BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang tersembunyi, terdapat banyak sekali permusuhan dan konflik yang kemudian berujung pada terjadinya perang. Konflik yang berakibat pada perang dapat terjadi secara sengaja melalui perencanaan terlebih dahulu dan secara tidak sengaja dalam artian secara spontan dilakukan. Konflik dan perang yang terjadi itu terdapat di dalamnya tindakan kekerasan dan pembunuhan. Pada dasarnya, tindakan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap manusia merupakan tindakan yang merugikan. Hal ini dapat dilihat dalam perundang-undangan Indonesia misalnya, yang menunjukkan tentang konsekuensi dari tindakan pembunuhan yang diatur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan penjara paling lama lima belas tahun. 1 Dari pernyataan yang disebutkan terakhir di atas, maka dapat diketahui secara jelas bahwa tindakan kekerasan seperti membunuh sesama manusia baik secara individu ataupun berkelompok merupakan tindakan yang ditentang dan merugikan. Karena dengan membunuh orang lain sama artinya dengan mengambil atau mencabut nyawa sesama manusia, yang sesungguhnya bukanlah tugas manusia. Ditinjau dari kacamata iman, hidup adalah anugerah dari Penciptanya, sedangkan manusia bukanlah Pencipta yang berhak untuk mengambil nyawa seseorang. 1 Soenarto S.Soerodibroto, Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang- Undang Acara Pidana(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007),209 1
Namun, tak dapat disangkal bahwa tindak kekerasan termasuk pembunuhan terus terjadi dalam kehidupan manusia terutama dalam berbagai konflik dan perang yang terjadi. Konflik dan perang dapat terjadi karena dipicu oleh semakin kompleksnya kehidupan manusia berupa meningkatnya ragam kebutuhan serta kepentingan manusia itu sendiri dari masa ke masa. Secara khusus, terjadinya konflik yang sering diberitakan melalui berbagai media masa, diakibatkan oleh beberapa latar belakang masalah antara lain, karena adanya dendam, iri hati, kekurangan kebutuhan ekonomi, adanya permusuhan antara dua kelompok geng yang bertikai, adanya kesalahpahaman yang berakibat pada konflik antara dua kelompok baik suku maupun agama, adanya kepentingan politik yang mengakibatkan peperangan antara dua negara, dan lainnya. Hal-hal seperti ini nyatalah dapat menyebabkan kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang individu maupun oleh kelompok terhadap seseorang atau kelompok lainnya dan dapat berujung pada terjadinya perang. Dalam lingkup Indonesia, konflik yang melibatkan dua kelompok yang bertikai bukanlah hal yang jarang terjadi karena pada kenyataannya sudah sering terjadi antara lain, konflik antara penduduk dua wilayah, dua kelompok etnis dan dua kelompok agama yang terjadi di Papua, Kalimantan, Ambon, dan Poso. Walaupun masing-masing konflik mempunyai latar belakang penyebab yang tentunya berbeda, namun semua konflik ini menimbulkan akibat yang sama, yaitu tindakan merugikan berupa saling membunuh di antara kedua pihak sehingga mengakibatkan jatuhnya korban yang tidak sedikit dan hubungan sosial pun menjadi renggang. 2
Namun, yang mendapat banyak perhatian semua pihak dan menjadi aspek penting dalam penulisan ini adalah konflik yang melibatkan dua kelompok agama yang berbeda. Konflik yang terjadi antara dua kelompok agama tidak hanya terjadi sekali tetapi sudah terjadi beberapa kali, terkhususnya konflik yang terjadi di Ambon. Banyak pendapat yang muncul untuk menanggapi konflik yang terjadi di Ambon ini, salah satunya yaitu, terdapat pernyataan bahwa konflik ini merupakan konflik yang terjadi karena kepentingan politik dan lainnya. Dengan kata lain, ada provokator yang membakar masa untuk tujuan dan kepentingannya. 2 Namun, satu hal yang pasti dari tanggapan yang diberikan yaitu konflik ini telah melibatkan dua kelompok penganut agama yakni, Kristen dan Islam yang saling bermusuhan. Konflik ini pun terjadi dengan saling melempar, membakar harta benda dan berujung pada tindakan membunuh anggota dari pihak agama yang lain. 3 Konflik yang memakan banyak korban ini terjadi awalnya sekitar pembukaan tahun 1999 dan berlangsung selama kurang lebih empat tahun. Setelah berlalunya tahun-tahun kelam ini, keadaan mulai membaik dan masyarakat Ambon termasuk didalamnya para penganut kedua agama ini berinteraksi sosial kembali dan hidup dalam kerukunan. Namun, terjadi pula konflik yang melibatkan kedua agama pada tahun 2011. 4 Dengan melihat fakta konflik yang melibatkan unsur agama ini, maka pertanyaan yang patut muncul yaitu di manakah para pemimpin agama itu sendiri ketika konflik bergejolak? Secara khusus bagaimana peran para pendeta dalam menanggapi konflik yang dialami oleh warga gereja? Pendeta adalah seorang 2 John Pieris,Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),4. 3 Jurnal Polisi Indonesia, Kerusuhan Ambon 1999 dan Rekomendasi Penanganannya. Tahun III, September 2000-November 2001 4 Muhammad Thalib. answering.wordpress.com/2011/09/16/ada-yang-bermain-dalam-konflikambon/ diunduh pada tanggal 1 Mei 2012, pukul 08.50 WIB 3
