KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 )

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 24/2004, KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA PRABUMULIH,

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG

JADWAL ACARA RAPAT-RAPAT BADAN LEGISLASI DPR RI PADA MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

No. HARI, TGL. WAKTU JENIS RAPAT ACARA KETERANGAN 1. Senin, 12 Januari 2015 Pk WIB

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

HARI/TANGGAL/ WAKTU JENIS RAPAT ACARA KETERANGAN. 1. Senin, WIB. Rapat Pimpinan Badan Legislasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

ORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI

2011, No.80 2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentan

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMPERKUAT KELEMBAGAAN DPR-RI SEBAGAI PILAR DEMOKRASI. Oleh KETUA DPR-RI Dr. H.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BUPATI POLEWALI MANDAR

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG

a. bahwa dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan adanya perbedaan penafsiran beberapa ketentuan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 49 TAHUN 2005

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 34 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG

Standar Pelayanan Pengkoordinasian Penyusunan Acara dan Pelaksanaan Keprotokolan Menteri Sekretaris Negara

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UIN AR-RANIRY BANDA ACEH

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT dan BUPATI BANDUNG BARAT MEMUTUSKAN:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan dan penempatan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara. Pengaturan ini disahkan dalam Konvensi Wina 1964. Indonesia telah meratifikasi konvensi Wina tersebut dengan UU No 1 Tahun 1982. Tindak lanjut dari pengaturan keprotokoleran yang berlaku di dunia diplomatik, kemudian diadopsi dalam pengaturan sistem keprotokoleran yang ada di setiap negara. Indonesai termasuk negara yang juga mengatur sistem keprotokoleran ini dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokoler. Dalam UU No 8 Tahun 1987 telah diatur sistem keprotokoleran yang berlaku di Indonesia terutama bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah dalam hal pengaturan tata letak, tata tempat dan tata upacara. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 berimplikasi dengan munculnya sejumlah lembaga negara atau komisi yang terkait dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, karena adanya pejabat negara atau pejabat publik yang diatur dalam UU tersendiri. Implikasinya adanya pengaturan protokoler terhadap pejabat negara dan pejabat yang baru pasca amandemen UUD 1945. Oleh sebab itu wajar DPR-RI memandang bahwa sistem protokoler yang ada saat ini yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1987 sudah tidak sesuai dengan dengan sistem keprotokoleran yang ada. Selain itu di sejumlah negara maju juga telah mengatur sistem protokoler atas kegiatan pejabat negara mereka apabila akan melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan resmi ke suatu negara. Pentingnya pengaturan sistem keprotokoleran dalam suatu UU yang baru penting, selain ingin mengadopsi sejumlah pejabat negara atau pejabat publik yang baru, juga untuk menyamakan persepsi tentang makna protokoler yang mengacu kepada sistem universal yang ada saat ini. Istilah protokol berkaitan dengan tata krama tentang suatu pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam suatu negara. Pada tingkat kenegaraan istilah protokoler berkaitan erat dengan tata krama penyelenggaraan acara yang bersifat ke negaraan. 1

