BAB I PENDAHULUAN. nepotisme (KKN), dan pelaksanaan praktek pemerintah yang Good Governance

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nasional maupun internasional. Aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 merupakan tonggak dimulainya era demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR :32 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. Good Governance Government adalah pemerintahan yang paling. diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dimana pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. banyak memberikan pengalaman kepada masyarakat daerah atas ketimpangan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Berencana Nasional tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berenc

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011

PROFIL INSPEKTORAT KOTA SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan salah satu perkembangan yang terjadi ditiaptiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu wujud keberhasilan pemerintah adalah dengan mewujudkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. ini menimbulkan peningkatan tanggung jawab penyelenggara pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gerakan reformasi mengedepankan beberapa tuntutan penting antara lain mendesak pemerintah meningkatkan kinerja, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan pelaksanaan praktek pemerintah yang Good Governance dan Clean Government. Dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good government governance) pemerintah perlu berupaya untuk melakukan perbaikan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangannya.good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Pada masa memasuki reformasi di Indonesia terjadi pergolakan karena sistem penyelenggaraan pemerintahan yang mendasarkan pada konstitusi perundangan sebelumnya terutama produk-produk pemerintah Orde Baru yang sentralistik yang dinilai tidak cocok dengan dinamika perkembangan masyarakat. Reformasi penyelenggara pemerintahan mutlak diperlukan, karena pemerintahan masa lalu mengandung berbagai penyakit berat yang menghancurkan negara seperti KKN dan berbagai masalah moral lainnya. Oleh karena itu adanya perubahn sistem pemerintahan yang tadinya sentralisasi menjadi desentralisasi. Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan tersebut diharapkan ada 1

2 pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan yang tadinya dilaksanakan secara terpusat diberikan kepada daerah untuk mengaturnya. Pembagian kewenangan menjadi bagian dari arah kebijakan untuk membangun daerah yang dikenal dengan istilah kebijakan Otonomi Daerah. Hal tersebut ditandai dengan adanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah kemudian pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi UU No.32 Tahun 2004 yang telah diganti menjadi menjadi UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah menjadi UU No. 33 Tahun 2004. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dana aspirasi masyarakat. Pelimpahan kewenangan tersebut mempunyai pengaruh terhadap cara-cara mempertanggungjawabkan keuangan pusat, dan khususnya daerah. Sejalan dengan tuntutan reformasi disegala bidang pengelolaan keuangan daerah pun mengalami reformasi. Tuntutan masyarakat era reformasi terhadap pelayanan public yang ekonomi, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan responsif semakin besar. Keleluasaan penggunaan dana-dana yang telah meningkat cukup signifikan harus mendapatkan pengelolaan yang cukup baik. Salah satu prinsip dalam mewujudkan Good Governance adalah adanya akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Membahas mengenai akuntabilitas keuangan daerah merupakan proses pengelolaan keuangan daerah dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,

3 penatausahaan, pertanggungjawaban, serta pengawasan harus benar-benar dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan DPRD terkait dengan kegagalan maupun keberhasilannya sebagai evaluasi tahun berikutnya. Bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan dana publik (APBD) adalah laporan keuangan daerah pemerintah daerah yang terdiri dari atas laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan Adapun ciriciri dari akuntabilitas yang efektif antara lain : 1. Akuntabilitas harus utuh dan menyeluruh (dalam arti tanggung jawab terhadap pokok dan fungsi intansi, serta program pembangunan yang dipercayakan kepadanya termasuk pelayanan BUMN/D yang berada dibawah wewenangnya), 2. Mencangkup aspek yang menyeluruh mengenai aspek integritas keuangan, ekonomis, efisien, dan sesuai prosedur, 3. Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja maupun unit instansi, 4. Akuntabilitas harus dibangun berdasarkan sistem informasi yang handal, untuk menjamin keabsahan, objektivitas dan ketepatan waktu penyampaian informasi, 5. Adanya penilaian yang efektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu isntansi, 6. Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas. Akuntabilitas merupakan konsep yang komplek yang lebih sulit mewujudkannya daripada memberantas korupsi. Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya pertanggungjawaban vertical. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya pengawasan intern yang akan

