KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan dan penempatan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara. Pengaturan ini disahkan dalam Konvensi Wina 1964. Indonesia telah meratifikasi konvensi Wina tersebut dengan UU No 1 Tahun 1982. Tindak lanjut dari pengaturan keprotokoleran yang berlaku di dunia diplomatik, kemudian diadopsi dalam pengaturan sistem keprotokoleran yang ada di setiap negara. Indonesai termasuk negara yang juga mengatur sistem keprotokoleran ini dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokoler. Dalam UU No 8 Tahun 1987 telah diatur sistem keprotokoleran yang berlaku di Indonesia terutama bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah dalam hal pengaturan tata letak, tata tempat dan tata upacara. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 berimplikasi dengan munculnya sejumlah lembaga negara atau komisi yang terkait dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, karena adanya pejabat negara atau pejabat publik yang diatur dalam UU tersendiri. Implikasinya adanya pengaturan protokoler terhadap pejabat negara dan pejabat yang baru pasca amandemen UUD 1945. Oleh sebab itu wajar DPR-RI memandang bahwa sistem protokoler yang ada saat ini yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1987 sudah tidak sesuai dengan dengan sistem keprotokoleran yang ada. Selain itu di sejumlah negara maju juga telah mengatur sistem protokoler atas kegiatan pejabat negara mereka apabila akan melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan resmi ke suatu negara. Pentingnya pengaturan sistem keprotokoleran dalam suatu UU yang baru penting, selain ingin mengadopsi sejumlah pejabat negara atau pejabat publik yang baru, juga untuk menyamakan persepsi tentang makna protokoler yang mengacu kepada sistem universal yang ada saat ini. Istilah protokol berkaitan dengan tata krama tentang suatu pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam suatu negara. Pada tingkat kenegaraan istilah protokoler berkaitan erat dengan tata krama penyelenggaraan acara yang bersifat ke negaraan. 1
Setiap negara termasuk negara Indonesia, Canada dan Perancis memiliki aturan atau protokol sendiri untuk melaksanakan cara-acara yang bersifat kenegaraaan dan menunjuk kedudukan seorang pejabat negara atau pejabat publik dalam suatu acara kenegaraan atau dalam acara resmi. Pengaturan tentang protokol suatu negara biasanya memiliki berbagai kekhususan dari negara yang bersangkutan. Namun di sisi lain sistem keprotokoleran tidak terlepas dari kaedah internasional yang mengikat negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan perkembangan munculnya lembaga negara baru dan lembaga negara bantu (the auxilaries states ) yang baru, memunculkan pejabat negara baru dan pejabat publik baru, yang mempunyai posisi penting dalam kegiatan resmi atau kegiatan kenegaraan. Mengingat UU No 8 Tahun 1987 belum mengakomodir kepentingan pejabat negara dan pejabat publik tersebut dalam sistem protokol yang ada, mengakibatkan sering muncul permasalahan di lapangan apabila ada acara resmi atau acara kenegaraan, yaitu sulitnya menempatkan pejabat negara dan pejabat publik di maksud dalam hal tata letak dan tata tempat. Oleh karena itu untuk mengakomodir kepentingan mereka, sudah saatnya UU No 8 Tahun 1987 perlu dilakukan perubahan dengan membentuk UU tentang Protokol yang baru. Untuk memperkaya khasanah materi muatan yang tertuang dalam draft RUU tentang Protokol, maka Panitia Khusus (Pansus) RUU Protokol memandang perlu dilakukan kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Adanya kunjungan kerja Pansus ke luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR di bidang fungsi legislasi. Selain itu kunjungan kerja Pansus juga ingin melihat praktek dalam hal keprotokoleran yang berlaku di negara Canada, karena ada kekhususan yang diberlakukan tentang keprotokoleran yang ada di negara Canada. B. TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Adapun tujuan kunjungan kerja ke Canada adalah antara lain: 1) Umum : a. Memperoleh gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Canada. b. Mengetahui siapa yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Canada. c. Mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Canada. d. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik e. Mempelajari tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi f. Mempelajari tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi. 2
