2016 PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE CONNECTED BERBASIS GUIDED INQUIRY

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap satuan pendidikan diharapkan membuat Kurikulum Tingkat

I. PENDAHULUAN. agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup IPA meliputi alam semesta secara keseluruhan baik

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA SMP PADA TEMA ENERGI DALAM TUBUH MENGGUNAKAN METODE 4S TMD

BAB I PENDAHULUAN. pergantian zaman, pendidikan juga mengalami perkembangan, yaitu. menyesuaikan dengan keadaan yang sedang berlangsung.

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU PADA TEMA UDARA BERBASIS NILAI RELIGIUS MENGGUNAKAN 4 STEPS TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

2014 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KONSEP FOTOSINTESIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Keterampilan Kerja Ilmiah Untuk Mengembangkan Nilai Karakter. Henry Januar Saputra

Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

I. PENDAHULUAN. Sesuai hakikat atau sifat dasarnya, tujuan pembelajaran fisika adalah agar terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari IPA yang dalam pelaksanaan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tsani Fathani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan merupakan objek luas yang mencakup seluruh pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan pada umumnya identik dengan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES IPA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII BSMP NEGERI 1 WAGIR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran IPA ditingkat SMP/MTs merupakan pelajaran dengan keterpaduan. Berdasarkan sumber yang dikutip dari Balitbang Depdiknas, (2004) bahwa pembelajaran IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir abstrak. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Suyono, (2009) mengatakan bahwa keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Pernyataan tersebut sesuai dengan pengertian pelajaran IPA oleh Kemendikbud, (2013) yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Mengingat pembahasan materi IPA pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang pendidikan SMP/MTs keterpaduan IPA dibatasi hanya pada bidang kajian biologi, fisika dan kimia Kemendikbud, (2013). Tipe pembelajaran IPA terpadu yang keterpaduannya masih dalam satu mata pelajaran yang sama (within single disciplines) adalah pembelajaran IPA terpadu tipe connected. Fokus tipe connected adalah pada keterkaitan antar bidang. Menghubungkan satu topik dengan topik yang lain, satu konsep dengan konsep lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, bahkan menghubungkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ide-ide pada semester berikutnya dalam satu mata pelajaran dalam rangka mendapatkan pengalaman belajar yang utuh (Fogarty, 1991). Konsep keterpaduan yang diterapkan dalam pembelajaran IPA disekolah masih belum terlihat dalam proses pembelajaran. Ini dikarenakan (1) guru lebih cendrung mengajarkan IPA berdasarkan disiplin ilmu yang dimilikinya, (2) guru mengalami kesulitan dalam memadukan satu topik dengan topik yang lain dalam pembelajaran jika ditinjau dari segi biologi, fisika dan kimia. Sehingga diduga siswa tidak mendapatkan pengetahuan yang utuh 1

2 terhadap sesuatu yang mereka pelajari. Pemilihan tipe keterpaduan connected diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang utuh menyebabkan terjadinya peningkatan pemahaman sains, pada akhirnya dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa. Untuk menghadirkan pengalaman belajar IPA yang utuh diperlukan sebuah rancangan kegiatan pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada kegiatan transfer pengetahuan saja namun dalam proses pembelajarannya dapat melatih keterampilan-keterampilan proses sains. Dalam beberapa penelitian, para ahli mengungkapkan pentingnya keterampilan proses sains tidak hanya untuk mengejar karir yang berhubungan dengan sains saja tapi karir diluar sains juga membutuhkan ketrampilan-ketrampilan ini. Sukarno, et. al, (2013) mengatakan dalam aktifitas belajar mengajar IPA seharusnya dapat mengembangkan keterampilan proses sains untuk memastikan bahwa siswa dapat menguasai konsep yang dipelajari dengan baik. Pentingnya pengembangan keterampilan proses sains dalam pembelajaran sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 untuk pelajaran IPA terpadu sebagaimana yang tercantum dalam Salinan Lampiran Permendikbud, No. 65 tahun 2013 tentang standar proses dimana keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengembangan keterampilan proses sains diantaranya (Rambuda dan Fraser, 2004; Dirks and Cunningham, 2006; Teo Yew Mei, 2007; Aktamis & Ergin, 2008; Keil, Jodi and Jennifer, 2009; Aziz and Ahmad, 2010; Karamustafaoğlu, 2011; Chabalengula, Mumba and Mbewe, 2011; Sukarno, et. al, 2013). Keterampilan proses sains yang ditekankan pada pembelajarannya IPA juga diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam Sukarno, et. al, (2013) penguasaan konsep artinya memahami konsep secara menyeluruh. Penguasaan konsep bukan berarti menghafal konsep, namun dalam pengertian yang lebih dalam dan lebih luas penguasaan konsep merupakan kemampuan untuk memahami dan mengaplikasikan konsep dalam

