Jurnal Kesehatan Bhakti Husada Edisi Juli Desember Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

HUBUNGAN UMUR PUBERTAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA KELAS XII SMK TELKOM SANDHY PUTRA PURWOKERTO 2015 NASKAH PUBLIKASI

Akademi Kebidanan dan Keperawatan Bhakti Husada Bekasi. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa merupakan individu yang. bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI CIREBON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Siswa Kelas XI SMAN Y Yogyakarta Tahun 2017 (N=114)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

Rina Indah Agustina ABSTRAK

Kata Kunci : Konsep diri, Kontrol diri, Persepsi siswa tentang perilaku seksual, Peran keluarga, Sumber informasi, Perilaku seksual.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

HUBUNGAN ANTARA KEDEKATAN ORANGTUA DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH PLERET BANTUL TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN DILUAR NIKAH PADA REMAJA DI KECAMATAN RANDUDONGKAL TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB III KERANGKA KONSEP. dan dependen (Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independen dalam penelitian ini

ABSTRACT DESCRIPTION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR TOWARDS FREE SEX YEAR 2008.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI SMA KABUPATEN SIJUNJUNG. Elda Yusefni (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yaitu tahun, adalah. disebut masa remaja. (Widyastuti, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 1 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SEBAGAI DAMPAK KONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

Transkripsi:

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMPN I CIKARANG PUSAT KAB. BEKASI TAHUN 2014 FAMILY ROLE RELATIONSHIP WITH FREE SEX BEHAVIOR BEHAVIOR IN SMPN I CENTRAL CIKARANG BEKASI DISTRICT YEAR OF 2014 Fauzul Guswar 1, Marini Iskandar 2 Akademi Kebidanan Bhakti Husada Cikarang Bekasi ABSTRAK Latar Belakang - Di Indonesia frekuensi terbesar remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 60,1%, remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 58,5% berada pada umur 15-19 tahun dan rata-rata 19 tahun remaja telah melakukan aborsi. Menurut SDKI tahun 2012 menunjukkan kelompok umur 20-24 tahun pada wanita yaitu sebesar 1,8% telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan pada pria sebesar 14,6%. Kelompok 15-19 wanita telah melakukan hubungan seksual pra nikah sebesar 0,7% dan pada pria sebesar 4,5%. Metodologi - Penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional, dengan populasi seluruh siswa di SMPN 1 Cikarang Pusat Bekasi tahun 2014. Sampel penelitian ini sejumlah 197 siswa yang diambil dengan teknik pengambilan sampel Purposive Sampling. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi square. Hasil - Dari 24 responden yang beresiko memiliki keluarga yang berperan sebanyak 18 responden (75,0%), dan dari keluarga yang cukup berperan dengan kejadian perilaku seksual yang cukup beresiko memiliki 47 responden (37,3%) dari 126 responden, dan dari 47 responden keluarga yang tidak berperan dan tidak berisiko hanya memiliki 4 responden (8,6%). Kata Kunci Remaja, seks bebas, keluarga, pola asuh. ABSTRACT Background - In Indonesia the largest frequency of adolescents who have had premarital sex is in the age group of 20-24 years that is 60.1%, adolescents who experience unwanted pregnancy as much as 58.5% are at the age of 15-19 years and the average a 19-year-old teenager has had an abortion. According to the IDHS in 2012 shows the age group of 20-24 years in women that is equal to 1.8% have sex before marriage and in men amounted to 14.6%. Groups of 15-19 women had pre marital sexual activity of 0.7% and in men by 4.5%. Methodology - This research uses cross sectional analytic method, with the entire student population at SMPN 1 Cikarang Pusat Bekasi 2014. The sample of this research is 197 students taken with Purposive Sampling sampling technique. Data analysis of research result is done by chi square statistic test. Results - Of the 24 respondents at risk of having a family who had a role of 18 respondents (75.0%), and from a family who had a significant role with the incidence of sexual behavior is quite risky to have 47 respondents (37.3%) of 126 respondents, and from 47 non-risk and non-risk family respondents only had 4 respondents (8.6%). Keywords - Teenagers, free sex, family, parenting Edisi Juli Desember Tahun 2014 15