g. Mempelajari tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi. h. Mengetahui cara pemerintahan negara Canada memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Canada. i. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Canada. j. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Canada. 2) Khusus : a. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Gubernur Jenderal dan Perdana Menteri, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi Gubernur Jenderal dan perdana menteri, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. b. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Ratu Elizabeth II sebagai pemimpin monarkhi di Kanada. c. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Parlemen Kanada, baik di Majelis Nasional dan Senat, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasan legislatif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi majelis perwakilan rendah dan senat, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. d. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal ada tamu negara di negara Kanada. e. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal Gubernur atau Perdana Menteri melakukan kunjungan ke luar negeri. f. Mengetahui apakah diatur protokoler di luar pejabat negara selain Gubernur, Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. C. ALASAN PEMILIHAN NEGARA KANADA Negara Kanada merupakan Negara yang system pemerintahannya adalah parlementer federal dan monarkhi konstitusional, dimana system pemerintahannya gabungan antara system monarkhi yang ada di Negara Inggris dengan mengakui Ratu Elizabeth II, dan adanya Gubernur Jenderal dan Perdana menteri. Gubernur Jenderal merupakan tokoh non partisan yang memenuhi berbagai peran seremonial. Gubernur Jenderal mengangkat Perdana Menteri yang merupakan pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak di Majelis Perwakilan Rendah. Kanada memiliki parlemen yang terdiri dari Majelis Perwakilan Rendah dan Senat. Pemilihan untuk Majelis Perwakilan Rendah dilakukan oleh Gubernur Jenderal berdasarkan rekomendai Perdana Menteri 3
Kanada memiliki 3 partai nasional utama, 1) Partai Demokrat Baru, 2) Partai Liberal Kanada, 3) Partai Konservatif Kanada. D. JADWAL KUNJUNGAN KERJA Jadwal kunjungan kerja disesuaikan dengan kesiapan tempat atau kantor yang akan dikunjungi dalam kunjungan kerja ini. Adapun tentative kunjungan kerja adalah sebagai berikut: No Hari/tanggal Waktu Tempat Keterangan 1. Minggu 11 Juli 2010 07.00 Jakarta Singapura - Ottawa Berangkat ke Canada 2 Senin Pertemuan dengan Silahturahmi 12 Juli 2010 13.00 selesai Dubes RI 3 Selasa Kementerian Luar Diskusi 13 Juli 2010 09.30 selesai Negeri 4 Rabu 14 Juli 2010 09.30 selesai Parlemen Diskusi 5. Kamis Sekretariat Negara Diskusi 15 Juli 2010 09.30 selesai 6. Jumat Pemerintah Negara Diskusi 16 Juli 2010 09.30 selesai Bagian 7 Sabtu Ottawa Singapura Pulang ke 17 Juli 2010 07.00 Jakarta Indonesia E TEMPAT YANG AKAN DIKUNJUNGI. Adapun tempat atau kantor yang akan dikunjungi adalah antara lain: 1. Kedutaan Besar Republik Indonesia; 2. Kementerian Luar Negeri; 3. Parlemen ; 4. Sekretariat Negara; dan 5. Pemerintah Negara Bagian. F JUMLAH ANGGOTA DELEGASI Adapun delegasi kunjungan teknis ke Canada sebanyak 10 (sepuluh) orang Anggota DPR, yang dipimpin oleh Pimpinan Pansus dan didampingi oleh 2 orang Sekretaris. 4
G. PENUTUP Demikian kerangka acuan kunjungan kerja Pansus RUU Protokoler ke Negara Canada, dan kerangka acuan ini perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan konfirmasi dari Negara tujuan Canada melalui bantuan dari Biro Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Hasil dari konfirmasi dari BKSAP, maka diperlukan waktu 3 hari untuk pembuatan parpor dinas, dan waktu 2 minggu untuk pengurusan visa untuk parpor dinas baru dan 1 minggu untuk paspor dinas yang masih berlaku. Jakarta Mei 2010 5