4 mendukung dan mempengaruhi terciptanya akuntabilitas keuangan yang baik, akuntabel. Salah satu fungsi menejemen yang penting dalam pengelolaan keuangan daerah adalah pengawasan, baik pengawasan dari arti sempit maupun dalam arti luas sebagai pengendalian. Pengawasan intern (intern control) adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau manajer puncak dan atau pimpinan atau manajer unit atau satuan kerja dilingkungan organisasi dan atau unit satuan kerja masing-masing. Untuk konsep pengawasan intern terdiri dari lima komponen (unsur-unsur) namun peneliti hanya mengambil tiga komponen yang saling berhubungan yang akan menunjang pencapaian tujuan instansi yaitu : 1. Lingkungan pengendalian merupakan komponen yang berperan dalam membangun atmosfer (iklim), 2. (Aktivitas Pengendalian) merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memastikan dilaksanakannya kebijakan manajemen dan bahwa resiko sudah diantisipasi, 3. Pemantauan, mengedepankan kebutuhan manajemen untuk monitor sistem pengendalian intern melalui internal control system itu sendiri. Pengawasan dapat membantu suatu organisasi dalam mencapai prestasi dan target yang menguntungkan, dan mencegah hilangnya sumber daya. Dapat membantu menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Laporan keuangan yang dapat dipercaya menjadi dasar pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah yang telah dilakukan dalam suatu periode. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik, hendaknya disertai dengan pengelolaan yang tertib dan disiplin, sehingga tujuan

5 atau sarana dapat dicapai secara berdaya guna dan berhasil guna dan dapat dipertanggungjawabkan. Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat sebagai lembaga yang mengelola keuangan daerah tentu dalam menjalankan aktivitasnya harus transparan dan akuntabel. Akuntabilitas keuangan daerah Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari laporan-laporan keuangan yang dirilis dapat menyangkut pelaporan keuangan, anggaran operasional lembaga itu sendiri maupun laporan keuangan. Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat dapat menunjukkan pertanggungjawaban (akuntabilitas) sebagai lembaga yang vital dalam penyelenggaran pemerintahan daerah. Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat sebagai aparatur Negara atau pegawai di dalam melaksanakan tugasnya tentu harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas baik, transparansi dan profesional. Tetapi pada kenyataannya masih ada pegawai yang kurang patuh dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya, serta realisasi anggaran yang fluktuatif dari setiap tahun serta program-program yang belum tercapai sesuai target dan adanya permasalahan pada SPI (Sistem Pengendalian Intern). Dari hasil temuan Inspektorat Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa sistem pengendalian internal pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat belum optimal dan belum dilaksanakan secara terstruktur (wawancara dengan H. Andar Sukandar Auditor Madya). Berikut ini temuan Inspektorat Provinsi Jawa Barat terkait permasalahan sistem pengendalian Intern: 1. Adanya kelemahan di bidang kepegawaian yaitu kedisiplinan pegawai masih rendah.

6 2. Masih ditemukan kelemahan seperti tidak tercapai target penyerapan anggaran. 3. Keterlamabatan pengerjaan fisik bangunan yang menimbulkan denda. (LHP Inspektorat Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2014) Begitu juga dari hasil BPK Menurut Moermahadi, meskipun opini yang diperoleh Pemerintah Jawa Barat adalah WTP, namun masih terdapat beberapa permasalahan yang menjadi temuan pemeriksaan terkait dengan sistem pengendalian/pengawasan intern (SPI) Tanpa mengurangi kebanggaan atas capaian opini WTP yang diperoleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, BPK memandang perlu untuk mengingatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar mencermati, memberi perhatian dan menindak lanjuti beberapa masalah yang menjadi temuan pemeriksaan. (http://bandung.bpk.go.id/?p=761). Berikut ini terdapat temuan dari BPK terkait masalah SPI pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat dimana Permasalahan tersebut terjadi karena Pengguna anggaran kurang optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, serta Kepala OPD terkait lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian (sumber: LHP LKPD BPKP Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2014): 1. Pengadaan belanja makanan dan minuman Pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat tidak sesuai dengan konfirmasi BPK yaitu sebesar Rp96.583.200,00.

