EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI BIDARA UPAS (Merremia mammosa Hall.f.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENINN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sejak lama digunakan sebagai obat tradisional. Selain pohonnya sebagai

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

EFEK KOMBINASI HERBA JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

EFEK ANTIINFLAMASI DAUN SIRIH (Piper betle L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ABSTRAK. EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK AIR DAN ETANOL HERBA JOMBANG PADA DERMATITIS ALERGIKA MENCIT GALUR Swiss Webster

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL PARE (Momordica charantia L.) SEBAGAI PENUMBUH RAMBUT PADA KELINCI

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang.

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : Prakhas Adhitya J.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi. metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas

UJI DAYA ANALGETIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN BINAHONG [Anredera cordifolia (Ten.) Steenis] PADA MENCIT PUTIH (Mus musculus L.) JANTAN

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia 1.

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata Kunci : Streptococcus mutans, avokad, in vitro.

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) PADA MENCIT (Mus musculus)

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

EFEKTIVITAS ENHANCER MENTHOL DALAM PATCH TOPIKAL ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP JUMLAH NEUTROFIL PADA MENCIT

AKTIFITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia. A. Gray) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

Transkripsi:

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI BIDARA UPAS (Merremia mammosa Hall.f.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENINN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Trifonia Rosa Kurniasih NIM : 108114131 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI BIDARA UPAS (Merremia mammosa Hall.f.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENINN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Trifonia Rosa Kurniasih NIM : 108114131 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 i

Persetujuan Pembimbing EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI BIDARA UPAS (Merremia mammoso Hall.f.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN Skripsi yang diajukan oleh: Trifonia Rosa Kurniasih NIM : 108114131 telah disetujui oleh: Pembimbing Utama,t/,./*"- /2" // / tanggat...t :...,1*i...ilrl 5 Pembimbing Pendamping Yohanfs Dwiatmaka. M. Si. ranggar... *.{...11r!:...:.:.1!

Pengesahan Skripsi Berjudul Ef,'EK AIITIINFLAMASI EKSTRAK ETAI\OL T]MBI BIDARA UPAS (Menemia mnmmosa Hall.f.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT BETINA GALT]R SWISS TERINDT]KSI KARAGENIN Oleh: Trifonia Rosa Kumiasih NIM : 108114131 Dipertahankan di Panitia Penguji Skripsi tr'ffi**q Mengetahui Farmasi Sanata Dharma *-ffi.*$-4s 'os*;r<nt+ M.Sc., Apt.) 1. drh. Sitaiina Widyarini, M.P., PhD. 2. Yohanes Dwiafinak4 M.Si. 3. Ipang Djurnarko, M.Sc., Apt. 4. Phebe Hendr4 M.Si., Ph.D., Apt. ) llt

HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan kepada : Tuhan Yang Maha Esa Bapak dan Mama tercinta Abang-abangku dan kakakku tersayang Dosen-dosen yang membimbingku Sahabat-sahabat terbaikku Dan Almamaterku, Universitas Sanata Dharma iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul "Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia mqmmosl Hall.f.) Secara Topikal Pada Mencit Betina Galur.Swiss Terinduksi Karagenin" ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Yogyakarta 2Juli 2014 Penulis ( frifonia Rosa Kumiasih)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Trifonia Rosa Kumiasih NIM : 1081l4l3l Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Santa Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : "EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL UMBI BIDARA UPAS (Merremio mammosa Hall.f.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT BETTNA GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN" beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mcngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal :tzluli 2014 Yang menyatakan Trtifonia Rosa Kumiasih VI

PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan kurnia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas ( Merremia mammosa Hall.f.) Secara Topikal Pada Mencit Betina Galur Swiss Terinduksi Karagenin. Skripsi ini disusun untuk memenuhi dalah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penyusunan skripsi telah banyak melibatkan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., PhD., selaku pembimbing utama atas segala waktu, kesabaran, motivasi, dukungan, pengarahan dan masukan bagi penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripisi ini. 3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku pembimbing kedua atas segala kesabaran untuk selalu mendukung, membimbing dan memberi masukan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ipang Djurnarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini. vii

5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 6. Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Kayat, Pak Sigit, Pak Andri, dan semua staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu penulis selama penelitian berlangsung. 7. Keluarga tercinta, bapak, mama, abang Robet, kakak Linda dan abang Roni yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, doa, dan semangat kepada penulis. 8. Teman-teman penelitian yang juga sahabat penulis, Gilda, Rani, dan Ivan, atas bantuan, kebersamaan, perjuangan, suka duka dan kerja samanya selama penelitian ini berlangsung. 9. Sahabat-sahabat penulis, Yeni, Jessy, Tari, Tere, Ita dan Liana yang selama ini sebagai tempat untuk berbagi canda, tawa, senang, dan sedih selama 4 tahun. Kalian sahabat yang luar biasa. 10. Teman-teman FKK B angkatan 2010 atas kebersamaan selama ini. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut membantu penulis. Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi yang penulis buat ini masih belum sempurna, banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam laporan akhir skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. viii

Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak dan memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian. Yogyakarta "luuli 2014 IX

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... i ii iii iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... vi vii x xiii xiv xvi xvii xviii BAB I PENGANTAR... 1 A. Latar Belakang... 1 1. Rumusan masalah... 2. Keaslian penelitian... 3. Manfaat penelitian... 3 3 5 B. Tujuan Penelitian... 6 1. Tujuan umum... 6 x

2. Tujuan khusus... 6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7 A. Tanaman Bidara Upas... 7 1. Klasifikasi tanaman... 2. Deskripsi tanaman... 3. Kandungan kimia... 4. Penggunaan dalam pengobatan tradisional... B. Flavonoid... C. Metode Penyarian... D. Kulit... E. Inflamasi... 1. Definisi inflamasi... 2. Klasifikasi inflamasi... 3. Mekanisme inflamasi... 4. Gejala dan tanda inflamasi... F. Antiinflamasi... G. Metode Pengujian Antiinflamasi... H. Karagenin... I. Calacort Cream... J. Biocream... K. Landasan Teori... L. Hipotesis... 7 8 9 9 10 11 13 15 15 15 16 18 19 21 24 25 25 26 27 xi

BAB III METODE PENELITIAN... 28 A. Jenis Rancangan Penelitian... B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... C. Bahan Penelitian... D. Alat Penelitian... E. Tata Cara Penelitian... F. Tata Cara Analisis Hasil... 28 28 30 31 31 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38 A. Hasil Determinasi Tanaman... B. Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas... C. Studi Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Karagenin... D. Hasil Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas... E. Histopatologi Kulit Punggung Mencit... 38 38 40 41 51 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 54 A. Kesimpulan... B. Saran... 54 54 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 69 BIOGRAFI... 77 xii

DAFTAR TABEL Tabel I Tebal lipat kulit punggung mencit hasil pengujian orientasi konsentrasi karagenin... 41 Tabel II. Rata-rata AUC dan rata-rata persen penghambatan inflamasi masing-masing kelompok perlakuan dan hasil uji Scheffe... 45 xiii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f)... 8 Gambar 2. Bagian-bagian kulit dan lapisan subkutan... 13 Gambar 3. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dan tempat bekerja obat antiinflamasi... 19 Gambar 4. Kurva hasil pengujian orientasi konsentrasi karagenin... 40 Gambar 5. Kurva rata-rata tebal lipatan kulit punggung mencit terinduksi karagenin 1,5% selama 6 jam waktu pengamatan... 43 Gambar 6. Diagram batang rata-rata AUC masing-masing kelompok perlakuan... 46 Gambar 7. Grafik hubungan log konsentrasi terhadap %PI... 49 Gambar 8. Histopatologi kulit punggung mencit... 52 Gambar 9. Ekstrak kental umbi bidara upas ( Merremia mammosa Hall.f)... 62 Gambar 10. Krim ekstrak umbi bidara upas ( Merremia mammosa Hall.f)... 62 Gambar 11. Uji pendahuluan... 63 Gambar 12. Uji flavonoid... 63 Gambar 13. Uji alkaloid (uji Bouchardat LP dan uji Dragendorff)... 64 Gambar 14. Pencukuran bulu punggung mencit betina... 65 Gambar 15. Pemberian Veet cream... 65 Gambar 16. Kulit punggung mencit yang sudah dibersihkan bulunya... 65 xiv

Gambar 17. Olesan krim... 66 Gambar 18. Pengukuran edema... 66 Gambar 19. Spuit injeksi subkutan... 67 Gambar 20. Basis krim untuk ekstrak (Biocream )... 67 Gambar 21. Krim kontrol positif (Calacort cream)... 67 Gambar 22. Pemotongan kulit punggung mencit... 68 Gambar 23. Bagian kulit dan daerah punggung yang sudah diambil kulitnya... 68 Gambar 24. Kulit-kulit yang diawetkan... 68 xv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat determinasi tanaman bidara upas... 60 Lampiran 2. Surat Ethical Clearence (EC)... 61 Lampiran 3. Ekstrak etanol dan krim ekstrak umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f)... 62 Lampiran 4. Skrining fitokimia... 63 Lampiran 5. Pembuatan edema dan pengukuran edema punggung mencit... 65 Lampiran 6. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian... 67 Lampiran 7. Pengambilan kulit punggung... 68 Lampiran 8. Data selisih tebal lipat kulit punggung mencit... 69 Lampiran 9. Tabel perhitungan AUC masing-masing kelompok perlakuan... 71 Lampiran 10. Data statistik AUC... 72 Lampiran 11. Data perhitungan dan hasil statistik rata-rata persen penghambatan inflamasi... 74 Lampiran 12. Perhitungan EC 50 ekstrak etanol umbi bidara upas... 76 xvi

INTISARI Salah satu senyawa yang terkandung dalam umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f.) adalah flavonoid. Flavonoid memiliki banyak manfaat, salah satunya penghambatan proses inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah menguji efek antiinflamasi topikal, menghitung persentase penghambatan inflamasi, dan menentukan EC 50 dari ekstrak etanol umbi bidara upas pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin 1,5% secara subkutan. Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah menggunakan mencit betina berumur 6 8 minggu dengan berat 20-25g. Hewan uji dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol karagenin 1,5%, kelompok kontrol basis krim (Biocream ), kelompok kontrol Calacort cream, kelompok perlakuan krim ekstrak umbi bidara upas 1,67; 2,5; dan 3,75%. Tebal lipatan kulit punggung mencit diukur tiap jam selama 6 jam menggunakan jangka sorong digital kemudian dihitung selisih tebal lipatan kulit punggung tiap mencit, nilai AUC dan persen penghambatan inflamasinya. Analisis menggunakan uji Shapiro-Wilk kemudian dilanjutkan dengan One Way ANOVA dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi bidara upas memiliki efek antiinflamasi topikal. Persen penghambatan inflamasi dari ekstrak etanol umbi bidara upas pada konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berturut-turut adalah 31,65; 51,26; dan 65,85%. Berdasarkan uji regresi linear antara log konsentrasi ekstrak umbi bidara upas dengan persen penghambatan inflamasi diperoleh EC 50 sebesar 2,53%. Kata kunci : antiinflamasi, umbi bidara upas, Merremia mammosa Hall.f., karagenin xvii

ABSTRACT Tuber of bidara upas (Merremia mammosa Hall.f.) contained flavonoid. Flavonoid can inhibit inflammatory process. The purpose of this study was to test a topical anti-inflammatory effect, calculated the percentage inhibition of inflammation, and determine EC 50 of ethanol extract tuber of bidara upas in female mice strains Swiss induced by carrageenan 1.5% subcutaneously. This study included pure experimental studied with one way randomized design. The mice were divided into 6 groups, i.e. control of karagenin 1.5%, control of cream base (Biocream ), control of Calacort cream, and extract tuber of bidara upas at concentrations 1.67; 2.5 and 3.75%w/w. Middorsal skin fold thickness of mice was measured every hour for 6 hours used digital Calipers and then calculated the difference in middorsal skin fold thickness of each mice, AUC and percent inhibition of inflammation. Analysis used the Shapiro-Wilk test, continued by One Way ANOVA and Scheffe test with 95% confidence level. The results showed that the ethanol extract tuber of bidara upas has topical anti-inflammatory effect. Percent inhibition of inflammation from ethanol extract tuber of bidara upas at concentrations 1.67; 2.5; and 3.75%w/w, respectively, 31.65; 51.26; and 65.85%. According on linear regression s result between log concentration with percent inhibition of inflammation, EC 50 of ethanol extract tuber of bidara upas was 2.53%. Keywords : anti-inflammatory, tuber of bidara upas, Merremia mammosa Hall.f., carrageenan xviii