Setiap negara termasuk negara Indonesia, Canada dan Perancis memiliki aturan atau protokol sendiri untuk melaksanakan cara-acara yang bersifat kenegaraaan dan menunjuk kedudukan seorang pejabat negara atau pejabat publik dalam suatu acara kenegaraan atau dalam acara resmi. Pengaturan tentang protokol suatu negara biasanya memiliki berbagai kekhususan dari negara yang bersangkutan. Namun di sisi lain sistem keprotokoleran tidak terlepas dari kaedah internasional yang mengikat negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan perkembangan munculnya lembaga negara baru dan lembaga negara bantu (the auxilaries states ) yang baru, memunculkan pejabat negara baru dan pejabat publik baru, yang mempunyai posisi penting dalam kegiatan resmi atau kegiatan kenegaraan. Mengingat UU No 8 Tahun 1987 belum mengakomodir kepentingan pejabat negara dan pejabat publik tersebut dalam sistem protokol yang ada, mengakibatkan sering muncul permasalahan di lapangan apabila ada acara resmi atau acara kenegaraan, yaitu sulitnya menempatkan pejabat negara dan pejabat publik di maksud dalam hal tata letak dan tata tempat. Oleh karena itu untuk mengakomodir kepentingan mereka, sudah saatnya UU No 8 Tahun 1987 perlu dilakukan perubahan dengan membentuk UU tentang Protokol yang baru. Untuk memperkaya khasanah materi muatan yang tertuang dalam draft RUU tentang Protokol, maka Panitia Khusus (Pansus) RUU Protokol memandang perlu dilakukan kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Adanya kunjungan kerja Pansus ke luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR di bidang fungsi legislasi. Selain itu kunjungan kerja Pansus juga ingin melihat praktek dalam hal keprotokoleran yang berlaku di negara Canada, karena ada kekhususan yang diberlakukan tentang keprotokoleran yang ada di negara Canada. B. TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Adapun tujuan kunjungan kerja ke Canada adalah antara lain: 1) Umum : a. Memperoleh gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Canada. b. Mengetahui siapa yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Canada. c. Mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Canada. d. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik e. Mempelajari tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi f. Mempelajari tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi. 2

g. Mempelajari tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi. h. Mengetahui cara pemerintahan negara Canada memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Canada. i. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Canada. j. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Canada. 2) Khusus : a. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Gubernur Jenderal dan Perdana Menteri, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi Gubernur Jenderal dan perdana menteri, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. b. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Ratu Elizabeth II sebagai pemimpin monarkhi di Kanada. c. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Parlemen Kanada, baik di Majelis Nasional dan Senat, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasan legislatif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi majelis perwakilan rendah dan senat, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. d. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal ada tamu negara di negara Kanada. e. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal Gubernur atau Perdana Menteri melakukan kunjungan ke luar negeri. f. Mengetahui apakah diatur protokoler di luar pejabat negara selain Gubernur, Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. C. ALASAN PEMILIHAN NEGARA KANADA Negara Kanada merupakan Negara yang system pemerintahannya adalah parlementer federal dan monarkhi konstitusional, dimana system pemerintahannya gabungan antara system monarkhi yang ada di Negara Inggris dengan mengakui Ratu Elizabeth II, dan adanya Gubernur Jenderal dan Perdana menteri. Gubernur Jenderal merupakan tokoh non partisan yang memenuhi berbagai peran seremonial. Gubernur Jenderal mengangkat Perdana Menteri yang merupakan pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak di Majelis Perwakilan Rendah. Kanada memiliki parlemen yang terdiri dari Majelis Perwakilan Rendah dan Senat. Pemilihan untuk Majelis Perwakilan Rendah dilakukan oleh Gubernur Jenderal berdasarkan rekomendai Perdana Menteri 3

Kanada memiliki 3 partai nasional utama, 1) Partai Demokrat Baru, 2) Partai Liberal Kanada, 3) Partai Konservatif Kanada. D. JADWAL KUNJUNGAN KERJA Jadwal kunjungan kerja disesuaikan dengan kesiapan tempat atau kantor yang akan dikunjungi dalam kunjungan kerja ini. Adapun tentative kunjungan kerja adalah sebagai berikut: No Hari/tanggal Waktu Tempat Keterangan 1. Minggu 11 Juli 2010 07.00 Jakarta Singapura - Ottawa Berangkat ke Canada 2 Senin Pertemuan dengan Silahturahmi 12 Juli 2010 13.00 selesai Dubes RI 3 Selasa Kementerian Luar Diskusi 13 Juli 2010 09.30 selesai Negeri 4 Rabu 14 Juli 2010 09.30 selesai Parlemen Diskusi 5. Kamis Sekretariat Negara Diskusi 15 Juli 2010 09.30 selesai 6. Jumat Pemerintah Negara Diskusi 16 Juli 2010 09.30 selesai Bagian 7 Sabtu Ottawa Singapura Pulang ke 17 Juli 2010 07.00 Jakarta Indonesia E TEMPAT YANG AKAN DIKUNJUNGI. Adapun tempat atau kantor yang akan dikunjungi adalah antara lain: 1. Kedutaan Besar Republik Indonesia; 2. Kementerian Luar Negeri; 3. Parlemen ; 4. Sekretariat Negara; dan 5. Pemerintah Negara Bagian. F JUMLAH ANGGOTA DELEGASI Adapun delegasi kunjungan teknis ke Canada sebanyak 10 (sepuluh) orang Anggota DPR, yang dipimpin oleh Pimpinan Pansus dan didampingi oleh 2 orang Sekretaris. 4