3 kehidupan nyata. Jika dihubungkan dengan pembelajaran sains, penguasaan konsep dapat diinterpretasikan sebagai kemampuan untuk memahami konsepkonsep sains dan mengaplikasikan konsep sains dalam aktivitas belajar. Sementara definisi penguasaan konsep yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bloom (dalam Rustaman, 2005) yaitu kemampuan menangkap pengertianpengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi, dan mengaplikasikannya. Penguasaan konsep IPA juga diamanatkan dalam Permendikbud, (2013) yang mengatakan bahwa Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penguasan konsep dan pengembangan keterampilan proses dalam belajar sains menurut Foulds & Rowe, (1996) merupakan dua hal yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan. Pemaparan diatas menunjukkan bahwa ketarampilan proses sains dan penguasaan konsep sains menjadi domain yang harus harus ditingkatkan dalam proses pembelajaran. Sukarno, et. al, (2013) mengatakan pembelajaran IPA yang mengembangkan aspek keterampilan proses sains memudahkan siswa dalam menguasai konsep dan sebaliknya penguasaan konsep yang baik akan meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Oleh karena itu dalam aktifitas pembelajaran sains kedua aspek ini harus dikembangkan. Kenyataan di lapangan proses pembelajaran belum sesuai dengan standar pembelajaran sebagaimana telah dijelaskan. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 2 Kemang, Kabupaten Bogor ditemukan bahwa keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya kemampuan siswa dalam mengkonstruksi makna (mengingat), dan memahami konsep konsep IPA yang dipelajari. Begitu juga dengan keterampilan proses sains siswa yang tercermin dalam proses pembelajaran dimana siswa masih kesulitan dalam memahami suatu prosedur guna menyelesaikan permasalahan, menganalisis atau menguraikan suatu permasalahan selama proses pembelajaran berlangsung.

4 Rendahnya penguasaan konsep siswa dan keterampilan proses sains siswa disebabkan beberapa faktor, berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut diperoleh informasi bahwa: (1) pelaksanaan proses pembelajaran bersifat satu arah sehingga keterampilan proses yang seharusnya dapat dikembangkan dalam rangka memperoleh pengetahuan secara utuh terabaikan; (2) pembelajaran yang bersifat inkuiri dimana siswa berkesempatan melatih keterampilan proses sains guna mendapatkan pengetahuan secara utuh jarang dilakukan dalam proses pembelajaran IPA; (3) guru sering memberikan penjelasan konsep secara langsung dibandingkan siswa membangun konsep sendiri, akibatnya siswa memiliki tingkat pemahaman yang rendah. Kenyataan ini sejalan dengan pendapat Sukarno, et. al, (2013) yang mengatakan salah satu penyebab rendahnya keterampilan proses sains siswa adalah pembelajaran IPA disekolah masih cenderung tradisional (teacher center) sehingga keterampilan proses sains siswa tidak tereksplorasi dengan maksimal. Berdasarkan kondisi yang dipaparkan diketahui bahwa penyebab permasalahan ini adalah belum dilaksanakannnya pembelajaran IPA terpadu sebagaimana yang diamanatkan Depdiknas, (2006) bahwa pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar serta dapat menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjawab permasalahan ini harus ada perubahan paradigma dalam merancang pembelajaran. Salah satu strategi yang bisa dilakukan untuk menjawab persoalan tersebut dengan menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Joyce & Weil, (2006) inti dari model inkuiri adalah melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan mereka pada bidang investigasi, membantu mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut, dan mengajak mereka untuk merancang cara-cara memecahkan masalah, sehingga mereka bisa melihat bagaimana suatu pengetahuan dibuat dan dibangun. Pendapat