DAFTAR PERTANYAAN (tentative) Umum : 1. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Canada. 2. Siapa saja yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Canada. 3. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Canda 4. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik 5. Bagaimana tentang tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 6. Bagaimana tentang tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 7. bagaimana tentang tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 8. bagaimana cara pemerintahan negara Canada memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Canada. 9. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Canada. 10. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Canada. Khusus : 1. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri terkait tata tempat yang di atur di negara ini? 2. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mempersiapkan sidang-sidang, rapat, serta pertemuan kabinet dan/atau pejabat-pejabat negara lainnya? 3. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mengatur tata tempat bagi kabinet serta pejabat-pejabat negara lainnya selama ini? 4. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri selama ini dalam menyelenggarakan resepsi/jamuan, khususnya dengan tamu asing? 5. Bagaimana protokol dijalankan pada saat Presiden dengan atau tanpa Wakil Presiden akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri? 6. Bagaimana peran sekretaris militer selama ini dalam hal protokol penyelenggaraan pengamanan (dalam rangka pengamanan fisik dan non fisik) bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan negara asing? 7. Apakah ada permasalahan berkenaan dengan penyelenggaraan protokol pengamanan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, 6
termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala pemerintahan negara asing? KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA PERANCIS ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan dan penempatan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara. Pengaturan ini disahkan dalam Konvensi Wina 1964. Indonesia telah meratifikasi konvensi Wina tersebut dengan UU No 1 Tahun 1982. Tindak lanjut dari pengaturan keprotokoleran yang berlaku di dunia diplomatik, kemudian diadopsi dalam pengaturan sistem keprotokoleran yang ada di setiap negara. Indonesai termasuk negara yang juga mengatur sistem keprotokoleran ini dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokoler. Dalam UU No 8 Tahun 1987 telah diatur sistem keprotokoleran yang berlaku di Indonesia terutama bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah dalam hal pengaturan tata letak, tata tempat dan tata upacara. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 berimplikasi dengan munculnya sejumlah lembaga negara atau komisi yang terkait dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, karena adanya pejabat negara atau pejabat publik yang diatur dalam UU tersendiri. Implikasinya adanya pengaturan protokoler terhadap pejabat negara dan pejabat yang baru pasca amandemen UUD 1945. Oleh sebab itu wajar DPR-RI memandang bahwa sistem protokoler yang ada saat ini yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1987 sudah tidak sesuai dengan dengan sistem keprotokoleran yang ada. Selain itu di sejumlah negara maju juga telah mengatur sistem protokoler atas kegiatan pejabat negara mereka apabila akan melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan resmi ke suatu negara. Pentingnya pengaturan sistem keprotokoleran dalam suatu UU yang baru penting, selain ingin mengadopsi sejumlah pejabat negara atau pejabat publik yang baru, juga untuk menyamakan persepsi tentang makna protokoler yang mengacu kepada sistem universal yang ada saat ini. Istilah protokol berkaitan dengan tata krama tentang suatu pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang 7