G. PENUTUP Demikian kerangka acuan kunjungan kerja Pansus RUU Protokoler ke Negara Canada, dan kerangka acuan ini perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan konfirmasi dari Negara tujuan Canada melalui bantuan dari Biro Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Hasil dari konfirmasi dari BKSAP, maka diperlukan waktu 3 hari untuk pembuatan parpor dinas, dan waktu 2 minggu untuk pengurusan visa untuk parpor dinas baru dan 1 minggu untuk paspor dinas yang masih berlaku. Jakarta Mei 2010 5

DAFTAR PERTANYAAN (tentative) Umum : 1. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Canada. 2. Siapa saja yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Canada. 3. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Canda 4. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik 5. Bagaimana tentang tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 6. Bagaimana tentang tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 7. bagaimana tentang tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 8. bagaimana cara pemerintahan negara Canada memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Canada. 9. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Canada. 10. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Canada. Khusus : 1. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri terkait tata tempat yang di atur di negara ini? 2. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mempersiapkan sidang-sidang, rapat, serta pertemuan kabinet dan/atau pejabat-pejabat negara lainnya? 3. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mengatur tata tempat bagi kabinet serta pejabat-pejabat negara lainnya selama ini? 4. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri selama ini dalam menyelenggarakan resepsi/jamuan, khususnya dengan tamu asing? 5. Bagaimana protokol dijalankan pada saat Presiden dengan atau tanpa Wakil Presiden akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri? 6. Bagaimana peran sekretaris militer selama ini dalam hal protokol penyelenggaraan pengamanan (dalam rangka pengamanan fisik dan non fisik) bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan negara asing? 7. Apakah ada permasalahan berkenaan dengan penyelenggaraan protokol pengamanan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, 6

termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala pemerintahan negara asing? KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA PERANCIS ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan dan penempatan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara. Pengaturan ini disahkan dalam Konvensi Wina 1964. Indonesia telah meratifikasi konvensi Wina tersebut dengan UU No 1 Tahun 1982. Tindak lanjut dari pengaturan keprotokoleran yang berlaku di dunia diplomatik, kemudian diadopsi dalam pengaturan sistem keprotokoleran yang ada di setiap negara. Indonesai termasuk negara yang juga mengatur sistem keprotokoleran ini dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokoler. Dalam UU No 8 Tahun 1987 telah diatur sistem keprotokoleran yang berlaku di Indonesia terutama bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah dalam hal pengaturan tata letak, tata tempat dan tata upacara. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 berimplikasi dengan munculnya sejumlah lembaga negara atau komisi yang terkait dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, karena adanya pejabat negara atau pejabat publik yang diatur dalam UU tersendiri. Implikasinya adanya pengaturan protokoler terhadap pejabat negara dan pejabat yang baru pasca amandemen UUD 1945. Oleh sebab itu wajar DPR-RI memandang bahwa sistem protokoler yang ada saat ini yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1987 sudah tidak sesuai dengan dengan sistem keprotokoleran yang ada. Selain itu di sejumlah negara maju juga telah mengatur sistem protokoler atas kegiatan pejabat negara mereka apabila akan melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan resmi ke suatu negara. Pentingnya pengaturan sistem keprotokoleran dalam suatu UU yang baru penting, selain ingin mengadopsi sejumlah pejabat negara atau pejabat publik yang baru, juga untuk menyamakan persepsi tentang makna protokoler yang mengacu kepada sistem universal yang ada saat ini. Istilah protokol berkaitan dengan tata krama tentang suatu pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang 7