PENDAHULUAN Pola asuh sangat mempengaruhi peran dan fungsi keluarga. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak sangat besar karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi, tempat anak belajar, dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial. Keluarga juga dapat memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak (Kartono, 2010). Kenyataan yang terjadi dimasyarakat, bahwa tanpa disadari semua perilaku serta kepribadian orang tua yang baik ataupun tidak ditiru oleh anak. Anak tidak mengetahui apakah yang telah dilakukannya baik atau tidak karena mereka belajar dari apa yang mereka lihat. Pembelajaran tentang sikap dan perilaku yang baik sehingga akan terbentuknya kepribadian anak yang baik pula, dan ini perlu diterapkan sejak dini. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak. Pendidikan dalam keluarga yang baik dan benar, akan sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan kesempatan pada anak untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang yang berada disekitarnya.pada masa ini juga terjadi perubahan fisik yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda seks primer dan sekunder serta perubahan kejiwaan meliputi perubahan emosi menjadi sensitif dan perilaku ingin mencoba hal-hal baru. Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10-24 tahun terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk Indonesia (Muadz, dkk, 2008). Keingintahuan remaja mengenai kehidupan seksual menuntut mereka untuk mencari informasi mengenai seks dari berbagai sumber seperti buku, film atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pranikah. Sekitar 14% dari kejadian aborsi yang tidak aman. Sekitar 2,5 juta remaja berusia dilaporkan melakukan aborsi tiap tahun berumur 15-19 tahun. Angka rata-rata dari remaja yang melahirkan pada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di luar nikah merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi (Sudibio, 2009). Di Indonesia frekuensi terbesar remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 60,1%, remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 58,5% berada pada umur 15-19 tahun dan rata-rata 19 tahun remaja telah melakukan aborsi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan kelompok umur 20-24 tahun pada wanita yaitu sebesar 1,8% telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan pada pria sebesar 14,6%. Kelompok 15-19 wanita telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebesar 0,7% dan pada pria sebesar 4,5%. Perilaku pacaran terjadi dengan dimulai dari beberapa tahapan yaitu kissing, necking, petting, dan intercourse. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Jaringan Epidemiologi Nasional selama tahun 2005 sampai 2007, Edisi Juli Desember Tahun 2014 16