7 2. Proses Lelang Pengadaan dan Pemasangan Lampu Penerangan Jalan umum Pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat tidak sesuai Ketentuan dan Pemahalan kontrak sebesar Rp. 54.931.975,00. 3. Proses lelang Pengembangan Fasilitas LLJ Wilayah Pembangangunan II Pada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat Tidak Sesuai Ketentuan dan Pemahalan Kontrak sebesar Rp64.840.657,10. (sumber: LHP LKPD BPKP Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2014) Kemudian temuan pada akuntabilitas keuangan Dinas Perhubungan Provinsi Jawab Barat dapat dilihat dari tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Laporan Realisasi Anggaran Per 31 Desember Tahun 2014 dan Tahun 2015 No Uraian Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % 2014 2014 2015 2015 1 Pendapatan Pendapatan Asli Daerah 1.221.700.000 1.363.728.245 111,63 1,379,908,655 1.487.932.411 107.83 Pendapatan Pajak Daerah - - - - Pendapatan Retribusi Daerah 1.221.700.000 1.363.728.245 111,63 1,379,908,655 1.487.932.411 107.83 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan - - - - Lain-lain PAD yang sah - - - - JUMLAH 1.221.700.000 1.363.728.245 111,63 1,379,908,655 1.487.932.411 107.83 2 Belanja Belanja Tidak Langsung 38.255.732.018 38.255.732.018 92,60 42,925,504,904 37.634.950.315 87.67 Belanja Pegawai 38.255.732.018 35.426.209.183 92,60 42,925,504,904 37.634. 450.315 87.67 3 Belanja Langsung 393.381.168.479 221.419.535.464 56,29 286,177,849,966 256,845,744,647 79.72 Belanja Pegawai 2.235.286.000 1.814.657.000 81,18 42,925,504,904 37,634,450,315 87.67 Belanja Barang dan Jasa 42.043.980.219 34.487.139.972 82,03 44,177,547,155 34,944, 963, 406 79.21 Belanja Modal 349.101.902.260 185.117.738.492 53,03 199,125.797,907 155,543,345,605 78.11 SURPLUS/ (DEFISIT) (430.415.200.497) (255.482.016.402) (430, 415,200, 497) (255, 482,016, 402) (Sumber data: Laporan Realisasi Anggaran Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2014-2015)

Jika dilihat dari tabel 1.1. Laporan Realisasi Anggaran Program Kegiatan Pendukung Sasaran Strategis Tahun 2014 dapat dilihat ada beberapa uraian jumlah anggaran yang tidak terealisasi seluruhnya (100%) yang menyebabkan efektifitas penyerapan anggaran di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2014 masih rendah. Selain itu, banyaknya uraian yang tidak terealisasi seluruhya (100% ) ini menyebabkan anggaran mengalami anggaran Surplus (Defisit) atau Silpa, dalam akuntansi anggaran yang baik adalah berapa yang dianggarkan terealisasi sepenuhnya. Ini menunjukan bahwa akuntabilitas keuangan di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat masih rendah. Selain itu, meskipun telah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap realisasi pada tahun 2014 yaitu sebesar 59,51%, tetapi hal ini belum dapat mengefisiensikan anggaran yang digunakan untuk pencapaian kinerja yang telah ditetapkan. Masih ditemukan adanya defisit pada laporan keuangan di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat yang terlihat adanya sisa anggaran yang terdapat pada laporan keuangan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2014 tersebut. Dari permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan akan dituangakan dalam sebuah penelitian dengan judul PENGARUH PENGAWASAN INTERN TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN DAERAH PADA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA BARAT.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasaran pengamatan dan data yang di dapatkan di Badan Penanaman Modal dan Perijinan kabupaten Bandung, maka ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Pengawasan atasan yang lemah terhadap bawahan. 2. Adanya pengguna anggaran kurang optimal dalam melakukan pengawasan yang mengakibatkan kerugian daerah. 3. Akuntabilitas keuangan tidak sepenuhnya tercapai dilihat dari realisasi anggaran yang tidak mencapai target atau kurang dari 100%. 1.3 Rumusan Masalah Dari permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah di atas, dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan mengenai pengaruh Pengawasan Internal Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh Lingkungan pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat? 2. Seberapa besar pengaruh aktifitas pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat?

