BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease dan merupakan penyebab kesakitan dan kematian di daerah tropis. Sampai saat ini malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia. The World Malaria Report Tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 miliar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus malaria di dunia sebanyak 216 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Sebanyak 660 ribu orang meninggal karena malaria setiap tahunnya terutama anak balita sebesar 86%, 320 ribu diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Dirjen PP dan PL, 2014). Komitmen global pada Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan upaya pemberantasan malaria ke dalam salah satu tujuan bersama yang harus dicapai sampai dengan tahun 2015 melalui tujuan ketujuh yaitu memberantas penyakit HIV/AIDS, malaria dan tuberkulosis. Dengan berakhirnya MDGs pada tahun 2015, komitmen global tersebut dilanjutkan melalui Sustainable Development Goals (SDGs). Pada SDGs, upaya pemberantasan malaria tertuang dalam tujuan ketiga dengan tujuan spesifik yaitu mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, penyakit neglected-tropical sampai dengan tahun 2030 (Kemenkes RI, 2016). Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Paracite Incidence (API) per tahun. API secara nasional pada tahun 2011 hingga 2015 terus mengalami penurunan dimana pada tahun 2011 sebesar 1,75 menjadi 0,85 pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2016). Pada tahun 2005 sampai 2011 sering terjadi KLB malaria, tahun 2007 terjadi di 8 propinsi dengan jumlah yang positif 1.256 penderita dengan kematian 74 kasus (CFR=5,9%). Pada tahun 2011 1
2 di 9 kabupaten/kota dari 7 propinsi dengan kasus mencapai 1.139 kasus diantaranya meninggal (CFR=1,22%) dengan 14 kasus (Santjaka, 2013). Indonesia telah membuat target untuk Eliminasi Malaria secara bertahap, diharapkan angka kasus malaria positif atau Annual Parasite Incidence (API) menjadi kurang dari 1 permil per 1000 penduduk di setiap wilayah. Tahun 2015 ditargetkan Propinsi Aceh, Kepulauan Riau dan Pulau Jawa. Tahun 2020 untuk seluruh wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Tahun 2030 untuk wilayah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur sehingga pada tahun 2030 seluruh Indonesia akan bebas malaria (Kemenkes RI, 2016). Angka kasus malaria yang sudah dikonfirmasi per seribu penduduk yang dikenal dengan Annual Parasite Incidence (API) selama tahun 2006 sebesar 0,19% atau menurun jika dibandingkan dengan API selama periode 2000-2003 tetapi meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2004-2006. Pada tahun 2000 jumlah kasus malaria di Jawa - Bali menunjukkan 90% berasal dari 3 kabupaten di Bukit Menoreh, yaitu kabupaten Magelang, Kulon Progo, dan Purworejo (Harijanto, 2012). Di Kabupaten Purworejo malaria masih menjadi penyakit menular yang utama. Kasus malaria di Purworejo pada tahun 2008 hingga 2015 mengalami fluktuatif, dimana pada tahun 2008 hingga 2011 terjadi kenaikan kasus dari API 0,6 (2008) menjadi 1,34 (2011). Tahun 2011 terjadi KLB, API meningkat hampir 3 kali lipat. Pada tahun 2012 API menurun menjadi 0,57, lalu pada tahun 2013 hingga 2015 terjadi peningkatan kasus kembali dimana API dari 0,98 (2013) dengan jumlah kasus 728 menjadi 1,98 (2015) dengan jumlah kasus 1.411 (Dinkes Kabupaten Purworejo, 2014). Kabupaten Purworejo adalah salah satu daerah endemis malaria di Jawa Tengah yang kasusnya menetap sepanjang tahun. Kejadian malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingginya mobilitas penduduk dari dan ke daerah endemis lainnya, kondisi geografis, perilaku penduduk, dan adanya nyamuk