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Inflamasi atau radang merupakan respon normal terhadap adanya cedera atau gangguan yang terjadi dalam tubuh. Setiap orang pernah mengalami inflamasi atau radang. Inflamasi ditandai dengan adanya kemerah-merahan (rubor), bengkak (udem), panas (kolor), nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi (fungtio lease) (Kee dan Hayes, 1996). Pengobatan yang dilakukan untuk inflamasi adalah menggunakan obat antiinflamasi. Pemberian antiinflamasi dapat dilakukan secara topikal dan ada yang secara oral. Pengobatan secara topikal untuk inflamasi merupakan tindakan pertama yang dilakukan dengan cara mengoleskannya pada daerah yang mengalami inflamasi. Obat antiinflamasi yang digunakan adalah golongan antiinflamasi non steroid (AINS) dan golongan kortikosteroid. Pemberian obat antiinflamasi sering dilakukan secara per oral. Obat antiinflamasi non steroid (AINS) dengan mengikat COX sedangkan golongan kortikosteroid mengurangi fosfolipase A 2 dan mengikat enzim lipogenase. (Priyanto, 2010). Penggunaan golongan antiinflamasi dapat menimbulkan efek samping berupa iritasi lambung. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengganti jalur pemberiannya yaitu dari per oral menjadi topikal. Pemberian secara topikal ini lebih mudah dan lebih aman dibandingkan secara oral. 1

2 Pada masa sekarang, pandangan masyarakat beralih pada obat herbal tradisional. Masyarakat lebih memilih menggunakan tanaman dalam upaya menyembuhkan penyakit. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional adalah bidara upas. Bidara upas (Merremia mammosa Hall.f.) merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan namun ada juga yang ditanam di pekarangan rumah. Masyarakat Jawa telah mengenal dan menggunakan tanaman ini sebagai makanan karena umbinya dapat dikonsumsi. (Agoes, 2010). Menurut penelitian Agil, Widyowati, dan Purwitasari (2010), ekstrak air umbi bidara upas mengandung polifenol, ekstrak n-heksana mengandung senyawa golongan triterpenoid dan terpenoid, sedangkan ekstrak metanol mengandung senyawa golongan polifenol dan flavonoid. Ekstrak etanol umbi bidara upas yang diteliti oleh Ukhrowi (2011) dan Farizal (2012) mengandung flavonoid yang berperan dalam meningkatkan fagositosis makrofag, produksi nitrit oksida (NO), dan proliferasi limfosit pada mencit yang terinfeksi Samonella typhimurium. Senyawa flavonoid memiliki banyak khasiat. Selain dapat meningkatkan produksi No dan fagositosis makrofag, senyawa flavonoid juga memiliki efek lain, yaitu salah satunya sebagai antiinflamasi atau antiradang (Winarsi, 2007). Tanaman bidara upas digunakan dalam pengobatan tradisional. Bidara upas mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, damar, resin, dan getah segar (Arisandi dan Andriani, 2006). Bagian dari tanaman bidara upas yang dapat digunakan adalah daun dan umbi. Namun dalam penggunaannya, yang paling banyak digunakan adalah bagian umbinya. Khasiat umbi tanaman bidara upas

3 antara lain digunakan sebagai antiradang atau antiinflamasi untuk mengobati bengkak pada pemakaian luar dengan cara diparut dan ditempelkan pada daerah yang bengkak (Agoes, 2010). Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk melakukan penelitian terhadap efek antiinflamasi dari umbi bidara upas. Pengujian efek antiinflamasi ekstrak umbi bidara upas dilakukan dengan pengujian terhadap kulit punggung mencit dengan agen penginduksi inflamasi yaitu karagenin tipe I. 1. Rumusan masalah a. Apakah ekstrak etanol umbi bidara upas memiliki efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur Swiss? b. Berapa persen penghambatan inflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas sebagai agen antiinflamasi terhadap edema pada punggung mencit betina galur Swiss? c. Berapa konsentrasi efektif (EC 50 ) ekstrak etanol umbi bidara upas sebagai agen antiinflamasi terhadap edema pada punggung mencit betina galur Swiss? 2. Keaslian penelitian Penelitian mengenai bidara upas yang pernah dilakukan antara lain : a. Penelitian Purwanti (2002) mengenai pengujian identitas dan kualitas umbi bidara upas serta toksisitas akut umbi bidara upas menggunakan metode BST. Hasil penelitian Purwanti (2002) m enunjukkan bahwa umbi bidara

4 upas diduga mengandung senyawa golongan alkaloid dan terpenoid, serta ekstrak etanol-air umbi bidara upas bersifat toksik dengan LC 50 sebesar 921,086 µg/ml. b. Penelitian Mazni (2008) mengenai a ktivitas antibakteri dari umbi bidara upas terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli serta uji BST. Hasil penelitian Mazni (2008) menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi bidara upas ( Merremia mammosa Chois.) toksik terhadap larva Artemia salina Leach dengan harga LC 50 sebesar 170,092 µg/ml. Ekstrak etanol umbi bidara upas mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dengan KBM sebesar 0,5% b/v dan terhadap Staphylococcus aureus dengan KBM sebesar 1% b/v. c. Penelitian Agil, dkk., (2010) mengenai daya hambat Mycobacterium tuberculosis umbi bidara upas menunjukkan, bahwa ekstrak air memberikan konsentrasi hambatan minimum (KHM) sebesar 400 μg/ml, ekstrak n- heksana 400 μg/ml, dan ekstrak metanol 500 μg/ml. Hasil tersebut diperkuat melalui uji Basil Tahan Asam (BTA) yang menggunakan pewarnaan Zielh- Neelsen dan uji niacin. d. Penelitian Ukhrowi (2011) mengenai efek ekstrak etanol umbi bidara upas sebagai imunomodulator dengan melihat respon fagositosis makrofag dan produksi NO makrofag. Ekstrak etanol umbi bidara upas dengan berbagai dosis yaitu 0,32; 1,6; dan 8 mg/mencit dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan produksi NO makrofag pada mencit Balb/c yang terinfeksi Salmonella typhimurium.

5 e. Penelitian Farizal (2012) mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi bidara upas terhadap proliferasi limfosit dan produksi ROI makrofag. Terjadi peningkatan proliferasi limfosit dan produksi ROI pada kelompok mencit Balb/c yang diberi ekstrak etanol umbi bidara upas dengan berbagai tingkat dosis, yaitu 0,32; 1,6; dan 8 mg/kgbb/hari terhadap infeksi Salmonella typhimurium. f. Penelitian Lubis, Mades dan Vivi (2013) mengenai pengaruh ekstrak umbi bidara upas terhadap pertumbuhan Salmonella typhi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak umbi bidara upas dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan daya hambat yang paling efektif pada konsentrasi 50%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini melihat efek ekstrak etanol dari umbi bidara upas sebagai antiinflamasi topikal pada mencit betina galur Swiss. Sejauh pengetahuan penulis, publikasi penelitian mengenai antiinflamasi bidara upas secara topikal pada kulit punggung mencit betina galur Swiss belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang efek antiinflamasi ekstrak umbi tanaman bidara upas ( Merremia mammosa Hall.f.) secara topikal.

6 b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuktian efek antiinflamasi dari ekstrak umbi tanaman bidara upas sehingga dapat dijadikan alternatif untuk mengobati inflamasi. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antiinflamasi tanaman bidara upas. 2. Tujuan khusus a. Menguji efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol umbi tanaman bidara upas pada mencit betina galur Swiss. b. Menghitung persen penghambatan inflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas sebagai agen antiinflamasi topikal terhadap edema pada punggung mencit betina galur Swiss. c. Menentukan konsentrasi efektif (EC 50 ) ekstrak etanol umbi tanaman bidara upas sebagai agen antiinflamasi topikal terhadap edema pada punggung mencit betina galur Swiss.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Bidara Upas Bidara upas kemungkinan berasal dari Filipina yang kemudian dinaturalisasi di Indonesia, yaitu di daerah Jawa. Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal sebagai blanar, widara upas (Jawa) dan hailale (Ambon) (Arisandi dan Andriani, 2006). 1. Klasifikasi tanaman Menurut Katno, Subositi, Mujahid, dan Widodo (2006), klasifikasi tanaman bidara upas adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Dicotyledoneae : Solanales : Convolvulaceae : Merremia : Merremia mammosa Hall.f. Tanaman bidara upas memiliki beberapa sinonim yaitu Ipomoea mammosa Chois., Batatta mammosa Rumph., dan Convolvulus mammosa Hall. (Arisandi dan Andriani, 2006). 7

8 2. Deskripsi tanaman Bidara upas tumbuh liar di hutan atau sengaja ditanam di halaman dekat pagar yang dapat merayap atau membelit pada batang pohon. Dimasyarakat, tanaman ini ditanaman sebagai tanaman obat atau juga sebagai bahan makanan karena umbinya dapat dimakan (gambar 1) (Agoes, 2010). Gambar 1. Umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f) Tanaman bidara upas dapat merayap atau membelit yang panjangnya dapat mencapai 3-6 m, batang kecil yang berwarna agak gelap, dan jika dipegang agak licin. Daun bidara upas berwarna hijau tua, merupakan daun tunggal bertangkai panjang, berbentuk jantung dengan tepi rata dan ujung meruncing dengan panjang 5-12 cm dan lebar 4-15 cm. Perbungaan berbentuk payung menggarpu berkumpul 1-4 bunga, bentuknya seperti lonceng berwarna putih, dan panjangnya 7-8 cm dengan 4 helai kelopak (Agoes, 2010). Umbi bidara upas, seperti halnya ubi jalar, berkumpul di dalam tanah yang beratnya dapat mencapai 5 kg atau lebih jika tanahnya kering, gembur serta tidak tergenang air. Warna kulit umbinya kuning kecoklatan, kulitnya tebal bergetah warna putih, bila kering warnanya menjadi cokelat (Agoes, 2010).

9 3. Kandungan kimia Komponen kimiawi yang terkandung dalam tanaman bidara upas adalah damar, resin, pati, zat pahit, dan getah segar yang mungkin berperan dalam pengobatan alternatif penyakit kanker (Arisandi dan Andriani, 2006). Jenis resin glikosida yang diisoloasi dari umbi bidara upas yang segar adalah jenis merremoside (Shen, Xie, Gao, He, Yang, and Yang, 2009). Isolasi tersebut dilakukan oleh Kitagawa, et al., (1988). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Agil, dkk., (2010), ekstrak air umbi bidara upas mengandung polifenol, ekstrak n-heksana mengandung senyawa golongan triterpenoid dan terpenoid, sedangkan ekstrak metanol mengandung senyawa golongan polifenol dan flavonoid. 4. Penggunaan dalam pengobatan tradisional Penggunaan bidara upas di masyarakat dilakukan secara tradisional. Bidara upas digunakan dalam mengobati demam, batuk, serak, difteri, radang tenggorokan, radang paru, radang usus buntu, tifus, sembelit, muntah darah, kencing manis, keracunan, gigitan ular, kusta, sifilis, dan kanker. Bidara upas juga dapat digunakan untuk pemakaian luar dengan cara diparut. Tanaman bidara upas untuk pemakaian luar sering digunakan untuk memperlancar keluarnya air susu ibu (ASI), obat luka terpotong, luka bakar, bengkak, penyakit kulit, dan gigitan ular (Agoes, 2010).

10 B. Flavonoid Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak dan inilah yang menjelaskan penggunaan tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional. Senyawa flavonoid terdapat dalam tumbuhan pada bagian vegetatif maupun pada bagian bunga. Manfaat flavonoid antara lain sebagai inhibitor lipooksigenase yang merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik dengan menghambat reaksi oksidasi. Flavonoid berperan sebagai penangkap radikal hidroksi dan superoksida. Hal tersebut dapat melindungi membran lipid dari kerusakan (Robinson, 1995). Tidak hanya jalur lipooksigenase yang dapat dihambat oleh senyawa flavonoid, melainkan jalur siklooksigenase juga dapat dihambat aktivitas enzimnya oleh flavonoid (Winarsi, 2007). Beberapa mekanisme aktivitas antiinflamasi flavonoid yaitu antioksidan dan penangkapan radikal bebas, pengaturan kegiatan selular terkait sel peradangan, modulasi aktivitas enzim metabolisme asam arakidonat (fosfolipase A 2 (PLA 2 ), lipooksigenase (LOX), siklooksigenase (COX)) dan oksida nitrat sintase (NOS), modulasi produksi molekul pro-inflamasi lainnya, modulasi ekspresi gen pro-inflamasi ( Garcı a- Lafuente, Guillamo n, Villares, Rostagno, and Martı nez, 2009). Inhibisi enzim metabolisme asam arakidonat oleh flavonoid merupakan salah satu mekanisme antiinflamasi yang penting. Penghambatan enzim tersebut dapat mengurangi

11 produksi AA, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), dan NO, yang merupakan mediator penting dari peradangan (Kim, Son, Chang, and Kang, 2004). Senyawa flavonoid yang terdapat dalam umbi bidara upas telah diteliti oleh Lubis, dkk., (2013) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi. Penelitian Ukhrowi (2011) menunjukkan bahwa senyawa flavonoid dari ekstrak etanol umbi bidara upas dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida (NO) pada mencit yang terinfeksi Samonella typhimurium. Penelitian yang dilakukan Farizal (2012) terhadap senyawa flavonoid ekstrak etanol bidara upas juga dapat meningkatkan proliferasi limfosit. C. Metode Penyarian Ekstrak dapat berupa sediaan kering, cair atau kental. Penyarian dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi, pemerasan, digesti, dan infundasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2013). Cairan penyari dapat berupa etanol atau campuran etanol dan air (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2013). Etanol merupakan pelarut yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi. Etanol dapat melarutkan senyawa seperti alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, antrakinon, kumarin, dan flavonoid (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Maserasi merupakan proses penyarian yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut atau penyari yang sesuai. Cairan pelarut atau penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, larutan