3. Seberapa besar pengaruh pemantauan terhadap akuntabilitas keuangan daerah pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat? 4. Seberapa besar pengaruh pengawasan intern terhadap akuntabilitas Keuangan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan peneliti selama proses berlangsung adalah: 1. Untuk mengetahui besaran pengaruh Lingkungan pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui besaran pengaruh aktifitas pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat 3. Untuk mengetahui besaran pengaruh pemantauan terhadap akuntabilitas keuangan daerah pada Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat 4. Untuk mengetahui besaran pengaruh pengawasan intern terhadap akuntabilitas Keuangan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat 1.5 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang ingin dicapai yaitu berupa kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan teori tentang ilmu administrasi keuangan negara khususnya tentang pengawasan intern dan akuntabilitas keuanagan daerah. 2. Kegunaan Praktis a. Untuk lembaga, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah dalam peningkatan akuntabilitas keuangan daerah di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat. b. Untuk peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai pengawasan intern serta pengaruhnya terhadap akuntabilitas keuangan daerah. c. Untuk umum, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pihak yang berkepentingan dengan masalah yang diteliti oleh peneliti. 1.6 Kerangka Pemikiran Menurut Sondang P. Siagian dalam Inu Kencana (2011:5) mengatakan bahwa administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusankeputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya administrasi juga harus dipandang sebagai moral dan etika. Karena pemerintah harus mengajak kebenaran dan kebaikan, serta melarang

terjadinya dekadensi moral dalam lingkungan masyarakat yang dipimpinnya. Khususnya untuk mengantisipasi keburukan dekadensi moral maka memang hanya pemerintahlah yang mampu melakukan. Miriam Budiardjo dalam Inu Kencana, (2011:10) mendefinisian bahwa negara merupakan suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhasil menuntut warganya untuk taat pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan monopolitis dari kekuasaan yang sah. Dapat disimpulkan arti dari administrasi keuangan negara menurut Arifin P. Soeria Atmadja (2010:10) bahwa keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD, Keuangan Negara pada Perjan, Perum, PN-PN dan sebagainya, sedangkan dalam arti sempit hanya meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan mempertanggungjawabkannya. Ruang lingkup pembahasan administrasi keuangan negara tergantung dari sudut pendekatan yang digunakan Pendekatan yang berbeda akan mencerminkan ruang lingkup yang berbeda.pembahasan Administrasi Keuangan dikelompokkan kedalam lima pendekatan yang berbeda yaitu pendekatan ketatalaksanaan keuangan, pendekatan keuangan negara, pendekatan administrasi negara termasuk administrasi pembangunan, pendekatan sejarah perkembangan sistem anggaran, pendekatan organisasi sebagai sistem terbuka. Pengawasan internal menurut Dadang Suwanda dan Dailibas (2013:6) menyatakan bahwa Pengawasan Internal adalah suatu proses, yang Integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai.