ditetapkan dalam suatu negara. Pada tingkat kenegaraan istilah protokoler berkaitan erat dengan tata krama penyelenggaraan acara yang bersifat ke negaraan. Setiap negara termasuk negara Indonesia, Canada dan Perancis memiliki aturan atau protokol sendiri untuk melaksanakan cara-acara yang bersifat kenegaraaan dan menunjuk kedudukan seorang pejabat negara atau pejabat publik dalam suatu acara kenegaraan atau dalam acara resmi. Pengaturan tentang protokol suatu negara biasanya memiliki berbagai kekhususan dari negara yang bersangkutan. Namun di sisi lain sistem keprotokoleran tidak terlepas dari kaedah internasional yang mengikat negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan perkembangan munculnya lembaga negara baru dan lembaga negara bantu (the auxilaries states ) yang baru, memunculkan pejabat negara baru dan pejabat publik baru, yang mempunyai posisi penting dalam kegiatan resmi atau kegiatan kenegaraan. Mengingat UU No 8 Tahun 1987 belum mengakomodir kepentingan pejabat negara dan pejabat publik tersebut dalam sistem protokol yang ada, mengakibatkan sering muncul permasalahan di lapangan apabila ada acara resmi atau acara kenegaraan, yaitu sulitnya menempatkan pejabat negara dan pejabat publik di maksud dalam hal tata letak dan tata tempat. Oleh karena itu untuk mengakomodir kepentingan mereka, sudah saatnya UU No 8 Tahun 1987 perlu dilakukan perubahan dengan membentuk UU tentang Protokol yang baru. Untuk memperkaya khasanah materi muatan yang tertuang dalam draft RUU tentang Protokol, maka Panitia Khusus (Pansus) RUU Protokol memandang perlu dilakukan kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Adanya kunjungan kerja Pansus ke luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR di bidang fungsi legislasi. Selain itu kunjungan kerja Pansus juga ingin melihat praktek dalam hal keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis, karena ada kekhususan yang diberlakukan tentang keprotokoleran yang ada di negara Perancis. B. TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Adapun tujuan kunjungan kerja ke Perancis adalah antara lain: 1) Umum k. Memperoleh gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Perancis. l. Mengetahui siapa yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Perancis. m. Mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Perancis. 8
n. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik o. Mempelajari tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi p. Mempelajari tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi. q. Mempelajari tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi. r. Mengetahui cara pemerintahan negara Perancis memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Perancis. s. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Perancis. t. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis. 2) Khusus a. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Presiden dan Perdana Menteri, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi presiden dan perdana menteri, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. b. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Parlemen Perancis, baik di Majelis Nasional dan Senat, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasan legislatif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi majelis nasional dan senat, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. c. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal ada tamu negara di negara Perancis. d. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal Presiden atau Perdana Menteri melakukan kunjungan ke luar negeri. e. Mengetahui apakah diatur protokoler di luar pejabat negara selain Presiden, Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. C. ALASAN PEMILIHAN NEGARA PERANCIS Negara Perancis merupakan Negara yang system pemerintahannya adalah republic semi presidensil, dimana memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri. Sistem pemerintahan Negara Perancis cukup unik, karena berbeda dengan system presidensil pada umumnya. Adanya system pemerintahan ini menanadakan bahwa presiden sebagai Kepala Negara yang dipilih secara langsung oleh hak pilih universal orang dewasa selama 5 tahun (sebelumnya 7 tahun), sedangkan pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri, yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Perancis memiliki parlemen dengan system bicameral yang terdiri dari Majelis Nasional dan Senat. Deputi Majelis Nasional mewakili konstituensi lokal dan terpilih langsung selama 5 tahun. Majelis memiliki kekuasaan untuk 9