ditetapkan dalam suatu negara. Pada tingkat kenegaraan istilah protokoler berkaitan erat dengan tata krama penyelenggaraan acara yang bersifat ke negaraan. Setiap negara termasuk negara Indonesia, Canada dan Perancis memiliki aturan atau protokol sendiri untuk melaksanakan cara-acara yang bersifat kenegaraaan dan menunjuk kedudukan seorang pejabat negara atau pejabat publik dalam suatu acara kenegaraan atau dalam acara resmi. Pengaturan tentang protokol suatu negara biasanya memiliki berbagai kekhususan dari negara yang bersangkutan. Namun di sisi lain sistem keprotokoleran tidak terlepas dari kaedah internasional yang mengikat negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan perkembangan munculnya lembaga negara baru dan lembaga negara bantu (the auxilaries states ) yang baru, memunculkan pejabat negara baru dan pejabat publik baru, yang mempunyai posisi penting dalam kegiatan resmi atau kegiatan kenegaraan. Mengingat UU No 8 Tahun 1987 belum mengakomodir kepentingan pejabat negara dan pejabat publik tersebut dalam sistem protokol yang ada, mengakibatkan sering muncul permasalahan di lapangan apabila ada acara resmi atau acara kenegaraan, yaitu sulitnya menempatkan pejabat negara dan pejabat publik di maksud dalam hal tata letak dan tata tempat. Oleh karena itu untuk mengakomodir kepentingan mereka, sudah saatnya UU No 8 Tahun 1987 perlu dilakukan perubahan dengan membentuk UU tentang Protokol yang baru. Untuk memperkaya khasanah materi muatan yang tertuang dalam draft RUU tentang Protokol, maka Panitia Khusus (Pansus) RUU Protokol memandang perlu dilakukan kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Adanya kunjungan kerja Pansus ke luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR di bidang fungsi legislasi. Selain itu kunjungan kerja Pansus juga ingin melihat praktek dalam hal keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis, karena ada kekhususan yang diberlakukan tentang keprotokoleran yang ada di negara Perancis. B. TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Adapun tujuan kunjungan kerja ke Perancis adalah antara lain: 1) Umum k. Memperoleh gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Perancis. l. Mengetahui siapa yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Perancis. m. Mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Perancis. 8

n. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik o. Mempelajari tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi p. Mempelajari tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi. q. Mempelajari tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi. r. Mengetahui cara pemerintahan negara Perancis memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Perancis. s. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Perancis. t. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis. 2) Khusus a. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Presiden dan Perdana Menteri, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi presiden dan perdana menteri, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. b. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Parlemen Perancis, baik di Majelis Nasional dan Senat, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasan legislatif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi majelis nasional dan senat, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. c. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal ada tamu negara di negara Perancis. d. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal Presiden atau Perdana Menteri melakukan kunjungan ke luar negeri. e. Mengetahui apakah diatur protokoler di luar pejabat negara selain Presiden, Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. C. ALASAN PEMILIHAN NEGARA PERANCIS Negara Perancis merupakan Negara yang system pemerintahannya adalah republic semi presidensil, dimana memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri. Sistem pemerintahan Negara Perancis cukup unik, karena berbeda dengan system presidensil pada umumnya. Adanya system pemerintahan ini menanadakan bahwa presiden sebagai Kepala Negara yang dipilih secara langsung oleh hak pilih universal orang dewasa selama 5 tahun (sebelumnya 7 tahun), sedangkan pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri, yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Perancis memiliki parlemen dengan system bicameral yang terdiri dari Majelis Nasional dan Senat. Deputi Majelis Nasional mewakili konstituensi lokal dan terpilih langsung selama 5 tahun. Majelis memiliki kekuasaan untuk 9