menunjukkan bahwa dari 1906 remaja, 58,3% telah memiliki pengalaman pacaran, 31,7% melakukan ciuman, 16,9% necking, 13,2% petting dan 10% telah melakukan intercourse. Data ini diperoleh setelah 162 remaja dari 8 kelompok sekolah tinggi melakukan penilaian partisipatori di Jakarta, Semarang, dan Surabaya,tentang kesehatan reproduksi dan seksual pada sejumlah 1906 mahasiswa. Persentase mahasiswa yang melakukan hubungan badan di masing-masing sekolah bervariasi mulai dari yang terendah (1,8%) sampai tertinggi 16,5%. (Miron, 2006). Berdasarkan data yang dihimpun PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) tahun 2006 menunjukkan remaja yang mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas adalah remaja usia 13-18 tahun sebanyak 60%. Seks sering digunakan remaja sebagai uji coba dan rasa penasaran. Ini terjadi karena kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual yang dimiliki remaja. Selain itu juga disebabkan karena pengetahuan orangtua yang tidak cukup untuk berkomunikasi tentang seksualitas dengan anak. Anak seharusnya mendapatkan informasi yang tepat dari orangtua agar dia tidak mendapatkan informasi yang salah dari luar, karena menurut survei kebanyakan remaja dapat informasi tentang seks dari temannya (Kurniawan, 2018). Remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan seks bebas lebih tinggi jika dibandingkan dengan remaja perempuan, dengan persentase sebesar 86,3% dan 13,7%. Hal ini disebabkan laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka, dan terang-terangan dan sulit menahan diri dibandingkan dengan wanita. Keterbukaan di kalangan remaja putra juga terbukti dari lebih banyaknya remaja putra yang sudah mendapatkan penerangan seks dibandingkan dengan remaja putri (Tukiran, 2010). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti bahwa di SMPN 1 Cikarang Pusat siswa yang pernah melakukan hubungan seks bebas sebanyak 7,71% dan siswa yang pernah dikeluarkan akibat hamil diluar nikah sebanyak 1,02%, sehingga berdasarkan uraian diatas penelitian tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul Hubungan Peran Keluarga Dengan Kejadian Perilaku Seks Bebas Pada Remaja Di SMPN 1 Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi Tahun 2014. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional, dengan populasi seluruh siswa di SMPN 1 Cikarang Pusat Bekasi tahun 2014. Sampel penelitian adalah siswa SMPN 1 Cikarang pusat Bekasi tahun 2014 yang diambil dengan teknik pengambilan sampel Purposive Sampling. Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga keterwakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan. Jumlah sampel yang diambil adalah 197 siswa kelas VII, VIII dan IX. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan cara menggunakan kuesioner. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi square HASIL Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pola asuh keluarga dengan kejadian perilaku seks bebas pada remaja SMPN 1 Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi 2014 dalam peneliti ini di dapat total sampel sebanyak 197 siswa SMPN 1 Cikarang Pusat menunjukan nilai paling besar didapat pada responden yang berumur 14 tahun yaitu sebanyak 65 responden (33,0%). Remaja perempuan sebanyak 65,5% dan remaja laki-laki sebanyak 34,5%. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua responden yang sering mengajarkan Edisi Juli Desember Tahun 2014 17

anaknya bagaimana cara bergaul dengan teman sesama jenis maupun lawan jenis adalah sebanyak56,9% responden. Pola asuh keluarga yang baik berdasarkan penelitian ini hanya dimiliki oleh 28,4% responden. Hasil penelitian secara keseluruhan terlihat remaja yang mengaku senang dan ketika di cium pipi oleh lawan jenis sebanyak 47,7% responden, sedangkan remaja yang mengaku ketika berpacaran melakukan necking (berciuman sampai daerah dada) adalah sebanyak 9,1%) responden. Pada hasil yang lain menujukkan bahwa remaja yang pernah melakukan memegang alat kelamin atau payudara lawan jenis sebanyak 16,8%, dan responden yang pernah melakukan hubungan seks kelamin sebanyak 14,2% responden, sedangkan yang pernah melakukan oral seks dengan lawan jenis sebanyak 5,6% responden. berperan dan tidak berisiko hanya memiliki 4 responden (8,6%). PEMBAHASAN Hasil uji chi square menunjukan nilai X 2 sebesar 9,839 dan pvalue sebesar 0,983. Dari nila P tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho diterima atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan perilaku seks bebas pada remaja SMPN 1 Cikarang Pusat. Dari 24 responden yang beresiko memiliki keluarga yang berperan sebanyak 18 responden (75,0%), dan dari keluarga yang cukup berperan dengan kejadian perilaku seksual yang cukup beresiko memiliki 47 responden (37,3%) dari 126 responden, dan dari 47 responden keluarga yang tidak berperan dan tidak berisiko hanya memiliki 4 responden (8,6%). Pola Asuh Tabel.1 Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan perilaku seks bebas pada remaja SMPN 1 Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi Tahun 2014 perilaku Seksual T. Beresiko eresiko eresiko f %) f (%) f %) Tidak Berperan 4 8,6 5 4,0 9 2 Cukup Berperan 24 1,0 47 37,3 5,8 Berperan 19 0,4 74 58,7 8,0 Total 47 100 126 100 4 0,0 Dari 24 responden yang beresiko memiliki keluarga yang berperan sebanyak 18 responden (75,0%), dan dari keluarga yang cukup berperan dengan kejadian perilaku seksual yang cukup beresiko memiliki 47 responden (37,3%) dari 126 responden, dan dari 47 responden keluarga yang tidak Menurut Sarwono (2007), perilaku seksual merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentukbentik tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tetarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Akan tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial. Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian remaja dan sebaliknya, orang tua yang sering bertengkar didepan anak akan menghambat komunikasi dalam keluarga dan remaja akan melarikan diri dalam keluarga. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang (2007), bahwa dari analisis statistika diperoleh Edisi Juli Desember Tahun 2014 18

