan apa yang diberikan, ini disebabkan karena guru tidak mengaitkan materi dengan skema yang telah dimiliki siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk lebih memahami topik pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontalvertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Matematisasi horizontal meliputi antara lain proses informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu soal, membuat model, membuat skema dan menemukan hubungan, pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematika. Sedangkan matematisasi vertikal bergerak dari dunia simbol. Matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali model dengan menggunakan matematika itu sendiri atau dunia nyata merupakan sumber dari matematisasi dan sebagai tempat untuk

7 mengaplikasikan kembali konsep-konsep matematika, Matematisasi vertikal meliputi antara lain proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus), membuat berbagai model, menemukan konsep baru dan melakukan generalisasi. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Siswa diberikan masalah kontekstual, yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan konsep matematika kedalam kehidupan seharihari siswa, diharapkan siswa mampu untuk memecahkan suatu permasalahan yang diajukan kepadanya. Hal ini sesuai dengan prinsip matematika sekolah yang diungkapkan oleh NCTM : Students must learn mathematics with understanding, actively building new knowledge from experience and prior knowledge. Para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru dan beberapa siswa di Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran bahwa mereka belum pernah menggunakan modul sebagai bahan ajar. Untuk itu penulis tertarik untuk mengembangkan suatu bahan ajar berupa modul dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di MTs dengan judul: Pengembangan Modul Matematika menggunakan Model Thiagarajan untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di MTs Pesantren Daar Al Uluum Kisaran

8 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasikan masalahmasalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran yang terjadi tidak dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa 2. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 3. Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran belum digunakan secara efektif. 4. Kurang tersedianya sumber dan media pembelajaran khususnya dalam bentuk modul. 5. Belum dikembangkannya modul matematika dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah maka dibuat batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengembangan modul dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis Siswa MTs. 1.4. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana produk pengembangan Modul Matematika menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada pokok bahasan Persegipanjang dan Persegi yang valid?

9 2. Bagaimana produk pengembangan Modul Matematika menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada pokok bahasan Persegipanjang dan Persegi yang praktis? 3. Bagaimana produk pengembangan Modul Matematika menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada pokok bahasan Persegipanjang dan Persegi yang efektif? 4. Apakah modul matematika yang dibuat dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII MTs Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran? 1.5.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk menghasilkan Modul dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik pada materi Persegipanjang dan Persegi yang valid. 2. Untuk menghasilkan Modul dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik pada materi Persegipanjang dan Persegi yang praktis. 3. Untuk menghasilkan Modul dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik pada materi Persegipanjang dan Persegi yang efektif. 4. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menggunakan modul matematika yang dibuat pada siswa kelas VII MTs Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran.

10 1.6.Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa Dapat menjadikan modul sebagai alternatif sumber belajar untuk belajar secara mandiri dan dapat meningkakan kemampuan pemecahan masalah. 2. Bagi guru Dapat menggunakan modul ini sebagai bahan ajar dalam kegiatan belajar mengajar dan menjadi gambaran bagaimana menerapkan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis Siswa. 3. Bagi peneliti Dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini. 1.7. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti, maka peneliti mengajukan definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Modul adalah media pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang disajikan secara sistematis dan menarik untuk mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta belajar. 2. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan

11 realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalahmasalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. 3. Kemampuan Pemecahan Masalah adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih strategi dan menyelesaikan soal untuk menyelesaikan masalah. 4. Praktis yang dimaksudkan dalam hal ini apabila hasil penilaian ahli dan praktisi menyatakan dapat tidaknya modul dan seluruh perangkat pembelajaran diterapkan di lapangan. 5. Efektif adalah tercapainya suatu tujuan yang telah direncanakan. Keefektifan modul menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik diukur dari hasil penerapan modul beserta perangkat pembelajaran matematika di kelas menunjukkan pencapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal dan respon positif siswa terhadap kegiatan pembelajaran.