12 akan terdesak keluar menuju larutan yang lebih pekat. Proses tersebut terus berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara di dalam dan di luar sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia dengan derajat halus yang sesuai dengan 75 bagian pelarut kemudian ditutup dan dibiarkan selama 5 hari. Selama proses perendaman, dilakukan pengadukan. Setelah 5 hari, disaring dan ampasnya diremaserasi dengan pelarut sebanyak 25 bagian pelarut sehingga hasil sari yang didapat sebanyak 100 bagian (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Selain itu, proses maserasi dapat dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dengan penyari dalam wadah maserasi (maserator) yang kemudian diaduk selama 6 jam. Setelah proses pengadukan dilakukan, bahan maserasi selanjutnya didiamkan selama 24 jam dan kemudian disaring. Sisa penyaringan dapat dimaserasi kembali jika diperlukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2013). Perklorasi biasanya digunakan untuk mengekstraksi simplisia kering terutama simplisia yang keras seperti kulit, batang, kulit buah, biji, kayu dan akar. Proses perkolasi dilakukan dengan pelarut yang selalu baru. Serbuk simplisia ditambah dengan penyari hingga terendam dalam perklorator dan didiamkan selama 18-24 jam. Keran perklorator dibuka dan cairan penyari akan menetes dan membasahi bagian simplisia. Biarkan cairan menetes, tambahkan berulang-ulang cairan penyari hingga jumlahnya 10 kali jumlah serbuk simplisia dan proses dihentikan. Pindahkan ke dalam sebuah bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2

13 hari ditempat sejuk terlindung dari cahaya, kemudian dienap tuangkan atau saring (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2013). D. Kulit Permukaan tubuh ditutupi dan dilindungi oleh kulit yang merupakan organ terbesar dari tubuh baik luas permukaan dan berat. Kulit terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis (gambar 2). Gambar 2. Bagian-bagian kulit dan lapisan subkutan (Tortora and Derrickson, 2009) Lapisan epidermis merupakan lapisan paling luar yang disusun oleh 3 lapisan sel yaitu stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Lapisan dermis berisi pembuluh darah kapiler, ujung akhir saraf sensorik, kelenjar keringat dan tersusun atas jarigan fibrus dan jaringan ikat (Pearce, 2009).

14 Jauh ke dermis, tetapi bukan bagian dari kulit, adalah lapisan subkutan yang juga disebut hipodermis (bawah kulit). Lapisan subkutan terdiri dari jaringan areolar (jaringan ikat longgar) dan adiposa. Lapisan subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan lemak dan mengandung pembuluh darah besar (Tortora and Derrickson, 2009). Kulit memiliki fungsi sebagai proteksi bagi tubuh. Lapisan epidermis pada permukaan kulit dapat mengurangi rasa sakit pada kulit yang mengalami cedera dengan cara menghalangi cedera tersebut sampai pada bagian dermis (Pearce, 2009). Sensasi kulit adalah sensasi yang timbul di kulit, termasuk sensasi sentuhan, tekanan, getaran, dan menggelitik serta sensasi panas seperti kehangatan dan kesejukan. Nyeri adalah sensasi kulit lainnya, biasanya merupakan indikasi dari kerusakan jaringan yang akan datang atau aktual. Ada berbagai ujung saraf dan reseptor didistribusikan ke seluruh kulit, termasuk epidermis, sel-sel dari sentuhan di dermis, dan pleksus akar rambut di sekitar setiap folikel rambut (Tortora and Derrickson, 2009). Cedera pada kulit dapat disebabkan oleh zat kimia, maupun mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi pada kulit. Kulit yang mengalami cedera atau kerusakan akan mengalami proses regenerasi atau perbaikan jaringan yang rusak (Pearce, 2009). Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang berhubungan dengan peradangan meningkatkan pengiriman sel-sel yang membantu proses penyembuhan. Sel-sel tersebut termasuk sel darah putih yang disebut fagosit neutrofil; monosit, yang berkembang menjadi makrofag yang memfagositosis mikroba; dan sel

15 mesenchymal, yang berkembang menjadi fibroblas (Tortora and Derrickson, 2009). E. Inflamasi 1. Definisi inflamasi Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Respon inflamasi merupakan pertahanan kedua yang diaktivasi untuk melindungi tubuh dari cedera lebih lanjut. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membunuh agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Respon inflamasi dapat ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen fisik, zat kimia, jaringan atau reaksi imun (Mitchell, Kumar, Abbas, dan Fausto, 2008). 2. Klasifikasi inflamasi Inflamasi dapat berupa akut dan kronis. Inflamasi akut merupakan respon cepat terhadap kerusakan sel yang berlangsung cepat ( beberapa jam sampai hari) dan dipacu oleh sejumlah sebab seperti terpapar bahan kimia berbahaya, infeksi dan alergi. Manifestasi lokal dari inflamasi akut adalah hasil dari perubahan vaskular yang berhubungan dengan proses inflamasi, termasuk vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Manifestasi sistemik dari inflamasi akut berupa demam dan peningkatan sirkulasi leukosit dan protein plasma (McCane, 2008).

16 Inflamasi kronis merupakan lanjutan dari inflamasi akut yang terjadi selama 2 minggu atau lebih. Inflamasi kronis dikarakteristikkan dengan banyaknya jumlah limfosit dan makrofag (McCane, 2008). 3. Mekanisme inflamasi Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator. Beberapa mediator seperti histamin dan prostaglandin, berhubungan dengan kejadian-kejadian vaskuler. Kejadian vaskuler merupakan dilatasi awal dari arteriola kecil yang berakibat pada peningkatan aliran darah. Peningkatan tersebut diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan terjadi peningkatan permeabilitas venula post kapiler dengan eksudasi cairan. Beberapa mediator (histamin, platelet-activating factor (PAF), dan sitokinin) bertanggung jawab pada fase awal peningkatan permeabilitas vaskuler (Rang, Dale, Ritter, and Moore, 2007). Sel-sel yang terlibat dalam peradangan, beberapa (sel endotel vaskular, sel mast dan makrofag jaringan) biasanya hadir dalam jaringan, sementara yang lain (trombosit dan leukosit) mendapatkan akses dari darah. Leukosit adalah sel aktif yang bersifat motil dan terdiri dari dua kelas. Pertama adalah sel polimorfonuklear (sel dengan inti multi-lobus, juga disebut granulosit), yang kemudian dibagi lagi menjadi neutrofil, eosinofil dan basofil sesuai dengan sifat pewarnaan butiran dalam sitoplasma mereka. Beberapa menggunakan istilah untuk merujuk secara eksklusif untuk neutrofil. Kedua adalah Sel mononuklear (atau sel dengan inti tunggal), yang dibagi ke dalam monosit dan limfosit (Rang, dkk., 2007).

17 Sel endotel vaskular, awalnya dianggap sebagai sel-sel lapisan pasif, sekarang dikenal untuk memainkan peran aktif dalam peradangan. Sel endotel arteri kecil mengeluarkan nitrit oksida (NO), menyebabkan relaksasi dari otot halus, vasodilatasi, dan peningkatan pengiriman plasma dan sel darah ke daerah yang meradang. Sel-sel endotel dari venula postcapillary mengatur eksudasi plasma dan mengirim mediator plasma. Sel endotel vaskular mengkespresikan beberapa molekul adhesi, serta berbagai reseptor termasuk untuk histamin, asetilkolin dan IL-1. Selain NO, sel-sel dapat mensintesis dan melepaskan agen vasodilator PGI 2, agen vasokonstriktor endotelin, plasminogen activator, PAF dan beberapa sitokin. Sel endotel juga berpartisipasi dalam angiogenesis yang terjadi selama resolusi inflamasi, peradangan kronis dan kanker (Rang, dkk., 2007). Senyawa yang berperan dalam pelepasan mediator inflamasi adalah asam arakidonat. Asam arakidonat merupakan prekursor eikosanoid utama. Tidak seperti histamin, eikosanoid tidak dibentuk sebelumnya dalam sel tetapi dihasilkan dari prekursor fosfolipid. Eikosanoid terlibat dalam pengendalian proses fisiologis, dan adalah salah satu mediator yang paling penting dan modulator dari reaksi inflamasi (Rang, dkk., 2007). Asam arakidonat dimetabolisme menjadi 2 jalur, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Jalur siklooksigenase (COX) terdiri dari dua bentuk, yaitu COX-1 dan COX-2, yang mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan. Jalur lipooksigenase akan mengawali sintesis leukotrien, lipoksin dan komponen lainnya (Rang, dkk., 2007).

18 4. Gejala dan tanda inflamasi Inflamasi memiliki 5 ciri khas yaitu kemerahan, panas, pembengkakan (edema), nyeri, dan hilangnya fungsi ( fungtio lease). Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi. Eritema (kemerahan) terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh seperti kini, prostaglandin dan histamin. Edema (pembengkakan) merupa kan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat cedera. Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena ada pirogen. Nyeri disebabkan oleh adanya pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia. Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera dan juga terdapat rasa nyeri sehingga mengurangi mobilitas pada daerah yang mengalami inflamasi (Kee dan Hayes, 1996). Segera setelah timbulnya respon inflamasi, akan terjadi ekstravasasi leukosit. Leukosit menempel ke sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga jaringan tersebut. Pada pemeriksaan histologik ditemukan cairan edema dan infiltrasi sel leukosit. Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dari 5000/µL sampai 30.000/µL. Neutrofil merupakan sel pertama yang berikatan dengan endotel pada inflamasi dan bergerak keluar vaskular. Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Kebalikan dari inflamasi akut,

19 pada inflamasi kronis terdapat infiltasi sel yang mengandung sel inflamasi mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma (Mitchell, dkk., 2008). F. Antiinflamasi Antiinflamasi merupakan senyawa-senyawa yang dapat menghambat biosintesis prostaglandin. Agen-agen antiinflamasi mempunyai khasiat tambahan seperti meredakan nyeri, menurunkan suhu tubuh, dan menghambat agregasi platelet (Kee dan Hayes, 1996). Mediator inflamasi dan target kerja dari obat antiinflamasi dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang, dkk., 2007)

20 Obat-obat antiinflamasi bekerja dengan mengikat enzim siklooksigenase dan lipooksgenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrin. Obat antiinflamasi terdiri dari 2 golongan, yaitu : 1. Golongan Kortikosterod Kortikosteroid mengurangi aktifitas fosfolipase A 2, mengikat enzim lipogenase, dan mengurangi terbentuknya leukotrin sehingga mengurangi inflamasi yang terjadi. Leukotrin adalah zat kemotaktik bersifat menarik migrasi sel fagosit ke tempat cedera. Leukotrin dalam jumlah berlebihan justru menyebabkan inflamasi (Priyanto, 2010). Glukokortikoid sering diresepkan untuk imunosupresif dan antiinflamasi. Glukokortikoid diberikan secara lokal, melalui topikal dan intralesi, dan sistemik, melalui intramuskular, intravena, dan mulut. Glukokortikoid topikal dapat dikelompokkan berdasarkan potensi dan banyak obat yang lebih manjur memiliki rantai hidrokortison terfluorinasi (Brunton, Parker, Blumenthal, and Buxton, 2008). 2. Antiinflamasi Non Steroid (AINS) Golongan antiinflamasi yang sering digunakan adalah AINS, karena golongan steroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung. Semua AINS bekerja mengikat COX yang berfungsi mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (PG), tromboksan dan prostasiklin yang merangsang timbulnya tanda-tanda inflamasi. Prostaglandin disintesis dan dikeluarkan ketika dibutuhkan, yang mempunyai waktu paruh pendek sehingga efeknya cepat hilang (Priyanto, 2010).