tokoh yang menerima tugas (ditabiskan) untuk memberitakan Injil dan menggembalakan jemaat, sehingga jemaat pun dapat memberitakan kabar baik melaui perkataan dan tindakannya di dunia ini. Di dalam memberitakan kabar baik tersebut, pemimpin gereja (pendeta) kembali melihat perintah-perintah yang ditafsirkan sebelumnya dalam kitab suci yaitu Alkitab dan mengkontekstualisasikan dalam kehidupan gereja saat ini. Tetapi ketika gereja diperhadapkan dengan situasi konflik yang terjadi di sekitarnya dan melibatkan anggota jemaatnya, bagaimana gereja dalam hal ini para pemimpin gereja menghadapinya, apakah mereka akan tetap meminta warga jemaatnya untuk berdiam diri dan berdoa menghadapi terjadinya konflik yang dapat berakibat pada terbunuhnya warga jemaatnya dan hilangnya harta benda mereka ataukah melakukan hal yang lain? Perang merupakan pertentangan yang terjadi secara terbuka dengan melibatkan di dalamnya tindakan kekerasan dan pembunuhan. Dalam mencari jawab untuk menghadapi kenyataan dunia yang berkaitan dengan kekerasan dan pembunuhan yang terjadi, dalam dunia Kristen pun muncul sebuah pemikiran yang disebut dengan just war, sehingga orang Kristen dibolehkan ikut serta dalam perang. Pemikiran ini berkebalikan dengan pemahaman bapa gereja seperti Tertulianus yang menolak ikut sertanya umat Kristen untuk terlibat dalam perang. 5 Menurut David Lenihan, just war tidak pernah disebutkan dalam lingkaran kekristenan tanpa adanya singgungan terhadap Agustinus. Karena sesungguhnya, penggambaran yang populer dari teori ini didasari di dalam tulisan Agustinus, sehingga Agustinus disebutnya sebagai sumber dari sebuah pemikiran yang banyak digunakan pada abad pertengahan, yang membolehkan orang Kristen ikut dalam 5 Roland H. Bainton, Early Christianity (Florida: Robert E. Krieger Publishing Company, 1984), 152 4
perang. 6 Just War adalah sebuah filosofi Kristen yang menunjuk pada beberapa hal yaitu sebuah kewajiban untuk mempertahankan warga (negara) dalam keadilan, dan melindungi kehidupan manusia yang tidak bersalah serta mempertahankan nilai moral penting yang kadang memerlukan penggunaan kekuatan dan kekerasan. 7 Hal yang sama ditulis oleh Santoni, yaitu perang dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan prinsip yang secara umum diantaranya, perang dengan alasan yang benar, adanya tujuan yang baik di untuk berperang, terdapat kekuasaan yang sah yang berarti dinyatakan oleh mereka yang mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan kebaikan umum, sebagai usaha akhir, adanya kesebandingan untuk melindungi nilai yang baik dan adanya kemungkinan berhasil. 8 Just war memberikan jalan untuk menggunakan prinsip-prinsipnya terhadap kemungkinan terjadinya perang. Dari hal ini, just war dapat diakui sebagai sebuah kebutuhan dengan meminjam kata-kata Johnson bahwa keadilan dapat dijalankan melalui kekerasan (baca perang ). 9 Dari pemahamanpemahaman ini dapat disimpulkan bahwa orang Kristen dibolehkan untuk berpartisipasi atau ikut dalam perang, dengan melihat pada latar belakang, tujuan dan prinsip lainnya terhadap sebuah perang. Dari penjelasan diatas ini maka timbul pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan dengan konflik yang terjadi di Ambon, yaitu bagaimana pemahaman para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon terhadap konflik yang terjadi di Ambon pada tahun 1999-2004? Apakah konflik ini merupakan sebuah perang yang didalamnya 6 D. A. Lenihan, The Just War Theory in the Work of Saint Augustine dalam Augustinian Studies. Volume 19 Tahun 1988,37 7 BBC News. www.bbc.co.uk/ethics/war/just/what.shtml diunduh pada tanggal 1 Mei 2012 pukul 08.29 WIB 8 R.E.Santoni, The Nurture of War, Just War Theory s Contribution dalam Philosophy Today. Tahun 1991, 86 9 J. T. Johnson, Just War Tradition and the Restraint of War (Princeton: Princeton University Press, 1981),189 5
