BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran merupakan salah satu proses pengeringan yang ekonomis. Namun, penjemuran merupakan proses yang sangat tergantung dengan cuaca. Penjemuran pada cuaca yang cerah dapat menghasilkan biji dengan kadar air dan warna baik. Faktor lain yang mempengaruhi proses ini adalah lama pengeringan untuk menghindari pertumbuhan jamur. Kebutuhan masyarakat terhadap sistem pengeringan bahan pertanian dengan kriteria biaya operasional rendah dan kinerja memadai semakin meningkat. Sistem pengeringan dengan kriteria tersebut umumnya memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti biomassa, panas bumi, panas radiasi surya dan tidak termasuk didalamnya yang menggunakan bahan bakar minyak (fosil). Beberapa jenis pengeringan dengan kriteria biaya operasional rendah dan kinerja memadai adalah sistem pengering surya yang memanfaatkan mekanisme efek rumah kaca seperti greenhouse effect (GHE) solar dryer (Kamaruddin, 2007). Sistem pengering yang memanfaatkan panas bumi terdapat di Kamojang yaitu Geothernal Energy Dryer for Beans and Grains Drying (Sumotarto, 2007). Pengembangan jenis pengeringan tersebut memiliki daya saing yang tinggi dan sangat dibutuhkan dalam industri pengolahan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. 1
Biomassa merupakan salah satu bentuk energi terbarukan yang tersedia dalam jumlah besar. Salah satu biomassa yang banyak dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah tongkol jagung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 produksi jagung di Indonesia mencapai 17.659.000 ton dan mengalami peningkatan sebesar 1.342.000 ton dari tahun 2008. Jumlah produksi tersebut tentunya akan menghasilkan sisa-sisa panen seperti batang pohon dan tongkol jagung. Berat jagung tersebut merupakan berat total biji jagung ditambah dengan tongkol jagung. Menurut Schneider (1995), jagung mengandung 2 bagian antara lain 20% tongkol jagung dan 80% biji jagung. Dari jumlah produksi jagung pada tahun 2009, berarti dihasilkan sekitar 3.531.800 ton tongkol jagung. Jumlah yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi alternatif. Selama ini, limbah tongkol jagung hanya dijadikan pengganti bahan kayu bakar oleh masyarakat, namun hal ini dirasa masih belum maksimal. Menurut Higman dan Burg (2003), gasifikasi limbah pertanian berupa biomassa tongkol jagung dipilih sebagai salah satu cara untuk memanfaatkan limbah biomassa menjadi energi. Gasifikasi biomassa merupakan suatu proses dekomposisi termal dari bahan-bahan organik melalui pemberian sejumlah panas dengan jumlah oksigen yang terbatas untuk menghasilkan synthesis gas yang terdiri dari CO, H2, CH4 sebagai produk utama dan sejumlah kecil arang karbon dan abu sebagai produk ikutan. Alat yang digunakan untuk proses gasifikasi dinamakan gasifier. Menurut Kasih (2009), telah dilakukan percobaan gasifikasi tongkol jagung menggunakan gasifier tipe downdraft, tongkol jagung tersebut dicacah kecil dengan ukuran kurang dari 15 mm. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat 2
disimpulkan bahwa tongkol jagung dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memproduksi gas. Teknologi gasifikasi biomassa merupakan suatu bentuk konversi energi yang terkandung di dalam biomassa. Pada teknologi ini bahan bakar biomassa diurai di dalam reaktor (ruang bakar) dengan udara terbatas. Dengan kata lain, proses gasifikasi biomassa merupakan proses pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi antara oksigen secara terbatas dengan bahan bakar padat berupa biomassa. Uap air dan karbon dioksida hasil pembakaran direduksi menjadi gas yang mudah terbakar, yaitu karbon monoksida (CO), hidrogen (H2) dan methan (CH4). Gas gas produksi ini disebut synthetic gas atau syngas. Gas hasil gasifikasi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan api yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai energi panas pengering bahan pertanian seperti biji-bijian dan umbi-umbian. Pengeringan produk pertanian pada umumnya membutuhkan suhu antara 45-50 o C yang bertujuan untuk menjaga sifat fisik bahan agar tidak rusak. Penukar panas (heat exchanger) sering digunakan untuk proses pengeringan terutama untuk mengatasi kendala asap yang dihasilkan dari pembakaran langsung. Disamping itu, penggunaan penukar panas dapat lebih mengefektifkan pengendalian suhu proses dibandingkan dengan menggunakan energi panas langsung dari pembakaran. Fungsi utama dari penukar panas yaitu mempertukarkan panas dari satu fluida ke fluida lain. Fluida-fluida tersebut dicegah bercampur satu dengan lainnya oleh pembatas seperti dinding pipa. 3
Penukar panas yang umumnya digunakan berupa konfigurasi pipa-pipa atau plat (Syah, 2013). Dari adanya teknologi gasifier dan heat exchanger tersebut maka limbah biomassa diharapkan dapat dimanfaatkan sehingga hasil dari proses gasifikasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pengering. Untuk mendapatkan standar produk pertanian yang diinginkan diperlukan modifikasi sistem peralatan pengeringan dengan menganalisis pola kinerja gasifier dan alat pengering agar output yang dikeluarkan sesuai dengan yang diinginkan misalnya memperhatikan parameter suhu yang diterima langsung ke pengering. Selain itu karena sifat dari produk pertanian yang mudah terpengaruh oleh bau lingkungan maka digunakan alat penerus panas (heat exchanger) sehingga udara panas yang digunakan sebagai pemanas biji diharapkan lebih bersih dan dapat digunakan sebagai pengatur suhu agar tetap konstan. 1.2. Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja gasifier dan alat pengering. Kehilangan panas yang diserap oleh dinding (shell) penukar panas tidak diperhatikan. Pengambilan data debit dilakukan ketika kondisi alat dingin dan tidak diperhatikan perbedaan massa jenis aliran udara pada proses heat exchanger. Dalam analisis energi gasifier menggunakan metode pemanasan air. Grate pada gasifier menggunakan ukuran 12,5 cm. Bahan utama adalah tongkol jagung sebagai bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini. Tongkol jagung dalam penelitian ini tidak diperhatikan jenis 4
dan keseragaman ukurannya. Perlakuan bahan biomassa dijemur sebelum digunakan dalam pengujian dan tidak dilakukan pengujian kadar air. Dalam pengambilan tar hanya diambil di bagian cyclone. Untuk variasi pengambilan data digunakan variasi bukaan kran pada input blower yaitu kondisi bukaan penuh blower A, kondisi tertutup pada kran blower A, bukaan seperempat blower B, bukaan setengah blower B dan bukaan penuh blower B. 1.3. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui pola kinerja gasifikasi tongkol jagung yang dihubungkan ke alat pengering dan untuk mengetahui besarnya efisiensi dari pola kinerja gasifikasi untuk pengeringan. Tujuan Khusus dari Penelitian ini untuk mengetahui : a. Distribusi panas dari gasifier ke alat pengering. b. Efisiensi dari kinerja gasifier dan alat pengering ditinjau dari distribusi energi panas yang terdapat pada kompor dan heat exchanger yang dihubungkan pada box pengering. 1.4. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan keilmuan di bidang energi alternatif, meningkatkan kreatifitas pada diri mahasiswa mengenai pengembangan energi alternatif dengan metode gasifikasi-pengering, serta dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya 5
mengenai penyempurnaan model gasifikasi untuk pengeringan yang efektif dan memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi dari penelitian sebelumnya. 6