Dimensi dari Pengawasan Intern menurut Dadang Suwanda dan Dailibas (2013:6): 1. Lingkungan Pengendalian 2. Penentuan Resiko 3. Aktivitas Pengendalian 4. Informasi dan Komunikasi 5. pemantauan Seperti yang telah dikatakan peneliti hanya mengambil tiga dimensi pada Pengawasan Intern. Adapun unsur-unsur pengawasan Internal menurut Dadang Suwanda dan Dailibas ( 2013:6) terdiri dari: 1. Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian berkenaan dengan tindakan-tindakan, kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang merefleksikan keseluruhan sikap manajemen, dewan komisaris, pemilik dan pihak lainnya terhadap pentingnya pengendalian intern bagi entitas 2. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas 3. Pemantauan

Pemantauan adalah proses penetapan kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Berkenaan dengan penilaian efektivitas pengendalian internal secara terus menerus atau periodik oleh manajemen, untuk melihat apakah telah dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai dengan keadaan. Berkaitan dengan akuntabilitas, Mardiasmo memberikan defenisi mengenai akuntabilitas yaitu sebagai kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. (Mardiasmo, 2009: 20). Dimensi dari akuntabilitas diantaranya: 1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality) 2. Akuntabilitas proses (process accountability) 3. Akuntabilitas program (program accountability) 4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability). (Mardiasmo, 2009: 22) Melihat dari pernyataan di atas, maka dengan demikian peneliti berpendapat bahwa adanya pengaruh laporan keuangan terhadap akuntabilitas pemerintah daerah. Peranan antara kedua hal tersebut akan disajikan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

Tabel 1.2 Konsep Kerangka Pemikiran Pengaruh Pengawasan Internal Terhadap Akintabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat.. Pengaruh Pengawasan Intern (Variabel X) Dimensi : 1. Lingkungan pengendalian 2. Aktivitas Pengendalian 3. pemantauan (Dadang Suwanda dan Dailibas 2013:6) Akuntabilitas keuanagan Daerah (Variabel Y) Dimensi : 1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality) 2. Akuntabilitas proses (process accountability) 3. Akuntabilitas program (program accountability) 4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability). (Mardiasmo, 2009: 22) (Sumber: Model Penelitian) 1.7 Hipotesis Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat di uji. Oleh karena itu hipotesis selalu mengambil bentuk atau dinyatakan dalam kalimat pernyataan (declarative) dan dalam pernyataan ini secara umum dihubungkan satu atau lebih variabel dengan variabel lain. Hipotesis adalah pernyataan atau jawaban tentatif atas masalah dan kemudian hipotesis dapat diverifikasi hanya setelah

hipotesis di uji secara empiris. Tujuan pengujian hipotesis ialah untuk mengetahui kebenaran atau ketidakbenaran untuk menerima atau menolakjawaban tentatif. (Ulber Silalahi, 2012:160). Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. (Sugiyono, 2012:64). Bentuk hipotesis yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah hipotesis assosiatif. Hipotesis assosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. (Sugiyono, 2012:69). Berdasarkan asumsi diatas, maka peneliti menarik hipotesis sebagai berikut : 1. Ho : ρ = 0, diduga tidak terdapat pengaruh lingkungan pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah Ha : ρ 0, diduga terdapat pengaruh lingkungan pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah 2. Ho : ρ = 0, diduga tidak terdapat pengaruh aktivitas pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah Ha : ρ 0, diduga terdapat pengaruh aktivitas pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan daerah 3. Ho : ρ = 0, diduga tidak terdapat pengaruh pemantauan terhadap akuntabilitas keuangan daerah

Ha : ρ 0, diduga terdapat pengaruh pemantauan terhadap akuntabilitas keuangan daerah 4. Ho : ρ = 0, diduga tidak terdapat pengaruh pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan daerah Ha : ρ 0, diduga terdapat pengaruh sistem pengawasan internal terhadap akuntabilitas keuangan daerah