warga gereja ikut terlibat? Jika benar, apakah perang itu terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip just war, sehingga memungkinkan anggota jemaatnya untuk berperang? Dengan alasan-alasan sebagaimana telah disebutkan diatas, maka judul yang dipilih untuk penulisan tesis ini yaitu : Konflik Ambon dan Just War Studi tentang pemahaman para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon terhadap konflik Ambon tahun 1999-2004 ditinjau dari perspektif Prinsip-Prinsip Just War 2. Pembatasan Masalah Sebagaimana rumusan judul yang telah disebutkan di atas, maka untuk membahasnya, diajukan dua pertanyaan penulisan sebagai berikut: 1. Apakah konflik yang terjadi di Ambon pada tahun 1999-2004 dipahami sebagai perang oleh para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon? 2. Apakah konflik berdasarkan pandangan para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip just war? 3. Tujuan Penulisan Dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulisan ini mempunyai tujuan, yaitu : 1. Mendeskripsikan pemahaman pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon tentang konflik yang terjadi di Ambon pada tahun 1999-2004. 2. Menganalisis kesesuaian pemahaman para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon terhadap konflik Ambon dengan perspekif prinsip-prinsip just war. 6
4. Manfaat Penulisan Melalui penelitian yang dilakukan, manfaat yang dapat diperoleh yaitu : 1. Membuka wawasan penulis dan pembaca tentang just war. 2. Menjadi pertimbangan kontribusi bagi warga gereja termasuk pendeta dan anggota jemaat GPM dalam menanggapi konflik yang terjadi. 5. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. 10 Metode kualitatif juga dikaji berdasarkan fakta empiris, kejadian, pengalaman untuk mencari makna atau fakta yang sebenarnya. Metode ini didasarkan pada upaya memberikan tekanan pada segi memahami. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi yaitu gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena yang diselidiki. Metode ini dapat menggambarkan dengan jelas dan menganalisa apa yang dilihat atau didengar tentang sesuatu dengan jelas dan terperinci dari hasil penelitian. 11 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik dalam mengumpulkan data untuk masalah ini yaitu dengan studi pustaka dan wawancara. Studi pustaka dilakukan dengan cara menggunakan 10 H. hadari Nanawi, H. M. Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992),209. 11 Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian(Jakarta: Rajawali Press,1990),20. 7
literatur-literatur baik buku, jurnal maupun bahan-bahan bacaan lainnya untuk memperoleh informasi tentang masalah yang ditulis. Teknik yang kedua yaitu dengan wawancara terhadap para informan yakni, para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon untuk memperoleh informasi melalui instrumen pertanyaan yang diberikan menyangkut masalah yang ditulis. Informan dipilih berdasarkan pertimbangan yaitu para pendeta jemaat inilah yang bersama dengan jemaatnya mengalami secara langsung konflik Ambon pada tahun 1999-2004. Para pendeta yang menjadi informan ini, masing-masing satu (atau dua dengan pertimbangan) dari jemaat-jemaat dalam lingkup Klasis Pulau Ambon yang mengalami konflik secara langsung. 7. Susunan Penulisan Bab I : Merupakan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah yang menggambarkan mengenai alasan penulis mengambil pokok masalah yang berjudul Studi tentang pemahaman para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon terhadap konflik yang terjadi di Ambon pada tahun 1999-2004 ditinjau dari perspektif Prinsip-Prinsip Just War. Dari latar belakang dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan dari masalah ini diteliti, metode yang digunakan, teknik untuk mengumpulkan data, manfaat dari penulisan yang dapat diperoleh dan sistematika penulisan. Bab II : Pendekatan teoritis yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang teori Just War. Bab III : Pendekatan lapangan yaitu penjabarkan hasil penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian, mencakup pemahaman para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon mengenai konflik yang terjadi. 8
Bab IV : Analisa terhadap hasil yang telah diperoleh pada bab III dihubungkan dengan konsep teoritis sebagaimana disebutkan dalam bab II. Setelah analisa dilakukan, bab ini diakhiri dengan sebuah refleksi dari penulis terhadap hal-hal di atas. Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan dari masalah yang diambil dan daftar dari sumber-sumber yang telah digunakan untuk membantu memperoleh informasi tentang masalah yang ditulis. 9