3 vektor malaria (Harijanto, 2006). Kabupaten Purworejo secara administrasi terbagi dalam 16 kecamatan (Grabag, Ngombol, Purwodadi, Bagelen, Dadirejo, Kaligesing, Purworejo, Banyuurip, Bayan, Kutoarjo, Butuh, Kemiri, Pituruh, Bruno, Gebang, Loano dan Bener), 25 kelurahan dan 469 desa. Wilayah Kabupaten Purworejo secara monofotografi terdiri atas daerah dataran berupa lahan untuk persawahan sebesar 4527,33 Ha atau 77,47% dan lahan kering 1316,37 Ha atau 22,53% dengan menggunakan pengairan setengah teknis dan tadah hujan. Ketinggian wilayah Kabupaten Purworejo berkisar antara 0 sampai 420 meter di atas permukaan laut (Dinkes Kabupaten Purworejo, 2014). Beberapa kecamatan yang masih merupakan daerah endemis malaria yaitu Puskesmas Kaligesing dan Puskesmas Dadirejo (kategori HCI), Puskesmas Banyuasin dan Puskesmas Karanggetas (kategori MCI), Puskesmas Brono, Puskesmas Purworejo, Puskesmas Bener, Puskesmas Bagelen, Puskesmas Cangkep, Puskesmas Loano, Puskesmas Winong, Puskesmas Kemiri, Puskesmas Bragolan, Puskesmas Bubutan, Puskesmas Wirun dan Puskesmas Mranti (kategori LCI). Data profil kesehatan Kabupaten Purworejo pada tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah yang positif malaria di Kecamatan Kaligesing sebanyak 329 kasus (terbanyak), sedangkan paling kecil di Kecamatan Pituruh hanya 3 kasus (Dinkes Kabupaten Purworejo, 2014). Kesakitan malaria terjadi karena adanya kontak manusia dengan nyamuk Anopheles spp sebagai vektor malaria. Apabila di suatu daerah terjadi kasus malaria dan di duga ada nyamuk sebagai vektor malaria di daerah tersebut dan tempat perkembangbiakan nyamuk maka sudah dipastikan terjadi penularan malaria di daerah tersebut (Barodji, 2000). Vektor malaria di Propinsi Jawa Tengah dikonfirmasi ada empat spesies yaitu An. aconitus, An. maculatus, An. balabacensis di daerah pedalaman dan An. sundaicus di daerah pantai (Marwoto dan Sulaksono, 2004). Tempat perkembangbiakan An. aconitus, An. maculatus dan An. balabacensis hampir sama yakni sawah, bagian tepi sungai pada musim kemarau, kolam, genangan air, mata air yang terkena sinar matahari langsung dan
4 aliran air yang pelan. Anopheles sundaicus senang berada di air payau, lagun, tambak ikan yang terbengkalai, galian tepi pantai, dan muara sungai yang mendangkal pada musim kemarau (Sucipto, 2015). Kondisi lingkungan Kabupaten Purworejo sendiri berupa persawahan, perkebunan, hutan, sawah tadah hujan dan permukiman penduduk yang memungkinkan dapat menjadi tempat perkembangbiakan (breeding site) dan tempat peristirahatan (rest site) nyamuk Anopheles spp (Dinkes Kabupaten Purworejo, 2014). Penyakit malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor lingkungan, vektor, iklim, pelayanan kesehatan dan sosial budaya. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan kimia. Lingkungan fisik berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, curah hujan, sinar matahari, ketinggian, angin, arus air, keberadaan vegetasi dan jarak breeding site. Berdasarkan hasil penelitian Darundiati (2003) dan Dahuna (2015) bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak rumah dengan breeding site (tempat perkembangbiakan). Jarak rumah dengan breeding site kurang dari 2 km memiliki peluang lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan jarak rumah dengan breeding site lebih dari 2 km. Hal ini berkaitan dengan jangkauan terbang nyamuk Anopheles spp yaitu paling jauh pada jarak 2-3 km (Darundiati, 2003; Dahuna, 2015). Faktor sosial budaya meliputi kebiasaan keluar rumah pada malam hari, kebiasaan tidak menggunakan kelambu berinsektisida, kebiasaan mengunjungi daerah endemis malaria, keberadaan hewan ternak berperan dalam penularan malaria. Menurut penelitian Nurmaladewi (2013) bahwa kebiasaan keluar rumah pada malam hari berisiko 5,43 kali lebih besar tertular malaria dan kebiasaan tidak menggunakan kelambu berinsektisida memiliki hubungan dengan kejadian malaria (Nurmaladewi, 2015). Penelitan Selviana (2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan antara penggunaan kelambu dan kerapatan dinding rumah dengan kejadian malaria. Tidak menggunakan kelambu pada saat tidur malam hari berisiko 4,7 kali lebih besar tertular malaria dan kondisi dinding
5 rumah yang tidak rapat berisiko 4,2 kali lebih besar tertular malaria (Selviana, 2013). Pengendalian vektor malaria dapat dilakukan dengan upaya melakukan pemetaan sebaran penyakit malaria untuk mengetahui wilayah high case incidence, faktor risiko dari penyakit secara kewilayahan, mengetahui pola distribusi penyakit dan penyebab penularan penyakit. Pemetaan distribusi penyakit dapat membantu petugas kesehatan mengetahui daerah terjadinya kasus, letak rumah penderita sehingga lebih mudah melakukan penyelidikan epidemiologi, supervisi dan kegiatan pengendalian guna memutus rantai penularan penyakit (Kemenkes RI, 2009). Salah satu metode yang digunakan untuk pengendalian vektor malaria adalah