membubarkan kabinet dan mayoritas anggota Majelis menetapkan pilihan pemerintah. Senator dipilih oleh Dewan pemilih untuk jabatan 6 tahun, dan setengah kursi dimaksukkan dalam pemilihan 3 tahun. Kekuasaan legislatif Senat terbatas, dalam penentangan anara kedua pihak, Majelis Nasional memiliki perkataan terakhir, kecuali untuk hukum konstitusional dan hukum yang disediakan langsung oleh konstitusi dalam beberapa hal. Pemerintah memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan agenda Parlemen. Politik Perancis ditandai oleh dua pengelompokkan yang saling menentang secara politik, pertama sayap kiri, dipusatkan di sekitar Partai Sosialis Perancis, dan lainnya sayap kanan, sebelumnya dipusatkan pada Rassemblement pour la Republique (RPR), dan sekarang Persatuan Gerakan Rakyat. Cabang eksekutif kebanyakan terdiri dari anggota UMP. Berdasarkan sistem pemerintahan yang dianut di negara Perancis, maka pengaturan keprotokoleran yang ada berbeda diberlakukan bagi pemerintahan dan kalangan legislatif, maka menjadi dasar pemikiran Panitia Khusus untuk melakukan kunjungan kerja ke negara Perancis. D. JADWAL KUNJUNGAN KERJA Jadwal kunjungan kerja disesuaikan dengan kesiapan tempat atau kantor yang akan dikunjungi dalam kunjungan kerja ini. Adapun tentative kunjungan kerja adalah sebagai berikut: No Hari/tanggal Waktu Tempat Keterangan 1. Minggu 11 Juli 2010 07.00 Jakarta Singapura Paris Berangkat ke Perancis 2 Senin Pertemuan dengan Silahturahmi 12 Juli 2010 19.00 selesai Dubes RI 3 Selasa Kementerian Luar Diskusi 13 Juli 2010 09.30 selesai Negeri 4 Rabu 14 Juli 2010 09.30 selesai Parlemen Diskusi 5. Kamis 15 Juli 2010 09.30 selesai Sekretariat Negara Diskusi 6. Jumat Pemerintah Kota Diskusi 16 Juli 2010 09.30 selesai Perancis 7 Sabtu Paris Singapura Pulang ke 17 Juli 2010 07.00 Jakarta Indonesia E. TEMPAT YANG AKAN DIKUNJUNGI. Adapun tempat atau kantor yang akan dikunjungi adalah antara lain: 10

6. Kedutaan Besar Republik Indonesia; 7. Kementerian Luar Negeri; 8. Parlemen ; 9. Sekretariat Negara; dan 10. Pemerintah Kota Perancis. F. JUMLAH ANGGOTA DELEGASI Adapun delegasi kunjungan teknis ke Perancis sebanyak 10 (sepuluh) orang Anggota DPR, yang dipimpin oleh Pimpinan Pansus dan didampingi oleh 2 orang Sekretaris. G. PENUTUP Demikian kerangka acuan kunjungan kerja Pansus RUU Protokoler ke Negara Perancis, dan kerangka acuan ini perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan konfirmasi dari Negara tujuan melalui bantuan dari Biro Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Hasil dari konfirmasi dari BKSAP, maka diperlukan waktu 3 hari untuk pembuatan parpor dinas, dan waktu 3 minggu untuk pengurusan visa schengen untuk parpor dinas baru dan 2 minggu untuk paspor dinas yang masih berlaku. Jakarta Mei 2010 11

12

DAFTAR PERTANYAAN (tentative) Umum : 11. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Perancis. 12. Siapa saja yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Perancis 13. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Perancis 14. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik 15. Bagaimana tentang tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 16. Bagaimana tentang tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 17. Bagaimana tentang tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 18. Bagaimana cara pemerintahan negara Perancis memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Perancis 19. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Perancis 20. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis Khusus : 8. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri terkait tata tempat yang di atur di negara ini? 9. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mempersiapkan sidang-sidang, rapat, serta pertemuan kabinet dan/atau pejabat-pejabat negara lainnya? 10. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mengatur tata tempat bagi kabinet serta pejabat-pejabat negara lainnya selama ini? 11. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri selama ini dalam menyelenggarakan resepsi/jamuan, khususnya dengan tamu asing? 12. Bagaimana protokol dijalankan pada saat Presiden dengan atau tanpa Wakil Presiden akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri? 13. Bagaimana peran sekretaris militer selama ini dalam hal protokol penyelenggaraan pengamanan (dalam rangka pengamanan fisik dan non fisik) bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan negara asing? 14. Apakah ada permasalahan berkenaan dengan penyelenggaraan protokol pengamanan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala pemerintahan negara asing? 13