BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATALAKSANA DAN ASUHAN GIZI PADA BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Rifka Laily Mafaza

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

MALNUTRISI. Prepared by Rufina Pardosi UNICEF Meulaboh

BAB I PENDAHULUAN. sakit). Bila kurangnya pengetahuan tentang zat gizi pemberian terhadap anak-anak

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar terbentuknya manusia seutuhnya. Periode penting dalam tumbuh kembang anak

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-zat gizi dan penggunaannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh. Keduanya berkaitan dengan faktor lingkungan sosial atau ekonomi dan budaya (Soekirman, 1990 ). Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk (Depkes RI, 2000). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2001) 2. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu, klinis, biokimia, biofisik dan antropometri. a. Penilaian Secara Klinis

Penilaian secara klinis adalah penilaian yang mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik yang ditimbulkan sebagai akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. b. Penilaian Secara Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penilaian keadaan gizi dengan cara ini, terutama di lapangan mengalami masalah khususnya teknis, fasilitas laboratorium serta biaya yang relatif mahal. c. Penilaian Secara Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi ( khususnya jaringan ) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian epidemik. Pada penilaian secara biofisik cara yang digunakan misalnya tes adaptasi gelap. d. Penilaian Secara Antropometri Penilaian status gizi secara antropometri didasarkan atas penilaian keadaan fisik dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Untuk antropometri yang digunakan dalam penentuan status gizi di antaranya : berat badan, tinggi badan, lingkar dada, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan tebal lemak dibawah kulit. Dari semua ukuran itu yang paling sering digunakan adalah berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yaitu berat badan dibandingkan umur (BB/U), tinggi badan dibandingkan umur (TB/U), berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). (Supariasa, 2001) Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi: a. Survei konsumsi makanan Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi b. Statistik vital

Statistik vital adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan angka kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi c. Ekologi Hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain 3. Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi status gizi menurut standar WHO-NCHS berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi adalah sebagai berikut : Indeks Staus Gizi Ambang Batas Gizi Lebih > +2 SD Berat Badan Menurut Gizi Baik >= -2 SD sampai +2 SD Umur (BB/U) Gizi Kurang < -2 SD sampai >= -3 SD Gizi Buruk < -3 SD Tinggi Badan Normal > = -2 SD Menurut Umur Pendek (Stunded) < -2 SD (TB/U) Gemuk > +2 SD Berat badan menurut Normal >= -2 SD sampai +2 SD tinggi badan (BB/TB) Kurus (wasted) < -2 SD sampai >= -3 SD Kurus Sekali < -3 SD Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2000). 4. Dampak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuanna untuk belajar dan

bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso dan Lies, 2007). Dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara lain : a) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. b) Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan. c) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. d) Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa. e) Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia (Suhardjo, 2003). Kekurangan gizi pada umumya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003). B. Masalah Gizi Pada Bayi dan Balita 1. Gizi Buruk Pada Balita Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor, karena kurang konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein. Kwarsiorkor banyak dijumpai pada bayi dan balita pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Sedangkan Marasmus

banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, yang disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya (Suhardjo, 2003). Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan perkembangan selanjutnya terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel tubuh (Suhardjo, 2003). 2. Kekurangan Energi Protein Kekurangan Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa, 2001). Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu Marasmus, Kwasiorkor, atau Marasmus-Kwasiorkor. Tanda-tanda Marasmus : a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit. b. Wajah seperti orang tua. c. Cengeng, rewel. d. Kulit keriput, jaringan lemak subkitis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada. e. Sering disertai diare kronik atau konstipasi susah buang air, serta penyakit kronik. f. Tekanan darah, detak jantung dan pernapasan berkurang (Supariasa, 2002). Tanda-tanda Kwasiorkor : a. Oedema, umumnya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki. b. Wajah membulat dan sembab. c. Pandangan mata sayu. d. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok. e. Perubahan status mental, apatis dan rewel.