21 G. Metode Pengujian Antiinflamasi Aktivitas antiinflamasi dari suatu senyawa dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode. Metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas antiinflamasi dari suatu senyawa antara lain mengukur eritema dan edema pada telinga hewan pengerat, uji edema pada kaki hewan pengerat, uji induksi artritis pada hewan pengerat (Evans and Williamson, 1996). Metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang dilakukan secara in vivo yaitu : 1. Eritema ultraviolet Metode uji aktivitas antiinflamasi yang menggunakan sinar ultraviolet untuk membentuk eritema yang dilakukan pada kulit hewan uji. Hewan uji yang digunakan dicukur bulunya pada bagian kedua sisi dan di bagian belakang. Kemudian, diberi krim penghilang bulu atau dapat menggunakan suspensi dari barium sulfida. Dua puluh menit kemudian, krim penghilang bulu yang diaplikasikan dibersihkan dengan air hangat yang mengalir (Vogel, 2002). Keesokan harinya, dilakukan pemaparan sinar ultraviolet selama 2 menit. Pengukuran eritema dilakukan 2 dan 4 jam setelah pemaparan. Penilaian setelah 2 dan 4 jam memberikan beberapa indikasi durasi efek. Senyawa uji dapat diberikan setengah sebelum pemaparan dan setengahnya lagi setelah pemaparan sinar ultraviolet (Vogel, 2002). 2. Permeabilitas vaskuler Senyawa induksi yang digunakan merupakan senyawa radang yang dapat memicu mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan

22 leukotrien. Hal tersebut mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas vaskuler, sehingga terbentuk edema dari cairan dan protein plasma yang dikeluarkan (Vogel, 2002). Pengujian dilakukan dengan menginjeksikan senyawa radang secara intrakutan atau subkutan pada kulit. Sembilan puluh menit kemudian hewan uji dikorbankan dan bagian yang diinjeksikan diambil dan diwarnai dengan Evan s blue yang dapat meresap untuk mengetahui peningkatan permeabilitas vaskuler. Diameter resapan pewarna Evan s blue diukur dan dibandingkan antara kelompok kontrol dan kelompok uji dan dinyatakan sebagai persen penghambatan. Kelompok uji yang menunjukkan nilai kurang dari 50% dari kontrol dinyatakan positif memiliki aktivitas penghambatan inflamasi (Vogel, 2002). 3. Edema telinga pada tikus dan mencit Peradangan pada telinga kanan hewan uji dibuat dari pemberian croton-oil sebanyak 0,01 ml pada mencit dan 0,02 ml pada tikus yang diberikan di telinga kanan masing-masing hewan uji. Telinga kiri hewan uji digunakan sebagai kontrol normal. Senyawa yang akan diujikan dilarutkan dalam cairan iritan yang digunakan dengan konsentrasi 0,03 mg/ml sampai 1mg/mL pada mencit dan pada tikus lebih tinggi 3 sampai 10 kalinya. 4 jam setelah diaplikasikan, hewan uji dikorbankan dengan anastesi. Kedua telinganya diambil dan kemudian langsung ditimbang. Derajat edema diindikasikan dari selisih berat dari telinga kanan dan telinga kiri (Vogel, 2002).

23 Selain croton-oil, pemberian 0,1 ml 2% oxazolone pada telinga mencit untuk mengamati reaksi sensitivitas berdasarkan penebalan telinga yang terjadi (Widyarini, Domanski, Painter and Reeve, 2012). 4. Edema kaki Uji antiinflamasi dengan menggunakan edema pada kaki tikus atau mencit ini merupakan metode yang umum digunakan. Banyak senyawa radang yang telah digunakan dalam metode ini seperti formaldehida, ragi, dekstran, albumin telur, kaolin, polisakarida sulfat seperti karagenin atau naphthoylheparamine. Edema dibuat dengan menginjeksikan senyawa radang secara intraplantar pada kaki hewan uji kemudian dilakukan pengukuran (Vogel, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Verawati, Aria, dan Novicaresa (2011) menggunakan karagenin 2% dalam NaCl fisiologis yang diinjeksikan sebanyak 0,1 ml secara subkutan bersamaan dengan udara 5 ml pada bagian punggung yang dicukur. Sediaan uji yang digunakan berupa salep yang merupakan campuran dari ekstrak daun kembang bulan dan vaselin flava dengan 3 konsentrasi yaitu 1; 2,5 dan 5 %b/b, dioleskan pada bagian punggung setelah pemberian karagenin 2% dalam NaCl fisiologis. Pengukuran edema yang terbentuk dapat dilakukan dengan mengukur tebal lipat kulit pada bagian middorsal (tengah punggung) hewan uji. Pengukuran dilakukan dengan mengukur tebal edema yang diinduksi oleh radiasi UV pada daerah punggung. Tebalnya edema didasarkan pada penebalan lipatan kulit

24 punggung hewan uji yang diukur menggunakan spring micrometer (Widyarini, Spinks, Husband, and Reeve, 2001). H. Karagenin Karagenin adalah nama generik untuk golongan pembentuk gel dan polisakarida pengental, yang diperoleh dengan cara ekstraksi dari spesies tertentu dari rumput laut merah. Karagenin berasal dari sejumlah rumput laut dari kelas Rhodophyceae. Konsentrasi karagenin yang digunakan dalam induksi edema kaki pada mencit adalah 1 3% yang selalu baru (Necas and Bartosikova, 2013). Karagenin digunakan sebagai zat inflamatogen yang digunakan untuk memprediksi efektivitas dari golongan obat antiinflamasi yaitu golongan steroid dan non steroid. Ada beberapa mediator yang terlibat dalam peradangan. Histamin, serotonin dan bradikinin adalah mediator terdeteksi pertama di fase awal peradangan yang diinduksi oleh karagenin. Prostaglandin (PG) yang terlibat dalam permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terdeteksi dalam tahap akhir peradangan. Peradangan lokal dan / atau sistemik dikaitkan dengan peningkatan sitokin pro - inflamasi TNF - α, IL - 1, dan IL - 6. Infiltrasi neutrofil dan aktivasi lokal juga berkontribusi terhadap respon inflamasi ini dengan memproduksi mediator lain yaitu radikal oksigen bebas yang seperti anion superoksida dan radikal hidroksil (Necas and Bartosikova, 2013).

25 I. Calacort Cream Calacort cream mengandung hidrokortison asetat 2,5% yang digunakan sebagai kontrol positif dalam pengujian antiinflamasi. Hidrokortison asetat merupakan kostikosteroid topikal yang dapat diabsorpsi melalui kulit, mempunyai efek antiinflamasi, antialergi dan antiproliferasi yang memiliki potensi rendah yang paling aman untuk terapi jangka panjang dan jarang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan kortikosteroid yang lain (IAI, 2010). Steroid dengan potensi rendah sangat aman digunakan untuk penggunaan jangka panjang, pada luas permukaan yang besar, pada wajah atau area tubuh yang kulitnya tipis, dan juga pada anak-anak. Senyawa steroid yang lebih poten digunakan untuk penyakit yang parah dan untuk area tubuh dimana kulitnya tebal, seperti pada telapak tangan dan telapak kaki (Ference and Last, 2009). J. Biocream Obat topikal adalah obat yang mengandung zat pembawa dan zat aktif. Zat pembawa adalah bagian dari sediaan topikal yang bersifat netral atau inaktif, tidak mengiritasi, mudah dioleskan, dan mudah dibersihkan serta dapat melepaskan zat aktif. Zat pembawa dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Pencampuran bahan obat untuk sediaan topikal berupa krim dapat menggunakan krim yang sudah jadi yaitu Biocream sebagai basis krimnya. Krim ini bersifat ambifilik artinya krim yang memiliki sistem W/O atau O/W (Yanhendri, 2012).

26 Biocream digunakan untuk kulit yang terlalu kering dan kasar, krim dasar untuk kosmetik, membantu penggunaan topikal kortikosteroid seminim mungkin dalam penyembuhan dan bahan dasar pencampuran obat-obatan untuk kulit (IAI, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Harnita, Santosa, Martono, Sudarsono, Widyarini, dan Harren (2013) mengenai penghambatan peroksidasi lipid dari isolasi phlorotannis alga coklat (Sargassum hystrix v. buxifolium C. Agardh) yang diinduksi oleh radiasi UV, menggunakan Biocream sebagai basis krim. Penelitian yang dilakukan Santosa, Harnita, Martono, Sudarsono, Widyarini, dan Harren, (2013) juga menggunakan Biocream sebagai basis krim dalam penelitian mengenai deteksi etilen untuk evaluasi UV proteksi. K. Landasan Teori Inflamasi merupakan suatu respon terhadap adanya gangguan di dalam tubuh. Tanda dan gejala yang ditimbulkan akibat adanya inflamasi adalah panas, merah, edema, dan nyeri. Selain itu, akan terjadi infiltrasi sel-sel inflamasi seperti sel neutrofil. Infiltrasi sel neutrofil terjadi pada 6 jam pertama inflamasi. Obat antiinflamasi kortikosteroid dan non steroid memiliki efek samping berupa iritas lambung dengan pemberian secara per oral. Flavonoid merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan, yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari senyawa flavonoid yaitu dengan menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase dari rangkaian proses inflamasi.

27 Umbi bidara upas mengandung senyawa antara lain flavonoid, alkaloid, damar, resin, pati, zat pahit, dan getah segar. Umbi bidara upas memiliki khasiat sebagai antiinflamasi untuk pemakaian luar yang digunakan dengan cara diparut dan ditempelkan pada bagian yang bengkak atau radang. Ekstrak etanol umbi bidara upas yang diteliti oleh Ukhrowi (2011) dan Farizal (2012) mengandung flavonoid yang berperan dalam meningkatkan fagositosis makrofag, produksi nitrit oksida (NO), dan proliferasi limfosit pada mencit yang terinfeksi Samonella typhimurium. Makrofag, nitrit oksida (NO), dan limfosit merupakan sel-sel imun nonspesifik yang juga berperan dalam inflamasi. Pengujian terhadap efek antiinflamasi senyawa flavonoid dari ekstrak etanol umbi bidara upas dapat dilakukan dengan mengukur edema yang terbentuk pada kulit punggung mencit yang terinduksi karagenin. Pengukuran edema yang terbentuk diukur berdasarkan tebal lipat kulit punggung. Kulit punggung mencit yang terinduksi karagenin diambil dan dilakukan histopatologi sehingga dapat dilihat infiltrasi sel neutrofil pada daerah inflamasi. L. Hipotesis Ekstrak etanol umbi bidara upas memiliki efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian a. Variabel utama 1) Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas 1,67; 2,5; dan 3,75 %. 2) Variabel tergantung : tebal lipat kulit punggung mencit dalam milimeter (mm). b. Variabel pengacau : 1) Variabel pengacau terkendali a) Subyek uji : mencit betina galur Swiss b) Umur : 6 8 minggu (2 3 bulan) c) Berat badan : 20 25 g d) Keadaan subyek : sehat 2) Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patofisiologis mencit yang digunakan dalam penelitian. 28

29 2. Definisi operasional a. Efek antiinflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas adalah kemampuan ekstrak etanol umbi bidara upas untuk mengurangi edema (bengkak) pada kulit punggung mencit akibat injeksi karagenin 1,5% secara subkutan. b. Uji antiinflamasi menggunakan mencit betina galur Swiss sebagai hewan uji yang dibuat radang pada kulit punggung mencit dan diukur ketebalan kulit punggungnya menggunakan jangka sorong digital dan dibandingkan dengan perlakuan topikal ekstrak etanol umbi bidara upas. c. Injeksi subkutan adalah injeksi yang dilakukan pada jaringan di bawah kulit di daerah punggung mencit. d. Pemberian krim ekstrak etanol umbi bidara upas secara topikal dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan sebanyak 0,1 g yang dapat menutupi area seluas 2,25 cm 2 (1,5 x 1,5 cm) pada kulit punggung mencit setelah pemberian karagenin dengan merata. e. Tebal edema merupakan tebal lipatan kulit punggung (mm) mencit yang diinjeksi karagenin 1,5% dan diukur dengan menggunakan jangka sorong digital dan dilihat secara mikroskopik adanya infiltrasi sel netrofil dan edema pada daerah penyuntikan karagenin di subkutan. f. Konsentrasi efektif (EC 50 ) antiinflamasi adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek antiinflamasi sebesar 50% dari efek maksimal.

30 C. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss, dengan umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Bahan uji yang digunakan adalah umbi bidara upas yang diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. c. Etanol teknis (96%) diperoleh dari dari PT.Brataco yang berada di Jl. Letjend Suprapto, No. 70, Ngampilan, Yogyakarta. d. Zat inflamatogen yang digunakan adalah karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. e. Calacort cream mengandung hidrokortison asetat 2,5% digunakan sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek K24 yang berada di Jl. Seturan Raya No. 101 A, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. f. Biocream digunakan sebagai basis krim untuk ekstrak diperoleh dari Apotek K24 yang berada di Jl. Seturan Raya No. 101 A, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. g. Veet cream digunakan sebagai krim perontok bulu diperoleh dari Alfa Mart yang berada di Jl. Paingan, Yogyakarta. h. Larutan fisiologi NaCl 0,9% sebagai pelarut karagenin yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

31 i. Aquades diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. D. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mesin penyerbuk, ayakan, gelas Beaker, Erlenmeyer, gelas arloji, gelas ukur, cawan porselin, pipet tetes, batang pengaduk, timbangan, alat pencukur bulu, gunting, pinset, spuit injeksi subkutan, stopwatch, jangka sorong Digital Caliper merk Wipro, oven, kontainer (wadah untuk menyimpan kulit), mortir dan stamper. E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Determinasi tanaman umbi bidara upas yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Pengumpulan bahan Umbi bidara upas dipanen dan dikumpulkan dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Juni 2013. Umbi yang dipanen berumur 6 bulan sampai dengan 1 tahun. 3. Pembuatan simplisia Tanaman umbi bidara upas yang telah dipanen kemudian dicuci dengan air mengalir. Umbi yang telah bersih kemudian dirajang, dijemur di

32 bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam hingga kering. Umbi yang telah kering terlihat berwarna coklat dan mudah dihancurkan. Selanjutnya umbi yang telah kering diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma kemudian diayak dengan ayakan nomor 50 mesh. 4. Skrining fitokima serbuk simplisia umbi bidara upas a. Uji pendahuluan Sebanyak 2 g serbuk simplisia ditambah dengan 10 ml aqudes kemudian dipanaskan selama 30 menit di waterbath. Selanjutnya disaring menggunakan kapas. Larutan yang berwarna kuning sampai kemerahan menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor dengan gugus hidrofilik. b. Uji flavonoid Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dilarutkan ke dalam NaOH terjadi pembentukkan intensitas warna kuning. Dengan penambahan HCl intensitas warna berubah mengindikasikan adanya flavonoid. c. Uji alkaloid Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan dengan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit. Selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi kemudian pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes Bourchardat LP dan 2 tetes Dragendorff LP. Jika terbentuk endapan, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid.

