BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten

dokumen-dokumen yang mirip
Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /296/ /2010

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

KEPUTUSAN BUPATI BULELENG NOMOR : 523/ 630/ HK / 2011

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTEIU KRIIUTANAN REPUJJLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkun

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Hidup dan Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan; Mengingat : 1.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Perlindungan. Pengelolaan. LHK. Peran. Masyarakat. Pelaku Usaha. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

NSPK SEKTOR KEHUTANAN. Agus Surono

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.136/VI-BPHA/2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 11/IV- SET/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Membaca. Menimbang. f. bahwa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT DAN REKLAMASI TELUK BENOA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.21/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses penetapan zonasi Taman Nasional Siberut yang dilaksanakan ditahun 2014 dan telah disahkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat, pada tanggal 5 Februari 2015, belum sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Tidak dilaksanakannya prosedur penataan zonasi sebagaimana mestinya sebagai akibat dari penolakan oleh masyarakat hukum adat, tidak serta merta mengakibatkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tentang penetapan zonasi Taman Nasional Siberut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Karena penataan zonasi bertujuan untuk mengakomodir kepentingan semua pihak, baik Balai Taman Nasional Siberut selaku pemangku kawasan yang ditugaskan untuk mengelola kawasan taman nasional, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai selaku Pemerintah daerah yang bertanggung jawab memberikan pelayanan dalam memenuhi hakhak masyarakat sebagai warga negara untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, dan masyarakat hukum adat tradisional Suku Mentawai yang sudah hidup secara turun temurun dalam kawasan hutan semenjak ratusan tahun lalu, serta pihak lain yang berkepentingan. Penyimpangan terhadap prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini terjadi sebagai akibat dari penolakan masyarakat hukum adat. Suatu peraturan perundangundangan yang tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat penolakan oleh masyarakat dapat

dikatakan sebagai peraturan yang tidak memiliki kekuatan berlaku secara sosiologis. Hal ini telah mendorong untuk dilakukannya perubahan terhadap Peraturan Menteri Kehutanan ini, dimana pada saat pembahasan perubahan Peraturan Menteri Kehutanan ini, proses yang dilakukan dalam penataan zonasi Taman Nasional Siberut dijadikan sebagai naskah akademik. Sehingga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, yang mulai berlaku semenjak diundangkan pada tanggal 2 Januari 2016, yang mencabut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, sepenuhnya mengadopsi prosedur penataan zonasi yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Siberut. Pengelolaan Taman Nasional Siberut ini dibagi kedalam 5 (lima) zona pengelolaan yaitu zona inti seluas 45620 Ha (23.94 %), zona rimba seluas 85.580 Ha (44.92 %), zona pemanfaatan dengan luas 19.920 (10.46 %), zona tradisional seluas 24.050 Ha (12.62 %) dan zona khusus dengan luas 15.330 Ha (8.04 %). Terhadap zonasi pengelolaan Taman Nasional Siberut ini dilakukan pemantauan secara priodik sekali dalam 5 (lima) tahun oleh Direktur Teknis, dan evaluasi zonasi pengelolaan dilakukan oleh Kepala Balai paling lama sekali 10 (sepuluh) tahun. 1. Penunjukan kawasan Taman Nasional Siberut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 407/Kpts-II/1993 tanggal 10 Agustus 1993 seluas 190.500 Ha diatas hak ulayat masyarakat hukum adat tradisional Suku Mentawai, telah mengakibatkan kedudukan Masyarakat Hukum Adat Tradisional Suku Mentawai beserta hutan adatnya menjadi tidak diakui secara hukum, karena pada saat dilakukannya penunjukan kawasan Taman Nasional Siberut secara otomatis hutan adat menjadi hutan negara.

Walaupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 telah memulihkan kembali pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat dan hutan adat, tetapi sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai belum menerbitkan peraturan daerah untuk menetapkan masyarakat tradisional Suku Mentawai sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, sehingga pengakuan terhadap hutan adatnya juga belum dapat dilakukan, karena pengakuan terhadap hutan adat baru dapat dilakukan setelah adanya pengakuan secara hukum terhadap masyarakat hukum adat. Sehingga masyarakat hukum adat tradisional Suku Mentawai tidak mempunyai kewenangan secara hukum untuk mengelola hutan adat mereka yang berada didalam kawasan Taman Nasional Siberut. Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat tradisional Suku Mentawai yang berada dalam kawasan Taman Nasional Siberut selama ini hanya bersifat defakto, kepada masyarakat hukum adat diberikan kesempatan untuk melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sesuai dengan kearifan tradisional yang mereka miliki dan tidak bertentangan dengan undang-undang, serta berhak mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. 2. Pemberdayaan masyarakat hukum adat pada zona pengelolaan taman nasional, baik yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Siberut maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian ekosistem asli taman nasional, adapun kegiatan pemberdayaan dimaksud adalah : a. Pemberian bantuan bibit tanaman yang tidak merupakan tanaman asli Pulau Siberut (eksotik) dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat hukum adat, memiliki potensi merusak kelestarian ekosistem asli Taman Nasional Siberut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai berupa pembangunan fasilitas umum, jalan, jembatan, puskesmas, sarana air bersir, rumah sekolah, dan kantor Pemerintah lainnya, yang dilakukan secara sepihak tanpa koordinasi dengan Balai Taman Nasional Siberut sangat berpotensi mengakibatkan kerusakan pada kelestarian fungsi kawasan Taman Nasional Siberut. B. Saran 1. Balai Taman Nasional Siberut harus segera melakukan sosialisasi zonasi kawasan dan penataan batas zonasi dengan melibatkan masyarakat hukum adat yang terkena dampak dari penunjukan kawasan Taman Nasional Siberut dan pihak lain yang berkepentingan, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/ 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk.Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Dan sekaligus melakukan revisi terhadap buku zonasi termasuk melakukan revisi terhadap ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan yang tidak dapat dilakukan di masing-masing zona pengelolaan, yang berpotensi mengamputasi kewenangan dari Balai Taman Nasional Siberut selaku pemangku kawasan. 2. Sebagai kawasan taman nasional yang baru ditunjuk, maka pada saat pengukuhan kawasan, dilakukan penyelesaian hak-hak masyarakat hukum adat yang belum teridentifikasi pada saat penunjukan kawasan Taman Nasional Siberut. Sebagaimana dijelaskan dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU- IX/2011, yang memaknai Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menyatakan, Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan

memperhatikan rencana tata ruang wilayah. Mahkamah Konstitusi memaknai bahwa pada saat pengukuhan kawasan hutan Pemerintah wajib memperhatikan kemungkinan adanya hak-hak perseoranganatau hak pertuanan (ulayat) pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagaikawasan hutan tersebut, sehingga jika terjadi keadaan seperti itu maka penataanbatas dan pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasanhutan supaya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain, misalnya masyarakatyang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasanhutan tersebut. Jika tidak dilakukannya pengukuhan kawasan Taman Nasional Siberut, maka pengakuan terhadap masyarakat dan hutan adat dapat dilakukan melalui permohonan oleh masyarakat hukum adat tradisional Suku Mentawai kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk menerbitkan Peraturan Daerah tentang pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, berdasarkan Peraturan Daerah ini kemudian dapat diajukan permohonan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk penetapan hutan adat. 3. Supaya tercapainya tujuan kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hukum adat dan terjaminnya kelestarian fungsi kawasan Taman Nasional Siberut, perlu dibangun sinergisitas antara semua pihak yang berkepentingan baik Taman Nasional Siberut, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dewan Adat dan perguruan tinggi. Sinergisitas diantara pihak terkait ini dapat diwujudkan dengan membentuk suatu lembaga komunikasi/forum komunikasi. Mengingat rencana Taman Nasional Siberut akan memfokuskan pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan zona tradisional maka dapat dibentuk lembaga/forum komunikasi dalam bentuk Dewan Pengelola Zona Tradisional.