f. Pembesaran hati. g. Otot mengecil (hipotrofi) lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk. h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang luas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas. i. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare (Supriasa, 2001). Tanda-tanda Marasmus-Kwasiorkor :Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwasiorkor dan Marasmus, dengan BB/U<60% baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok (Supriasa, 2001). 1. Pencegahan KEP a. Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan semakin banyak, sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat. b. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan energi untuk anak-anak yang disapih. c. Memperbaiki infrastruktur pemasaran. d. Subsidi harga bahan makanan. Bertujuan untuk membantu mereka yang sangat terbatas penghasilannya. e. Pemberian makanan suplementer. Makanan diberikan secara cuma-cuma atau dijual dengan harga minim, makanan semacam ini ditujukan untuk anak-anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KEP. f. Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan gizi adalah untuk mengajar rakyat mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik mutunya. g. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan. h. Peningkatan kapasitas kerja manusia. i. Peningkatan kesejahteraan rakyat. j. Pemerataan pendapatan yang lebih baik (Pudjiadi, 2003). 2. Pengobatan KEP

a. `Pengobatan KEP ringan Perbaikan gizi akan tercapai dengan mengubah menu makanan, setiap harinya harus dapat 2-3 gram protein dan 100-150 kkal untuk tiap kg berat badannya. Sumber protein dan energi diperoleh dari : 1) Makanan pokok setempat, seperti beras, jagung dan sebagainya. 2) Suplementasi untuk mencapai jumlah protein yang dianjurkan dengan bahan makanan yang mengandung banyak protein dan tidak mahal harganya. Dapat dibeli atau dibagi-bagikan secara cuma-cuma oleh pemerintah melalui Puskesmas atau Posyandu. 3) Perubahan menu makanan harus diusahakan sedemikian hingga dapat diterima oleh ibunya dan tradisi penduduk dimana anak itu berada (Pudjiadi, 2003)

b. Pengobatan KEP berat Tujuan pengobatan KEP berat adalah untuk menurunkan mortalitas dan memulihkan kesehatan secepatnya. 1) Penderita KEP berat seyogyanya dirawat di rumah sakit, walaupun memisahkan penderita dari ibunya. 2) Rumah sakit yang merawat penderita harus dilengkapi dengan cukup perawat dan di tempatkan diruangan yang terpisah dari ruangan ruangan lain yang ditempati oleh anak-anak yang yang sedang menderita penyakit infeksi. 3) Dilakukan pemeriksaan secara rutin, dicari ada tidaknya kekurangan zat gizi lain dan infeksi. Dengan demikian maka bukan hanya diberikan terapi dietetik, melainkan juga terapi terhadap penyakit penyertanya (Pudjiadi, 2003). C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi. 1. Pendapatan Keluarga Dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu ( Sumardi, 1998). Menurut Badan Pusat Statistik sesuai dengan konsep dan definisi (1999) pengertian pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatandan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota RumahTangga Ekonomi (ARTE). Sedangkan menurut Sumardi (1998), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut membaik juga (Suhardjo, 2006). Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan dibeli dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan

kualitas.pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan hampir universal (Sediaoetama, 1995 ). Ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi pendukung akan meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan catatan, bila hanya faktor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi. Kenyataannya masalah gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan. Oleh karena itu perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran daripada pembangunan (Suhardjo, 2003). 2. Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu: a. Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. b. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal. c. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi. (Suhardjo, 2003). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 1997). b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 1997). c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 1997). d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Notoatmodjo, 1997). e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 1997). f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 1997). Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Sediaoetama, 2000). Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga, sehingga

dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga (Suhardjo, 1996). Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap Negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang dan mengetahui kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003). 3. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan mempunyai fungsi untuk membantu secara sadar perkembangan rohani dan jasmani anak didik serta sebagai alat perkembangan pribadi warga negara, masyarakat dan sebagai pembentuk keluarga. Dalam pencapaian tujuan pendidikan, dapat ditempuh melalui tiga jenis pendidikan yaitu pendidikan informal, pendidikan non formal, dan pendidikan formal, baik secara terpisah maupun gabungan diantara dua atau tiga jenis pendidikan tersebut. Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal (Kardjati et all,1996). Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2003). Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk menghadapi berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk

menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya (Kardjati et all, 1996). 4. Besarnya Keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003). Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebab seandainya besar keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak yang muda mungkin tidak diberi cukup makan (Suhardjo, 2003). Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga sangat penting untuk mencapai gizi yang baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita hamil dan menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi, protein dan zat-zat gizi lain yang cukup setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Suhardjo et all, 1996). 5. Status Pekerjaan Ibu Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya. Karena itu didalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa seringkali terjadi ketidaksesuaian antara