33 5. Pembuatan ekstrak etanol umbi bidara upas Ekstrak dari umbi bidara upas diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol. Seberat 50 g serbuk simplisia umbi bidara upas direndam dalam 250 ml etanol 96% dalam Erlenmeyer bersumbat kemudian direndam selama 5 hari pada temperatur kamar. Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan menggunakan batang pengaduk. Setelah 5 hari, filtrat dipisahkan dari endapannya kemudian ampasnya diremaserasi dengan etanol 250 ml selama 2 hari. Filtrat hasil maserasi kemudian diuapkan. Penguapan dilakukan dengan menguapkan penyari pada beberapa cawan porselen di atas waterbath hingga didapatkan ekstrak dalam 1 cawan porselen (75 ml) yang sebelumnya sudah ditimbang. Ekstrak dalam cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 40 0 selama 24 jam sehingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak diuapkan hingga bobot tetap yang ditentukan setelah 2 kali penimbangan setelah dikeringkan selama 1 jam, selisih berat tidak melebihi 0,5 mg (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). 6. Pembuatan krim ekstrak umbi bidara upas Penentuan konsentrasi krim ekstrak etanol umbi bidara upas didasarkan dari konsentrasi zat aktif dalam krim kontrol positif yang digunakan, yaitu Calacort cream yang mengandung hidrokortison asetat 2,5%, sehingga konsentrasi tersebut dijadikan konsentrasi tengah (konsentrasi 2) untuk sediaan krim ekstrak etanol umbi bidara upas. Konsentrasi krim ekstrak umbi bidara upas tersebut kemudian dinaikan 1,5 kalinya dan diturunkan 1,5 kalinya

34 sehingga didapatkan tiga konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas dalam krim yaitu 1,67; 2,5 dan 3,75 %. Ekstrak kental umbi bidara upas ditimbang sebanyak 0,167; 0,25; dan 0,375 g, kemudian masing-masing dicampur ke dalam mortir yang berisi 10 g Biocream dan dicampur hingga homogen. Konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas di dalam krim yang diperoleh yaitu 1,67; 2,5; dan 3,75 %. 7. Pembuatan larutan fisiologis NaCl 0,9% NaCl sebanyak 0,9 g dilarutkan dalam aquades sampai 100 ml, kemudian aduk sampai diperoleh larutan yang homogen. 8. Ethical clearence Pengujian menggunakan hewan uji yaitu mencit betina galur Swiss dalam penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (lampiran 2). 9. Penyiapan hewan uji Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 33 ekor mencit betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-25 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelompok untuk orientasi sebanyak 3 ekor dan kelompok perlakuan sebanyak 30 ekor mencit. Kelompok perlakuan terdiri dari 6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. 10. Orientasi pemberian karagenin Karagenin 0,5; 1; dan 1,5 % dibuat dengan melarutkan masing-masing 0,5; 1; dan 1,5 g karagenin dalam sedikit larutan fisiologis NaCl 0,9 % dalam

35 gelas Beaker, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan selanjutnya ditambahkan dengan larutan fisiologis NaCl 0,9 % hingga tanda. Mencit yang digunakan sebanyak 3 ekor. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan konsentrasi karagenin, yaitu kelompok pemberian karagenin 0,5; 1, dan 1,5 %, masing-masing 0,1 ml. Karagenin diinjeksikan secara subkutan pada kulit punggung mencit yang telah dicukur bulunya. Kulit punggung mencit diukur sebelum pemberian karagenin dan setelah pemberian karagenin setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit dari pemberian karagenin yang menunjukkan penebalan lipatan kulit sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai konsentrasi penginduksi inflamasi. 11. Pengujian dengan ekstrak tanaman umbi bidara upas Sebanyak 30 ekor mencit betina dibagi secara acak menjadi 6 kelompok perlakuan. Kelompok 1, yaitu kontrol negatif (karagenin), kelompok 2, yaitu kontrol basis krim ( Biocream ), kelompok 3, yaitu kontrol positif Calacort cream), kelompok 4, 5 dan 6, yaitu kelompok krim ekstrak umbi bidara upas dengan konsentrasi berturut-turut 1,67; 2,5; dan 3,75 %. Mencit-mencit tersebut dicukur bulu pada punggungnya dan dibiarkan selama 1 hari kemudian diinjeksi karagenin 1,5% secara subkutan dan diukur edema yang muncul dengan jangka sorong digital setiap 1 jam selama 6 jam. Kelompok 2, 3, 4, 5, dan 6, setelah diinjeksi dengan karagenin, mencit diolesi dengan Biocream, Calacort cream, dan krim ekstrak umbi bidara upas masing-masing sebanyak 0,1 g kemudian diukur tebal lipatan kulit punggung dengan jangka sorong digital setiap 1 jam selama 6 jam.

36 12. Pengambilan bagian kulit punggung mencit untuk data histopatologi Pada keesokan harinya ( 24 jam setelah diinjeksi karagenin 1,5 %), mencit dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher mencit. Kulit punggung mencit diambil. Area pengambilan kulit adalah di sekitar daerah injeksi subkutan. Kulit yang sudah diambil dimasukkan ke dalam wadah berisi formalin yang kemudian dibawa ke bagian Laboratorium Anatomi dan Patologi Universitas Kedokteran Universitas Gajah Mada untuk pembuatan preparat histologi. 13. Perhitungan AUC selisih tebal lipat kulit punggung mencit Nilai selisih edema tiap jam diukur dan dihitung nilai AUC total masing-masing perlakukan menggunakan metode trapezoid. = ( + )( ) 2 Keterangan : = area di bawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-6 (mm.jam) =selisih tebal lipat kulit pada jam n(mm) = selisih tebal lipat kulit pada jam n-1 (mm) - = selisih waktu (jam) (Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007). 14. Penentuan persen (%) penghambatan inflamasi berikut : Perhitungan persen penghambatan inflamasi (%PI) adalah sebagai % = ( ) ( ) ( ) 100 % Keterangan : ( ) = rata-rata kelompok kontrol negatif (mm.jam). ( ) = masing-masing mencit pada kelompok perlakuan (mm.jam). (Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007).

37 Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas yang dapat mengurangi ketebalan lipatan kulit punggung mencit yang signifikan. F. Tata Cara Analisis Hasil Data yang diperoleh dianalisis uji dengan Shapiro-Wilk untuk menguji normalitas data. Data yang berdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat apakah ada perbedaan pada tiap kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji Scheffe yang bertujuan untuk melihat perbedaan bermakna (signifikan, p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan, p>0,05) antar kelompok. Data kuantitatif persen penghambatan inflamasi disajikan dalam nilai rata-rata ± standard error (Mean ± SE) (Dahlan, 2012).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman bidara upas yang diambil dari Kebun Tanaman Obat Universitas Sanata Dharma. Tanaman bidara upas dideterminasi untuk memastikan kebenaran tanaman yang akan diteliti. Determinasi tanaman yang dilakukan membutuhkan bagian tanaman bidara upas yaitu batang, daun dan umbi. Determinasi dilakukan di laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, berdasarkan buku acuan menurut Backer dan Brink (1965). Hasil determinasi tanaman menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar-benar tanaman Merremia mammosa Hall. f., yang dikenal dengan nama bidara upas (lampiran 1). B. Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas Ekstrak etanol umbi bidara upas didapatkan dari ekstraksi serbuk simplisia umbi bidara upas berupa ekstrak kental. Umbi bidara upas yang diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma terlebih dahulu dibuat serbuk. Tujuan dilakukan pembuatan serbuk adalah agar kandungan fitokimia yang terdapat dalam umbi bidara upas dapat terekstrak dengan mudah. Hal tersebut dikarenakan kontak antara permukaan serbuk dan pelarut lebih besar. 38

39 Proses ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, yaitu dengan merendam serbuk di dalam pelarut sambil sesekali dilakukan pengadukan. Perendaman yang dilakukan dalam proses maserasi bertujuan agar senyawa kimia yang terkandung dalam serbuk dapat larut dalam cairan penyari yang digunakan. Selama proses perendaman, dilakukan juga pengadukan supaya terjadi proses keseimbangan konsentrasi dari bahan yang diekstraksi dengan cairan pelarutnya. Proses remaserasi yang dilakukan bertujuan agar senyawa-senyawa di dalam sel dapat tertarik ke pelarut baru yang ditambahkan sehingga senyawa yang tertarik lebih banyak. Hasil penguapan filtrat di atas waterbath didapatkan ekstrak etanol umbi bidara upas dalam 1 cawan poselen dengan ekstrak seberat 12,18 g yang masih berupa cairan. Ekstrak tersebut kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu 40 0 selama 24 jam hingga bobot tetap. Ekstrak yang diperoleh berupa ekstrak kental seberat 3,31 g berwarna coklat, sudah tidak dapat dituang lagi dan tidak berbau etanol. Rendemen ekstrak hasil ekstraksi sebesar 6,62%. Ekstrak tersebut yang kemudian digunakan untuk pengujian antiinflamasi dalam penelitian ini. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam umbi bidara upas, dilakukan uji pendahuluan. Hasil uji pendahuluan menunjukkan adanya senyawa yang mengandung gugus kromofor (lampiran 4). Uji tabung yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan kimia yang terdapat dalam umbi bidara upas antara lain alkaloid dan flavonoid. Menurut Robinson (1995), senyawa flavonoid merupakan senyawa yang memiliki efek antiinflamasi. Senyawa flavonoid

40 tersebut dapat larut dalam pelarut organik, sehingga dalam penelitian ini digunakan etanol 96% untuk dapat melarutkan flavonoid yang terdapat dalam umbi bidara upas. C. Studi Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Karagenin Karagenin dipilih karena merupakan salah satu zat inflamatogen yang paling banyak digunakan untuk memprediksi efektivitas dari obat antinflamasi baik golongan steroid maupun nonsteroid. Konsentrasi karagenin yang digunakan untuk menginduksi inflamasi dalam penelitian ini didapatkan dari orientasi. Konsentrasi karagenin yang digunakan untuk orientasi adalah 0,5; 1 dan 1,5%. Hasil orientasi dapat dilihat pada gambar 4 dan tabel I. 4,50 4,00 tebal lipat kulit punggung mencit (mm) 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 karagenin 0,5% karagenin 1% karagenin 1,5% 0,00 0 1 2 3 4 5 6 waktu (jam) Gambar 4. Kurva hasil pengujian orientasi konsentrasi karagenin

41 Tabel I. Tebal lipat kulit punggung mencit hasil pengujian orientasi konsentrasi karagenin Waktu Tebal lipat kulit punggung mencit (mm) (jam) Karagenin 0,5 % Karagenin 1 % Karagenin 1,5% 0 1,00 1,18 1,07 1 2,03 2,06 4,19 2 1,55 2,66 3,19 3 1,46 2,34 3,21 4 1,32 2,25 2,68 5 1,28 2,34 2,97 6 1,17 2,09 2,82 Pada konsentrasi 0,5% terjadi peningkatan tebal lipat kulit sebesar 1,4 kali dari tebal lipat kulit normalnya dan sudah menurun tebal lipatannya pada jam ke-6. Pada konsentrasi 1% terjadi peningkatan tebal lipat kulit sebesar 1,9 kali lebih besar dari kulit normalnya. Kedua konsentrasi tersebut belum memberikan tebal kulit yang mencapai 2 3 kali tebal kulit normal sehingga konsentrasi karagenin dinaikkan jadi 1,5%. Ketebalan lipat kulit yang mencapai dua sampai tiga kali lebih tebal dari kulit normal akan memperlihatkan dengan jelas edema kulit yang terbentuk pada punggung mencit. Konsentrasi karagenin 1,5% memberikan peningkatan penebalan sebesar 2,9 kali lebih besar dari kulit normalnya. Oleh karena itu, konsentrasi karagenin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1,5%. D. Hasil Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas Penelitian dengan menggunakan ekstrak etanol umbi bidara ini bertujuan untuk menguji efek antiinflamasi, mengetahui besarnya persen penghambatan inflamasi serta EC 50 dari ekstrak etanol umbi bidara upas. Inflamasi yang terbentuk dilihat dari pengukuran tebal lipatan kulit punggung mencit yang

42 mengalami edema karena pemberian 1,5% karagenin secara subkutan. Efek antiinflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas dapat diamati dari penurunan ketebalan lipatan kulit punggung mencit setelah pemberian krim ekstrak etanol umbi bidara upas secara topikal. Ekstrak kental umbi bidara upas yang diperoleh dari hasil ekstraksi dibuat dalam bentuk krim. Pembuatan krim ini bertujuan agar lebih mudah saat mengaplikasikannya pada kulit punggung mencit dan konsentrasinya dapat ditentukan. Untuk membuat krim ekstrak umbi bidara upas ini digunakan basis krim yang beredar dipasaran yaitu Biocream, yang dapat melarutkan ekstrak kental umbi bidara upas sehingga digunakan sebagai basis krim dalam penelitian ini. Metode pengukuran inflamasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada inflammation-associated edema (inflamasi terkait edema) (Widyarini, dkk., 2001). Inflamasi yang terbentuk berupa edema yang diukur sebagai tebal lipatan kulit tengah punggung (middorsal skinfold thickness) pada hewan uji menggunakan jangka sorong digital. Proses pengukuran tebal lipatan kulit punggung mencit dapat dilihat pada lampiran 5. Metode ini relatif sederhana dilihat dari alat yang digunakan, proses perlakuan, proses pengamatan, dan pengukuran edema yang terbentuk. Pengukuran ketebalan lipatan kulit punggung mencit dilakukan selama 6 jam. Pengukuran dimulai dari jam 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit terinduksi karagenin 1,5% selama 6 jam pengamatan dapat dilihat pada gambar 5.