pengolahan data dengan teknik spasial menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem ini berbasis komputerisasi, dapat digunakan untuk pengolahan, analisis dan penyajian data spasial (keruangan), yang terkait dengan lokasi di permukaan bumi. Teknologi SIG yang dipadu dengan teknologi penginderaan jarak jauh, dapat memberikan informasi spasial dengan tiga komponen utama yaitu, lokasi, non lokasi, dan dimensi waktu (Kemenristek RI, 2013). Sistem informasi geografis dapat dimanfaatkan untuk program kesehatan masyarakat dan data epidemiologi, seperti pemetaan fasilitas kesehatan, pemetaan daerah endemis, dan sebaran distribusi lokasi kasus (Kemenristek RI, 2013). Wilayah Kecamatan Kemiri dibatasi oleh Kecamatan Gebang (sebelah timur) dan Kecamatan Pituruh (sebelah barat) yang mana merupakan daerah endemis malaria sedang (MCI). Selama 10 tahun sejak dari tahun 2007 kecamatan Kemiri bebas dari kasus malaria namun tahun 2016 penyakit malaria terjadi di kecamatan ini. Wilayah Kecamatan Kemiri merupakan daerah hutan dan perkebunan yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan dan peristirahatan nyamuk Anopheles sp sehingga dapat terjadi transmisi malaria dan belum ada
6 penelitian tentang malaria di kecamatan tersebut. Penelitian mengambil lokasi di wilayah kerja Puskesmas Winong Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka pertanyaan penelitiannya adalah: 1. Apakah faktor cuaca (suhu udara, kelembaban, curah hujan) berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo? 2. Apakah faktor lingkungan rumah (keberadaan habitat perkembangbiakan, keberadaan hewan ternak, kondisi dinding rumah dan jarak breeding site) berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo? 3. Apakah faktor sosial budaya (kebiasaan keluar malam hari, kebiasaan menggunakan kelambu berinsektisida, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kawat kasa, dan kebiasaan mengunjungi daerah endemis) berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo? 4. Bagaimana distribusi spasial kasus malaria berdasarkan jarak habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp terhadap kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo? 5. Apa saja tipe perairan yang potensial menjadi habitat larva nyamuk Anopheles spp di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan faktor risiko dengan kejadian malaria, memetakan distribusi spasial kasus malaria kaitannya dengan jarak habitat perkembangbiakan terhadap kasus dan mengetahui habitat larva nyamuk Anopheles spp di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo.
7 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan faktor cuaca (suhu udara, kelembaban, curah hujan) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo. b. Menganalisis hubungan faktor lingkungan rumah (keberadaan habitat perkembangbiakan, keberadaan hewan ternak, kondisi dinding rumah dan jarak breeding site) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo. c. Menganalisis hubungan faktor sosial budaya (kebiasaan keluar malam hari, kebiasaan menggunakan kelambu berinsektisida, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kawat kasa dan kebiasaan mengunjungi daerah endemis) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo. d. Menganalisis pengelompokkan (cluster) kasus malaria dan buffering jarak habitat perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp terhadap kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo. e. Mengetahui tipe perairan yang potensial menjadi habitat larva nyamuk Anopheles spp di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dan memperluas pengetahuan tentang malaria bagi penelitian di masa yang akan datang 2. Secara Praktis a. Sebagai pertimbangan bagi pejabat yang berwenang dalam mengambil kebijakan dan strategi dalam penanggulangan malaria di daerah endemis dan upaya kewaspadaan dini di daerah non endemis;
8 b. Sebagai masukan bagi pengelola program penyakit menular terutama kepada pengelola program penyakit malaria dalam penanggulangan malaria atau pengendalian vektor malaria di wilayah kerja Puskesmas Winong Kabupaten Purworejo dan di Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo; c. Sebagai informasi dan pengetahuan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Winong dalam mencegah penularan malaria.