konsumsi zat gizi terutama Energi dan Protein dengan kebutuhan tubuh pada kelompok anak yang berusia diatas 1 tahun (Moehji, 1995). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya KEP adalah para ibu yang menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan balitanya dari pagi sampai sore, anak-anak terpaksa ditinggalkan dirumah sehingga jatuh sakit dan tidak mendapatkan perhatian, dan pemberian makanan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya bila badan yang bergerak dibidang sosial menampung bayi dan anak-anak kecil yang ditinggal bekerja seharian penuh di balai desa, masjid, gereja, atau tempat lain untuk dirawat dan diberi makanan yang cukup baik (Pudjiadi, 2003). 6. 6. Pantangan Makan Balita Suatu pantangan makanan berarti suatu sikap negatif yang lebih kuat terhadap penggunaan makanan atau makanan yang tidak dapat diterima. Pelanggaran peraturan yang telah tertanam kuat mengenai pantangan makanan (beberapa makanan) biasanya mengakibatkan adanya hukuman secara keagamaan atau gaib (Suhardjo, 2003). Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pantangan, takhayul, dan larangan pada beberapa kebudayaan dan daerah yang berlainan di dunia. Beberapa pantangan dianut oleh golongan masyarakat atau oleh bagian besar dari penduduk. Meskipun hanya sebagian atau sekelompok tertentu, tetapi tidak menutup kemungkinan masalah gizi atau kekurangan gizi akan timbul. (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2001). 7. Tingkat Konsumsi Energi Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau aktifitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi. Seseorang

tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi (Suhardjo, 2003). 8. Tingkat Konsumsi Protein Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Protein merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, hampir setengah jumlah protein terdapat di otot, 1/5 terdapat di tulang, 1/10 terdapat di kulit, sisanya terdapat dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Berat badan erat sekali hubungannya dengan jumlah jaringan yang aktif yang selalu memerlukan protein lebih banyak untuk pembentukan, pemeliharaan, dan pengaturan dibandingkan dengan jaringan tidak aktif. Oleh karena itu orang yang beratnya lebih tinggi memerlukan protein yang lebih banyak daripada orang yang lebih ringan. Umur merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya kebutuhan protein terutama pada golongan muda yang masih dalam masa pertumbuhan. Anak kecil memerlukan protein 2-4 kali lebih banyak daripada orang dewasa bila dihitung per satuan berat badan. Pada orang dewasa tidak terdapat lagi pertumbuhan seperti halnya pada anak-anak melainkan hanya untuk pemeliharaan, reparasi dan pengaturan proses-proses tubuh. Kebutuhan protein laki-laki berbeda dengan perempuan. Hal ini terutama disebabkan perbedaan jumlah jaringan aktif dan perbedaan perkembangan-perkembangan fisiologis. Mutu protein sangat menentukan besar kecilnya kebutuhan protein. Mutu protein erat hubungannya dengan nilai cerna dan nilai serap daripada protein yang bersangkutan. Makin tinggi mutu protein, makin sedikit protein yang diperlukan, sebaliknya makin jelek mutunya makin banyak protein yang diperlukan (Kusiharto, 1998) 9. Status Kesehatan Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersama-sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan bila kedua faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk

kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anakanak dengan gizi buruk (Lies, 2004). Status gizi atau tingkat konsumsi pangan maupun bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi (Soehardjo, 2003). Gangguan gizi dan rawan infeksi merupakan suatu pasangan yang erat. Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu: mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare atau muntah-muntah, atau metabolisme dan banyak cara lagi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan dari defisiensi sistem kekebalan. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi. Puffer dan Serrano (dalam Kardjati at all, 1995) melaporkan bahwa gizi kurang dan infeksi merupakan masalah kesehatan yang penting pada anak-anak Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi kedalam arus darah. Keadaan seperti ini sangat mempengaruhi terjangkitnya kekurangan gizi (Soehardjo, 2003).

C. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat digunakan kerangka teori sebagai berikut : Status Gizi Asupan Zat Gizi Penyakit Infeksi Persediaan pangan di keluarga Pola Asuh Balita Sanitasi air bersih Yankes dasar Tingkat Pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan Pendapatan Stabilitas ekonomi, politik dan sosial Sumber:Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Ditjen Dikti Departemen Pendidikan

D. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Pendapatan Keluarga Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Tingkat Pendidikan Ibu Status Gizi [Besarnya Keluarga Status Pekerjaan Ibu Pantangan Makan bayi E. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1) Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Tlogopandogan Kecamatan Gajah Kabupaten Demak 2) Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Tlogopandogan Kecamatan Gajah Kabupaten Demak 3) Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Tlogopandogan Kecamatan Gajah Kabupaten Demak 4) Ada hubungan antara besarnya keluarga dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Tlogopandogan Kecamatan Gajah Kabupaten Demak 5) Ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Tlogopandogan Kecamatan Gajah Kabupaten Demak 6) Ada hubungan antara pantangan makan bayi dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Tlogopandogan Kecamatan Gajah Kabupaten Demak