43 3,00 rata-rata selisih tebal lipat kulit (mm) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0 1 2 3 4 5 6 waktu (jam) kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6 Gambar 5. Kurva rata-rata tebal lipatan kulit punggung mencit terinduksi karagenin 1,5% selama 6 jam waktu pengamatan Keterangan : Kelompok 1 : kelompok perlakuan kontrol negatif (karagenin 1,5%) Kelompok 2 : kelompok perlakuan kontrol karagenin 1,5% dan basis krim (Biocream ) Kelompok 3 : kelompok perlakuan kontrol karagenin 1,5% dan positif (Calacort cream) Kelompok 4 : kelompok perlakuan karagenin 1,5% dan krim ekstrak bidara upas konsentrasi 1,67% Kelompok 5 : kelompok perlakuan karagenin 1,5% dan krim ekstrak bidara upas konsentrasi 2,5% Kelompok 6 : kelompok perlakuan karagenin 1,5% dan krim ekstrak bidara upas konsentrasi 3,75% Pengukuran jam ke-0 merupakan pengukuran yang dilakukan sebelum induksi karagenin diberikan, sehingga pada jam ke-0 ini merupakan tebal lipatan kulit normal dari kulit punggung mencit. Setelah diukur, karagenin 1,5% diberikan secara subkutan kemudian dibiarkan dan dilakukan pengukuran kembali 1 jam setelah pemberian karagenin. Hal tersebut dilakukan untuk memberi waktu karagenin agar dapat meresap pada bagian punggung mencit dan akumulasi cairan pembentukan edema dapat terjadi dengan optimal. Pada gambar 5, data disajikan berupa selisih tebal lipat kulit selama 6 jam. Selisih tebal kulit tersebut diperoleh dari pengurangan tebal lipat kulit setelah diinjeksi karagenin dengan kulit normal masing-masing mencit sebelum diinjeksi karagenin. Pada gambar 5, dapat terlihat bahwa karagenin 1,5% memberikan tebal

44 lipatan kulit yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Selain itu, selama 6 jam pengukuran, tebal lipatan kulit punggung mencit belum kembali ke tebal lipat kulit normalnya. Basis krim yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Biocream, dapat dikatakan tidak memiliki efek antiinflamasi. Hal tersebut terlihat dari garis kurva untuk kontrol basis krim yang menunjukkan tebal lipatan kulit tidak mengalami penurunan hingga mendekati tebal kulit normal dan hampir mirip dengan garis kurva untuk kontrol negatif. Kurva pada gambar 5 menunjukkan adanya penurunan ketebalan lipatan kulit punggung pada saat memasuki jam ke-2. Hal tersebut mungkin karena adanya mekanisme pertahanan tubuh terhadap respon masuknya benda asing ke dalam tubuh. Tubuh akan berusaha untuk memulihkan diri dari adanya radang yang disebabkan oleh benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada kelompok Calacort cream, terlihat bahwa terjadi penurunan ketebalan lipatan kulit yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Calacort cream yang mengandung hidrokortison asetat 2,5%, terbukti sebagai obat antiinflamasi yang memang memiliki daya antiinflamasi. Pada kelompok 4, yaitu kelompok perlakuan krim ekstrak bidara upas 1,67%, terjadi penurunan ketebalan lipatan kulit namun tidak seperti pada kelompok 3. Pada kelompok 5, yaitu kelompok perlakuan krim ekstrak bidara upas 2,5%, terjadi penurunan ketebalan lipatan kulit punggung yang hampir kembali ke tebal lipatan kulit normal. Namun pada awal jam pengamatan, terlihat bahwa tebal lipatan kulit punggung masih tinggi seperti pada kelompok 4. Pada kelompok 6, yaitu kelompok perlakuan krim ekstrak umbi bidara upas 3,75% memiliki profil kurva

45 yang mendekati profil kurva kelompok kontrol positif, yaitu terjadi penurunan ketebalan lipatan kulit yang hampir mendekati tebal kulit normal. Data selisih tebal lipat kulit punggung yang diperoleh dihitung nilai AUC tiap kelompok kemudian dihitung AUC rata-rata tiap kelompok perlakuan. Data AUC yang diperoleh digunakan dalam perhitungan persen penghambatan tiap kelompok perlakuan. Hasil perhitungan AUC dan persen penghambatan (%PI) tiap kelompok dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. Rata-rata AUC dan rata-rata persen penghambatan inflamasi masingmasing kelompok perlakuan dan hasil uji Scheffe Kelompok AUC rata-rata Kelompok %PI ± SE (X ± SE) (mm.jam) I II III IV V VI I 9,27 ± 0,82 - - TB B TB TB B II 8,19 ± 1,17 - TB - TB TB TB TB III 2,54 ± 1,27 72,58 ± 13,74 B TB - TB TB TB IV 6,34 ± 1,63 31,65 ± 17,59 TB TB TB - TB TB V 4,52 ± 0,82 51,26 ± 8,79 TB TB TB TB - TB VI 3,17 ± 0,98 65,85 ± 10,58 B TB TB TB TB - Keterangan : Kelompok I : kelompok perlakuan kontrol negatif (karagenin 1,5%) Kelompok II : kelompok perlakuan kontrol karagenin 1,5% dan basis krim (Biocream ) Kelompok III : kelompok perlakuan kontrol karagenin 1,5% dan positif (Calacort cream) Kelompok IV : kelompok perlakuan karagenin 1,5% dan krim ekstrak bidara upas konsentrasi 1,67% Kelompok V : kelompok perlakuan karagenin 1,5% dan krim ekstrak bidara upas konsentrasi 2,5% Kelompok VI : kelompok perlakuan karagenin 1,5% dan krim ekstrak bidara upas konsentrasi 3,75% X : Mean (Rata-rata) %PI : persen penghambatan inflamasi SE : Standard Error (SD/ n) B : berbeda bermakna (p < 0,05) TB : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) Data pada tabel II menunjukkan bahwa kelompok perlakuan kontrol negatif (k aragenin 1,5%) memiliki AUC rata-rata yaitu 9,27 ± 0,82 mm.jam paling besar dibanding dengan kelompok lainnya. Hal tersebut menunjukkan terjadi proses peradangan dengan adanya injeksi karagenin 1,5% pada daerah subkutan. Hasil pengujian distribusi data rata-rata AUC menggunakan uji Shapiro-Wilk menunjukkan distribusi data normal (p>0,05), sehingga dilanjutkan

46 dengan uji homogenitas variansi. Data yang diperoleh memiliki variansi data yang homogen dengan nilai p=0,626 (p>0,05) dan data dapat dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA. Hasil statistik dari pengujian One Way ANOVA memberikan nilai p= 0,001 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan antar kelompok perlakuan yang kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe. Gambar 6. Diagram batang rata-rata AUC masing-masing kelompok perlakuan Hasil uji Scheffe pada tabel II menunjukkan AUC rata-rata kelompok Biocream berbeda tidak bermakna dengan AUC rata-rata kelompok karagenin 1,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok Biocream yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki efek antiinflamasi. Namun, AUC rata-rata antara kelompok Biocream dengan kelompok perlakuan kontrol positif dan 3 seri konsentrasi krim ekstrak etanol bidara upas memiliki perbedaan tidak bermakna. Hal tersebut dikarenakan pada tiap kelompok perlakuan terdapat mencit yang

47 memiliki penebalan lipat kulit punggung yang lebih besar dibandingkan dengan mencit lainnya dalam kelompok. Hal tersebut mempengaruhi perhitungan AUC tiap kelompok perlakuan dan juga mempengaruhi analisis statistik terhadap uji Scheffe untuk melihat perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan. Jika dibandingkan dengan kelompok Biocream, kelompok perlakuan kontrol positif dan 3 seri konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas memiliki rata-rata AUC yang lebih kecil dibandingkan AUC rata-rata kelompok Biocream. Artinya Biocream yang digunakan tidak memiliki kemampuan untuk menghambat inflamasi yang ditimbulkan oleh karagenin 1,5%, sedangkan kelompok kontrol positif dan kelompok ekstrak memiliki kemampuan menghambat inflamasi yang terjadi. Pada kelompok 3 (kelompok kontrol positif) dan 3 seri konsentrasi ekstrak umbi bidara upas memiliki perbedaan tidak bermakna dan memiliki nilai AUC rata-rata yang kecil dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal tersebut berarti pada 3 seri konsentrasi ekstrak umbi bidara upas memiliki kemampuan menghambat inflamasi dan perlu dibuktikan dengan perhitungan persen penghambatan inflamasi. Persen penghambatan inflamasi menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu senyawa untuk menghambat proses inflamasi, dalam penelitian ini dilihat seberapa besar kemampuan senyawa yang diuji dalam mengurangi tebal lipatan kulit punggung mencit. Persen penghambatan inflamasi masing-masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada tabel II. Hasil perhitungan persen penghambatan inflamasi masing-masing kelompok perlakuan yaitu untuk kontrol

48 positif sebesar 72,58 ± 13,74%, sedangkan untuk perlakuan krim ekstrak etanol umbi bidara upas 1,67; 2,5; dan 3,75% masing-masing sebesar 31,65 ± 17,59%, 51,26 ± 8,79%, dan 65,85 ± 10,58%. Pada tabel II dapat dilihat bahwa antara kelompok 3 dengan kelompok 4, 5, dan 6 memiliki perbedaan tidak bermakna. Hal tersebut menunjukkan bahwa krim ekstrak etanol umbi bidara upas 1,67; 2,5 dan 3,75% (31,65 ± 17,59%, 51,26 ± 8,79%, dan 65,85 ± 10,58%) dapat dikatakan memiliki efek antiinflamasi yang sama dengan kontrol positif yang digunakan yaitu Calacort cream (72,58 ± 13,74%). Konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas 3,75% memiliki persen penghambatan inflamasi yang lebih besar dibanding kedua konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas (konsentrasi 1,67 dan 2,5%). Hal tersebut berarti kemampuan menghambat inflamasi dari konsentrasi 3,75% lebih besar dibandingkan dengan kedua konsentrasi lainnya. Konsentrasi 1,67% memberikan persen penghambatan paling kecil dibandingkan kedua konsentrasi lainnya (konsentrasi 2,5 dan 3,75%). Hal tersebut berarti kemampuan menghambat inflamasi dari konsentrasi 1,67% paling rendah dibandingkan dengan kedua konsentrasi lainnya. Persen penghambatan inflamasi dari 3 seri konsentrasi ekstrak umbi bidara upas mengalami peningkatan seiring peningkatan konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh peningkatan konsentrasi eksktrak dengan persen penghambatan inflamasi. Pada konsentrasi ekstrak 3,75%, besarnya persen penghambatan belum sebesar persen penghambatan Calacort cream walaupun menunjukkan perbedaan tidak

49 bermakna. Konsentrasi ekstrak umbi bidara upas dapat ditingkatkan lebih dari 3,75% jika ingin mendapatkan hasil penghambatan inflamasi yang lebih baik dibandingkan Calacort cream yang digunakan. Adanya hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak dengan besarnya persen penghambatan inflamasi yang dihasilkan, dapat dicari EC 50. Besarnya EC 50 dari ekstrak etanol umbi bidara upas ditentukan dengan mencari regresi linear antara log konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas dengan besarnya persen penghambatan sehingga dapat diperoleh grafik linearitas yang menunjukkan hubungan antara log konsentrasi terhadap persen penghambatan inflamasi (gambar 7). %PI 80 70 65,85 60 50 51,26 40 30 31,65 20 10 0 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 Log Konsentrasi Ekstrak etanol umbi bidara upas Gambar 7. Grafik hubungan log konsentrasi terhadap %PI Pada gambar 7 dapat lihat bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas juga meningkatkan persen penghambatan inflamasi sehingga ada hubungan linearitas antara konsentrasi ekstrak etanol umbi bidara upas dengan meningkatnya persen penghambatan inflamasi dengan nilai r = 0,9963.