5 lain dikemukakan Mulyasa, (2007) yang mengatakan bahwa pendidikan IPA diarahkan untuk proses inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran berbasis inkuiri juga diamanatkan dalam Undang-Undang melalui Permendikbud No. 65 tahun 2013 menjelaskan bahwa Proses pembelajaran IPA yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi, sebagai aspek penting kecakapan hidup dilakukan dengan kegiatan penyingkapan penyelidikan (inquiry learning). Martin-Hansen (dalam Sopamena, 2009) menyatakan bahwa pembelajaran guided inquiry memberikan kesempatan pada siswa dalam merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil keputusan secara mandiri, sedangkan guru bertugas dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, artinya bahwa guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator. Pengertian tersebut berarti dalam pembelajaran guru bertugas membuat perencanaan, topik, pertanyaan, dan hal lain yang diperlukan, sedangkan siswa membuat penyelesaian terhadap permasalahan yang diajukan oleh guru. Beberapa penelitian yang terkait pembelajaran guided inquiry diantaranya: Thomas and Terri, (2009); Derek, (2011); Irit dan Zion, (2012); Acar, et. al, (2013); Colleen, (2014). Berdasarkan pemaparan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan pembelajaran IPA berbasis guided inquiry untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa pada tema adalah kalor dalam kehidupan. Tema kalor dalam kehidupan dipelajari di kelas VII, peneliti memilih tema tersebut dengan asumsi bahwa karatersitik materi ini cocok untuk diterapkannya model pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry. Atas dasar tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Connected Berbasis Guided Inqury Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasa Konsep Siswa

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah hasil penerapan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dibandingkan dengan pembelajaran IPA terpadu berbasis praktikum verifikasi pada tema kalor dalam kehidupan terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa SMP?. C. Pertanyaan Penelitian Agar pelaksanaan penelitian lebih terarah, rumusan masalah penelitian dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perbedaan penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dengan siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis praktikum verifikasi? 2. Bagaimana perbedaan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dengan siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis praktikum verifikasi? 3. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dalam proses pembelajarannya? 4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry pada tema kalor dalam kehidupan? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang sejauh mana perbedaan peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa ketika menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dan siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu berbasis

7 praktikum verifikasi. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan tanggapan siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry. Tujuan penelitian ini secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Memperoleh gambaran peningkatan penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dengan siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis praktikum verifikasi. 2. Memperoleh gambaran peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry dengan siswa yang menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis praktikum verifikasi. 3. Memperoleh gambaran terkait dengan keterlaksanaan penerapan pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry pada tema kalor dalam kehidupan. 4. Memperoleh gambaran terkait tanggapan siswa terhadap implementasi pembelajaran IPA terpadu tipe connected berbasis guided inquiry. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk berbagai pihak, antara lain: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru untuk lebih menekankan pembelajaran yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan siswa dan tidak hanya transfer pengetahuan kepada siswa. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi sekolah dalam perbaikan proses pembelajaran secara menyeluruh dalam meningkatkan kualitas belajar siswa. 3. Bagi peneliti lain hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian sejenis dengan menggunakan konsep yang berbeda.

8 G. Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis ini terdiri atas lima bab yang dimulai dari bab I sampai dengan bab V dengan rincian sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan terdiri dari sembilan (8) halaman dengan tujuh sub bab. Ketujuh bagian tersebut terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, definisi operasional, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis. 2. Bab II Kajian Pustaka terdiri dari tiga puluh (32) halaman. Pada bagian ini berisi kajian teori yang berkaitan dengan penelitian. 3. Bab III Metode Penelitian yang terdiri dari dua puluh empat (22) halaman. Bab ini berisi metode dan desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, variabel penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. 4. Bab IV Hasil dan Pembahasan yang terdiri dari dua puluh (30) halaman. Pada bab ini berisi pemaparan hasil penelitian dan temuan-temuan yang diperoleh selama penelitian, serta hasil analisis data dan pembahasannya yang disajikan dalam rangka menjawab permasalahan penelitian. 5. Bab V Simpulan dan Saran. Bab ini menjawab rumusan masalah dan memberi masukan dalam penggunaan bahan ajar yang dihasilkan dan penelitian selanjutnya.