BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

b) Luka bakar derajat II

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. kontinuitas jaringan hidup (Nalwaya,et al. 2009). Luka disebabkan oleh trauma fisik

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi untuk dibudidayakan. Ikan pancingan yang banyak ditemui di sungai, rawa, danau dan saluran hingga ke sawah-sawah adalah ikan gabus. Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan buas yang hidup di air tawar (Ulandari, Kurniawan dan Putri, 2011).Jenis ikan ini memiliki manfaat bagi kesehatan, karena diketahui bahwa ikan ini banyak mengandung albumin yang merupakan salah satu jenis protein penting (Murni, 2006). Nilai gizi ikan gabus cukup tinggi selain mengandung asam mineral dan vitamin A juga terkandung lemak yang rendah bila dibandingkan dengan ikan yang lain akan tetapi ikan gabus mengandung protein sebesar 25,2 %, yang lebih tinggi dari protein ikan bandeng (20,0%), ikan emas (16,0%), maupun ikan kakap (20,0%). Albumin merupakan jenis protein terbanyak dalam plasma yang mencapai 6,22% dan bersinergi dengan mineral Zn yang dibutuhkan untuk perkembangan sel maupun pembentukan jaringan sel baru seperti akibat luka dan penyembuhan luka akibat operasi. Selain itu, kadar lemak dalam ikan gabus relatif rendah bila dibandingkan dengan kadar lemak jenis ikan lain, hal ini memungkinkan umur simpan ikan gabus lebih lama karena kemungkinan mengalami ketengikan lebih lama (Mustafa, Aris dan Yohanes, 2012). Ikan gabus telah dikenal dan dipercaya oleh masyarakat sebagai makanan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Ibu dengan 1

kondisi pasca melahirkan, anak yang baru dikhitan, dan juga pasien pasca operasi biasanya dianjurkan untuk mengkonsumsi daging ikan gabus untuk mempercepat penyembuhan luka (Carvallo, 1998). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan adanya beberapa penelitian yang mengungkap fakta bahwa dalam ikan gabus mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk kesehatan. Kandungan tersebut terdiri dari protein yang tinggi terutama albumin dan asam amino esensial, lemak khususnya lemak esensial, mineral khususnya zink/seng dan beberapa vitamin yang baik untuk kesehatan (Asfar, Abu dan Meta, 2014). Secara alami ikan gabus digunakan sebagai sumber albumin untuk meningkatkan proses penyembuhan infeksi. Ikan gabus digunakan karena kemampuannya dalam meningkatkan kadar albumin pada pasien yang mengalami kondisi hipoalbuminemia (kadar albumin dalam plasma rendah, dibawah 3,5 g/dl). Kemampuan albumin dalam mengatur tekanan osmotik di dalam darah sebagai sarana pengangkut atau transportasi, bermanfaat dalam pembentukan jaringan baru dan mempercepat penyembuhan luka (Nugroho, 2012). Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat terjadi karena disebabkan oleh trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, atau gigitan hewan. Luka tidak dapat dibiarkan sembuh sendiri karena luka yang tidak dirawat dengan baik dapat menyebabkan komplikasi penyembuhan luka yaitu dapat terjadi infeksi dan pendarahan. Tujuan merawat luka yaitu agar tidak terjadi trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan kulit (Atik dan Januarsih, 2008). Proses yang terjadi pada jaringan yang rusak ini adalah penyembuhan luka yang dibagi menjadi empat fase, yaitu fase hemostasis, 2

fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan fase remodeling jaringan (Atik dan Januarsih, 2008). Fase hemostasis merupakan respon dari komponen vaskuler berupa vasokonstriksi pembuluh darah dan hemostasis. Proses hemostasis melibatkan konstriksi pembuluh darah, kontraksi otot polos, agregasi trombosit, koagulasi darah dan diikuti oleh vasodilatasi yang diperantarai oleh pelepasan histamin. Trombosis akan melepaskan leukotrien C4 dan D4 yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu juga melepaskan serotonin yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi eksudasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler (Lawrence, 2002). Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang timbul akibat cidera sehingga menyebabkan kerusakan jaringan setempat, respon ini berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, dan mengurung atau sekuestrasi baik agen pencidera maupun jaringan yang cidera. Inflamasi ini memiliki gejala seperti kalor, rubor, tumor, dolor dan hilangnya fungsi yang dapat mengganggu kenyamanan pasien. Berdasarkan waktu terjadinya inflamasi dibagi menjadi dua yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Keradangan akut adalah respon yang terjadi segera setelah terjadinya luka, berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari. Respon ini ditandai dengan eksudasi sel plasma keluar bersama sel limfosit dan makrofag (Mader, 2004). Inflamasi yang terjadi tidak bisa dibiarkan sehingga harus dibatasi karena jika terjadi terus menerus menyebabkan luka tidak mengalami penyembuhan secara normal serta menjadi inflamasi yang patologis. Inflamasi ini terjadi sampai hari ke-5 setelah terjadinya luka. Sel polymorphonuclear (PMN) merupakan sel inflamasi pertama yang berimigrasi keluar menuju area luka, kemudian digantikan oleh sel 3