nilai signifikan(p value) sebesar 0,700 sehingga lebih besar dari nilai (α) = 0,05. Hal ini menunjukkan Ho gagal ditolak sehingga disimpulkan tidak ada hubungan pola asuh orangtua terhadap perilaku seksual remaja. Hasil di atas berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Estin (2009), bahwa dari analisis statistika diperoleh nilaisignifikan (p value) sebesar 0,000 sehingga lebih kecil dari nilai (α) = 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual remaja. Keadaan orang tua dengan ada atau tidak ada komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga yang bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan pada remaja. Namun bukan berarti jika hubungan atau komunikasi orang tua yang baik terhadap anaknya tidak bisa menimbulkan seorang remaja untuk tidak melakukan seksual sebelum menikah. Karena selain dari perhatian orang tua remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya yang memberikan kesempatan pada mereka untuk melakukan seksual sebelum menikah. Remaja merupakan masa-masa yang paling menyenangkan,masa dimana puncak kebahagiaan, dan masa dimana seksualitasnya meningkat atau memuncak. Perkembangan seksualitas pada intinya adalah hal yang alami. Dimana ketika fungsi reproduksi mulai bekerja, secara alamiah remaja menjadi ingin tahu banyak tentang seks. Pergaulan bebas pada usia remaja memang sangatlah rentan karena rasa ingin tahu yang besar kemudian memacu remaja untuk berperilaku tidak terpuji. Perilaku seks bebas disebut pula sebagai masalah sosial, karena ketidaksesuaiannya dengan unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Adapun sumber masalah sosial, terutama menyangkut praktek seks bebas menurut interpretasi penulis antara lain: (1) faktor ekonomi (2) faktor budaya (3) faktor biologis, dan (4) faktor psikologis. KESIMPULAN Dari 24 responden yang beresiko memiliki keluarga yang berperan sebanyak 18 responden (75,0%), dan dari keluarga yang cukup berperan dengan kejadian perilaku seksual yang cukup beresiko memiliki 47 responden (37,3%) dari 126 responden, dan dari 47 responden keluarga yang tidak berperan dan tidak berisiko hanya memiliki 4 responden (8,6%). Remaja responden yang pernah melakukan berciuman leher sebanyak 89 responden (45,2%). Remaja yang pernah melakukan hubungan seksual secara petting sebanyak 165 responden (83,3%) dan remaja yang memegang alat sensitif lawan jenis saat meraka berduaan sebanyak 33 responden (16,8%). Sedang kan remaja yang berpacaran selalu melakukan hubungan langsung dengan lawan jenis 28 responden (14,2%) dan pada remaja yang selalu melakukan hubungan oral seks sebanyak 11 responden (5,6%). SARAN 1. Perlu adanya wadah biro konsultasi yang menampung permasalahan remaja khususnya permasalahan sistem reproduksi remaja yang dikelola oleh guru, dokter UKS, guru agama. Dan diadakannya penyuluhan tentang kesehatan reproduksi serta dampak dari pergaulan seks bebas dikalangan pelajar. Edisi Juli Desember Tahun 2014 19