50 Persamaan regresi linear log konsentrasi terhadap persen penghambatan inflamasi yang diperoleh adalah y= 97,34x + 10,82. Melalui persamaan tersebut dapat diketahui EC 50 ekstrak etanol umbi bidara upas sebesar 2,53%. Hal tersebut berarti ekstrak etanol umbi bidara upas pada konsentrasi 2,53% merupakan konsentrasi efektif yang dapat menghambat inflamasi pada kulit punggung mencit sebesar 50%. Kontrol positif yang digunakan adalah Calacort cream yang mengandung zat aktif yaitu hidrokortison asetat 2,5%. Zat aktif tersebut termasuk dalam obat antiinflamasi golongan kortikosteroid. Mekanisme antiinflamasi obat golongan kortikosteroid menurut Priyanto (2010) adalah dengan menghambat aktivitas dari fosfolipase A 2 dan mengikat enzim lipogenase serta mengurangi terbentuknya leukotrien berlebihan. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam tanaman memiliki aktivitas salah satunya sebagai antiinflamasi. Dalam penelitian, dilakukan perbandingan efek antiinflamasi antara ekstrak etanol umbi bidara upas yang mengandung senyawa flavonoid dengan hidrokortison asetat yang terkandung dalam sediaan jadi yaitu Calacort cream. Ekstrak etanol umbi bidara upas yang dibuat dalam bentuk sediaan krim menunjukkan efek antiinflamasi yang dilihat dari penurunan tebal lipatan kulit punggung mencit. Kemungkinan yang menyebabkan penurunan reaksi inflamasi yang terjadi dalam penelitian ini adalah senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak umbi bidara upas. Dimungkinkan, mekanisme penurunan inflamasi oleh flavonoid dari umbi bidara upas dalam penelitian ini

51 adalah dengan menghambat pembentukan fosfolipase A 2 dan mengikat enzim lipogenase dan mengurangi terbentuknya leukotrien berlebih. Penelitian ini tidak menggunakan senyawa aktif tunggal sehingga senyawa aktif lain yang terkandung dalam ekstrak umbi bidara upas dapat mempengaruhi hasil penelitian. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk memastikan senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam efek antiinflamasi dari ekstrak etanol umbi bidara upas. Penelitian ini merupakan skrining awal untuk menunjukkan bahwa umbi bidara upas memiliki efek antiinflamasi topikal. Hal tersebut membuktikan bahwa umbi bidara upas berpotensi untuk dijadikan salah satu tanaman alternatif pengobatan yang dapat digunakan sebagai obat antiinflamasi topikal. E. Histopatologi Kulit Punggung Mencit Setelah pengamatan selama 6 jam selesai dilakukan, keesokan harinya (24 jam setelah injeksi karagenin 1,5% secara subkutan) hewan uji dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher dan area tempat penyuntikan subkutan pada kulit punggung mencit diambil. Hasil histopatologi kulit mencit dapat dilihat pada gambar 8 dengan perbesaran gambar 200x. Pewarnaan pada kulit dilakukan dengan haematoxylin-eosin (HE). Terjadinya radang atau inflamasi ditunjukkan dengan adanya infiltrasi sel neutrofil pada daerah subkutan.

52 a b c I a b a b a b c c c d d d II III IV b a b b d c c c d d V VI VII Gambar 8. Histopatologi kulit punggung mencit (perbesaran 200x) Keterangan gambar I : Kulit normal (kulit tanpa perlakuan) II : Kulit perlakuan kontrol negatif (karagenin1,5%) III : Kulit perlakuan kontrol karagenin 1,5% dan basis krim (Biocream ) IV : Kulit perlakuan karagenin 1,5% dan kontrol positif (Calacort cream) V : Kulit perlakuan karagenin 1,5% dan ekstrak umbi bidara upas 1,67% VI : Kulit perlakuan karagenin 1,5% dan ekstrak bidara upas 2,5% VII: Kulit perlakuan karagenin 1,5% dan ekstrak bidara upas 3,75% a : Lapisan epidermis b : Lapisan dermis c : Subkutan d : Infliltrasi sel netrofil

53 Hasil histopatologi pada gambar 8 menunjukkan bahwa pada bagian subkutan terjadi peradangan ketika diinjeksi dengan karagenin 1,5% yang dilihat dari adanya infiltrasi sel neutrofil pada daerah subkutan tersebut (gambar nomor II). Histopatologi kulit dengan perlakuan Biocream (gambar nomor III), terlihat jumlah infiltrasi sel neutrofil yang secara kualitas tidak berbeda dengan jumlah infiltrasi sel neutrofil pada histopatologi kulit dengan perlakuan karagenin 1,5%. Hal tersebut membuktikan bahwa Biocream yang digunakan sebagai basis dalam penelitian ini tidak memiliki efek antiinflamasi. Gambar nomor IV, V, VI dan VII menunjukkan gambaran histopatologi kulit dengan perlakuan Calacort cream dan 3 konsentrasi ekstrak bidara upas. Pada gambar tersebut menunjukkan infiltasi sel neutrofil pada daerah subkutan yang secara kualitas lebih sedikit dibandingkan dengan infiltrasi sel netrofil pada perlakuan kontrol negatif dan Biocream. Hal tersebut membuktikan adanya efek antiinflamasi dari kontrol positif dan tiga konsentrasi ekstrak umbi bidara upas. Pada gambar 8 yang menunjukkan histopatologi kulit dengan perlakuan 3 seri konsentrasi ekstrak umbi bidara upas, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, infiltrasi sel netrofil semakin berkurang. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka efek antiinflamasi yang ditimbulkan semakin besar. Data histopatologi kulit pada gambar 8 tersebut mendukung hasil penelitian terhadap efek antiinflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas yang diukur dari tebal lipatan kulit punggung mencit.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ekstrak etanol umbi bidara upas memiliki efek antiinflamasi topikal pada kulit punggung mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin 1,5% secara subkutan. 2. Persen penghambatan inflamasi ekstrak etanol umbi bidara upas pada konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75 % secara berturut-turut adalah 31,65; 51,26; dan 65,85%. 3. Konsentrasi efektif (EC 50 ) yang menunjukkan efek antiinflamasi adalah 2,53 %. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, perlu dilakukan beberapa penelitian : 1. Pengujian pada konsentrasi ekstrak umbi bidara upas yang lebih tinggi dari 3,75%. 2. Penelitian lebih lanjut mengenai senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak etanol umbi bidara upas yang bertanggung jawab terhadap efek antiinflamasi. 54

DAFTAR PUSTAKA Agil, M., Sugianto, N.E., Widyowati, R.R., dan Purwitasari, N., 2010, Uji Daya Hambat Mycobacterium tuberculosis Dari Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa Hall.), Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Agoes, H. A., 2010, Tanaman Obat Indonesia, Buku 3, Salemba Medika, Jakarta, pp. 5-7. Arisandi, Y., dan Andriani, Y., 2006, Khasiat Berbagai Tanaman Untuk Pengobatan, ESKA Media, Jakarta, pp.49-52. Backer, C.A., and Bakhuizen van den Brink, 1965, Flora of Java, Volume II, Wolter-Noordhoff, N.V.P., Groningen, The Netherland, pp. 547-564. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Volume 5, Edisi 5, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, pp.6-7. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak, Volume 2, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, pp.8-11. Baratawidjaja, K.G., dan Rengganis, I., 2010, Imunologi Dasar, Edisi ke-9, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp.259-282. Brunton, L.L., Parker, K.L., Blumenthal, D.K., and Buxton, I.L.O., 2008, Goodman & Gilman s Manual of Pharmacology and Therapeutics, The McGraw-Hill Companies, USA, pp.1075-1077. Dahlan, S. M., 2012, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, dan Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS, Edisi 5, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, pp.84-95. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. XXXIII, 9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 8-25. Evans, F.J., and Williamson, E.M., 1996, Selection, Preparation, and Pharmacology Evaluation of Plant Material, John Willey, New York, pp. 131-137. 55

56 Farizal, J., 2012, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa) Terhadap Proliferasi Limfosit dan Produksi ROI Makrofage; Studi Eksperimental Infeksi Salmonella typhimurium Pada Mencit Balb/C, Tesis, Magister Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Ference, J.D., and Last, A.R., 2009, Choosing Topical Corticosteroids, American Academy of Family Physicians, 79, 135-140. Garcı a-lafuente, A., Guillamo n, E., Villares, A., Rostagno, M.A., and Martı nez, J.A., 2009, Flavonoids as anti-inflammatory agents: implicationsin cancer and cardiovascular disease, Inflammation Research, 58, 537 552. Harnita, A.N.I., Santosa, I.E., Martono, S., Sudarsono, Widyarini, S., and Harren, F.J.M., 2013, Inhibition Of Lipid Peroxidation Induced By Ultraviolet Radiation By Crude Phlorotannis Isolated From Brown Algae Sargassum hystrix v. uxifolium C. Agardh, Indonesian Journal of Chemistry, 13 (1), 14 20. IAI, 2010, ISO Indonesia, vol 46, PT.ISFI Penerbitan, pp.376, 383. Ikawati, Z., Supardjan, A.M., dan Asmara, L.S., 2007, Pengaruh Senyawa Heksagamavunon-1 (HGV -1) Terhadap Inflamasi Akut Akibat Reaksi Anafilaksis Kutaneus Aktif Pada Tikus Wistar Jantan Terinduksi Ovalbumin, Kemajuan Terkini Riset, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Katno, Subositi, D., Mujahid, R., dan Widodo, H., 2006, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (VI), Depkes RI, Jakarta, pp.114. Kee, J.L., dan Hayes, E.R., 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi 5, diterjemahkan Peter, A., Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.310-317. Kim, H.P., Son, K.H., Chang, H.W., and Kang, S.S., 2004, Anti-inflammatory Plant Flavonoids and Cellular Action Mechanisms, Journal of Pharmacological Sciences, 96, 229 245. Kitagawa, I., Shibuya, H., Yokokawa, Y., Baek, N.I., Ohashi, K., Yoshikawa, M., Nitta, A., and Wiriadinata, H., 1988, Structures of Merremoside B and D, New Antiserotonic Resin-Glycosides from the Tuber of Merremia mammosa, An Indonesian Folk Medicine, Chemical & Pharmaceutical Bulletin, 36(4), 1618-1621.

57 Lubis, A.A., Mades, F., dan Vivi, F., 2013, Pengaruh Ekstrak Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa (Lour) Hall.f) Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi, Jurnal, Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Mazni, R., 2008, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa Chois.) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli Serta Brine Shrimp Lethality Test, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. McCane, H., 2008, Understanding Pathophysiology, 4 th Edition, Mosby Inc., China, pp.121-142. Mitchell, R., Kumar, Abbas, dan Fausto, 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran, Edisi 7, Penerbit EGC, Jakarta, pp.29-55. Necas, J., and Bartosikova, L., 2013, Carrageenan: A Review, Veterinarni Medicina, 58, 187 205. Pearce, E.C., 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, pp. 290-297. Priyanto, 2010, Farmakologi Dasar, Edisi II, LESKONFI, Jakarta Barat, pp.118-120. Purwanti, S., 2002, Uji Identitas, Kualitas dan Toksisitas akut Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa Hall) dengan Metode BST, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2007, Pharmacology, 6 th Edition, Churchill Livingstone, London, pp. 203-207. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi Keenam, ITB, Bandung, pp.191-216. Santosa, I.E., Harnita, A.N.I., Martono, S., Sudarsono, Widyarini, S., and Harren, F.J.M., 2013, Detection Of Ethylene For In Viro Evaluation Of The Uv Photoprotection, International Journal Of Pharmaceutical Science And Research, 4(3), 1-5. Shen, X.-Q., Xie, L., Gao, L., He, L.-L., Yang, Q., and Yang, J-S., 2009, Synthetic Studie on the Trisaccharide Intermediate of Resin Glycoside Merremoside H 2, Carbohydrate Research, 344, 2063-2068. Tortora, G.J, and Derrickson, B., 2009, Principles of Anatomy And Physiology, John Wiley and Sons, USA, pp. 148-162.

58 Ukhrowi, U., 2011, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa) Terhadap Fagositosis Makrofag dan Produksi Nitrit Oksida (NO) Makrofag; Studi Pada Mencit Balb/C yang Diinfeksi Salmonella typhimurium, Tesis, Magister Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Verawati, Aria, M., dan Novicaresa, M., 2011, Aktifitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia. A. Gray) Terhadap Mencit Putih Betina, Scientia, 1(1), 47-52. Vogel, H.G., 2002, Drug Discovery and Evaluation : Pharmacological Assay, 2nd edition, Spinger, New York, pp. 751-761. Widyarini, S., Domanski, D., Painter, N., and Reeve, V.E., 2012, Photoimmune Protective Effect of The Phytoestrogenic Isoflavonoid Equol is Partially Due to Its Antioxidant Activities, Photochemical and Photobiological Sciences, 11, 1186 1192. Widyarini, S., Spinks, N., Husband, A.J., and Reeve, V.E., 2001, Isoflavonoid Compounds from Red Clover ( Trifolium pratense) Protect from Inflammation and Immune Suppression Induced by UV Radiation, Photochemistry and Photobiology, 74(3), 465 470. Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas, Kanisius, Yogyakarta, pp.186. Yanhendri, S.W.Y., 2012, Berbagai Bentuk Sediaan Topikal Dalam Dermatologi, Cermin Dunia Kedokteran, CDK-194, 39(6), 423-430.