mononukler atau makrofag yang infiltrasinya dipicu oleh limfosit. Fase inflamasi berakhir dengan ditandai oleh penurunan jumlah sel inflamasi kemudian dilanjutkan fase proliferasi dan remodeling (Miksusanti, 2010). Pada fase proliferasi terbentuk jaringan granulasi yang berisi sel inflamasi, fibroblas dan pembuluh darah. Fase proliferasi merupakan fase perbaikan luka yang meliputi fibroplasia, sintesa kolagen, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, dan epitelisasi (Miloro, 2004). Fase remodeling merupakan penyempurnaan terbentuknya jaringan baru, karena kebutuhan metabolik luka menurun maka kapiler juga menurun. Fase ini terjadi karena pengaruh dari sitokin dan growth factor matrik kolagen mengalami degradasi, resintesis, reorganisasi dan distabilkan oleh molecular crosslinking menjadi scar. Fibroblas mulai menghilang dan kolagen tipe I diganti oleh kolagen tipe III (Miloro, 2004). Perawatan luka dapat menggunakan obat yang sudah dikenal oleh kalangan masyarakat, salah satunya adalah povidone iodine. Dalam hal ini povidone iodine dikenal sebagai salah satu antiseptik topikal yang digunakan untuk perawatan luka (Kurniati, 2004). Antiseptik yang diberikan pada tepi luka dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme, namun dalam hal ini penggunaan antiseptik terus menerus dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang resisten pada sekitar luka (Potter dan Perry, 2005). Povidone iodine selain menyebabkan resisten juga bersifat iritatif dan toksik jika masuk dalam pembuluh darah, serta bisa menghambat proses granulasi luka. Povidone iodine dapat menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, memiliki efek toksik pada leukosit dan fibroblas, serta menghambat migrasi neutrofil dan menurunkan sel monosit. Oleh sebab itu perlu dicari alternatif lain untuk penyembuhan luka yang bersifat 4

aman, mudah didapat serta efektif. Salah satunya adalah dengan menggunakan bahan alam untuk pengobatannya, yaitu dengan menggunakan ekstrak ikan gabus (Channa striata) (Niedner, 1997). Penelitian sebelumnya oleh Sinambela (2012) mengenai penyembuhan luka insisi dengan ikan gabus dalam sediaan salep. Dengan konsentrasi ekstrak ikan gabus 6%, 8% dan 10%. Penelitian tersebut menunjukkan konsentrasi 10% memberikan hasil yang lebih baik dari ketiga konsentrasi terpilih. Ekstrak ikan gabus di formulasikan dalam bentuk emulgel untuk penyembuhan luka insisi. Emulgel merupakan pengembangan dari sediaan gel. Emulgel terdiri dari dua fase, yaitu fase besar molekul organik yang terpenetrasi dalam air dalam bentuk gel dan fase kecil minyak emulsi. Adanya fase minyak di dalamnya menyebabkan emulgel lebih unggul dibandingkan dengan sediaan gel sendiri, yakni obat akan melekat cukup lama di kulit dan memiliki daya sebar yang baik, mudah dioleskan serta memberikan rasa nyaman pada kulit (Magdy, 2004). Gel mempunyai kelebihan yaitu memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga bersifat mendinginkan dan memberi kenyamanan pada kulit (Mitsui, 1997). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan kajian teori di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu: a. Apakah emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempercepat waktu penyembuhan luka insisi pada tikus putih? b. Apakah emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempengaruhi jumlah sel makrofag pada luka insisi tikus putih? 5

c. Apakah emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempengaruhi jumlah sel neutrofil pada luka insisi tikus putih? 1.3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui pengaruh pemberian emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) apakah dapat mempercepat waktu penyembuhan luka insisi pada tikus putih. b. Mengetahui pengaruh pemberian emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) apakah dapat mempengaruhi jumlah sel makrofag pada luka insisi tikus putih. c. Mengetahui pengaruh pemberian emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) apakah dapat mempengaruhi jumlah sel neutrofil pada luka insisi tikus putih. 1.4. Hipotesis Penelitian a. Emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempercepat waktu penyembuhan luka insisi pada tikus putih. b. Emulgel ektrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempengaruhi jumlah sel makrofag pada luka insisi tikus putih. c. Emulgel ektrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempengaruhi jumlah sel neutrofil pada luka insisi tikus putih. 1.5. Manfaat Penelitian a. Memperoleh bukti bahwa emulgel ekstrak ikan gabus (Channa striata) dapat mempercepat waktu penyembuhan dan mempengaruhi jumlah sel makrofag dan sel neutrophil pada luka insisi tikus putih. 6

b. Dapat memberikan informasi ilmiah dan dapat digunakan untuk menunjang penelitian selanjutnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 7