membubarkan kabinet dan mayoritas anggota Majelis menetapkan pilihan pemerintah. Senator dipilih oleh Dewan pemilih untuk jabatan 6 tahun, dan setengah kursi dimaksukkan dalam pemilihan 3 tahun. Kekuasaan legislatif Senat terbatas, dalam penentangan anara kedua pihak, Majelis Nasional memiliki perkataan terakhir, kecuali untuk hukum konstitusional dan hukum yang disediakan langsung oleh konstitusi dalam beberapa hal. Pemerintah memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan agenda Parlemen. Politik Perancis ditandai oleh dua pengelompokkan yang saling menentang secara politik, pertama sayap kiri, dipusatkan di sekitar Partai Sosialis Perancis, dan lainnya sayap kanan, sebelumnya dipusatkan pada Rassemblement pour la Republique (RPR), dan sekarang Persatuan Gerakan Rakyat. Cabang eksekutif kebanyakan terdiri dari anggota UMP. Berdasarkan sistem pemerintahan yang dianut di negara Perancis, maka pengaturan keprotokoleran yang ada berbeda diberlakukan bagi pemerintahan dan kalangan legislatif, maka menjadi dasar pemikiran Panitia Khusus untuk melakukan kunjungan kerja ke negara Perancis. D. JADWAL KUNJUNGAN KERJA Jadwal kunjungan kerja disesuaikan dengan kesiapan tempat atau kantor yang akan dikunjungi dalam kunjungan kerja ini. Adapun tentative kunjungan kerja adalah sebagai berikut: No Hari/tanggal Waktu Tempat Keterangan 1. Minggu 11 Juli 2010 07.00 Jakarta Singapura Paris Berangkat ke Perancis 2 Senin Pertemuan dengan Silahturahmi 12 Juli 2010 19.00 selesai Dubes RI 3 Selasa Kementerian Luar Diskusi 13 Juli 2010 09.30 selesai Negeri 4 Rabu 14 Juli 2010 09.30 selesai Parlemen Diskusi 5. Kamis 15 Juli 2010 09.30 selesai Sekretariat Negara Diskusi 6. Jumat Pemerintah Kota Diskusi 16 Juli 2010 09.30 selesai Perancis 7 Sabtu Paris Singapura Pulang ke 17 Juli 2010 07.00 Jakarta Indonesia E. TEMPAT YANG AKAN DIKUNJUNGI. Adapun tempat atau kantor yang akan dikunjungi adalah antara lain: 10
6. Kedutaan Besar Republik Indonesia; 7. Kementerian Luar Negeri; 8. Parlemen ; 9. Sekretariat Negara; dan 10. Pemerintah Kota Perancis. F. JUMLAH ANGGOTA DELEGASI Adapun delegasi kunjungan teknis ke Perancis sebanyak 10 (sepuluh) orang Anggota DPR, yang dipimpin oleh Pimpinan Pansus dan didampingi oleh 2 orang Sekretaris. G. PENUTUP Demikian kerangka acuan kunjungan kerja Pansus RUU Protokoler ke Negara Perancis, dan kerangka acuan ini perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan konfirmasi dari Negara tujuan melalui bantuan dari Biro Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Hasil dari konfirmasi dari BKSAP, maka diperlukan waktu 3 hari untuk pembuatan parpor dinas, dan waktu 3 minggu untuk pengurusan visa schengen untuk parpor dinas baru dan 2 minggu untuk paspor dinas yang masih berlaku. Jakarta Mei 2010 11
12
DAFTAR PERTANYAAN (tentative) Umum : 11. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Perancis. 12. Siapa saja yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Perancis 13. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Perancis 14. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik 15. Bagaimana tentang tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 16. Bagaimana tentang tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 17. Bagaimana tentang tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 18. Bagaimana cara pemerintahan negara Perancis memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Perancis 19. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Perancis 20. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis Khusus : 8. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri terkait tata tempat yang di atur di negara ini? 9. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mempersiapkan sidang-sidang, rapat, serta pertemuan kabinet dan/atau pejabat-pejabat negara lainnya? 10. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mengatur tata tempat bagi kabinet serta pejabat-pejabat negara lainnya selama ini? 11. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri selama ini dalam menyelenggarakan resepsi/jamuan, khususnya dengan tamu asing? 12. Bagaimana protokol dijalankan pada saat Presiden dengan atau tanpa Wakil Presiden akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri? 13. Bagaimana peran sekretaris militer selama ini dalam hal protokol penyelenggaraan pengamanan (dalam rangka pengamanan fisik dan non fisik) bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan negara asing? 14. Apakah ada permasalahan berkenaan dengan penyelenggaraan protokol pengamanan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala pemerintahan negara asing? 13