LAMPIRAN 59

Lampiran 1. Surat determinasi tanaman bidara upas 60

Lampiran 2. Surat Ethical Clearence (EC) 61

62 Lampiran 3. Ekstrak etanol dan krim ekstrak umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f) Gambar 9. Ekstrak kental umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f) Gambar 10. Krim ekstrak umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f)

63 Lampiran 4. Skrining fitokimia Keterangan : Hasil uji pendahuluan menunjukkan adanya gugus kromofor yang terkandung dalam umbi bidara upas. Gambar 11. Uji pendahuluan Gambar 12. Uji flavonoid Keterangan : Hasil : positif Terbentuk warna kuning dan terjadi perubahan intensitas warna yang menunjukkan bahwa umbi bidara upas mengandung senyawa flavonoid

64 Gambar 13. Uji alkaloid (uji Bouchardat LP dan uji Dragendorff) Keterangan : Hasil : positif Terbentuk endapan yang menunjukkan umbi bidara upas mengandung senyawa alkaloid

65 Lampiran 5. Pembuatan edema dan pengukuran edema punggung mencit Gambar 14. Pencukuran bulu punggung mencit betina Gambar 15. Pemberian Veet cream Gambar 16. Kulit punggung mencit yang sudah dibersihkan bulunya

66 Gambar 17. Olesan krim Gambar 18. Pengukuran edema

67 Lampiran 6. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Gambar 19. Spuit injeksi subkutan Gambar 20. Basis krim untuk ekstrak (Biocream ) Gambar 21. Krim kontrol positif (Calacort cream)

68 Lampiran 7. Pengambilan kulit punggung Gambar 22. Pemotongan kulit punggung mencit Gambar 23. Bagian kulit dan daerah punggung yang sudah diambil kulitnya Gambar 24. Kulit-kulit yang diawetkan

69 Lampiran 8. Data selisih tebal lipat kulit punggung mencit Kontrol Negatif Karagenin 1,5% jam mencit mencit mencit mencit mencit 1 2 3 4 5 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 2,13 2,12 2,60 1,98 3,12 2 1,52 1,37 1,71 2,56 2,12 3 1,67 1,05 1,92 2,09 2,14 4 1,66 0,85 1,58 1,72 1,61 5 0,59 1,16 1,22 1,26 1,90 6 0,64 1,10 0,98 0,92 1,75 Kontrol Biocream jam mencit mencit mencit mencit mencit 1 2 3 4 5 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 3,01 2,04 3,20 1,03 2,80 2 2,76 1,48 1,41 0,74 0,84 3 1,95 0,68 2,11 1,00 0,86 4 1,94 1,23 1,39 1,33 0,98 5 1,43 1,22 1,54 0,98 0,50 6 1,13 0,73 1,20 0,98 0,89 Kontrol Positif Calacort Cream jam mencit 1 mencit mencit mencit mencit 2 3 4 5 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 0,50 0,64 0,21 0,35 3,67 2 0,26 0,49 0,10 0,11 2,10 3 0,10 0,47 0,14 0,38 1,21 4 0,00 0,44 0,00 0,40 0,18 5 0,03 0,41 0,00 0,11 0,27 6 0,02 0,19 0,00 0,04 0,02

70 Ekstrak Bidara Upas 1,67% jam mencit mencit mencit mencit mencit 1 2 3 4 5 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 1,54 3,12 0,98 2,31 1,99 2 1,11 1,83 0,35 1,93 1,00 3 1,01 2,50 0,15 1,42 0,62 4 1,25 1,68 0,02 0,88 0,52 5 1,27 1,77 0,10 0,75 0,73 6 1,22 1,42 0,20 0,80 0,53 Ekstrak Bidara Upas 2,5% jam mencit mencit mencit mencit mencit 1 2 3 4 5 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 2,14 0,89 1,67 1,78 2,51 2 0,46 0,34 0,80 1,28 1,71 3 0,63 0,40 0,67 0,78 1,12 4 0,67 0,25 0,45 0,66 1,13 5 0,11 0,05 0,54 0,52 0,43 6 0,37 0,00 0,56 0,04 0,22 Ekstrak Bidara Upas 3,75% Jam mencit mencit mencit mencit mencit 1 2 3 4 5 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 1 2,66 0,75 0,12 0,03 1,46 2 1,04 0,86 0,41 0,56 1,63 3 0,94 0,75 0,00 0,15 0,82 4 0,85 0,37 0,05 0,17 0,48 5 0,23 0,50 0,25 0,15 0,25 6 0,14 0,30 0,02 0,01 0,22

71 Lampiran 9. Tabel perhitungan AUC masing-masing kelompok perlakuan Kelompok Kontrol negatif karagenin 1,5% Kontrol basis cream (Biocream ) Kontrol Positif (Calacort cream) Ekstrak Umbi Bidara Upas 1,67% Ekstrak Umbi Bidara Upas 2,5% Ekstrak Umbi Bidara Upas 3,75% mencit 1 mencit 2 mencit 3 mencit 4 mencit 5 x ± SE 7,89 7,10 9,52 10,07 11,77 9,27 ± 0,82 11,66 7,02 10,25 5,57 6,43 8,19 ± 1,17 0,90 2,55 0,45 1,37 7,44 2,54 ± 1,27 5,55 11,61 1,70 7,69 5,13 6,34 ± 1,63 4,20 1,93 4,41 5,04 7,01 4,52 ± 0,82 5,79 3,38 0,84 1,07 4,75 3,17 ± 0,98 AUC total : = ( + )( ) 2 di mana =area di bawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-6 (mm.jam) =selisih tebal lipat kulit pada jam n(mm) =selisih tebal lipat kulit pada jam n-1 (mm) - = selisih waktu (jam)

72 Lampiran 10. Data statistik AUC Descriptives perlakuan Statistic Std. Error AUC kontrol negatif Mean 9.2700.82358 kontrol biocream Mean 8.1860 1.17506 kontrol positif Mean 2.5420 1.27351 ekstrak bidara upas 1,67% Mean 6.3360 1.63115 ekstrak bidara upas 2,5% Mean 4.5180.81526 ekstrak bidara upas 3,75% Mean 3.1660.98091 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. AUC kontrol negatif.173 5.200 *.971 5.884 kontrol biocream.271 5.200 *.894 5.379 kontrol positif.299 5.165.784 5.060 ekstrak bidara upas 1,67%.185 5.200 *.975 5.909 ekstrak bidara upas 2,5%.231 5.200 *.964 5.833 ekstrak bidara upas 3,75%.230 5.200 *.907 5.451 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Test of Homogeneity of Variances AUC Levene Statistic df1 df2 Sig..704 5 24.626 ANOVA AUC Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 185.577 5 37.115 5.589.001 Within Groups 159.368 24 6.640 Total 344.944 29

73 AUC Scheffe (I) perlakuan (J) perlakuan Multiple Comparisons Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound kontrol negatif kontrol positif 6.72800 * 1.62976.018.8285 12.6275 kontrol biocream 1.08400 1.62976.993-4.8155 6.9835 ekstrak bidara upas 1,67% 2.93400 1.62976.666-2.9655 8.8335 ekstrak bidara upas 2,5% 4.75200 1.62976.173-1.1475 10.6515 ekstrak bidara upas 3,75% 6.10400 * 1.62976.039.2045 12.0035 kontrol positif kontrol negatif -6.72800 * 1.62976.018-12.6275 -.8285 kontrol biocream -5.64400 1.62976.067-11.5435.2555 ekstrak bidara upas 1,67% -3.79400 1.62976.394-9.6935 2.1055 ekstrak bidara upas 2,5% -1.97600 1.62976.912-7.8755 3.9235 ekstrak bidara upas 3,75% -.62400 1.62976 1.000-6.5235 5.2755 kontrol biocream kontrol negatif -1.08400 1.62976.993-6.9835 4.8155 ekstrak bidara upas 1,67% ekstrak bidara upas 2,5% ekstrak bidara upas 3,75% kontrol positif 5.64400 1.62976.067 -.2555 11.5435 ekstrak bidara upas 1,67% 1.85000 1.62976.932-4.0495 7.7495 ekstrak bidara upas 2,5% 3.66800 1.62976.432-2.2315 9.5675 ekstrak bidara upas 3,75% 5.02000 1.62976.132 -.8795 10.9195 kontrol negatif -2.93400 1.62976.666-8.8335 2.9655 kontrol positif 3.79400 1.62976.394-2.1055 9.6935 kontrol biocream -1.85000 1.62976.932-7.7495 4.0495 ekstrak bidara upas 2,5% 1.81800 1.62976.936-4.0815 7.7175 ekstrak bidara upas 3,75% 3.17000 1.62976.590-2.7295 9.0695 kontrol negatif -4.75200 1.62976.173-10.6515 1.1475 kontrol positif 1.97600 1.62976.912-3.9235 7.8755 kontrol biocream -3.66800 1.62976.432-9.5675 2.2315 ekstrak bidara upas 1,67% -1.81800 1.62976.936-7.7175 4.0815 ekstrak bidara upas 3,75% 1.35200 1.62976.982-4.5475 7.2515 kontrol negatif -6.10400 * 1.62976.039-12.0035 -.2045 kontrol positif.62400 1.62976 1.000-5.2755 6.5235 kontrol biocream -5.02000 1.62976.132-10.9195.8795 ekstrak bidara upas 1,67% -3.17000 1.62976.590-9.0695 2.7295 ekstrak bidara upas 2,5% -1.35200 1.62976.982-7.2515 4.5475 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

74 Lampiran 11. Data perhitungan dan hasil statistik rata-rata persen penghambatan inflamasi % = ( ) ( ) ( ) 100 % Salah satu contoh perhitungan %PI pada kelompok kontrol Calacort cream % Calacort = 9,27 0,90 9,27 = 90,29% 100 % Kelompok perlakuan Kontrol Positif (Calacort cream) Ekstrak Umbi Bidara Upas 1,67% Ekstrak Umbi Bidara Upas 2,5% Ekstrak Umbi Bidara Upas 3,75% Replikasi 1 Persen Penghambatan Inflamasi (%) Replikasi Replikasi Replikasi 2 3 4 Replikasi 5 Ratarata 90,29 72,49 95,15 85,22 19,74 72,58 40,13-25,24 81,66 17,04 44,66 31,65 54,69 79,18 52,43 45,63 24,38 51,26 37,54 63,54 90,94 88,46 48,76 329,24 Descriptives perlakuan Statistic Std. Error persenpi kontrol positif Mean 72.5780 13.73844 ekstrak umbi bidara upas 1,67% ekstrak umbi bidara upas 2,5% ekstrka umbi bidara upas 3,75% Mean Mean Mean 31.6500 17.59559 51.2620 8.79458 65.8480 10.58201

75 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. persenpi kontrol positif.299 5.165.784 5.060 ekstrak umbi bidara upas 1,67%.185 5.200 *.975 5.909 ekstrak umbi bidara upas 2,5%.231 5.200 *.964 5.833 ekstrka umbi bidara upas 3,75%.230 5.200 *.907 5.451 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Test of Homogeneity of Variances persenpi Levene Statistic df1 df2 Sig..696 3 16.568 ANOVA persenpi Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 4927.064 3 1642.355 1.911.169 Within Groups 13753.459 16 859.591 Total 18680.523 19

76 Lampiran 12. Perhitungan EC 50 ekstrak etanol umbi bidara upas konsentrasi ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (C) Log C %PI 1,67 0,2227 31,65 2,5 0,3979 51,26 3,75 0,5740 65,85 Regresi linear log dosis terhadap % potensi relatif daya antiinflamasi a = 10,83 b = 97,34 r = 0,9963 Persamaannya : y = bx + a y = 97,34x + 10,83 Untuk menentukan EC 50 adalah 50%, maka : diketahui % potensi relatif penghambatan inflamasi y = 50 y = 97,34x + 10,83 50 = 97,34x + 10,83 x = 0,402445 C = antilog x C = 2,53% Berdasarkan perhitungan tersebut, maka EC50 Ektrak Etanol Umbi Bidara upas adalah 2,53%

BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul: Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas ( Merremia mammosa Hall.f.) Secara Topikal Pada Mencit Betina Galur Swiss Terinduksi Karagenin bernama lengkap Trifonia Rosa Kurniasih, lahir di Sintang, 19 Oktober 1992. Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dari pasangan Yohanes F.X. Kardi dan W. Veronika. Penulis menempuh pendidikan formal dari tingkat TK hingga SMA di Sintang, Kalimantan Barat, yaitu TK Santa Maria Sintang (1997-1998), kemudian melanjutkan pendidikan di SD Panca Setya 2 Sintang (1998-2004), SMP Panca Setya 2 Sintang (2004-2007), SMA Panca Setya Sintang (2007-2010), dan menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2010-2014). Selama kuliah, penulis pernah menjadi anggota sie pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dalam acara Pharmacy Performance and Event Cup 2010, anggota sie konsumsi dalam kegiatan Perayaan Ekaristi Dies Natalis ke-55 (2010) dan asisten praktikum Botani Farmasi tahun ajaran 2013/2014, serta menjadi peserta di beberapa seminar. 77