Diadakannya ekstrakulikuler marawis dan siraman rohani setiap hari jum at. 2. Sebagai panduan bagi peneliti berikutnya dan mengharapkan variabel yang berbeda dan variabel yang belum diteliti. Selain itu dengan menambahkan jumlah sampel dan lokasi penelitian yang berbeda sehingga peneliti selanjutnya akan mendapatkan hasil yang optimal. 3. Remaja sekarang bisa lebih positif lagi dalam memandang perilaku seksual yang sekarang ini sedang marak di kalangan remaja. Perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja hendaknya dikurangi atau bahkan dihilangkan supaya remaja dapat diterima masyarakat secara baik. Dari perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja di SMPN 1 Cikarang Pusat diharapkan agar remaja lebih menghormati lagi norma agama, norma susila dan aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitarnya. Untuk Orang Tua 4. Orang tua diharuskan untuk lebih memperhatikan anak remajanya dalam melakukan setiap aktivitas di rumah maupun di luar rumah. Sekolah bisa memfasilitasi remaja agar dapat memberikan pendidikan seks bagi remaja untuk mencegah terjadinya seks bebas dikalangan remaja secara keseluruhan. Tidak membatasi siswa-siswi, kelas dan waktu, agar pendidikan seks yang disampaikan dapat diterima siswa/i secara utuh tidak setengah-setengah dan rutin. 5. Dalam melaksanakan asuhan kebidanan, diharapkan bidan lebih meningkatkan mutu dan kualitas yang mencakup memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan kepada remaja-remaja dalam mencegah penyimpangan perilaku seksual pada remaja sebelum menikah, dan penyuluhan tentang perilaku seksual pada remaja diberikan sepantasnya yang dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh remaja dan dapat merugikan remaja itu sendiri. 6. Sebagai bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan khususnya sekolah dalam penelitian menentukan programprogram yang dapat menyebarluaskan informasi tentang pengetahuan seksual pranikah. 7. Hendaknya pemerintah menetapkan kurikulum pendidikan yang mampu menciptakan generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan kepribadian yang tinggi. Dan pemerintah juga harus melakukan upaya pemberantasan berbagai hal yang menyebabkan tindak kriminalitas terutama yang mengarah pada penyimpangan seksual remaja, misalnya melakukan ketetapan hukum yang tegas terhadap penyimpangan seksual yang dilakukan oleh remaja, memberikan pengawasan yang ketat terhadap tempattempat hiburan, lokalisasi dan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Agus S. Pola Asuh pada Anak Disability. Diambil dari: http://my.opera.com/agoesdibyo/blog/manfaattidur-buat-anak.diakses tanggal 20 Mei 2010. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarata : Rineka Cipta. Hurlock, E. B. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 2005 Kartono, K. Kamus Psikologi.Bandung: Pionir Jaya, 2010. Kusmiran, E. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika. Kurniwan, T. 2008. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktek kesehatan reproduksi remaja di SMAN 1 Purbalingga. Universitas. Diponegoro. Semarang. Edisi Juli Desember Tahun 2014 20

Makmun, A. S. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Maia, R. Akibat seks bebas. Jakarta:EGC. Miron, A. 2006. Bicara soal cinta, Pacaran, dan Seks kepada remaja panduan guru dan orang tua..erlangga. Notoatmodjo S.(2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta: Pt. Rioneka Cipta. Notoatmodjo S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Sarwono, WS. 2003. Psikologi remaja. Jakarta: Grafindo Persada. Sarwono, WS. Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Press, Jakarta, 2004. Supartini, Yupi, S.Kp, msc. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Saifudin,A.2000.Sikap manusia,yogyakarta:pustaka Pelajar,Yogyakarta. 2010 Tukiran,Agus Joko Pitoyo, Pande Made Kutanegara. 2010. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://npoel.blogspot.com.gambaranpengetahuan-siswi-kelas-x-4.html. (diakases tanggal 10 mei 2010). http://situs.kespro.info/gendervaw/mei/200 3/htm. (diakses tanggal 20 maret 2009) Edisi Juli Desember Tahun 2014 21