9 Judul Penelitian dan Nama Peneliti Analisis Faktor-faktor Risiko Malaria di Daerah Endemis dengan Pendekatan Spasial di Kabupaten Purworejo (Darundiati, Raharjo dan Martini, 2005) Malaria Risk Factors in Butajira Area, South- Central Ethiopia : A Multilevel Analysis (Woyessa et al., 2013) E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Desain Penelitian Perbedaan Mendeskripsikan faktor-faktor risiko malaria di daerah endemis dengan pendekatan spasial dan mengetahui besar faktor risiko dengan kejadian malaria di Purworejo Mengidentifikasi faktor-faktor risiko malaria di dataran tinggi pinggiran Ethiopia selatan bagian tengah Analisis multivariat menunjukan bahwa ada hubungan jarak rumah dan breeding places kurang dari 2 km (OR=0.263; 95% CI=0.102-0.676), kebera-daan hewan ternak (OR=0.395;95%CI=0.160-0.676) dan keberadaan tanaman kapulaga dan salak (OR=0.209; 95%CI=0.098-0.446). Pada bulan Oktober-Nopember pada tahun 2008 dan 2009 terdapat hubungan yg sangat signifikan dengan peningkatan prevalensi malaria.anak dibawah 5 tahun (OR=3.62),anak usia 5-9 tahun (OR=3.39), ketinggian rendah(or=5.22), ketinggian sedang (OR=3.80) dan rumah yang ada celah (OR=1.59). Cross Sectional Cross Sectional 1. Variabel independen 2. Lokasi Penelitian 3. Desain Penelitian 1. Variabel independen 2. Lokasi Penelitian 3. Desain Penelitian
10 Hubungan Faktor Lingkungan dan Sosio Budaya dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kabawo Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara (Nurmaladewi, 2015) Analisis Spasial Kasus dan Bionomik Vektor Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Piru kabupaten Seram bagian Barat Provinsi Maluku (Dahuna, Satoto dan Widartono, 2015) Menganalisis hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosio budaya dengan kejadian malaria serta memetakan pengelompokkan /cluster kasus malaria dan buffering tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp di wilayah kerja Puksesmas Kabawo Kabupaten Muna. Memahami bionomik nyamuk Anopheles sp dan memberikan gambaran spasial kasus malaria di Desa Piru Kabupaten Seram Bagian Barat Keberadaan tempat perkembangbiakan nyamuk (OR=2,78), kondisi dinding rumah (OR=8,88), dan kebiasaan keluar rumah pada malam hari (OR=5,38) berhubungan dengan kejadian malaria.kasus malaria terjadi dalam buffer zona hutan, semak belukar dan genangan air yang ditemukan dalam radius 3 meter. Jenis habitat larva berupa sungai, rawa-rawa, dan genangan air. Kepadatan larva Anopheles sp tertinggi pada habitat rawa-rawa (1,3 per cidukan) dan terendah pada habitat sungai (0,32 per cidukan).jarak rumah dengan tempat habitat larva paling Case control Cross Sectional 1. Lokasi Penelitian 2. Variabel independen 1. Lokasi penelitian 2. Variabel independen 3. Desain penelitian
11 banyak dengan radius 100 meter (38,61%) Analisis Spasial Ditribusi Vektor dan Kasus Malaria di wilayah kerja Puskesmas Belanting kecamatan Sambelia kabupaten Lombok Timur propinsi Nusa Tenggara Barat (Haris dan Satoto, 2016) Menganalisis secara spasial hubungan antara sebaran kasus malaria, vektor dan habitat Distribusi malaria di wilayah kerja Puskesmas Belanting menyebar ke semua desa dengan pola sebaran cenderung mengelompok (cluster) dan tempat perkembang biakan nyamuk Anopheles tidak jauh dari pemukiman penduduk dan masih kisaran jangkauan terbang nyamuk Anopheles sp. Cross Sectional 1. Lokasi penelitian 2. Variabel independen 3. Desain penelitian